Lukisan detail St. Agustinus di sebuah jendela kaca hias karya Louis Comfort Tiffany di Museum Lightner, St. Agustine, Florida, Amerika Serikat. Show
Etika Kristen (Yunani: ethos, artiannya norma budaya, hukum budaya) adalah sebuah cabang ilmu teologi yang memajukan persoalan tentang apa yang patut dari sudut pandang kekristenan.[1] Apabila diamati dari sudut pandang Hukum Taurat dan Injil, maka etika Kristen adalah segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan itulah yang patut.[1] Dengan demikian, maka etika Kristen merupakan satu aksi yang bila diukur secara moral patut.[2] Saat ini, permasalahan yang dihadapi etika Kristen ialah keinginan Allah dari manusia yang diciptakan menurut gambarNya, serta sikap manusia terhadap keinginan Allah itu.[1] Etika Perjanjian LamaTitik tolok etika Perjanjian Lama adalah anugerah Allah terhadap umatnya dan tuntutan perintahnya yang terikat pada aksinya demi keselamatan umat manusia.[3] Oleh karena itu, bentuk etika Perjanjian Lama berkisar pada aksi Allah dalam sejarah umatnya dan juga yang menuntut respon yang serasi.[3] Hal ini juga menyebabkan pemikiran etika Perjanjian Lama bersesuaian dengan sebuah etika yang dinamakan etika teonom yang berdasarkan hubungan selang Allah dan umatnya.[3] Sesuai dengan pemikiran ini, maka dasar etika Perjanjian Lama bisa disoroti dari empat sisi.[3] Pertama, menanggapi tingkah laku Allah dimana bangsa Israel harus memiliki dorongan untuk mengarah pada akhlak etis dalam bentuk tanggapan akan tindakan-tindakan Allah dalam sejarah kehidupan mereka.[3] Kedua, mengikuti teladan Allah, dimana bangsa Israel harus untuk memperlihatkan sifat Allah menempuh akhlak mereka.[3] Ketiga, hidup dibawah pemerintahan Allah, maksudnya adalah kedaulatan dan kewibawaan Allah sebagai Raja ilahi yang karenanya manusia harus tunduk sebagai makhluk ciptaan dan abdi.[3] Keempat adalah menaati perintah Allah.[3] Anugerah Allah Dalam Penciptaan"Kejatuhan Manusia" oleh Lucas Cranach, cerminan Taman Eden oleh seorang Jerman dari masa zaman ke-16 Etika Perjanjian Lama pada dasarnya tidak bisa terlepas dari moralitas manusia pertama.[4] Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang istimewa, yaitu sebagai gambar Allah, dalam bahasa Ibrani dinamakan tselem dan dalam bahasa Latin dinamakan Imago Dei.[4] Tidak hanya itu saja, manusia yang diciptakan Allah juga memiliki kecocokan moral dengan Allah yang maha suci, hal itu terjadi pada waktu Adam dan Hawa belum jatuh ke dalam dosa.[4] Manusia yang telah diciptakan Allah selanjutnya merupakan makhluk moral yang diberi kemampuan memilih apa yang akan dimainkannya, apakah akan mematuhi perintah-perintah Allah atau malah menentangnya.[4] Hal ini terjadi karena manusia adalah pribadi lepas sama sekali yang juga memiliki keinginan lepas sama sekali.[4] Namun, keinginan lepas sama sekali haruslah diikuti dengan tanggung jawab.[4] Pada waktu Adam dan Hawa telah diciptakan, Allah memberikan sebuah perintah untuk Adam yaitu berupa larangan untuk memetik dan memakan buah dari pohon ilmu yang patut dan yang jahat yang berada dalam taman Eden.[4] Namun, perintah dari Allah tidak dihiraukan oleh Adam dan Hawa dan mereka mengambil sebuah keputusan etis yaitu dengan memetik dan memakan buah tersebut.[4] Ketika Allah mengetahui tingkah laku tersebut benar sebuah aksi yang dimainkan oleh Allah dan hal ini merupakan ethos Allah (ethos:sikap dasar dalam berbuat sesuatu).[4] Aksi Allah ini merupakan inisiatif dari Allah sendiri yang mencerminkan sikap kasihNya pada manusia, terdapat dua hal yang dimainkan Allah:
Ethos yang ditunjukkan Allah telah menunjukkan bahwa Allah ingin merendahkan diriNya dan memperlihatkan sikap kasihnya untuk manusia berdosa.[4] Namun, sikap dan respon manusia terhadap kebaikan Allah justru makin meningkatkan tingkah laku dosanya.[4] Hal ini bisa terlihat pada anak Adam yaitu Kain yang begitu tega dan kejam membunuh adindanya Habel, hanya karena iri terhadap soal persembahan.[4] Tidak hanya itu saja, ketika manusia bertambah jumlah, tingkah lakunya makin dipenuhi kejahatan, hingga Tuhan menyesal telah menciptakan manusia (Kej 6:5-6).[4] Etika dan Moral Abraham"Malaikat Tuhan mencegah pengorbanan Ishak", oleh Rembrandt, 1634 . Etika dan moral Abraham bisa terlihat ketika dia dipanggil Allah dalam usianya yang ke 75.[4] Pada saat itu, dia bersama dengan istrinya Sarai beserta keponakannya Lot menuju Kanaan menempuh Sikhem dan Betel sekitar tahun 2091 SM (Kej 12:1-5).[4] Abraham yang pada waktu itu bernama Abram pergi hanya dengan berbekal iman untuk Tuhan dan dia sendiri tidak mengetahui bagaimana sebetulnya kawasan Kanaan tersebut.[4] Ketika dia hingga di Kanaan, ternyata negri itu sedang merasakan bencana kelaparan, oleh karena itu dia bersama dengan keluarganya pergi ke Mesir menempuh Negep.[4] Peristiwa Abraham yang menuruti perintah Allah memperlihatkan beberapa sikap iman dan moralnya, selang lain:
Selain dari sikap iman dan moral yang ditunjukkan Abraham, benar juga moral buruk yang dia tunjukkan ketika menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu:
Hukum TauratIstilah Taurat bersumber dari bahasa Ibrani yaitu torah yang artiannya nasihat.[4][1] Asal kata torah benar hubungannya dengan kata kerja hora yang memiliki artian memimpin, mengajar, mendidik, dan juga sering diterjemahkan dengan istilah pengajaran.[4][1] Istilah torah diartikan pengajaran tetapi mampu juga diartikan hukum yang bersumber dari kata yarah yang artiannya mengarahkan atau mengajar.[4][1] Kata tora kemudian juga digunakan untuk menyebutkan Pentateuch (yakni kelima kitab pertama yang benar dalam Alkitab).[4][1] Hukum Taurat Musa yang tertulis dalam kelima kitabnya, bisa dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
Etika Perjanjian BaruEtika Perjanjian Baru adalah sebuah petunjuk-petunjuk sikap dan akhlak orang-orang Kristen.[5] Oleh karena itu, etika Perjanjian Baru saling terkait dengan akhlak orang-orang Kristen yang pertama dan dengan kehidupan mereka sehari-hari.[5] Nasihat etik Yesus"Kotbah di Bukit", karya Gustave Doré. Nasihat etik Yesus Kristus di selangnya terdapat dalam Injil-injil sinoptis (Matius, Markus, Lukas), salah satu nasihat tersebut adalah khotbah di bukit (Mat 5-7; Luk 6:20-49).[6] Dalam khotbah di bukit, Yesus mempermasalahkan etik orang farisi yang sangat berpegang teguh pada pelaksanaan hukum taurat tetapi tidak mengarah untuk kegenapan hukum taurat dan kitab para nabi.[7] Dalam hal ini Yesus menyebut bahwa "jika hidup keagamaanmu tidak bertambah berlaku daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga" (Mat 5:20) karena Kerajaan Allah sudah dekat untukmu (Luk 10:9.[7] Selain itu, nasihat etik Yesus juga berharap untuk manusia untuk dijadikan seorang manusia yang bersifat ilahi.[8]. Kata ilahi ini memiliki artian dijadikan seseorang yang bertambah patut dari yang lain.[8] Sebagai contoh, Yesus mengajarkan "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat untukmu, melainkan siapapun menampar pipi kananmu, berilah juga untuknya pipi kirimu.[8] Dan untuk orang yang ingin mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu.[8] Dan siapa yang menyuruh engkau berlanjut berlangsung sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. (Matius 5;39-41).[8] Yesus dan Hukum TauratPada zaman Yesus, terdapat orang Farisi yang mengasumsikan inti taurat sebagai sebanyak tuntutan dan larangan yang harus dipatuhi.[5] Semua peraturan itu berjumlah 613.[5] Masing-masing peraturan ditambah dengan sebanyak petunjuk-petunjuk dan nasihat-nasihat yang menentukan situasi dan waktu di mana peraturan tersebut harus dilaksanakan.[5] Ajaran dan nasihat yang ditambahkan berfungsi sebagai pagar keliling taurat dan dikenal dengan sebutan halakha (=jalan).[5] Halakha merupakan penjelasan taurat tetapi sekaligus juga hukum hukum budaya yang berdasarkan taurat.[5] Oleh karena aksi yang dimainkan orang Farisi, maka benar sebuah sikap etis yang dimainkan oleh Yesus yang terdapat dalam keempat Injil.[3] Sikap Yesus terhadap hukum Taurat juga mengadakan komunikasi dengan pengajaran-pengajaran yang Dia lakukan.[3] Salah satu sikap yang ditunjukkan Yesus tedapat dalam Matius 5:17, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk menghapuskan hukum Taurat atau kitab para nabi.[3] Aku datang bukan untuk menghapuskannya, melainkan untuk menggenapinya".[3]Maksud dari kata menggenapi adalah memenuhi atau menyempurnakan.[3] Namun muncul pertanyaan bagaimana cara Yesus untuk menggenapi hukum Taurat itu?[3]
Etika Gereja Mula-mulaPada masa gereja mula-mula, perkembangan etika dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dimana hak milik pribadi dan hak milik bersama selalu diperdebatkan dan dijadikan persoalan yang cukup luhur.[9] Oleh karena permasalahan ini, muncul gagasan dari beberapa tokoh gereja mula-mula, yaitu Clement dari Roma, Ignatius dari Antiokhia, dan Agustinus.[9] Clemens dari RomaSanto Clemens, oleh Giovanni Battista Tiepolo Clemens adalah orang yang dinamakan oleh Paulus sebagai sahabat yang setia dalam perjuangan pemberitaan Injil (Flp 4:3).[10] Clemens dikenal karena dia memiliki hubungan dengan surat Paulus untuk jemaat di Korintus.[10] Pada saat di Korintus, terjadi kericuhan yaitu presbiter yang tua dipecat oleh presbiter yang muda.[10] Clemens menasihatkan untuk jemaat supaya mereka hidup dalam persekutuan yang rukun, dalam kasih, rendah hati, dan hidup suci meniru teladan Kristus, terutama teladan Paulus dan Petrus.[10] Dia berharap supaya presbiter yang telah dipecat dipulihkan jabatannya serta jemaat menghormati pemimpin-pemimpinnya.[10] Clemens menyatakan bahwa Tuhan Allah membenci kekacauan, Allah menghendaki ketertiban.[10] Dalam pandangan teologinya, Clemens mengikuti teologi Paulus terutama mengenai pembenaran oleh iman.[10] Dia menyebut bahwa semua orang luhur dan agung bukan karena diri mereka sendiri atau pun oleh pekerjaan mereka, tetapi karena keinginan Allah.[10] Dalam pemikiran Clemens tentang etika, dia menyatakan bahwa sikap hidup jemaat mula-mula seharusnya tidak terfokus pada materi.[9] Hal ini dia beritahukan untuk menentang pengajaran kaum gnostik yang mengasumsikan tingkat kekayaan bisa dijadikan tolak ukur atau menentukan tingkat kehidupan sesorang.[9] Permasalahan moral mengenai kekayaan, Clemens tuliskan dalam sebuah tulisannya yang berjudul Who Is The Rich Man That Shall Be Saved?[9] Tulisan Clemens ini mencoba untuk menyelidiki maksud dari kisah mengenai orang kaya sukar masuk kerajaan Allah (Markus 10:17-27).[9] Menurut Clemens, tidak benar persoalan mengenai kekayaan, yang dijadikan persoalan sebenarnya adalah sikap kita terhadap kekayaan.[9] Ignatius dari AntiokhiaIgnatius adalah seorang yang bersumber dari Siria.[10] Dia dilahirkan sekitar tahun 35.[10] Sebelum dijadikan kristen, dia adalah seorang kafir yang diduga ikut menganiaya orang Kristen.[10] Menurut tradisi, Ignatius adalah uskup dari Antiokhia yang merupakan murid dari rasul Yohanes.[10] Dia hidup pada masa pemerintahan kaisar Trajanus.[10] Pada masa itu, kaisar sempat mengunjungi Antiokhia dan mengancam orang-orang disana untuk ingin mempersembahkan kurban untuk dewa-dewa, namun apabila benar yang tidak memperagakan hal ini, maka dia akan dihukum mati.[10] Perintah kaisar ini tidak didengarkan oleh Ignatius, dia tetap mempertahankan imannya dan menolak mempersembahkan korban untuk dewa-dewa karena dia tidak ingin menyangkal Yesus.[10] Oleh karena aksinya ini, Ignatius dijatuhi hukuman mati dengan dibuang ke dalam Koloseum di Roma dengan tangan yang terantai.[10] Menurut gagasan Ignatius, permaslahan etika yang muncul pada masa gereja mula-mula adalah jumlahnya orang yang tidak memperhatikan tentang kasih.[9] Menurutnya, orang kaya tidak memperhatikan janda-janda, orang-orang yang benar dipenjara, orang-orang yang lapar maupun orang-orang yang haus.[9] AgustinusAgustinus adalah seorang murid Paulus.[10] Dia dikenal sebagai pelawan penyesat-penyesat yang gigih.[10] Dalam perlawanannya dengan Donatisme menyebabkan dia menguraikan pandangannya tentang gereja dan sakramen.[10] Pemikiran etis Agustinus terkhusus mengenai seksualitas dan materi.[9] Pemikiran etis Agustinus mengenai seksualitas diawali dengan pemahaman etika individu dan sosialnya mengenai pertikaian kebaikan (virtue).[11] Menurut Agustinus, kebaikan akan memimpin orang ke dalam hidup yang bahagia dan kehidupan bahagia ini didapatkan oleh tiap orang menempuh cinta kasih yang sempurna dari Allah.[11] Agustinus juga menyatakan bahwa patut atau buruknya moral seseorang ditetapkan dari cintanya terhadap orang lain.[11] Permasalahan mengenai materi, untuk Agustinus kekayaan bukanlah hal yang salah.[9] Jika kekayaan itu dipergunakan untuk memuliakan Allah, maka hal itu adalah hal yang patut.[9] Namun, apabila motivasi kita menyembah Allah hanya untuk kekayaan, maka itulah yang salah.[9] Etika Kristen masa zaman Pertengahan dan ReformasiDalam masa zaman pertengahan, hal-hal yang mengadakan komunikasi dengan etika diterangkan dalam kumpulan-kumpulan tulisan yang dinamakan kitab-kitab pengakuan dosa.[9] Tokoh-tokoh yang bertindak pada saat itu selang lain Luther, Calvin, Zwingli, dan Beza.[9] Tokoh-tokoh ini seringkali menuliskan tulisan tentang permasalahan etika yang saat itu muncul seperti persoalan kesusilaan, persoalan perang, etika politik, etika jabatan, serta tentang pengajaran iman yang terdapat dalam hukum taurat.[9] Etika Kristen Masa zaman 20Salah satu tokoh dalam perkembangan etika masa zaman 20 adalah Reinhold Niebuhr.[9] Niebuhr memberikan sebuah nasihat etis mengenai dosa asal atau dosa warisan.[9] Dia berpendapat bahwa dosa warisan itu adalah sifat universal manusia yang cenderung memilih untuk berdosa.[9] Hal itu dikarenakan manusia kekurangan kebebasan dalam mengambil keputusan yang bermoral.[9] Selain itu, Karl Barth juga memberikan pandangannya mengenai etika, dia menyatakan etika bersumber dari kasih karunia Tuhan yang ditunjukkan menempuh Yesus Kristus.[9] Oleh karena itu manusia tidak bisa menghindar dari keputusan lepas sama sekali dari kasih Allah yang meletakkan Yesus Kristus ke dalam hubungan dengan manusia.[9] Rujukan
