Pertanyaan tentang economic value of time dalam Islam

Pertanyaan tentang economic value of time dalam Islam

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

Maghfiroh, Rahma Ulfa. “Konsep Nilai Waktu Dari Uang Dalam Sudut Pandang Ekonomi Islam”. El-Qist: Journal of Islamic Economics and Business (JIEB) 9, no. 2 (December 18, 2020): 186–195. Accessed June 19, 2022. http://jurnalfebi.uinsby.ac.id/index.php/elqist/article/view/233.

Adiwarman A Karim, Ekonomi Makro Islami, Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada. 2010

Agus Sartono, Manajemen Keuangan,Yogyakarta: BPFE, 1997.

Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2009.

Departemen Agama, Alquran dan Terjemahnya. Semarang: Asy-Syifa, 2000.

Emily Nur Saidy, "Uang Dalam Tinjauan Ekonomi Islamâ". LAA MAISYIR, Volume 6, Nomor 2 2017.

Iggi H. Achsien, Investasi Syariah di Pasar Modal: Menggagas Konsep dan Praktik Manajemen Portofolio Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Huda, Bakhrul. “Etika Pertukaran Valas Dalam Pasar Valuta Asing Perspektif Fikih Sarf” IQTISHADIA: Jurnal Ekonomi & Perbankan Syariah 5, no. 1 (1 Juni 2018): 1–21 http://dx.doi.org/10.19105/iqtishadia.v5i1.1656

I Made Sudana, Manajemen Keuangan, Jakarta, Airlangga, 2017.

Kasmir, Bank dan lembaga keuangan lainnya.ed.revisi, Jakarta : Rajawali Pers.2008.

M.Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam : Konsep,Teori, dan Analisis,Bandung, Alfabeta, 2010.

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, 15, Cet. 5 .Jakarta: Lentera Hati, 2012

Rahmat Ilyas, "Time Value of Money dalam Perspektif Hukum Islam". AL-'ADALAH Vol. 14, Nomor 1 2017.

Yuliono, "Time Value Of Moneydalam Perspektif Ekonomi Islam". El Jizya Jurnal Ekonomi Islam Vol 5. No 1 2017.

You're Reading a Free Preview
Pages 6 to 9 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 13 to 21 are not shown in this preview.

Ditulis oleh : Hanitya Faradilla

Ekonomi konvensional mendefinisikan time value of money sebagai “A dollar today is worth more than a dollar in the future because a dollar today can be invested to get a return”. Hal tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa nilai uang yang kita miliki saat ini lebih berharga daripada nilai uang di masa depan karena ada unsur investasi yang dapat menghasilkan keuntungan. Namun apakah pemikiran tersebut sudah tepat?

Ekonomi konvensional menyandarkan teori tersebut pada dua asumsi yakni asumsi terjadinya inflasi dan asumsi bahwa adanya preferensi konsumsi saat ini dibandingkan dengan konsumsi dimasa mendatang. Penjelasan dari konsep tersebut secara teoritis dan praktis adalah sebagai berikut:

Secara sederhana inflasi merupakan kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara terus-menerus. Menurut ekonomi konvensional, hal tersebut dapat mempengaruhi nilai mata uang di masa mendatang. Tentu saja inflasi dapat membuat perekonomian negara menjadi tidak menentu dan dibutuhkan kemampuan untuk mengestimasi kondisi tersebut (Parkin, 2011 p. 522). Secara praktis kita dapat memisalkan dengan harga 10 buah bakwan pada hari ini sebesar Rp 10.000,- namun jika kita membelinya pada tahun depan uang sebesar Rp10.000,- hanya dapat membeli 9 buah bakwan (asumsi tingkat inflasi 10% per tahun). Oleh karena itu terjadi kompensasi atas hilangnya daya beli uang terhadap barang dan jasa akibat inflasi.

  1. Preferensi konsumsi saat ini dibanding konsumsi di masa mendatang

Secara teoritis ekonomi konvensional mendefinisikan manusia sebagai mahluk ekonomi dengan asumsi semua manusia berpikir secara present biased. Sehingga setiap individu diasumsikan  mempunyai preferensi untuk melaksanakan present consumption dibandingkan dengan future consumption. Jika asumsi tingkat inflasi ditiadakan, sehingga dengan uang sebesar Rp 10.000,- tetap dapat membeli 10 buah bakwan di tahun depan. Sesuai dengan teori manusia sebagai mahluk yang berpikiran secara present biased maka konsumsi 10 buah bakwan ditahun ini akan lebih disukai dibandingkan dengan konsumsi 10 buah bakwan di tahun depan. Dengan argumentasi tersebut, maka untuk menunda konsumsi dikenakan biaya kompensasi. (Karim, 2011 p. 22-23)

Ekonomi islam memberikan argumen untuk tidak menyetujui teori time value of money tersebut. Hal tersebut terjadi karena ekonomi Islam memandang teori tersebut kurang akurat jika diimplementasikan pada masyarakat. Oleh sebab itu, terdapat tiga faktor kelemahan teori time value of money, antara lain:

