Manakah tindakan perawat dibawah ini yang dilakukan untuk mengurangi kesalahan dalam pemberian obat?

farmasetika.com – Obat merupakan unsur penunjang dalam sistem pelayanan kesehatan  dan kedudukannya sangatlah penting dalam upaya pengobatan karena sebagian besar intervensi medik menggunakan obat. Oleh karena itu, obat harus selalu tersedia pada saat diperlukan baik jenis dan jumlahnya serta pemberian obat harus rasional.

Obat rasional yaitu :

  • Tepat diagnosis, jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat tidak sesuai dengan diagnosis dan akhirnya obat yang diberikan juka tidak sesuai.
  • Tepat pasien, tepat pemilihan obat keputusan pemilihan obat sesuai diagnosis yangsehingga obat yang dipilih memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit.
  • Tepat dosis, obat sangat dipengaruhi oleh dosis jika pemberian dosis berlebih khususnya obat yang indeks terapinya sempint akan sangat beresiko timbulnya efek samping.
  • Tepat cara pemberian, sesuai bentuk sediaan terutama dengan cara pemberian khusus seperti untuk inhealer dan suppositoria harus dijelaskan agar tidak salah dalam pemakaian.
  • Tepat interval waktu pemberian, setiap berapa kali sehari jika berlebih dapat menimbulkan efek samping serta interval yang terlalu banyak akan berpotensi ketidakpatuhan pasien.
  • Tepat informasi, harus tepat dalam penggunaan obat untuk menunjang keberhasilan terapi serta tepat penyerahan obat pada saat  pasien membawa resep kemudian dikaji dan disiapkan harus tepat jika tidak sesuai dapat teradi efek yang tidak diinginkan.

Dalam praktek kefarmasian, apoteker memiliki tugas untuk pengendalian sediaan farmasi, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian obat hingga obat sampai kepada pasien yaitu saat pelayanan obat atas resep dokter serta pelayanan informasi obat. Namun dalam prakteknya masih banyak terjadi kesalahan dalam pengobatan dan terdapat laporan kasus setiap tahun bahkan setiap bulannya.

Laporan kasus merupakan dokumentasi ilmiah pasien perorangan, Laporan ini sering ditulis untuk mendokumentasikan presentasi klinis yang tidak biasa, pendekatan pengobatan, efek samping, atau respons terhadap pengobatan. Kebanyakan ahli melihat laporan kasus sebagai bukti pertama dalam perawatan kesehatan, yang terkadang dapat mengarah pada studi tingkat tinggi di masa depan.

Dari data jurnal di negara-negara maju, penulisan resep dokter yang masih manual dan sering kali sulit dibaca merupakan faktor yang sangat sering terjadi diperkirakan setiap tahunnya dapat menyebabkan kematian 7000 kematian per tahun. Laporan kasus dapat menjadi kesempatan belajar yang hebat bagi apoteker dan mahasiswa farmasi untuk memahami perkembangan kasus dan respons dan efek obat yang tidak konvensional.

Artikel ini menyoroti 5 laporan kasus yang dipublikasikan dan mendokumentasikan kesalahan administrasi pengobatan yang tidak disengaja saat pemberian diapotek dan saat perawatan.

1. Kasus nyonya S

Nyonya S yang baru saja melahirkan, mengalami koma selama dua hari, setelah diadakan pemeriksaan ternyata pasien tersebut salah mengkonsumsi obat. Seharusnya pasien mendapatkan obat methylergotamin yang salah satu fungsinya yaitu untuk mengontrol pendarahan pada melahirkan atau persalinan dan mempercepat kembalinya kandungan (uterus) ke keadaan normal, sedangkan obat yang diberikan oleh apotek yaitu obat yang mengandung glibenclamide sebagai antidibetik yaitu menurunkan kadar gula darah.