edunitas.com Page 2Lukisan detail St. Agustinus di sebuah jendela kaca hias karya Louis Comfort Tiffany di Museum Lightner, St. Agustine, Florida, Amerika Serikat. Etika Kristen (Yunani: ethos, berfaedah adat, hukum budaya) yaitu suatu cabang pengetahuan teologi yang memajukan masalah tentang apa yang tidak sewenang-wenang dari sudut pandang kekristenan.[1] Apabila diamati dari sudut pandang Hukum Taurat dan Injil, maka etika Kristen yaitu segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan itulah yang tidak sewenang-wenang.[1] Dengan demikian, maka etika Kristen merupakan satu tingkah laku yang dibuat yang bila diukur secara moral tidak sewenang-wenang.[2] Saat ini, permasalahan yang dihadapi etika Kristen ialah kehendak Allah dari manusia yang diciptakan menurut gambarNya, serta sikap manusia terhadap kehendak Allah itu.[1] Etika Akad LamaTitik tolok etika Akad Lama yaitu anugerah Allah terhadap umatnya dan tuntutan perintahnya yang terikat pada tingkah laku yang dibuatnya demi keselamatan umat manusia.[3] Oleh sebab itu, wujud etika Akad Lama berkisar pada tingkah laku yang dibuat Allah dalam sejarah umatnya dan juga yang menuntut respon yang serasi.[3] Hal ini juga mengakibatkan konsep etika Akad Lama selaras dengan sebuah etika yang dinamakan etika teonom yang berdasarkan hubungan selang Allah dan umatnya.[3] Sesuai dengan konsep ini, maka dasar etika Akad Lama dapat disoroti dari empat sisi.[3] Pertama, menanggapi perbuatan Allah dimana bangsa Israel mesti memiliki sorongan bagi mengarah pada budi pekerti etis dalam wujud tanggapan akan tindakan-tindakan Allah dalam sejarah kehidupan mereka.[3] Kedua, mengikuti teladan Allah, dimana bangsa Israel mesti bagi memperlihatkan sifat Allah menempuh budi pekerti mereka.[3] Ketiga, hidup dibawah pemerintahan Allah, maksudnya yaitu kedaulatan dan kewibawaan Allah sbg Raja ilahi yang sebabnya manusia mesti tunduk sbg makhluk ciptaan dan orang bawahan.[3] Keempat yaitu menaati perintah Allah.[3] Anugerah Allah Dalam Penciptaan"Kejatuhan Manusia" oleh Lucas Cranach, cerminan Taman Eden oleh seorang Jerman dari zaman ke-16 Etika Akad Lama pada dasarnya tidak dapat terlepas dari moralitas manusia pertama.[4] Manusia diciptakan Allah sbg makhluk yang istimewa, yaitu sbg gambar Allah, dalam bahasa Ibrani dikata tselem dan dalam bahasa Latin dikata Imago Dei.[4] Tidak hanya itu saja, manusia yang diciptakan Allah juga memiliki kesamaan moral dengan Allah yang maha suci, hal itu terjadi pada waktu Adam dan Hawa belum jatuh ke dalam dosa.[4] Manusia yang telah diciptakan Allah yang belakang sekali merupakan makhluk moral yang diberi kemampuan memilih apa yang akan dilakukannya, apakah akan mematuhi perintah-perintah Allah atau malah menentangnya.[4] Hal ini terjadi sebab manusia yaitu pribadi bebas sama sekali yang juga memiliki kehendak bebas sama sekali.[4] Namun, kehendak bebas sama sekali haruslah diikuti dengan tanggung jawab.[4] Pada waktu Adam dan Hawa telah diciptakan, Allah memberikan sebuah perintah kepada Adam yaitu berupa larangan bagi memetik dan memakan buah dari pohon pengetahuan yang tidak sewenang-wenang dan yang jahat yang berada dalam taman Eden.[4] Namun, perintah dari Allah tidak dihiraukan oleh Adam dan Hawa dan mereka mengambil sebuah keputusan etis yaitu dengan memetik dan memakan buah tersebut.[4] Ketika Allah mengetahui perbuatan tersebut mempunyai sebuah tingkah laku yang dibuat yang dilakukan oleh Allah dan hal ini merupakan ethos Allah (ethos:sikap dasar dalam berbuat sesuatu).[4] Tingkah laku yang dibuat Allah ini merupakan inisiatif dari Allah sendiri yang mencerminkan sikap kasihNya pada manusia, terdapat dua hal yang dilakukan Allah:
Ethos yang ditunjukkan Allah telah menunjukkan bahwa Allah bersedia merendahkan diriNya dan memperlihatkan sikap kasihnya kepada manusia berdosa.[4] Namun, sikap dan respon manusia terhadap kegunaan Allah justru lebih meningkatkan perbuatan dosanya.[4] Hal ini dapat terlihat pada anak Adam yaitu Kain yang begitu tega dan kejam membunuh adindanya Habel, hanya sebab iri terhadap soal persembahan.[4] Tidak hanya itu saja, ketika manusia lebih jumlah, perbuatannya lebih dipenuhi kejahatan, sampai Tuhan menyesal telah menciptakan manusia (Kej 6:5-6).[4] Etika dan Moral Abraham"Malaikat Tuhan mencegah pengorbanan Ishak", oleh Rembrandt, 1634 . Etika dan moral Abraham dapat terlihat ketika beliau dipanggil Allah dalam usianya yang ke 75.[4] Pada saat itu, beliau bersama dengan istrinya Sarai beserta keponakannya Lot menuju Kanaan menempuh Sikhem dan Betel lebih kurang tahun 2091 SM (Kej 12:1-5).[4] Abraham yang pada waktu itu bernama Abram berkunjung hanya dengan berbekal iman kepada Tuhan dan beliau sendiri tidak mengetahui bagaimana sebetulnya daerah Kanaan tersebut.[4] Ketika beliau sampai di Kanaan, ternyata negri itu sedang mengalami bencana kelaparan, oleh sebab itu beliau bersama dengan keluarganya berkunjung ke Mesir menempuh Negep.[4] Kejadian Abraham yang menuruti perintah Allah memperlihatkan beberapa sikap iman dan moralnya, selang lain:
Selain dari sikap iman dan moral yang ditunjukkan Abraham, mempunyai juga moral buruk yang beliau tunjukkan ketika menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu:
Hukum TauratIstilah Taurat bermula dari bahasa Ibrani yaitu torah yang manfaatnya nasihat.[4][1] Asal kata torah mempunyai hubungannya dengan kata kerja hora yang memiliki manfaat memimpin, mengajar, mendidik, dan juga sering diterjemahkan dengan istilah pengajaran.[4][1] Istilah torah diterjemahkan pengajaran tetapi bisa juga diterjemahkan hukum yang bermula dari kata yarah yang manfaatnya mengarahkan atau mengajar.[4][1] Kata tora yang belakang sekali juga dipakai bagi menyebutkan Pentateuch (yakni kelima kitab pertama yang mempunyai dalam Alkitab).[4][1] Hukum Taurat Musa yang tertulis dalam kelima kitabnya, dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
Etika Akad BaruEtika Akad Baru yaitu sebuah petunjuk-petunjuk sikap dan budi pekerti orang-orang Kristen.[5] Oleh sebab itu, etika Akad Baru saling terkait dengan budi pekerti orang-orang Kristen yang pertama dan dengan kehidupan mereka sehari-hari.[5] Nasihat etik Yesus"Kotbah di Bukit", karya Gustave Doré. Nasihat etik Yesus Kristus di selangnya terdapat dalam Injil-injil sinoptis (Matius, Markus, Lukas), salah satu nasihat tersebut yaitu khotbah di bukit (Mat 5-7; Luk 6:20-49).[6] Dalam khotbah di bukit, Yesus mempermasalahkan etik orang farisi yang paling berpegang teguh pada pelaksanaan hukum taurat tetapi tidak mengarah kepada kegenapan hukum taurat dan kitab para nabi.[7] Dalam hal ini Yesus mengatakan bahwa "jika hidup keagamaanmu tidak lebih sah daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga" (Mat 5:20) sebab Kerajaan Allah sudah tidak jauh kepadamu (Luk 10:9.[7] Selain itu, nasihat etik Yesus juga berkeinginan kepada manusia bagi menjadi seorang manusia yang bersifat ilahi.[8]. Kata ilahi ini memiliki manfaat menjadi seseorang yang lebih tidak sewenang-wenang dari yang lain.[8] Sbg contoh, Yesus mengajarkan "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.[8] Dan kepada orang yang akan mengadukan engkau sebab mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu.[8] Dan siapa yang menyuruh engkau berlangsung berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama beliau sejauh dua mil. (Matius 5;39-41).[8] Yesus dan Hukum TauratPada zaman Yesus, terdapat orang Farisi yang menganggap inti taurat sbg sejumlah tuntutan dan larangan yang mesti dipatuhi.[5] Seluruh peraturan itu berjumlah 613.[5] Masing-masing peraturan ditambah dengan sejumlah petunjuk-petunjuk dan nasihat-nasihat yang memilihkan situasi dan waktu di mana peraturan tersebut mesti dilaksanakan.[5] Ajar dan nasihat yang ditambahkan berfungsi sbg pagar keliling taurat dan dikenali dengan sebutan halakha (=jalan).[5] Halakha merupakan penjelasan taurat tetapi sekaligus juga hukum hukum budaya yang berdasarkan taurat.[5] Oleh sebab tingkah laku yang dibuat yang dilakukan orang Farisi, maka mempunyai sebuah sikap etis yang dilakukan oleh Yesus yang terdapat dalam keempat Injil.[3] Sikap Yesus terhadap hukum Taurat juga berkomunikasi dengan pengajaran-pengajaran yang Beliau lakukan.[3] Salah satu sikap yang ditunjukkan Yesus tedapat dalam Matius 5:17, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Diri sendiri datang bagi membubarkan hukum Taurat atau kitab para nabi.[3] Diri sendiri datang bukan bagi membubarkannya, melainkan bagi menggenapinya".[3]Maksud dari kata menggenapi yaitu memenuhi atau menyempurnakan.[3] Namun muncul pertanyaan bagaimana metode Yesus bagi menggenapi hukum Taurat itu?[3]