  1. Kondisi yang tidak lengkap (exhausted condition)

Argumen yang pertama terjadi karena tidak lengkapnya suatu kondisi perekonomian. Hal ini terjadi karena dalam setiap kondisi perekonomian dikhawatirkan terjadi inflasi seharusnya hal itu juga diimbangi dengan adanya deflasi. Jika keberadaan inflasi menjadi alasan dari teori time value of money maka keberadaan deflasi secara teoritis seharusnya menyebabkan kondisi negative time value of money. Misalnya secara praktis kita asumsikan tingkat deflasi 10 % per tahun. Maka asumsinya akan terjadi penurunan tingkat harga barang dan jasa secara terus-menerus sekitar 10 %. Sehingga apabila 10 buah bakwan pada tahun ini memiliki harga Rp 10.000,- maka pada tahun mendatang dengan uang Rp10.000,- bisa membeli sebanyak 11 buah bakwan. Oleh karena itu, terjadi kompensasi atas naiknya daya beli uang akibat deflasi. Ekonomi Islam mengkrikitik teori tersebut, pada kenyataanya yang berlaku serta diakomodir oleh teori time value of money hanya kondisi inflasi, sedangkan kondisi deflasi cenderung diabaikan. (Karim, 2011 p. 22-23)

Sebenarnya dalam ekonomi konvensional, penerapan konsep time value of money tidak senaif yang dibayangkan misalnya dengan mengabaikan ketidakpastian return yang akan diterima. Bila unsur ketidakpastian ini dimasukkan maka ekonom konvensional menyebutnya dengan istilah discount rate. Sehingga menghasilkan definisi yang lebih umum dibandingkan dengan interest rate.

Dalam praktik ekonomi syariah, konsep penggunaan discount rate dapat diimplementasikan dalam menentukan harga barang muajjal (barang yang ditangguhkan). Hal ini diperbolehkan karena :

  • Jual-beli dan sewa menyewa merupakan sektor riil dalam perekonomian. Hal tersebut dapat memberikan value added (nilai tambah ekonomis) pada perekonomian suatu negara.
  • Tertahannya hak si penjual (uang pembayaran) yang telah melaksanakan kewajibannya (memberikan barang dan jasa) sehingga dia tidak dapat melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain.
  1. Current good and future good

Harapan yang untuk masa depan yang lebih baik menyebabkan individu untuk melakukan konsumsi pada saat ini. Hal ini akan menyebabkan seseorang akan meningkatkan konsumsinya pada saat ini dengan harga-harga yang harus dibayarkan pada kemudian hari (Karim, 2011 p. 22-23). Ekonom Islam melihat hal ini sebagai perilaku yang berlebih-lebihan. Ketika seseorang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya saat ini, orang tersebut seharusnya dapat menekan tingkat konsumsinya dengan menangguhkan konsumsi yang bersifat atau berdasar atas keinginan semata. Jika konsep time value of money ditiadakan maka dampak positifnya adalah nilai mata uang untuk membeli barang dan jasa tidak akan berubah. Dari tahun ke tahun tingkat harga barang dan jasa akan tetap sehingga tidak terjadi gharar atau beban yang diterima akibat peningkatan harga karena perbedaan waktu.

Dalam menanggapi persoalan tersebut ekonomi Islam memberikan solusi yakni dengan adanya economic value of time yang menganggap bahwa uang tidak memiliki nilai waktu, akan tetapi waktu lah yang mempunyai nilai ekonomis. Hal tersebut sama dengan Islam yang menganggap uang bukan sebagai modal sehingga uang itu sendiri tidak memberikan keuntungan. Namun fungsi uang lah yang menghasilkan kegunaan. Oleh karena itu landasan ekonomi konvensional yang berdasar pada kondisi mendapatkan hasil tanpa risiko (al gummu bi al ghuni) dan memperoleh hasil tanpa menghasilkan biaya (al kharaj bi la dhaman) ditolak dalam pandangan ekonomi syariah.

Islam mengajarkan konsep untuk lebih bekerja secara produktif sebagaimana yang Allah firmankan dalam Q.S. At Takasur ayat 1-5 yang menerangkan bahwa Islam selalu mendorong pemeluknya dalam menginvestasikan tabungannya. Pada ayat lainnya yakni Q.S. Lukman ayat 34 yang menerangkan bahwa dalam investasi tidak menuntut secara pasti akan hasil yang didapatkan. Hal itu dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi hasil investasi di antaranya : jumlah modal, jumlah nisbah, jumlah perputaran modal dan return itu sendiri (Purnamasari, 2014 p. 48-49).  Misalnya, si A sebagai seorang petani biasanya dapat menghasilkan 10 Kg beras per tahun, namun karena si A berusaha sungguh-sungguh sehingga terjadi peningkatan kualitas sumber daya manusia yang menyebabkan si A dapat menghasilkan 10 Kg beras dalam waktu 9 bulan, oleh karena itu si A dapat mempergunakan sisa waktu 3 bulan untuk memproduksi beras kembali, sehingga terjadi peningkatan produksi, hal tersebut mencerminkan bahwa waktu memiliki nilai ekonomis.

Sumber :

Karim, Adiwarman A. 2007. Ekonomi Makro Islami. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Parkin, Michael. 2012. Economics : 10th Edition. University of Western of Ontario : Pearson

Purnamasari, S. Desember 2014. Al Iqtishadiyah. Jurnal Ekonomi Syariah dan Hukum Syariah. Volume : I. ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/IQT/article/view/135/126. Diakses pada 08 Oktober 2016.