Pasien mengalami koma karena tubuh pasien tidak dapat mengatasi dengan cara mengeluarkan hormon yang menaikan gula darah karena pasien bukan penderita diabetes

2. Kasus bapak KY

Bapak KY 58 tahun merupakan seorang pasien di Puskesmas mengeluhkan mata perih dan merah karena terkena butiran pasir saat menggunakan motor  pada tanggal 2 Mei 2017 lalu datang kedokter dan diberikan resep.

Saat berada dirumah pasien baru membaca bahwa obat tetes yang diberikan tertulis merupakan chlorampenicol 3% obat tetes telinga namun pasien beranggapan mungkin obat tersebut bisa digunakan untuk tetes mata dan tetes telinga saat digunakan mata pasien terasa semakin perih.

Pasiennya kemudian datang kembali ke dokter dipuskesmas dan mengeluhkan obat yang diberikan, dokter pun mengganti resep namun ternyata saat sampai dirumah membaca kembali obat tersebut merupakan tetes telinga lagi pasien pun masih beranggapan bisa digunakan untuk tetes mata dan telinga namun saat diteteskan mata pasien malah lebih perih dan sakit  serta pusing hingganya pasien pergi ke dokter spesialis mata dengan keluarganya, setelah diperiksa  mata pasien masih normal tapi tidak dapat dipastikan untuk kedepannya dan hal ini sangat membuat pasien tidak nyaman dan akhirnya melakukan protes terhadap Puskesmas agar tidak terjadi kejadian serupa.

3. Kasus bayi dari ibu M

Pada bulan Desember 2013 di Aceh, ibu M membawa bayi L yang baru berusia 34 hari ke salah satu RSUD atas rujukan seorang dokter. Bayi mengalami diare dan dokter menyarankan untuk di infus namun seorang perawat yang masih praktek lapangan  di Rumah Sakit tersebut melakukan kesalahan dengan memberikan obat ranitidin dan norages kepada bayi tersebut yang seharusnya diberikan kepada bayi lain yang sama dirawat di RSUD tersebut.

Akibatnya bayi dari ibu M mengalami muntah – muntah dan lemas serta perut kembung semua tenaga kesehatan bertanggung jawab untuk keselamatan pasien baik itu dokter yang meresepkan dan mendiagnosa, apoteker yang menyiapkan dan memberikan obat serta perawat yang memberikan kepada pasien maka perlu dilakukan kerja sama dari semua tenaga kesehatan agar tidak terjadi lagi hal seperti kasus tersebut.

Baca :  Gerresheimer Ciptakan Wadah Plastik Obat dan Kosmetik Dari Tebu

4. Kasus keracunan lithium

Seorang pasien wanita usia 51 tahun dengan gangguan mental, gangguan bipolar, hipotiroid dan Parkinson. Kemudian diberikan resep lihium karbonat 150 mg/ kapsul namun terjadi kesalahan pasien diberikan lithum karbonat dengan dosis yang lebih tinggi yaitu 300 mg/ kapsul.

Selain itu, dokter tidak mengevaluasi perubahan yang terjadi pada pasien yaitu pasien mengalami diare selama 3 hari namun setelah pemeriksaan selanjutnya pasien sudah tidak diare. Dokter mencatat symptom pasien sudah membaik dan mencatat keluhan pasien yaitu peningkatan kontraksi otot dan kekauan otot dan memburuk sehingga mengalam ketidakstabilan dan sangat lemah.

Dokter menyuruh pasien untuk tes darah namun tidak memperhatikan kadar lithium sebulan setelah pemberian lihium akhirnya pasien diperiksa ke rumah sakit dan kadar lithium dalam darah pasien yaitu 6,8 mEq/L keadaan pasien semakin memburuk pasien mengalami dehidrasi berat persisten dan hipotensi serta gagal ginjal akut akibat toksisitas lithium dan akhirnya meninggal dunia.