Etika Gereja Mula-mulaPada saat gereja mula-mula, perkembangan etika dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dimana hak milik pribadi dan hak milik bersama selalu diperdebatkan dan menjadi masalah yang cukup akbar.[9] Oleh sebab permasalahan ini, muncul gagasan dari beberapa tokoh gereja mula-mula, yaitu Clement dari Roma, Ignatius dari Antiokhia, dan Agustinus.[9] Clemens dari RomaSanto Clemens, oleh Giovanni Battista Tiepolo Clemens yaitu orang yang dikata oleh Paulus sbg sahabat yang setia dalam perjuangan pemberitaan Injil (Flp 4:3).[10] Clemens dikenali sebab beliau memiliki hubungan dengan surat Paulus kepada jemaat di Korintus.[10] Pada saat di Korintus, terjadi kericuhan yaitu presbiter yang tua dipecat oleh presbiter yang muda.[10] Clemens menasihatkan kepada jemaat supaya mereka hidup dalam persekutuan yang rukun, dalam kasih, rendah hati, dan hidup suci meniru teladan Kristus, terutama teladan Paulus dan Petrus.[10] Beliau berkeinginan supaya presbiter yang telah dipecat dipulihkan jabatannya serta jemaat menghormati pemimpin-pemimpinnya.[10] Clemens mencetuskan bahwa Tuhan Allah membenci kekacauan, Allah menghendaki ketertiban.[10] Dalam pandangan teologinya, Clemens mengikuti teologi Paulus terutama mengenai pembenaran oleh iman.[10] Beliau mengatakan bahwa seluruh orang akbar dan luhur bukan sebab diri mereka sendiri atau pun oleh pekerjaan mereka, tetapi sebab kehendak Allah.[10] Dalam konsep Clemens tentang etika, beliau mencetuskan bahwa sikap hidup jemaat mula-mula seharusnya tidak terfokus pada materi.[9] Hal ini beliau katakan bagi menentang pengajaran kaum gnostik yang menganggap tingkat kekayaan dapat dibuat menjadi tolak ukur atau memilihkan tingkat kehidupan sesorang.[9] Permasalahan moral mengenai kekayaan, Clemens tuliskan dalam sebuah tulisannya yang berjudul Who Is The Rich Man That Shall Be Saved?[9] Tulisan Clemens ini mencoba bagi menyelidiki maksud dari tuturan mengenai orang kaya sukar masuk kerajaan Allah (Markus 10:17-27).[9] Menurut Clemens, tidak mempunyai masalah mengenai kekayaan, yang menjadi masalah sebenarnya yaitu sikap kita terhadap kekayaan.[9] Ignatius dari AntiokhiaIgnatius yaitu seorang yang bermula dari Siria.[10] Beliau dilahirkan lebih kurang tahun 35.[10] Sebelum menjadi kristen, beliau yaitu seorang kafir yang diduga ikut menganiaya orang Kristen.[10] Menurut tradisi, Ignatius yaitu uskup dari Antiokhia yang merupakan murid dari rasul Yohanes.[10] Beliau hidup pada saat pemerintahan kaisar Trajanus.[10] Pada saat itu, kaisar sempat mengunjungi Antiokhia dan mengancam orang-orang disana bagi bersedia mempersembahkan kurban kepada dewa-dewa, namun apabila mempunyai yang tidak melakukan hal ini, maka beliau akan dihukum mati.[10] Perintah kaisar ini tidak didengarkan oleh Ignatius, beliau tetap mempertahankan imannya dan menolak mempersembahkan korban kepada dewa-dewa sebab beliau tidak bersedia menyangkal Yesus.[10] Oleh sebab tingkah laku yang dibuatnya ini, Ignatius dijatuhi hukuman mati dengan dibuang ke dalam Koloseum di Roma dengan tangan yang terantai.[10] Menurut gagasan Ignatius, permaslahan etika yang muncul pada saat gereja mula-mula yaitu jumlahnya orang yang tidak memperhatikan tentang kasih.[9] Menurutnya, orang kaya tidak memperhatikan janda-janda, orang-orang yang mempunyai dipenjara, orang-orang yang lapar maupun orang-orang yang haus.[9] AgustinusAgustinus yaitu seorang murid Paulus.[10] Beliau dikenali sbg pelawan penyesat-penyesat yang gigih.[10] Dalam perlawanannya dengan Donatisme mengakibatkan beliau menguraikan pandangannya tentang gereja dan sakramen.[10] Konsep etis Agustinus terkhusus mengenai seksualitas dan materi.[9] Konsep etis Agustinus mengenai seksualitas diawali dengan pemahaman etika individu dan sosialnya mengenai pertikaian kegunaan (virtue).[11] Menurut Agustinus, kegunaan akan memimpin orang ke dalam hidup yang bahagia dan kehidupan bahagia ini didapatkan oleh tiap orang menempuh cinta kasih yang sempurna dari Allah.[11] Agustinus juga mencetuskan bahwa tidak sewenang-wenang atau buruknya moral seseorang diputuskan dari cintanya terhadap orang lain.[11] Permasalahan mengenai materi, bagi Agustinus kekayaan bukanlah hal yang salah.[9] Jika kekayaan itu dipergunakan bagi memuliakan Allah, maka hal itu yaitu hal yang tidak sewenang-wenang.[9] Namun, apabila motivasi kita menyembah Allah hanya bagi kekayaan, maka itulah yang salah.[9] Etika Kristen zaman Pertengahan dan ReformasiDalam zaman pertengahan, hal-hal yang berkomunikasi dengan etika dijelaskan dalam kumpulan-kumpulan tulisan yang dikata kitab-kitab pengakuan dosa.[9] Tokoh-tokoh yang berperan pada saat itu ditengahnya Luther, Calvin, Zwingli, dan Beza.[9] Tokoh-tokoh ini seringkali menuliskan tulisan tentang permasalahan etika yang saat itu muncul seperti masalah kesusilaan, masalah perang, etika politik, etika posisi, serta tentang pengajaran iman yang terdapat dalam hukum taurat.[9] Etika Kristen Zaman 20Salah satu tokoh dalam perkembangan etika zaman 20 yaitu Reinhold Niebuhr.[9] Niebuhr memberikan sebuah nasihat etis mengenai dosa asal atau dosa warisan.[9] Beliau berpendapat bahwa dosa warisan itu yaitu sifat universal manusia yang cenderung memilih bagi berdosa.[9] Hal itu dikarenakan manusia kekurangan kebebasan dalam mengambil keputusan yang bermoral.[9] Selain itu, Karl Barth juga memberikan pandangannya mengenai etika, beliau mencetuskan etika bersumber dari kasih karunia Tuhan yang ditunjukkan menempuh Yesus Kristus.[9] Oleh sebab itu manusia tidak dapat menghindar dari keputusan bebas sama sekali dari kasih Allah yang menaruh Yesus Kristus ke dalam hubungan dengan manusia.[9] Rujukan
edunitas.com Page 3Lukisan detail St. Agustinus di sebuah jendela kaca hias karya Louis Comfort Tiffany di Museum Lightner, St. Agustine, Florida, Amerika Serikat. Etika Kristen (Yunani: ethos, berfaedah adat, hukum budaya) yaitu suatu cabang pengetahuan teologi yang memajukan masalah tentang apa yang tidak sewenang-wenang dari sudut pandang kekristenan.[1] Apabila diamati dari sudut pandang Hukum Taurat dan Injil, maka etika Kristen yaitu segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan itulah yang tidak sewenang-wenang.[1] Dengan demikian, maka etika Kristen merupakan satu tingkah laku yang dibuat yang bila diukur secara moral tidak sewenang-wenang.[2] Saat ini, permasalahan yang dihadapi etika Kristen ialah kehendak Allah dari manusia yang diciptakan menurut gambarNya, serta sikap manusia terhadap kehendak Allah itu.[1] Etika Akad LamaTitik tolok etika Akad Lama yaitu anugerah Allah terhadap umatnya dan tuntutan perintahnya yang terikat pada tingkah laku yang dibuatnya demi keselamatan umat manusia.[3] Oleh sebab itu, wujud etika Akad Lama berkisar pada tingkah laku yang dibuat Allah dalam sejarah umatnya dan juga yang menuntut respon yang serasi.[3] Hal ini juga mengakibatkan konsep etika Akad Lama selaras dengan sebuah etika yang dinamakan etika teonom yang berdasarkan hubungan selang Allah dan umatnya.[3] Sesuai dengan konsep ini, maka dasar etika Akad Lama dapat disoroti dari empat sisi.[3] Pertama, menanggapi perbuatan Allah dimana bangsa Israel mesti memiliki sorongan bagi mengarah pada budi pekerti etis dalam wujud tanggapan akan tindakan-tindakan Allah dalam sejarah kehidupan mereka.[3] Kedua, mengikuti teladan Allah, dimana bangsa Israel mesti bagi memperlihatkan sifat Allah menempuh budi pekerti mereka.[3] Ketiga, hidup dibawah pemerintahan Allah, maksudnya yaitu kedaulatan dan kewibawaan Allah sbg Raja ilahi yang sebabnya manusia mesti tunduk sbg makhluk ciptaan dan orang bawahan.[3] Keempat yaitu menaati perintah Allah.[3] Anugerah Allah Dalam Penciptaan"Kejatuhan Manusia" oleh Lucas Cranach, cerminan Taman Eden oleh seorang Jerman dari zaman ke-16 Etika Akad Lama pada dasarnya tidak dapat terlepas dari moralitas manusia pertama.[4] Manusia diciptakan Allah sbg makhluk yang istimewa, yaitu sbg gambar Allah, dalam bahasa Ibrani dikata tselem dan dalam bahasa Latin dikata Imago Dei.[4] Tidak hanya itu saja, manusia yang diciptakan Allah juga memiliki kesamaan moral dengan Allah yang maha suci, hal itu terjadi pada waktu Adam dan Hawa belum jatuh ke dalam dosa.[4] Manusia yang telah diciptakan Allah yang belakang sekali merupakan makhluk moral yang diberi kemampuan memilih apa yang akan dilakukannya, apakah akan mematuhi perintah-perintah Allah atau malah menentangnya.[4] Hal ini terjadi sebab manusia yaitu pribadi bebas sama sekali yang juga memiliki kehendak bebas sama sekali.[4] Namun, kehendak bebas sama sekali haruslah diikuti dengan tanggung jawab.[4] Pada waktu Adam dan Hawa telah diciptakan, Allah memberikan sebuah perintah kepada Adam yaitu berupa larangan bagi memetik dan memakan buah dari pohon pengetahuan yang tidak sewenang-wenang dan yang jahat yang berada dalam taman Eden.[4] Namun, perintah dari Allah tidak dihiraukan oleh Adam dan Hawa dan mereka mengambil sebuah keputusan etis yaitu dengan memetik dan memakan buah tersebut.[4] Ketika Allah mengetahui perbuatan tersebut mempunyai sebuah tingkah laku yang dibuat yang dilakukan oleh Allah dan hal ini merupakan ethos Allah (ethos:sikap dasar dalam berbuat sesuatu).[4] Tingkah laku yang dibuat Allah ini merupakan inisiatif dari Allah sendiri yang mencerminkan sikap kasihNya pada manusia, terdapat dua hal yang dilakukan Allah:
Ethos yang ditunjukkan Allah telah menunjukkan bahwa Allah bersedia merendahkan diriNya dan memperlihatkan sikap kasihnya kepada manusia berdosa.[4] Namun, sikap dan respon manusia terhadap kegunaan Allah justru lebih meningkatkan perbuatan dosanya.[4] Hal ini dapat terlihat pada anak Adam yaitu Kain yang begitu tega dan kejam membunuh adindanya Habel, hanya sebab iri terhadap soal persembahan.[4] Tidak hanya itu saja, ketika manusia lebih jumlah, perbuatannya lebih dipenuhi kejahatan, sampai Tuhan menyesal telah menciptakan manusia (Kej 6:5-6).[4] Etika dan Moral Abraham"Malaikat Tuhan mencegah pengorbanan Ishak", oleh Rembrandt, 1634 . Etika dan moral Abraham dapat terlihat ketika beliau dipanggil Allah dalam usianya yang ke 75.[4] Pada saat itu, beliau bersama dengan istrinya Sarai beserta keponakannya Lot menuju Kanaan menempuh Sikhem dan Betel lebih kurang tahun 2091 SM (Kej 12:1-5).[4] Abraham yang pada waktu itu bernama Abram berkunjung hanya dengan berbekal iman kepada Tuhan dan beliau sendiri tidak mengetahui bagaimana sebetulnya daerah Kanaan tersebut.[4] Ketika beliau sampai di Kanaan, ternyata negri itu sedang mengalami bencana kelaparan, oleh sebab itu beliau bersama dengan keluarganya berkunjung ke Mesir menempuh Negep.[4] Kejadian Abraham yang menuruti perintah Allah memperlihatkan beberapa sikap iman dan moralnya, selang lain:
Selain dari sikap iman dan moral yang ditunjukkan Abraham, mempunyai juga moral buruk yang beliau tunjukkan ketika menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu:
Hukum TauratIstilah Taurat bermula dari bahasa Ibrani yaitu torah yang manfaatnya nasihat.[4][1] Asal kata torah mempunyai hubungannya dengan kata kerja hora yang memiliki manfaat memimpin, mengajar, mendidik, dan juga sering diterjemahkan dengan istilah pengajaran.[4][1] Istilah torah diterjemahkan pengajaran tetapi bisa juga diterjemahkan hukum yang bermula dari kata yarah yang manfaatnya mengarahkan atau mengajar.[4][1] Kata tora yang belakang sekali juga dipakai bagi menyebutkan Pentateuch (yakni kelima kitab pertama yang mempunyai dalam Alkitab).[4][1] Hukum Taurat Musa yang tertulis dalam kelima kitabnya, dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
Etika Akad BaruEtika Akad Baru yaitu sebuah petunjuk-petunjuk sikap dan budi pekerti orang-orang Kristen.[5] Oleh sebab itu, etika Akad Baru saling terkait dengan budi pekerti orang-orang Kristen yang pertama dan dengan kehidupan mereka sehari-hari.[5] Nasihat etik Yesus"Kotbah di Bukit", karya Gustave Doré. Nasihat etik Yesus Kristus di selangnya terdapat dalam Injil-injil sinoptis (Matius, Markus, Lukas), salah satu nasihat tersebut yaitu khotbah di bukit (Mat 5-7; Luk 6:20-49).[6] Dalam khotbah di bukit, Yesus mempermasalahkan etik orang farisi yang paling berpegang teguh pada pelaksanaan hukum taurat tetapi tidak mengarah kepada kegenapan hukum taurat dan kitab para nabi.[7] Dalam hal ini Yesus mengatakan bahwa "jika hidup keagamaanmu tidak lebih sah daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga" (Mat 5:20) sebab Kerajaan Allah sudah tidak jauh kepadamu (Luk 10:9.[7] Selain itu, nasihat etik Yesus juga berkeinginan kepada manusia bagi menjadi seorang manusia yang bersifat ilahi.[8]. Kata ilahi ini memiliki manfaat menjadi seseorang yang lebih tidak sewenang-wenang dari yang lain.[8] Sbg contoh, Yesus mengajarkan "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.[8] Dan kepada orang yang akan mengadukan engkau sebab mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu.[8] Dan siapa yang menyuruh engkau berlangsung berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama beliau sejauh dua mil. (Matius 5;39-41).[8] Yesus dan Hukum TauratPada zaman Yesus, terdapat orang Farisi yang menganggap inti taurat sbg sejumlah tuntutan dan larangan yang mesti dipatuhi.[5] Seluruh peraturan itu berjumlah 613.[5] Masing-masing peraturan ditambah dengan sejumlah petunjuk-petunjuk dan nasihat-nasihat yang memilihkan situasi dan waktu di mana peraturan tersebut mesti dilaksanakan.[5] Ajar dan nasihat yang ditambahkan berfungsi sbg pagar keliling taurat dan dikenali dengan sebutan halakha (=jalan).[5] Halakha merupakan penjelasan taurat tetapi sekaligus juga hukum hukum budaya yang berdasarkan taurat.[5] Oleh sebab tingkah laku yang dibuat yang dilakukan orang Farisi, maka mempunyai sebuah sikap etis yang dilakukan oleh Yesus yang terdapat dalam keempat Injil.[3] Sikap Yesus terhadap hukum Taurat juga berkomunikasi dengan pengajaran-pengajaran yang Beliau lakukan.[3] Salah satu sikap yang ditunjukkan Yesus tedapat dalam Matius 5:17, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Diri sendiri datang bagi membubarkan hukum Taurat atau kitab para nabi.[3] Diri sendiri datang bukan bagi membubarkannya, melainkan bagi menggenapinya".[3]Maksud dari kata menggenapi yaitu memenuhi atau menyempurnakan.[3] Namun muncul pertanyaan bagaimana metode Yesus bagi menggenapi hukum Taurat itu?[3]
Etika Gereja Mula-mulaPada saat gereja mula-mula, perkembangan etika dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dimana hak milik pribadi dan hak milik bersama selalu diperdebatkan dan menjadi masalah yang cukup akbar.[9] Oleh sebab permasalahan ini, muncul gagasan dari beberapa tokoh gereja mula-mula, yaitu Clement dari Roma, Ignatius dari Antiokhia, dan Agustinus.[9] Clemens dari RomaSanto Clemens, oleh Giovanni Battista Tiepolo Clemens yaitu orang yang dikata oleh Paulus sbg sahabat yang setia dalam perjuangan pemberitaan Injil (Flp 4:3).[10] Clemens dikenali sebab beliau memiliki hubungan dengan surat Paulus kepada jemaat di Korintus.[10] Pada saat di Korintus, terjadi kericuhan yaitu presbiter yang tua dipecat oleh presbiter yang muda.[10] Clemens menasihatkan kepada jemaat supaya mereka hidup dalam persekutuan yang rukun, dalam kasih, rendah hati, dan hidup suci meniru teladan Kristus, terutama teladan Paulus dan Petrus.[10] Beliau berkeinginan supaya presbiter yang telah dipecat dipulihkan jabatannya serta jemaat menghormati pemimpin-pemimpinnya.[10] Clemens mencetuskan bahwa Tuhan Allah membenci kekacauan, Allah menghendaki ketertiban.[10] Dalam pandangan teologinya, Clemens mengikuti teologi Paulus terutama mengenai pembenaran oleh iman.[10] Beliau mengatakan bahwa seluruh orang akbar dan luhur bukan sebab diri mereka sendiri atau pun oleh pekerjaan mereka, tetapi sebab kehendak Allah.[10] Dalam konsep Clemens tentang etika, beliau mencetuskan bahwa sikap hidup jemaat mula-mula seharusnya tidak terfokus pada materi.[9] Hal ini beliau katakan bagi menentang pengajaran kaum gnostik yang menganggap tingkat kekayaan dapat dibuat menjadi tolak ukur atau memilihkan tingkat kehidupan sesorang.[9] Permasalahan moral mengenai kekayaan, Clemens tuliskan dalam sebuah tulisannya yang berjudul Who Is The Rich Man That Shall Be Saved?[9] Tulisan Clemens ini mencoba bagi menyelidiki maksud dari tuturan mengenai orang kaya sukar masuk kerajaan Allah (Markus 10:17-27).[9] Menurut Clemens, tidak mempunyai masalah mengenai kekayaan, yang menjadi masalah sebenarnya yaitu sikap kita terhadap kekayaan.[9] Ignatius dari AntiokhiaIgnatius yaitu seorang yang bermula dari Siria.[10] Beliau dilahirkan lebih kurang tahun 35.[10] Sebelum menjadi kristen, beliau yaitu seorang kafir yang diduga ikut menganiaya orang Kristen.[10] Menurut tradisi, Ignatius yaitu uskup dari Antiokhia yang merupakan murid dari rasul Yohanes.[10] Beliau hidup pada saat pemerintahan kaisar Trajanus.[10] Pada saat itu, kaisar sempat mengunjungi Antiokhia dan mengancam orang-orang disana bagi bersedia mempersembahkan kurban kepada dewa-dewa, namun apabila mempunyai yang tidak melakukan hal ini, maka beliau akan dihukum mati.[10] Perintah kaisar ini tidak didengarkan oleh Ignatius, beliau tetap mempertahankan imannya dan menolak mempersembahkan korban kepada dewa-dewa sebab beliau tidak bersedia menyangkal Yesus.[10] Oleh sebab tingkah laku yang dibuatnya ini, Ignatius dijatuhi hukuman mati dengan dibuang ke dalam Koloseum di Roma dengan tangan yang terantai.[10] Menurut gagasan Ignatius, permaslahan etika yang muncul pada saat gereja mula-mula yaitu jumlahnya orang yang tidak memperhatikan tentang kasih.[9] Menurutnya, orang kaya tidak memperhatikan janda-janda, orang-orang yang mempunyai dipenjara, orang-orang yang lapar maupun orang-orang yang haus.[9] AgustinusAgustinus yaitu seorang murid Paulus.[10] Beliau dikenali sbg pelawan penyesat-penyesat yang gigih.[10] Dalam perlawanannya dengan Donatisme mengakibatkan beliau menguraikan pandangannya tentang gereja dan sakramen.[10] Konsep etis Agustinus terkhusus mengenai seksualitas dan materi.[9] Konsep etis Agustinus mengenai seksualitas diawali dengan pemahaman etika individu dan sosialnya mengenai pertikaian kegunaan (virtue).[11] Menurut Agustinus, kegunaan akan memimpin orang ke dalam hidup yang bahagia dan kehidupan bahagia ini didapatkan oleh tiap orang menempuh cinta kasih yang sempurna dari Allah.[11] Agustinus juga mencetuskan bahwa tidak sewenang-wenang atau buruknya moral seseorang diputuskan dari cintanya terhadap orang lain.[11] Permasalahan mengenai materi, bagi Agustinus kekayaan bukanlah hal yang salah.[9] Jika kekayaan itu dipergunakan bagi memuliakan Allah, maka hal itu yaitu hal yang tidak sewenang-wenang.[9] Namun, apabila motivasi kita menyembah Allah hanya bagi kekayaan, maka itulah yang salah.[9] Etika Kristen zaman Pertengahan dan ReformasiDalam zaman pertengahan, hal-hal yang berkomunikasi dengan etika dijelaskan dalam kumpulan-kumpulan tulisan yang dikata kitab-kitab pengakuan dosa.[9] Tokoh-tokoh yang berperan pada saat itu ditengahnya Luther, Calvin, Zwingli, dan Beza.[9] Tokoh-tokoh ini seringkali menuliskan tulisan tentang permasalahan etika yang saat itu muncul seperti masalah kesusilaan, masalah perang, etika politik, etika posisi, serta tentang pengajaran iman yang terdapat dalam hukum taurat.[9] Etika Kristen Zaman 20Salah satu tokoh dalam perkembangan etika zaman 20 yaitu Reinhold Niebuhr.[9] Niebuhr memberikan sebuah nasihat etis mengenai dosa asal atau dosa warisan.[9] Beliau berpendapat bahwa dosa warisan itu yaitu sifat universal manusia yang cenderung memilih bagi berdosa.[9] Hal itu dikarenakan manusia kekurangan kebebasan dalam mengambil keputusan yang bermoral.[9] Selain itu, Karl Barth juga memberikan pandangannya mengenai etika, beliau mencetuskan etika bersumber dari kasih karunia Tuhan yang ditunjukkan menempuh Yesus Kristus.[9] Oleh sebab itu manusia tidak dapat menghindar dari keputusan bebas sama sekali dari kasih Allah yang menaruh Yesus Kristus ke dalam hubungan dengan manusia.[9] Rujukan
edunitas.com Page 4Lukisan detail St. Agustinus di sebuah jendela kaca hias karya Louis Comfort Tiffany di Museum Lightner, St. Agustine, Florida, Amerika Serikat. Etika Kristen (Yunani: ethos, berfaedah adat, hukum budaya) yaitu suatu cabang pengetahuan teologi yang memajukan masalah tentang apa yang tidak sewenang-wenang dari sudut pandang kekristenan.[1] Apabila diamati dari sudut pandang Hukum Taurat dan Injil, maka etika Kristen yaitu segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan itulah yang tidak sewenang-wenang.[1] Dengan demikian, maka etika Kristen merupakan satu tingkah laku yang dibuat yang bila diukur secara moral tidak sewenang-wenang.[2] Saat ini, permasalahan yang dihadapi etika Kristen ialah kehendak Allah dari manusia yang diciptakan menurut gambarNya, serta sikap manusia terhadap kehendak Allah itu.[1] Etika Akad LamaTitik tolok etika Akad Lama yaitu anugerah Allah terhadap umatnya dan tuntutan perintahnya yang terikat pada tingkah laku yang dibuatnya demi keselamatan umat manusia.[3] Oleh sebab itu, wujud etika Akad Lama berkisar pada tingkah laku yang dibuat Allah dalam sejarah umatnya dan juga yang menuntut respon yang serasi.[3] Hal ini juga mengakibatkan konsep etika Akad Lama selaras dengan sebuah etika yang dinamakan etika teonom yang berdasarkan hubungan selang Allah dan umatnya.[3] Sesuai dengan konsep ini, maka dasar etika Akad Lama dapat disoroti dari empat sisi.[3] Pertama, menanggapi perbuatan Allah dimana bangsa Israel mesti memiliki sorongan bagi mengarah pada budi pekerti etis dalam wujud tanggapan akan tindakan-tindakan Allah dalam sejarah kehidupan mereka.[3] Kedua, mengikuti teladan Allah, dimana bangsa Israel mesti bagi memperlihatkan sifat Allah menempuh budi pekerti mereka.[3] Ketiga, hidup dibawah pemerintahan Allah, maksudnya yaitu kedaulatan dan kewibawaan Allah sbg Raja ilahi yang sebabnya manusia mesti tunduk sbg makhluk ciptaan dan orang bawahan.[3] Keempat yaitu menaati perintah Allah.[3] Anugerah Allah Dalam Penciptaan"Kejatuhan Manusia" oleh Lucas Cranach, cerminan Taman Eden oleh seorang Jerman dari zaman ke-16 Etika Akad Lama pada dasarnya tidak dapat terlepas dari moralitas manusia pertama.[4] Manusia diciptakan Allah sbg makhluk yang istimewa, yaitu sbg gambar Allah, dalam bahasa Ibrani dikata tselem dan dalam bahasa Latin dikata Imago Dei.[4] Tidak hanya itu saja, manusia yang diciptakan Allah juga memiliki kesamaan moral dengan Allah yang maha suci, hal itu terjadi pada waktu Adam dan Hawa belum jatuh ke dalam dosa.[4] Manusia yang telah diciptakan Allah yang belakang sekali merupakan makhluk moral yang diberi kemampuan memilih apa yang akan dilakukannya, apakah akan mematuhi perintah-perintah Allah atau malah menentangnya.[4] Hal ini terjadi sebab manusia yaitu pribadi bebas sama sekali yang juga memiliki kehendak bebas sama sekali.[4] Namun, kehendak bebas sama sekali haruslah diikuti dengan tanggung jawab.[4] Pada waktu Adam dan Hawa telah diciptakan, Allah memberikan sebuah perintah kepada Adam yaitu berupa larangan bagi memetik dan memakan buah dari pohon pengetahuan yang tidak sewenang-wenang dan yang jahat yang berada dalam taman Eden.[4] Namun, perintah dari Allah tidak dihiraukan oleh Adam dan Hawa dan mereka mengambil sebuah keputusan etis yaitu dengan memetik dan memakan buah tersebut.[4] Ketika Allah mengetahui perbuatan tersebut mempunyai sebuah tingkah laku yang dibuat yang dilakukan oleh Allah dan hal ini merupakan ethos Allah (ethos:sikap dasar dalam berbuat sesuatu).[4] Tingkah laku yang dibuat Allah ini merupakan inisiatif dari Allah sendiri yang mencerminkan sikap kasihNya pada manusia, terdapat dua hal yang dilakukan Allah:
Ethos yang ditunjukkan Allah telah menunjukkan bahwa Allah bersedia merendahkan diriNya dan memperlihatkan sikap kasihnya kepada manusia berdosa.[4] Namun, sikap dan respon manusia terhadap kegunaan Allah justru lebih meningkatkan perbuatan dosanya.[4] Hal ini dapat terlihat pada anak Adam yaitu Kain yang begitu tega dan kejam membunuh adindanya Habel, hanya sebab iri terhadap soal persembahan.[4] Tidak hanya itu saja, ketika manusia lebih jumlah, perbuatannya lebih dipenuhi kejahatan, sampai Tuhan menyesal telah menciptakan manusia (Kej 6:5-6).[4] Etika dan Moral Abraham"Malaikat Tuhan mencegah pengorbanan Ishak", oleh Rembrandt, 1634 . Etika dan moral Abraham dapat terlihat ketika beliau dipanggil Allah dalam usianya yang ke 75.[4] Pada saat itu, beliau bersama dengan istrinya Sarai beserta keponakannya Lot menuju Kanaan menempuh Sikhem dan Betel lebih kurang tahun 2091 SM (Kej 12:1-5).[4] Abraham yang pada waktu itu bernama Abram berkunjung hanya dengan berbekal iman kepada Tuhan dan beliau sendiri tidak mengetahui bagaimana sebetulnya daerah Kanaan tersebut.[4] Ketika beliau sampai di Kanaan, ternyata negri itu sedang mengalami bencana kelaparan, oleh sebab itu beliau bersama dengan keluarganya berkunjung ke Mesir menempuh Negep.[4] Kejadian Abraham yang menuruti perintah Allah memperlihatkan beberapa sikap iman dan moralnya, selang lain:
Selain dari sikap iman dan moral yang ditunjukkan Abraham, mempunyai juga moral buruk yang beliau tunjukkan ketika menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu:
Hukum TauratIstilah Taurat bermula dari bahasa Ibrani yaitu torah yang manfaatnya nasihat.[4][1] Asal kata torah mempunyai hubungannya dengan kata kerja hora yang memiliki manfaat memimpin, mengajar, mendidik, dan juga sering diterjemahkan dengan istilah pengajaran.[4][1] Istilah torah diterjemahkan pengajaran tetapi bisa juga diterjemahkan hukum yang bermula dari kata yarah yang manfaatnya mengarahkan atau mengajar.[4][1] Kata tora yang belakang sekali juga dipakai bagi menyebutkan Pentateuch (yakni kelima kitab pertama yang mempunyai dalam Alkitab).[4][1] Hukum Taurat Musa yang tertulis dalam kelima kitabnya, dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