5. Kasus Bapak IU (65 th)

Awalnya Tn IU merasakan mata kiri perih karena terkena sabun kemudian membasuh mata dengan air namun tidak membaik, lalu pasien membeli tetes mata insto, namun tidak memberikan efek pasien pun berinisiatif untuk pergi ke apotek membeli obat mata yang termasuk obat keras dan harus menggunakan resep dokter namun pasien tetap meminta obat tersebut hingga akhirnya diberikan pasien pun tidak membaca aturan pakai yang seharusnya hanya 3 tetes setiap 6 jam sehingga setelah menggunakan obat tersebut mata pasien malah semakin perih, dan saat obat diteteskan terasa panas. Akhirnya pasien pergi ke Puskesmas dan memberitahukan kepada dokter mengenai obat yang digunakan hasilnya kornea mata pasien mengalami kerusakan.

Dari beberapa kasus tersebut membuktikan bahwa apoteker sangat besar tanggung jawabnya dalam penyerahan obat agar obat yang pasien dapat tepat baik dosis, indikasi serta cara penggunaan maka pengobatan yang didapat akan efektif.

Referensi:

1.Http://www.globalaceh.com/2013/12/perawat-rsud-langsa-diguga-lakukan-html.

2.Laporan wartawan Tribun Bali, ratu ayu Astri desiani waspada sakit mata diberi tetes telinga” Mei 2017

3. Modul Penggunaan Obat Rasional 2011

4. Permenkes No 73 tahun 2016 tentang apotek

5. www.suarapemredkalbar.com pakai obat apotek, warga Pontianak nyaris buta

Manakah tindakan perawat dibawah ini yang dilakukan untuk mengurangi kesalahan dalam pemberian obat?

Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat yang sering  menyebabkan  terjadi  kesalahan/kesalahan  serius  (sentinel  event),  obat yang  berisiko  tinggi  menyebabkan  dampak  yang  tidak diinginkan  (adverse outcome).

High alert medications memiliki risiko yang lebih tinggi dalam menyebabkan komplikasi, efek samping, atau bahaya yang dapat merugikan pasien. Hal inidapat dikarenakan adanya rentang dosis terapeutik dan keamanan yang sempit atau karena insidens yang tinggi akan terjadinya kesalahan.

Pihak rumah sakit harus mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obatan tersebut. Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka penerapan manajemen yang benar penting/krusial untuk memastikan keselamatan pasien. Meningkatkan Keamanan Obat Obatan Yang Harus Diwaspadai merupakan salah satu dari 6 (enam) Sasaran Keselamatan Pasien.

Obat Obatan Yang Perlu Diwaspadai

Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang persentasinya tinggi dalam menyebabkan terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) demikian pula obat-obat yang tampak mirip/ucapan mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look-Alike Sound-Alike/ LASA).

Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO. Yang sering disebut-sebut dalam isu keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium/potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih pekat)], kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)], natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih pekat].

Terjadinya Kesalahan

Kesalahan ini bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit asuhan pasien, bila perawat baru atau kontrak tidak diberikan Orientasi sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat darurat/ emergensi. Insiden dapat terus meningkat seiring dengan bertambahnya pasien  yang  dirawat  pada  unit  pelayanan  tersebut.

Metoda pendekatan

Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan mengembangkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Fasilitas pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan datanya sendiri.

Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana yang membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau Kamar Operasi, serta menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.

Kegiatan yang dilaksanakan

  1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai.
  2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan.
  3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
  4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).

Metoda yang digunakan

Beberapa metode yang digunakan untuk meminimalisasi kesalahan ini meliputi beberapa strategi; a.l. :

  1. Meningkatkan akses informasi mengenai high alert medications
  2. Membatasi akses terhadap obat high alert
  3. Menggunakan huruf tallman
  4. Menggunakan label dan tanda ‘peringatan’ untuk obat high alert
  5. Menstandarisasi    prosedur    mengenai    penyimpanan,    persiapan,    dan pemberian high alert medications
  6. Melakukan prosedur pengecekan ganda ̧untuk obat-obat tertentu.

Baca Juga :