Etika Akad BaruEtika Akad Baru yaitu sebuah petunjuk-petunjuk sikap dan budi pekerti orang-orang Kristen.[5] Oleh sebab itu, etika Akad Baru saling terkait dengan budi pekerti orang-orang Kristen yang pertama dan dengan kehidupan mereka sehari-hari.[5] Nasihat etik Yesus"Kotbah di Bukit", karya Gustave Doré. Nasihat etik Yesus Kristus di selangnya terdapat dalam Injil-injil sinoptis (Matius, Markus, Lukas), salah satu nasihat tersebut yaitu khotbah di bukit (Mat 5-7; Luk 6:20-49).[6] Dalam khotbah di bukit, Yesus mempermasalahkan etik orang farisi yang paling berpegang teguh pada pelaksanaan hukum taurat tetapi tidak mengarah kepada kegenapan hukum taurat dan kitab para nabi.[7] Dalam hal ini Yesus mengatakan bahwa "jika hidup keagamaanmu tidak lebih sah daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga" (Mat 5:20) sebab Kerajaan Allah sudah tidak jauh kepadamu (Luk 10:9.[7] Selain itu, nasihat etik Yesus juga berkeinginan kepada manusia bagi menjadi seorang manusia yang bersifat ilahi.[8]. Kata ilahi ini memiliki manfaat menjadi seseorang yang lebih tidak sewenang-wenang dari yang lain.[8] Sbg contoh, Yesus mengajarkan "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.[8] Dan kepada orang yang akan mengadukan engkau sebab mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu.[8] Dan siapa yang menyuruh engkau berlangsung berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama beliau sejauh dua mil. (Matius 5;39-41).[8] Yesus dan Hukum TauratPada zaman Yesus, terdapat orang Farisi yang menganggap inti taurat sbg sejumlah tuntutan dan larangan yang mesti dipatuhi.[5] Seluruh peraturan itu berjumlah 613.[5] Masing-masing peraturan ditambah dengan sejumlah petunjuk-petunjuk dan nasihat-nasihat yang memilihkan situasi dan waktu di mana peraturan tersebut mesti dilaksanakan.[5] Ajar dan nasihat yang ditambahkan berfungsi sbg pagar keliling taurat dan dikenali dengan sebutan halakha (=jalan).[5] Halakha merupakan penjelasan taurat tetapi sekaligus juga hukum hukum budaya yang berdasarkan taurat.[5] Oleh sebab tingkah laku yang dibuat yang dilakukan orang Farisi, maka mempunyai sebuah sikap etis yang dilakukan oleh Yesus yang terdapat dalam keempat Injil.[3] Sikap Yesus terhadap hukum Taurat juga berkomunikasi dengan pengajaran-pengajaran yang Beliau lakukan.[3] Salah satu sikap yang ditunjukkan Yesus tedapat dalam Matius 5:17, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Diri sendiri datang bagi membubarkan hukum Taurat atau kitab para nabi.[3] Diri sendiri datang bukan bagi membubarkannya, melainkan bagi menggenapinya".[3]Maksud dari kata menggenapi yaitu memenuhi atau menyempurnakan.[3] Namun muncul pertanyaan bagaimana metode Yesus bagi menggenapi hukum Taurat itu?[3]
Etika Gereja Mula-mulaPada saat gereja mula-mula, perkembangan etika dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dimana hak milik pribadi dan hak milik bersama selalu diperdebatkan dan menjadi masalah yang cukup akbar.[9] Oleh sebab permasalahan ini, muncul gagasan dari beberapa tokoh gereja mula-mula, yaitu Clement dari Roma, Ignatius dari Antiokhia, dan Agustinus.[9] Clemens dari RomaSanto Clemens, oleh Giovanni Battista Tiepolo Clemens yaitu orang yang dikata oleh Paulus sbg sahabat yang setia dalam perjuangan pemberitaan Injil (Flp 4:3).[10] Clemens dikenali sebab beliau memiliki hubungan dengan surat Paulus kepada jemaat di Korintus.[10] Pada saat di Korintus, terjadi kericuhan yaitu presbiter yang tua dipecat oleh presbiter yang muda.[10] Clemens menasihatkan kepada jemaat supaya mereka hidup dalam persekutuan yang rukun, dalam kasih, rendah hati, dan hidup suci meniru teladan Kristus, terutama teladan Paulus dan Petrus.[10] Beliau berkeinginan supaya presbiter yang telah dipecat dipulihkan jabatannya serta jemaat menghormati pemimpin-pemimpinnya.[10] Clemens mencetuskan bahwa Tuhan Allah membenci kekacauan, Allah menghendaki ketertiban.[10] Dalam pandangan teologinya, Clemens mengikuti teologi Paulus terutama mengenai pembenaran oleh iman.[10] Beliau mengatakan bahwa seluruh orang akbar dan luhur bukan sebab diri mereka sendiri atau pun oleh pekerjaan mereka, tetapi sebab kehendak Allah.[10] Dalam konsep Clemens tentang etika, beliau mencetuskan bahwa sikap hidup jemaat mula-mula seharusnya tidak terfokus pada materi.[9] Hal ini beliau katakan bagi menentang pengajaran kaum gnostik yang menganggap tingkat kekayaan dapat dibuat menjadi tolak ukur atau memilihkan tingkat kehidupan sesorang.[9] Permasalahan moral mengenai kekayaan, Clemens tuliskan dalam sebuah tulisannya yang berjudul Who Is The Rich Man That Shall Be Saved?[9] Tulisan Clemens ini mencoba bagi menyelidiki maksud dari tuturan mengenai orang kaya sukar masuk kerajaan Allah (Markus 10:17-27).[9] Menurut Clemens, tidak mempunyai masalah mengenai kekayaan, yang menjadi masalah sebenarnya yaitu sikap kita terhadap kekayaan.[9] Ignatius dari AntiokhiaIgnatius yaitu seorang yang bermula dari Siria.[10] Beliau dilahirkan lebih kurang tahun 35.[10] Sebelum menjadi kristen, beliau yaitu seorang kafir yang diduga ikut menganiaya orang Kristen.[10] Menurut tradisi, Ignatius yaitu uskup dari Antiokhia yang merupakan murid dari rasul Yohanes.[10] Beliau hidup pada saat pemerintahan kaisar Trajanus.[10] Pada saat itu, kaisar sempat mengunjungi Antiokhia dan mengancam orang-orang disana bagi bersedia mempersembahkan kurban kepada dewa-dewa, namun apabila mempunyai yang tidak melakukan hal ini, maka beliau akan dihukum mati.[10] Perintah kaisar ini tidak didengarkan oleh Ignatius, beliau tetap mempertahankan imannya dan menolak mempersembahkan korban kepada dewa-dewa sebab beliau tidak bersedia menyangkal Yesus.[10] Oleh sebab tingkah laku yang dibuatnya ini, Ignatius dijatuhi hukuman mati dengan dibuang ke dalam Koloseum di Roma dengan tangan yang terantai.[10] Menurut gagasan Ignatius, permaslahan etika yang muncul pada saat gereja mula-mula yaitu jumlahnya orang yang tidak memperhatikan tentang kasih.[9] Menurutnya, orang kaya tidak memperhatikan janda-janda, orang-orang yang mempunyai dipenjara, orang-orang yang lapar maupun orang-orang yang haus.[9] AgustinusAgustinus yaitu seorang murid Paulus.[10] Beliau dikenali sbg pelawan penyesat-penyesat yang gigih.[10] Dalam perlawanannya dengan Donatisme mengakibatkan beliau menguraikan pandangannya tentang gereja dan sakramen.[10] Konsep etis Agustinus terkhusus mengenai seksualitas dan materi.[9] Konsep etis Agustinus mengenai seksualitas diawali dengan pemahaman etika individu dan sosialnya mengenai pertikaian kegunaan (virtue).[11] Menurut Agustinus, kegunaan akan memimpin orang ke dalam hidup yang bahagia dan kehidupan bahagia ini didapatkan oleh tiap orang menempuh cinta kasih yang sempurna dari Allah.[11] Agustinus juga mencetuskan bahwa tidak sewenang-wenang atau buruknya moral seseorang diputuskan dari cintanya terhadap orang lain.[11] Permasalahan mengenai materi, bagi Agustinus kekayaan bukanlah hal yang salah.[9] Jika kekayaan itu dipergunakan bagi memuliakan Allah, maka hal itu yaitu hal yang tidak sewenang-wenang.[9] Namun, apabila motivasi kita menyembah Allah hanya bagi kekayaan, maka itulah yang salah.[9] Etika Kristen zaman Pertengahan dan ReformasiDalam zaman pertengahan, hal-hal yang berkomunikasi dengan etika dijelaskan dalam kumpulan-kumpulan tulisan yang dikata kitab-kitab pengakuan dosa.[9] Tokoh-tokoh yang berperan pada saat itu ditengahnya Luther, Calvin, Zwingli, dan Beza.[9] Tokoh-tokoh ini seringkali menuliskan tulisan tentang permasalahan etika yang saat itu muncul seperti masalah kesusilaan, masalah perang, etika politik, etika posisi, serta tentang pengajaran iman yang terdapat dalam hukum taurat.[9] Etika Kristen Zaman 20Salah satu tokoh dalam perkembangan etika zaman 20 yaitu Reinhold Niebuhr.[9] Niebuhr memberikan sebuah nasihat etis mengenai dosa asal atau dosa warisan.[9] Beliau berpendapat bahwa dosa warisan itu yaitu sifat universal manusia yang cenderung memilih bagi berdosa.[9] Hal itu dikarenakan manusia kekurangan kebebasan dalam mengambil keputusan yang bermoral.[9] Selain itu, Karl Barth juga memberikan pandangannya mengenai etika, beliau mencetuskan etika bersumber dari kasih karunia Tuhan yang ditunjukkan menempuh Yesus Kristus.[9] Oleh sebab itu manusia tidak dapat menghindar dari keputusan bebas sama sekali dari kasih Allah yang menaruh Yesus Kristus ke dalam hubungan dengan manusia.[9] Rujukan
edunitas.com Page 5Badan Antariksa Eropa (Bahasa Inggris: European Space Agency disingkat ESA), adalah organisasi antar pemerintahan yang didedikasikan kepada eksplorasi luar angkasa, didirikan pada 1975, saat ini beranggota 18 negara. Berkantor pusat di Paris, ESA memiliki suatu dewan dengan nyaris 2.000 anggota, dan budget tahunan bertambah kurang €3,6 miliar pada 2009. Pelabuhan angkasa utama ESA adalah Pusat Antariksa Guyana di Kourou, suatu tempat yang dimungkinkan oleh Perancis. Tempat tersebut dekat dengan khatulistiwa, sehingga orbit-orbit komersial penting mudah kepada diakses. ESA menjadi pimpinan pasar peluncuran antariksa komersial pada dekade 90-an. Tahun-tahun belakangan ini, ESA juga mebangun dirinya untuk pemain akbar dalam eksplorasi luar angkasa. Misi-misi ilmiah ESA dipusatkan pada ESTEC di Noordwijk, Belanda, misi pengamatan Bumi pada ESRIN di Frascati, Italia, kontrol misi pada European Space Operations Centre (ESOC) di Darmstadt, Jerman, dan European Astronaut Centre (EAC), yang melatih astronot kepada misi-misi mendatang berlokasi di Cologne, Jerman.
edunitas.com Page 6Badan Antariksa Eropa (Bahasa Inggris: European Space Agency disingkat ESA), adalah organisasi antar pemerintahan yang didedikasikan kepada eksplorasi luar angkasa, didirikan pada 1975, saat ini beranggota 18 negara. Berkantor pusat di Paris, ESA memiliki sebuah dewan dengan nyaris 2.000 anggota, dan budget tahunan bertambah kurang €3,6 miliar pada 2009. Pelabuhan angkasa utama ESA adalah Pusat Antariksa Guyana di Kourou, sebuah tempat yang dimungkinkan oleh Perancis. Tempat tersebut dekat dengan khatulistiwa, sehingga orbit-orbit komersial penting mudah kepada diakses. ESA menjadi pemimpin pasar peluncuran antariksa komersial pada dekade 90-an. Tahun-tahun belakangan ini, ESA juga mebangun dirinya bagi pemain akbar dalam eksplorasi luar angkasa. Misi-misi ilmiah ESA dipusatkan pada ESTEC di Noordwijk, Belanda, misi pengamatan Bumi pada ESRIN di Frascati, Italia, kontrol misi pada European Space Operations Centre (ESOC) di Darmstadt, Jerman, dan European Astronaut Centre (EAC), yang melatih astronot kepada misi-misi mendatang berlokasi di Cologne, Jerman. edunitas.com Page 7Badan Antariksa Eropa (Bahasa Inggris: European Space Agency disingkat ESA), adalah organisasi antar pemerintahan yang didedikasikan kepada eksplorasi luar angkasa, didirikan pada 1975, saat ini beranggota 18 negara. Berkantor pusat di Paris, ESA memiliki sebuah dewan dengan nyaris 2.000 anggota, dan budget tahunan bertambah kurang €3,6 miliar pada 2009. Pelabuhan angkasa utama ESA adalah Pusat Antariksa Guyana di Kourou, sebuah tempat yang dimungkinkan oleh Perancis. Tempat tersebut dekat dengan khatulistiwa, sehingga orbit-orbit komersial penting mudah kepada diakses. ESA menjadi pemimpin pasar peluncuran antariksa komersial pada dekade 90-an. Tahun-tahun belakangan ini, ESA juga mebangun dirinya bagi pemain akbar dalam eksplorasi luar angkasa. Misi-misi ilmiah ESA dipusatkan pada ESTEC di Noordwijk, Belanda, misi pengamatan Bumi pada ESRIN di Frascati, Italia, kontrol misi pada European Space Operations Centre (ESOC) di Darmstadt, Jerman, dan European Astronaut Centre (EAC), yang melatih astronot kepada misi-misi mendatang berlokasi di Cologne, Jerman. edunitas.com Page 8Badan Antariksa Eropa (Bahasa Inggris: European Space Agency disingkat ESA), adalah organisasi antar pemerintahan yang didedikasikan kepada eksplorasi luar angkasa, didirikan pada 1975, saat ini beranggota 18 negara. Berkantor pusat di Paris, ESA memiliki suatu dewan dengan nyaris 2.000 anggota, dan budget tahunan bertambah kurang €3,6 miliar pada 2009. Pelabuhan angkasa utama ESA adalah Pusat Antariksa Guyana di Kourou, suatu tempat yang dimungkinkan oleh Perancis. Tempat tersebut dekat dengan khatulistiwa, sehingga orbit-orbit komersial penting mudah kepada diakses. ESA menjadi pemimpin pasar peluncuran antariksa komersial pada dekade 90-an. Tahun-tahun belakangan ini, ESA juga mebangun dirinya untuk pemain akbar dalam eksplorasi luar angkasa. Misi-misi ilmiah ESA dipusatkan pada ESTEC di Noordwijk, Belanda, misi pengamatan Bumi pada ESRIN di Frascati, Italia, kontrol misi pada European Space Operations Centre (ESOC) di Darmstadt, Jerman, dan European Astronaut Centre (EAC), yang melatih astronot kepada misi-misi mendatang berlokasi di Cologne, Jerman.
edunitas.com Page 9Lukisan detail St. Agustinus di suatu jendela kaca hias karya Louis Comfort Tiffany di Museum Lightner, St. Agustine, Florida, Amerika Serikat. Etika Kristen (Yunani: ethos, berarti kebiasaan, adat) adalah suatu cabang ilmu teologi yang memajukan persoalan tentang apa yang elok dari sudut pandang kekristenan.[1] Apabila dilihat dari sudut pandang Hukum Taurat dan Injil, karenanya etika Kristen adalah segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan itulah yang elok.[1] Dengan demikian, karenanya etika Kristen adalah satu tindakan yang bila diukur secara moral elok.[2] Saat ini, permasalahan yang dihadapi etika Kristen ialah harapan Allah dari manusia yang dibuat menurut gambarNya, serta sikap manusia terhadap harapan Allah itu.[1] Etika Akad LamaTitik tolok etika Akad Lama adalah anugerah Allah terhadap umatnya dan tuntutan perintahnya yang terikat pada tindakannya demi keselamatan umat manusia.[3] Oleh sebab itu, bentuk etika Akad Lama berkisar pada tindakan Allah dalam sejarah umatnya dan juga yang menuntut respon yang serasi.[3] Hal ini juga menyebabkan konsep etika Akad Lama selaras dengan suatu etika yang dinamakan etika teonom yang berdasarkan hubungan selang Allah dan umatnya.[3] Sesuai dengan konsep ini, karenanya landasan etika Akad Lama dapat disoroti dari empat sisi.[3] Pertama, menanggapi perbuatan Allah dimana bangsa Israel harus memiliki desakan untuk mengarah pada kebaikan budi pekerti etis dalam bentuk tanggapan akan tindakan-tindakan Allah dalam sejarah kehidupan mereka.[3] Kedua, mengikuti teladan Allah, dimana bangsa Israel harus untuk memperlihatkan sifat Allah melalui kebaikan budi pekerti mereka.[3] Ketiga, hidup dibawah pemerintahan Allah, maksudnya adalah kedaulatan dan kewibawaan Allah sebagai Raja ilahi yang sebabnya manusia harus tunduk sebagai makhluk ciptaan dan hamba.[3] Keempat adalah menaati perintah Allah.[3] Anugerah Allah Dalam Penciptaan"Kejatuhan Manusia" oleh Lucas Cranach, bayangan Taman Eden oleh seorang Jerman dari masa zaman ke-16 Etika Akad Lama pada landasannya tidak dapat terlepas dari moralitas manusia pertama.[4] Manusia dibuat Allah sebagai makhluk yang istimewa, adalah sebagai gambar Allah, dalam bahasa Ibrani dikata tselem dan dalam bahasa Latin dikata Imago Dei.[4] Tidak hanya itu saja, manusia yang dibuat Allah juga memiliki kecocokan moral dengan Allah yang maha suci, hal itu terjadi pada waktu Adam dan Hawa belum jatuh ke dalam dosa.[4] Manusia yang telah dibuat Allah selanjutnya adalah makhluk moral yang diberi kemampuan memilih apa yang akan dipertontonkannya, apakah akan mematuhi perintah-perintah Allah atau malah menentangnya.[4] Hal ini terjadi sebab manusia adalah pribadi bebas sama sekali yang juga memiliki harapan bebas sama sekali.[4] Namun, harapan bebas sama sekali haruslah didampingi dengan tanggung jawab.[4] Pada waktu Adam dan Hawa telah dibuat, Allah memberikan suatu perintah kepada Adam adalah berupa larangan untuk memetik dan memakan buah dari pohon ilmu yang elok dan yang jahat yang berada dalam taman Eden.[4] Namun, perintah dari Allah tidak dihiraukan oleh Adam dan Hawa dan mereka mengambil suatu keputusan etis adalah dengan memetik dan memakan buah tersebut.[4] Saat Allah mengetahui perbuatan tersebut benar suatu tindakan yang dipertontonkan oleh Allah dan hal ini adalah ethos Allah (ethos:sikap landasan dalam berbuat sesuatu).[4] Tindakan Allah ini adalah inisiatif dari Allah sendiri yang mencerminkan sikap kasihNya pada manusia, terdapat dua hal yang dipertontonkan Allah:
Ethos yang diperlihatkan Allah telah menunjukkan bahwa Allah bersedia merendahkan diriNya dan memperlihatkan sikap kasihnya kepada manusia berdosa.[4] Namun, sikap dan respon manusia terhadap kebaikan Allah justru semakin meningkatkan perbuatan dosanya.[4] Hal ini dapat terlihat pada anak Adam adalah Kain yang begitu tega dan kejam membunuh saudara kandung yang lebih mudanya Habel, hanya sebab iri terhadap soal persembahan.[4] Tidak hanya itu saja, saat manusia bertambah jumlah, perbuatannya semakin dipenuhi kejahatan, mencapai Tuhan menyesal telah menciptakan manusia (Kej 6:5-6).[4] Etika dan Moral Abraham"Malaikat Tuhan mencegah pengorbanan Ishak", oleh Rembrandt, 1634 . Etika dan moral Abraham dapat terlihat saat ia dipanggil Allah dalam usianya yang ke 75.[4] Pada saat itu, ia bersama dengan istrinya Sarai beserta keponakannya Lot menuju Kanaan melalui Sikhem dan Betel sekitar tahun 2091 SM (Kej 12:1-5).[4] Abraham yang pada waktu itu bernama Abram pergi hanya dengan berbekal iman kepada Tuhan dan ia sendiri tidak mengetahui bagaimana sebetulnya daerah Kanaan tersebut.[4] Saat ia mencapai di Kanaan, ternyata negri itu masih merasakan bencana kelaparan, oleh sebab itu ia bersama dengan keluarganya pergi ke Mesir melalui Negep.[4] Kejadian Abraham yang menuruti perintah Allah memperlihatkan beberapa sikap iman dan moralnya, selang lain:
Selain dari sikap iman dan moral yang diperlihatkan Abraham, benar juga moral buruk yang ia tunjukkan saat menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu:
Hukum TauratIstilah Taurat bersumber dari bahasa Ibrani adalah torah yang faedahnya nasihat.[4][1] Asal kata torah benar hubungannya dengan kata kerja hora yang memiliki faedah memimpin, mengajar, mendidik, dan juga sering diterjemahkan dengan istilah pengajaran.[4][1] Istilah torah diartikan pengajaran tetapi bisa juga diartikan hukum yang bersumber dari kata yarah yang faedahnya mengarahkan atau mengajar.[4][1] Kata tora kesudahan juga dipakai untuk menyebutkan Pentateuch (yakni kelima kitab pertama yang benar dalam Alkitab).[4][1] Hukum Taurat Musa yang tertulis dalam kelima kitabnya, dapat dibagi dalam tiga himpunan, yaitu:
Etika Akad BaruEtika Akad Baru adalah suatu petunjuk-petunjuk sikap dan kebaikan budi pekerti orang-orang Kristen.[5] Oleh sebab itu, etika Akad Baru saling terkait dengan kebaikan budi pekerti orang-orang Kristen yang pertama dan dengan kehidupan mereka sehari-hari.[5] Nasihat etik Yesus"Kotbah di Bukit", karya Gustave Doré. Nasihat etik Yesus Kristus di selangnya terdapat dalam Injil-injil sinoptis (Matius, Markus, Lukas), salah satu nasihat tersebut adalah khotbah di bukit (Mat 5-7; Luk 6:20-49).[6] Dalam khotbah di bukit, Yesus mempermasalahkan etik orang farisi yang sangat berpegang teguh pada pelaksanaan hukum taurat tetapi tidak mengarah kepada kegenapan hukum taurat dan kitab para nabi.[7] Dalam hal ini Yesus menyebut bahwa "jika hidup keagamaanmu tidak semakin berlaku daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga" (Mat 5:20) sebab Kerajaan Allah sudah tidak jauh kepadamu (Luk 10:9.[7] Selain itu, nasihat etik Yesus juga menanti kepada manusia untuk menjadi seorang manusia yang bersifat ilahi.[8]. Kata ilahi ini memiliki faedah menjadi seseorang yang semakin elok dari lainnya.[8] Sebagai contoh, Yesus mengajarkan "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.[8] Dan kepada orang yang akan mengadukan engkau sebab mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu.[8] Dan siapa yang menyuruh engkau berlanjut berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. (Matius 5;39-41).[8] Yesus dan Hukum TauratPada zaman Yesus, terdapat orang Farisi yang menganggap isi taurat sebagai sejumlah tuntutan dan larangan yang harus dipatuhi.[5] Semua peraturan itu berjumlah 613.[5] Masing-masing peraturan ditambah dengan sejumlah petunjuk-petunjuk dan nasihat-nasihat yang memilihkan situasi dan waktu di mana peraturan tersebut harus diterapkan.[5] Segala sesuatu yang diajarkan dan nasihat yang ditambahkan berfungsi sebagai pagar keliling taurat dan dikenal dengan sebutan halakha (=jalan).[5] Halakha adalah penjelasan taurat tetapi sekaligus juga hukum adat yang sesuai taurat.[5] Oleh sebab tindakan yang dipertontonkan orang Farisi, karenanya benar suatu sikap etis yang dipertontonkan oleh Yesus yang terdapat dalam keempat Injil.[3] Sikap Yesus terhadap hukum Taurat juga mengadakan komunikasi dengan pengajaran-pengajaran yang Ia lakukan.[3] Salah satu sikap yang diperlihatkan Yesus tedapat dalam Matius 5:17, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Diri sendiri datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi.[3] Diri sendiri datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya".[3]Maksud dari kata menggenapi adalah memenuhi atau menyempurnakan.[3] Namun muncul pertanyaan bagaimana metode Yesus untuk menggenapi hukum Taurat itu?[3]
Etika Gereja Mula-mulaPada masa gereja mula-mula, perkembangan etika dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dimana hak milik pribadi dan hak milik bersama selalu diperdebatkan dan menjadi persoalan yang cukup akbar.[9] Oleh sebab permasalahan ini, muncul argumen dari beberapa tokoh gereja mula-mula, adalah Clement dari Roma, Ignatius dari Antiokhia, dan Agustinus.[9] Clemens dari RomaSanto Clemens, oleh Giovanni Battista Tiepolo Clemens adalah orang yang dikata oleh Paulus sebagai kenalan yang setia dalam perjuangan pemberitaan Injil (Flp 4:3).[10] Clemens dikenal sebab ia memiliki hubungan dengan surat Paulus kepada jemaat di Korintus.[10] Pada saat di Korintus, terjadi kericuhan adalah presbiter yang tua dipecat oleh presbiter yang muda.[10] Clemens menasihatkan kepada jemaat supaya mereka hidup dalam persekutuan yang rukun, dalam kasih, rendah hati, dan hidup suci meniru teladan Kristus, terutama teladan Paulus dan Petrus.[10] Ia menanti supaya presbiter yang telah dipecat dipulihkan letaknya serta jemaat menghormati pemimpin-pemimpinnya.[10] Clemens menyatakan bahwa Tuhan Allah membenci kekacauan, Allah menghendaki ketertiban.[10] Dalam pandangan teologinya, Clemens mengikuti teologi Paulus terutama mengenai pembenaran oleh iman.[10] Ia menyebut bahwa semua orang akbar dan agung bukan sebab diri mereka sendiri atau pun oleh pekerjaan mereka, tetapi sebab harapan Allah.[10] Dalam konsep Clemens tentang etika, ia menyatakan bahwa sikap hidup jemaat mula-mula seharusnya tidak terfokus pada materi.[9] Hal ini ia beritahukan untuk menentang pengajaran kaum gnostik yang menganggap tingkat kekayaan dapat menjadi tolak ukur atau memilihkan tingkat kehidupan sesorang.[9] Permasalahan moral mengenai kekayaan, Clemens tuliskan dalam suatu tulisannya yang berjudul Who Is The Rich Man That Shall Be Saved?[9] Tulisan Clemens ini mencoba untuk menyelidiki maksud dari kisah mengenai orang kaya sukar masuk kerajaan Allah (Markus 10:17-27).[9] Menurut Clemens, tidak benar persoalan mengenai kekayaan, yang menjadi persoalan sebenarnya adalah sikap kita terhadap kekayaan.[9] Ignatius dari AntiokhiaIgnatius adalah seorang yang bersumber dari Siria.[10] Ia dilahirkan sekitar tahun 35.[10] Sebelum menjadi kristen, ia adalah seorang kafir yang diduga turut menganiaya orang Kristen.[10] Menurut tradisi, Ignatius adalah uskup dari Antiokhia yang adalah murid dari rasul Yohanes.[10] Ia hidup pada masa pemerintahan kaisar Trajanus.[10] Pada masa itu, kaisar sempat mengunjungi Antiokhia dan mengancam orang-orang disana untuk bersedia mempersembahkan kurban kepada dewa-dewa, namun apabila benar yang tidak melaksanakan hal ini, karenanya ia akan dihukum mati.[10] Perintah kaisar ini tidak didengarkan oleh Ignatius, ia tetap mempertahankan imannya dan menolak mempersembahkan korban kepada dewa-dewa sebab ia tidak bersedia menyangkal Yesus.[10] Oleh sebab tindakannya ini, Ignatius dijatuhi hukuman mati dengan dibuang ke dalam Koloseum di Roma dengan tangan yang terantai.[10] Menurut argumen Ignatius, permaslahan etika yang muncul pada masa gereja mula-mula adalah jumlahnya orang yang tidak memperhatikan tentang kasih.[9] Menurutnya, orang kaya tidak memperhatikan janda-janda, orang-orang yang benar dipenjara, orang-orang yang lapar maupun orang-orang yang haus.[9] AgustinusAgustinus adalah seorang murid Paulus.[10] Ia dikenal sebagai pelawan penyesat-penyesat yang gigih.[10] Dalam perlawanannya dengan Donatisme menyebabkan ia menguraikan pandangannya tentang gereja dan sakramen.[10] Konsep etis Agustinus terkhusus mengenai seksualitas dan materi.[9] Konsep etis Agustinus mengenai seksualitas diawali dengan pemahaman etika individu dan sosialnya mengenai pertikaian kebaikan (virtue).[11] Menurut Agustinus, kebaikan akan memimpin orang ke dalam hidup yang bahagia dan kehidupan bahagia ini didapatkan oleh tiap orang melalui cinta kasih yang sempurna dari Allah.[11] Agustinus juga menyatakan bahwa elok atau buruknya moral seseorang ditentukan dari cintanya terhadap orang lain.[11] Permasalahan mengenai materi, untuk Agustinus kekayaan bukanlah hal yang salah.[9] Jika kekayaan itu dipergunakan untuk memuliakan Allah, karenanya hal itu adalah hal yang elok.[9] Namun, apabila motivasi kita menyembah Allah hanya untuk kekayaan, karenanya itulah yang salah.[9] Etika Kristen masa zaman Menengah dan ReformasiDalam masa zaman menengah, hal-hal yang mengadakan komunikasi dengan etika diterangkan dalam kumpulan-kumpulan tulisan yang dikata kitab-kitab pengakuan dosa.[9] Tokoh-tokoh yang berperan pada saat itu selang lain Luther, Calvin, Zwingli, dan Beza.[9] Tokoh-tokoh ini seringkali menuliskan tulisan tentang permasalahan etika yang saat itu muncul seperti persoalan kesusilaan, persoalan perang, etika politik, etika letak, serta tentang pengajaran iman yang terdapat dalam hukum taurat.[9] Etika Kristen Masa zaman 20Salah satu tokoh dalam perkembangan etika masa zaman 20 adalah Reinhold Niebuhr.[9] Niebuhr memberikan suatu nasihat etis mengenai dosa asal atau dosa warisan.[9] Ia berpendapat bahwa dosa warisan itu adalah sifat universal manusia yang cenderung memilih untuk berdosa.[9] Hal itu dikarenakan manusia kekurangan kebebasan dalam mengambil keputusan yang bermoral.[9] Selain itu, Karl Barth juga memberikan pandangannya mengenai etika, ia menyatakan etika bersumber dari kasih karunia Tuhan yang diperlihatkan melalui Yesus Kristus.[9] Oleh sebab itu manusia tidak dapat menghindar dari keputusan bebas sama sekali dari kasih Allah yang meletak Yesus Kristus ke dalam hubungan dengan manusia.[9] Pustaka
edunitas.com Page 10Lukisan detail St. Agustinus di suatu jendela kaca hias karya Louis Comfort Tiffany di Museum Lightner, St. Agustine, Florida, Amerika Serikat. Etika Kristen (Yunani: ethos, berarti kebiasaan, adat) adalah suatu cabang ilmu teologi yang memajukan persoalan tentang apa yang elok dari sudut pandang kekristenan.[1] Apabila dilihat dari sudut pandang Hukum Taurat dan Injil, karenanya etika Kristen adalah segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan itulah yang elok.[1] Dengan demikian, karenanya etika Kristen adalah satu tindakan yang bila diukur secara moral elok.[2] Saat ini, permasalahan yang dihadapi etika Kristen ialah harapan Allah dari manusia yang dibuat menurut gambarNya, serta sikap manusia terhadap harapan Allah itu.[1] Etika Akad LamaTitik tolok etika Akad Lama adalah anugerah Allah terhadap umatnya dan tuntutan perintahnya yang terikat pada tindakannya demi keselamatan umat manusia.[3] Oleh sebab itu, bentuk etika Akad Lama berkisar pada tindakan Allah dalam sejarah umatnya dan juga yang menuntut respon yang serasi.[3] Hal ini juga menyebabkan konsep etika Akad Lama selaras dengan suatu etika yang dinamakan etika teonom yang berdasarkan hubungan selang Allah dan umatnya.[3] Sesuai dengan konsep ini, karenanya landasan etika Akad Lama dapat disoroti dari empat sisi.[3] Pertama, menanggapi perbuatan Allah dimana bangsa Israel harus memiliki desakan untuk mengarah pada kebaikan budi pekerti etis dalam bentuk tanggapan akan tindakan-tindakan Allah dalam sejarah kehidupan mereka.[3] Kedua, mengikuti teladan Allah, dimana bangsa Israel harus untuk memperlihatkan sifat Allah melalui kebaikan budi pekerti mereka.[3] Ketiga, hidup dibawah pemerintahan Allah, maksudnya adalah kedaulatan dan kewibawaan Allah sebagai Raja ilahi yang sebabnya manusia harus tunduk sebagai makhluk ciptaan dan hamba.[3] Keempat adalah menaati perintah Allah.[3] Anugerah Allah Dalam Penciptaan"Kejatuhan Manusia" oleh Lucas Cranach, bayangan Taman Eden oleh seorang Jerman dari masa zaman ke-16 Etika Akad Lama pada landasannya tidak dapat terlepas dari moralitas manusia pertama.[4] Manusia dibuat Allah sebagai makhluk yang istimewa, adalah sebagai gambar Allah, dalam bahasa Ibrani dikata tselem dan dalam bahasa Latin dikata Imago Dei.[4] Tidak hanya itu saja, manusia yang dibuat Allah juga memiliki kecocokan moral dengan Allah yang maha suci, hal itu terjadi pada waktu Adam dan Hawa belum jatuh ke dalam dosa.[4] Manusia yang telah dibuat Allah selanjutnya adalah makhluk moral yang diberi kemampuan memilih apa yang akan dipertontonkannya, apakah akan mematuhi perintah-perintah Allah atau malah menentangnya.[4] Hal ini terjadi sebab manusia adalah pribadi bebas sama sekali yang juga memiliki harapan bebas sama sekali.[4] Namun, harapan bebas sama sekali haruslah didampingi dengan tanggung jawab.[4] Pada waktu Adam dan Hawa telah dibuat, Allah memberikan suatu perintah kepada Adam adalah berupa larangan untuk memetik dan memakan buah dari pohon ilmu yang elok dan yang jahat yang berada dalam taman Eden.[4] Namun, perintah dari Allah tidak dihiraukan oleh Adam dan Hawa dan mereka mengambil suatu keputusan etis adalah dengan memetik dan memakan buah tersebut.[4] Saat Allah mengetahui perbuatan tersebut benar suatu tindakan yang dipertontonkan oleh Allah dan hal ini adalah ethos Allah (ethos:sikap landasan dalam berbuat sesuatu).[4] Tindakan Allah ini adalah inisiatif dari Allah sendiri yang mencerminkan sikap kasihNya pada manusia, terdapat dua hal yang dipertontonkan Allah:
Ethos yang diperlihatkan Allah telah menunjukkan bahwa Allah bersedia merendahkan diriNya dan memperlihatkan sikap kasihnya kepada manusia berdosa.[4] Namun, sikap dan respon manusia terhadap kebaikan Allah justru semakin meningkatkan perbuatan dosanya.[4] Hal ini dapat terlihat pada anak Adam adalah Kain yang begitu tega dan kejam membunuh saudara kandung yang lebih mudanya Habel, hanya sebab iri terhadap soal persembahan.[4] Tidak hanya itu saja, saat manusia bertambah jumlah, perbuatannya semakin dipenuhi kejahatan, mencapai Tuhan menyesal telah menciptakan manusia (Kej 6:5-6).[4] Etika dan Moral Abraham"Malaikat Tuhan mencegah pengorbanan Ishak", oleh Rembrandt, 1634 . Etika dan moral Abraham dapat terlihat saat ia dipanggil Allah dalam usianya yang ke 75.[4] Pada saat itu, ia bersama dengan istrinya Sarai beserta keponakannya Lot menuju Kanaan melalui Sikhem dan Betel sekitar tahun 2091 SM (Kej 12:1-5).[4] Abraham yang pada waktu itu bernama Abram pergi hanya dengan berbekal iman kepada Tuhan dan ia sendiri tidak mengetahui bagaimana sebetulnya daerah Kanaan tersebut.[4] Saat ia mencapai di Kanaan, ternyata negri itu masih merasakan bencana kelaparan, oleh sebab itu ia bersama dengan keluarganya pergi ke Mesir melalui Negep.[4] Kejadian Abraham yang menuruti perintah Allah memperlihatkan beberapa sikap iman dan moralnya, selang lain:
Selain dari sikap iman dan moral yang diperlihatkan Abraham, benar juga moral buruk yang ia tunjukkan saat menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu:
Hukum TauratIstilah Taurat bersumber dari bahasa Ibrani adalah torah yang faedahnya nasihat.[4][1] Asal kata torah benar hubungannya dengan kata kerja hora yang memiliki faedah memimpin, mengajar, mendidik, dan juga sering diterjemahkan dengan istilah pengajaran.[4][1] Istilah torah diartikan pengajaran tetapi bisa juga diartikan hukum yang bersumber dari kata yarah yang faedahnya mengarahkan atau mengajar.[4][1] Kata tora kesudahan juga dipakai untuk menyebutkan Pentateuch (yakni kelima kitab pertama yang benar dalam Alkitab).[4][1] Hukum Taurat Musa yang tertulis dalam kelima kitabnya, dapat dibagi dalam tiga himpunan, yaitu:
Etika Akad BaruEtika Akad Baru adalah suatu petunjuk-petunjuk sikap dan kebaikan budi pekerti orang-orang Kristen.[5] Oleh sebab itu, etika Akad Baru saling terkait dengan kebaikan budi pekerti orang-orang Kristen yang pertama dan dengan kehidupan mereka sehari-hari.[5] Nasihat etik Yesus"Kotbah di Bukit", karya Gustave Doré. Nasihat etik Yesus Kristus di selangnya terdapat dalam Injil-injil sinoptis (Matius, Markus, Lukas), salah satu nasihat tersebut adalah khotbah di bukit (Mat 5-7; Luk 6:20-49).[6] Dalam khotbah di bukit, Yesus mempermasalahkan etik orang farisi yang sangat berpegang teguh pada pelaksanaan hukum taurat tetapi tidak mengarah kepada kegenapan hukum taurat dan kitab para nabi.[7] Dalam hal ini Yesus menyebut bahwa "jika hidup keagamaanmu tidak semakin berlaku daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga" (Mat 5:20) sebab Kerajaan Allah sudah tidak jauh kepadamu (Luk 10:9.[7] Selain itu, nasihat etik Yesus juga menanti kepada manusia untuk menjadi seorang manusia yang bersifat ilahi.[8]. Kata ilahi ini memiliki faedah menjadi seseorang yang semakin elok dari lainnya.[8] Sebagai contoh, Yesus mengajarkan "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.[8] Dan kepada orang yang akan mengadukan engkau sebab mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu.[8] Dan siapa yang menyuruh engkau berlanjut berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. (Matius 5;39-41).[8] Yesus dan Hukum TauratPada zaman Yesus, terdapat orang Farisi yang menganggap isi taurat sebagai sejumlah tuntutan dan larangan yang harus dipatuhi.[5] Semua peraturan itu berjumlah 613.[5] Masing-masing peraturan ditambah dengan sejumlah petunjuk-petunjuk dan nasihat-nasihat yang memilihkan situasi dan waktu di mana peraturan tersebut harus diterapkan.[5] Segala sesuatu yang diajarkan dan nasihat yang ditambahkan berfungsi sebagai pagar keliling taurat dan dikenal dengan sebutan halakha (=jalan).[5] Halakha adalah penjelasan taurat tetapi sekaligus juga hukum adat yang sesuai taurat.[5] Oleh sebab tindakan yang dipertontonkan orang Farisi, karenanya benar suatu sikap etis yang dipertontonkan oleh Yesus yang terdapat dalam keempat Injil.[3] Sikap Yesus terhadap hukum Taurat juga mengadakan komunikasi dengan pengajaran-pengajaran yang Ia lakukan.[3] Salah satu sikap yang diperlihatkan Yesus tedapat dalam Matius 5:17, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Diri sendiri datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi.[3] Diri sendiri datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya".[3]Maksud dari kata menggenapi adalah memenuhi atau menyempurnakan.[3] Namun muncul pertanyaan bagaimana metode Yesus untuk menggenapi hukum Taurat itu?[3]
Etika Gereja Mula-mulaPada masa gereja mula-mula, perkembangan etika dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dimana hak milik pribadi dan hak milik bersama selalu diperdebatkan dan menjadi persoalan yang cukup akbar.[9] Oleh sebab permasalahan ini, muncul argumen dari beberapa tokoh gereja mula-mula, adalah Clement dari Roma, Ignatius dari Antiokhia, dan Agustinus.[9] Clemens dari RomaSanto Clemens, oleh Giovanni Battista Tiepolo Clemens adalah orang yang dikata oleh Paulus sebagai kenalan yang setia dalam perjuangan pemberitaan Injil (Flp 4:3).[10] Clemens dikenal sebab ia memiliki hubungan dengan surat Paulus kepada jemaat di Korintus.[10] Pada saat di Korintus, terjadi kericuhan adalah presbiter yang tua dipecat oleh presbiter yang muda.[10] Clemens menasihatkan kepada jemaat supaya mereka hidup dalam persekutuan yang rukun, dalam kasih, rendah hati, dan hidup suci meniru teladan Kristus, terutama teladan Paulus dan Petrus.[10] Ia menanti supaya presbiter yang telah dipecat dipulihkan letaknya serta jemaat menghormati pemimpin-pemimpinnya.[10] Clemens menyatakan bahwa Tuhan Allah membenci kekacauan, Allah menghendaki ketertiban.[10] Dalam pandangan teologinya, Clemens mengikuti teologi Paulus terutama mengenai pembenaran oleh iman.[10] Ia menyebut bahwa semua orang akbar dan agung bukan sebab diri mereka sendiri atau pun oleh pekerjaan mereka, tetapi sebab harapan Allah.[10] Dalam konsep Clemens tentang etika, ia menyatakan bahwa sikap hidup jemaat mula-mula seharusnya tidak terfokus pada materi.[9] Hal ini ia beritahukan untuk menentang pengajaran kaum gnostik yang menganggap tingkat kekayaan dapat menjadi tolak ukur atau memilihkan tingkat kehidupan sesorang.[9] Permasalahan moral mengenai kekayaan, Clemens tuliskan dalam suatu tulisannya yang berjudul Who Is The Rich Man That Shall Be Saved?[9] Tulisan Clemens ini mencoba untuk menyelidiki maksud dari kisah mengenai orang kaya sukar masuk kerajaan Allah (Markus 10:17-27).[9] Menurut Clemens, tidak benar persoalan mengenai kekayaan, yang menjadi persoalan sebenarnya adalah sikap kita terhadap kekayaan.[9] Ignatius dari AntiokhiaIgnatius adalah seorang yang bersumber dari Siria.[10] Ia dilahirkan sekitar tahun 35.[10] Sebelum menjadi kristen, ia adalah seorang kafir yang diduga turut menganiaya orang Kristen.[10] Menurut tradisi, Ignatius adalah uskup dari Antiokhia yang adalah murid dari rasul Yohanes.[10] Ia hidup pada masa pemerintahan kaisar Trajanus.[10] Pada masa itu, kaisar sempat mengunjungi Antiokhia dan mengancam orang-orang disana untuk bersedia mempersembahkan kurban kepada dewa-dewa, namun apabila benar yang tidak melaksanakan hal ini, karenanya ia akan dihukum mati.[10] Perintah kaisar ini tidak didengarkan oleh Ignatius, ia tetap mempertahankan imannya dan menolak mempersembahkan korban kepada dewa-dewa sebab ia tidak bersedia menyangkal Yesus.[10] Oleh sebab tindakannya ini, Ignatius dijatuhi hukuman mati dengan dibuang ke dalam Koloseum di Roma dengan tangan yang terantai.[10] Menurut argumen Ignatius, permaslahan etika yang muncul pada masa gereja mula-mula adalah jumlahnya orang yang tidak memperhatikan tentang kasih.[9] Menurutnya, orang kaya tidak memperhatikan janda-janda, orang-orang yang benar dipenjara, orang-orang yang lapar maupun orang-orang yang haus.[9] AgustinusAgustinus adalah seorang murid Paulus.[10] Ia dikenal sebagai pelawan penyesat-penyesat yang gigih.[10] Dalam perlawanannya dengan Donatisme menyebabkan ia menguraikan pandangannya tentang gereja dan sakramen.[10] Konsep etis Agustinus terkhusus mengenai seksualitas dan materi.[9] Konsep etis Agustinus mengenai seksualitas diawali dengan pemahaman etika individu dan sosialnya mengenai pertikaian kebaikan (virtue).[11] Menurut Agustinus, kebaikan akan memimpin orang ke dalam hidup yang bahagia dan kehidupan bahagia ini didapatkan oleh tiap orang melalui cinta kasih yang sempurna dari Allah.[11] Agustinus juga menyatakan bahwa elok atau buruknya moral seseorang ditentukan dari cintanya terhadap orang lain.[11] Permasalahan mengenai materi, untuk Agustinus kekayaan bukanlah hal yang salah.[9] Jika kekayaan itu dipergunakan untuk memuliakan Allah, karenanya hal itu adalah hal yang elok.[9] Namun, apabila motivasi kita menyembah Allah hanya untuk kekayaan, karenanya itulah yang salah.[9] Etika Kristen masa zaman Menengah dan ReformasiDalam masa zaman menengah, hal-hal yang mengadakan komunikasi dengan etika diterangkan dalam kumpulan-kumpulan tulisan yang dikata kitab-kitab pengakuan dosa.[9] Tokoh-tokoh yang berperan pada saat itu selang lain Luther, Calvin, Zwingli, dan Beza.[9] Tokoh-tokoh ini seringkali menuliskan tulisan tentang permasalahan etika yang saat itu muncul seperti persoalan kesusilaan, persoalan perang, etika politik, etika letak, serta tentang pengajaran iman yang terdapat dalam hukum taurat.[9] Etika Kristen Masa zaman 20Salah satu tokoh dalam perkembangan etika masa zaman 20 adalah Reinhold Niebuhr.[9] Niebuhr memberikan suatu nasihat etis mengenai dosa asal atau dosa warisan.[9] Ia berpendapat bahwa dosa warisan itu adalah sifat universal manusia yang cenderung memilih untuk berdosa.[9] Hal itu dikarenakan manusia kekurangan kebebasan dalam mengambil keputusan yang bermoral.[9] Selain itu, Karl Barth juga memberikan pandangannya mengenai etika, ia menyatakan etika bersumber dari kasih karunia Tuhan yang diperlihatkan melalui Yesus Kristus.[9] Oleh sebab itu manusia tidak dapat menghindar dari keputusan bebas sama sekali dari kasih Allah yang meletak Yesus Kristus ke dalam hubungan dengan manusia.[9] Pustaka
edunitas.com Page 11Lukisan detail St. Agustinus di suatu jendela kaca hias karya Louis Comfort Tiffany di Museum Lightner, St. Agustine, Florida, Amerika Serikat. Etika Kristen (Yunani: ethos, berarti kebiasaan, adat) adalah suatu cabang ilmu teologi yang memajukan persoalan tentang apa yang elok dari sudut pandang kekristenan.[1] Apabila dilihat dari sudut pandang Hukum Taurat dan Injil, karenanya etika Kristen adalah segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan itulah yang elok.[1] Dengan demikian, karenanya etika Kristen adalah satu tindakan yang bila diukur secara moral elok.[2] Saat ini, permasalahan yang dihadapi etika Kristen ialah harapan Allah dari manusia yang dibuat menurut gambarNya, serta sikap manusia terhadap harapan Allah itu.[1] Etika Akad LamaTitik tolok etika Akad Lama adalah anugerah Allah terhadap umatnya dan tuntutan perintahnya yang terikat pada tindakannya demi keselamatan umat manusia.[3] Oleh sebab itu, bentuk etika Akad Lama berkisar pada tindakan Allah dalam sejarah umatnya dan juga yang menuntut respon yang serasi.[3] Hal ini juga menyebabkan konsep etika Akad Lama selaras dengan suatu etika yang dinamakan etika teonom yang berdasarkan hubungan selang Allah dan umatnya.[3] Sesuai dengan konsep ini, karenanya landasan etika Akad Lama dapat disoroti dari empat sisi.[3] Pertama, menanggapi perbuatan Allah dimana bangsa Israel harus memiliki desakan untuk mengarah pada kebaikan budi pekerti etis dalam bentuk tanggapan akan tindakan-tindakan Allah dalam sejarah kehidupan mereka.[3] Kedua, mengikuti teladan Allah, dimana bangsa Israel harus untuk memperlihatkan sifat Allah melalui kebaikan budi pekerti mereka.[3] Ketiga, hidup dibawah pemerintahan Allah, maksudnya adalah kedaulatan dan kewibawaan Allah sebagai Raja ilahi yang sebabnya manusia harus tunduk sebagai makhluk ciptaan dan hamba.[3] Keempat adalah menaati perintah Allah.[3] Anugerah Allah Dalam Penciptaan"Kejatuhan Manusia" oleh Lucas Cranach, bayangan Taman Eden oleh seorang Jerman dari masa zaman ke-16 Etika Akad Lama pada landasannya tidak dapat terlepas dari moralitas manusia pertama.[4] Manusia dibuat Allah sebagai makhluk yang istimewa, adalah sebagai gambar Allah, dalam bahasa Ibrani dikata tselem dan dalam bahasa Latin dikata Imago Dei.[4] Tidak hanya itu saja, manusia yang dibuat Allah juga memiliki kecocokan moral dengan Allah yang maha suci, hal itu terjadi pada waktu Adam dan Hawa belum jatuh ke dalam dosa.[4] Manusia yang telah dibuat Allah selanjutnya adalah makhluk moral yang diberi kemampuan memilih apa yang akan dipertontonkannya, apakah akan mematuhi perintah-perintah Allah atau malah menentangnya.[4] Hal ini terjadi sebab manusia adalah pribadi bebas sama sekali yang juga memiliki harapan bebas sama sekali.[4] Namun, harapan bebas sama sekali haruslah didampingi dengan tanggung jawab.[4] Pada waktu Adam dan Hawa telah dibuat, Allah memberikan suatu perintah kepada Adam adalah berupa larangan untuk memetik dan memakan buah dari pohon ilmu yang elok dan yang jahat yang berada dalam taman Eden.[4] Namun, perintah dari Allah tidak dihiraukan oleh Adam dan Hawa dan mereka mengambil suatu keputusan etis adalah dengan memetik dan memakan buah tersebut.[4] Saat Allah mengetahui perbuatan tersebut benar suatu tindakan yang dipertontonkan oleh Allah dan hal ini adalah ethos Allah (ethos:sikap landasan dalam berbuat sesuatu).[4] Tindakan Allah ini adalah inisiatif dari Allah sendiri yang mencerminkan sikap kasihNya pada manusia, terdapat dua hal yang dipertontonkan Allah:
Ethos yang diperlihatkan Allah telah menunjukkan bahwa Allah bersedia merendahkan diriNya dan memperlihatkan sikap kasihnya kepada manusia berdosa.[4] Namun, sikap dan respon manusia terhadap kebaikan Allah justru semakin meningkatkan perbuatan dosanya.[4] Hal ini dapat terlihat pada anak Adam adalah Kain yang begitu tega dan kejam membunuh saudara kandung yang lebih mudanya Habel, hanya sebab iri terhadap soal persembahan.[4] Tidak hanya itu saja, saat manusia bertambah jumlah, perbuatannya semakin dipenuhi kejahatan, mencapai Tuhan menyesal telah menciptakan manusia (Kej 6:5-6).[4] Etika dan Moral Abraham"Malaikat Tuhan mencegah pengorbanan Ishak", oleh Rembrandt, 1634 . Etika dan moral Abraham dapat terlihat saat ia dipanggil Allah dalam usianya yang ke 75.[4] Pada saat itu, ia bersama dengan istrinya Sarai beserta keponakannya Lot menuju Kanaan melalui Sikhem dan Betel sekitar tahun 2091 SM (Kej 12:1-5).[4] Abraham yang pada waktu itu bernama Abram pergi hanya dengan berbekal iman kepada Tuhan dan ia sendiri tidak mengetahui bagaimana sebetulnya daerah Kanaan tersebut.[4] Saat ia mencapai di Kanaan, ternyata negri itu masih merasakan bencana kelaparan, oleh sebab itu ia bersama dengan keluarganya pergi ke Mesir melalui Negep.[4] Kejadian Abraham yang menuruti perintah Allah memperlihatkan beberapa sikap iman dan moralnya, selang lain:
Selain dari sikap iman dan moral yang diperlihatkan Abraham, benar juga moral buruk yang ia tunjukkan saat menghadapi permasalahan hidupnya, yaitu:
Hukum TauratIstilah Taurat bersumber dari bahasa Ibrani adalah torah yang faedahnya nasihat.[4][1] Asal kata torah benar hubungannya dengan kata kerja hora yang memiliki faedah memimpin, mengajar, mendidik, dan juga sering diterjemahkan dengan istilah pengajaran.[4][1] Istilah torah diartikan pengajaran tetapi bisa juga diartikan hukum yang bersumber dari kata yarah yang faedahnya mengarahkan atau mengajar.[4][1] Kata tora kesudahan juga dipakai untuk menyebutkan Pentateuch (yakni kelima kitab pertama yang benar dalam Alkitab).[4][1] Hukum Taurat Musa yang tertulis dalam kelima kitabnya, dapat dibagi dalam tiga himpunan, yaitu:
Etika Akad BaruEtika Akad Baru adalah suatu petunjuk-petunjuk sikap dan kebaikan budi pekerti orang-orang Kristen.[5] Oleh sebab itu, etika Akad Baru saling terkait dengan kebaikan budi pekerti orang-orang Kristen yang pertama dan dengan kehidupan mereka sehari-hari.[5] Nasihat etik Yesus"Kotbah di Bukit", karya Gustave Doré. Nasihat etik Yesus Kristus di selangnya terdapat dalam Injil-injil sinoptis (Matius, Markus, Lukas), salah satu nasihat tersebut adalah khotbah di bukit (Mat 5-7; Luk 6:20-49).[6] Dalam khotbah di bukit, Yesus mempermasalahkan etik orang farisi yang sangat berpegang teguh pada pelaksanaan hukum taurat tetapi tidak mengarah kepada kegenapan hukum taurat dan kitab para nabi.[7] Dalam hal ini Yesus menyebut bahwa "jika hidup keagamaanmu tidak semakin berlaku daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga" (Mat 5:20) sebab Kerajaan Allah sudah tidak jauh kepadamu (Luk 10:9.[7] Selain itu, nasihat etik Yesus juga menanti kepada manusia untuk menjadi seorang manusia yang bersifat ilahi.[8]. Kata ilahi ini memiliki faedah menjadi seseorang yang semakin elok dari lainnya.[8] Sebagai contoh, Yesus mengajarkan "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.[8] Dan kepada orang yang akan mengadukan engkau sebab mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu.[8] Dan siapa yang menyuruh engkau berlanjut berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. (Matius 5;39-41).[8] Yesus dan Hukum TauratPada zaman Yesus, terdapat orang Farisi yang menganggap isi taurat sebagai sejumlah tuntutan dan larangan yang harus dipatuhi.[5] Semua peraturan itu berjumlah 613.[5] Masing-masing peraturan ditambah dengan sejumlah petunjuk-petunjuk dan nasihat-nasihat yang memilihkan situasi dan waktu di mana peraturan tersebut harus diterapkan.[5] Segala sesuatu yang diajarkan dan nasihat yang ditambahkan berfungsi sebagai pagar keliling taurat dan dikenal dengan sebutan halakha (=jalan).[5] Halakha adalah penjelasan taurat tetapi sekaligus juga hukum adat yang sesuai taurat.[5] Oleh sebab tindakan yang dipertontonkan orang Farisi, karenanya benar suatu sikap etis yang dipertontonkan oleh Yesus yang terdapat dalam keempat Injil.[3] Sikap Yesus terhadap hukum Taurat juga mengadakan komunikasi dengan pengajaran-pengajaran yang Ia lakukan.[3] Salah satu sikap yang diperlihatkan Yesus tedapat dalam Matius 5:17, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Diri sendiri datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi.[3] Diri sendiri datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya".[3]Maksud dari kata menggenapi adalah memenuhi atau menyempurnakan.[3] Namun muncul pertanyaan bagaimana metode Yesus untuk menggenapi hukum Taurat itu?[3]
Etika Gereja Mula-mulaPada masa gereja mula-mula, perkembangan etika dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dimana hak milik pribadi dan hak milik bersama selalu diperdebatkan dan menjadi persoalan yang cukup akbar.[9] Oleh sebab permasalahan ini, muncul argumen dari beberapa tokoh gereja mula-mula, adalah Clement dari Roma, Ignatius dari Antiokhia, dan Agustinus.[9] Clemens dari RomaSanto Clemens, oleh Giovanni Battista Tiepolo Clemens adalah orang yang dikata oleh Paulus sebagai kenalan yang setia dalam perjuangan pemberitaan Injil (Flp 4:3).[10] Clemens dikenal sebab ia memiliki hubungan dengan surat Paulus kepada jemaat di Korintus.[10] Pada saat di Korintus, terjadi kericuhan adalah presbiter yang tua dipecat oleh presbiter yang muda.[10] Clemens menasihatkan kepada jemaat supaya mereka hidup dalam persekutuan yang rukun, dalam kasih, rendah hati, dan hidup suci meniru teladan Kristus, terutama teladan Paulus dan Petrus.[10] Ia menanti supaya presbiter yang telah dipecat dipulihkan letaknya serta jemaat menghormati pemimpin-pemimpinnya.[10] Clemens menyatakan bahwa Tuhan Allah membenci kekacauan, Allah menghendaki ketertiban.[10] Dalam pandangan teologinya, Clemens mengikuti teologi Paulus terutama mengenai pembenaran oleh iman.[10] Ia menyebut bahwa semua orang akbar dan agung bukan sebab diri mereka sendiri atau pun oleh pekerjaan mereka, tetapi sebab harapan Allah.[10] Dalam konsep Clemens tentang etika, ia menyatakan bahwa sikap hidup jemaat mula-mula seharusnya tidak terfokus pada materi.[9] Hal ini ia beritahukan untuk menentang pengajaran kaum gnostik yang menganggap tingkat kekayaan dapat menjadi tolak ukur atau memilihkan tingkat kehidupan sesorang.[9] Permasalahan moral mengenai kekayaan, Clemens tuliskan dalam suatu tulisannya yang berjudul Who Is The Rich Man That Shall Be Saved?[9] Tulisan Clemens ini mencoba untuk menyelidiki maksud dari kisah mengenai orang kaya sukar masuk kerajaan Allah (Markus 10:17-27).[9] Menurut Clemens, tidak benar persoalan mengenai kekayaan, yang menjadi persoalan sebenarnya adalah sikap kita terhadap kekayaan.[9] Ignatius dari AntiokhiaIgnatius adalah seorang yang bersumber dari Siria.[10] Ia dilahirkan sekitar tahun 35.[10] Sebelum menjadi kristen, ia adalah seorang kafir yang diduga turut menganiaya orang Kristen.[10] Menurut tradisi, Ignatius adalah uskup dari Antiokhia yang adalah murid dari rasul Yohanes.[10] Ia hidup pada masa pemerintahan kaisar Trajanus.[10] Pada masa itu, kaisar sempat mengunjungi Antiokhia dan mengancam orang-orang disana untuk bersedia mempersembahkan kurban kepada dewa-dewa, namun apabila benar yang tidak melaksanakan hal ini, karenanya ia akan dihukum mati.[10] Perintah kaisar ini tidak didengarkan oleh Ignatius, ia tetap mempertahankan imannya dan menolak mempersembahkan korban kepada dewa-dewa sebab ia tidak bersedia menyangkal Yesus.[10] Oleh sebab tindakannya ini, Ignatius dijatuhi hukuman mati dengan dibuang ke dalam Koloseum di Roma dengan tangan yang terantai.[10] Menurut argumen Ignatius, permaslahan etika yang muncul pada masa gereja mula-mula adalah jumlahnya orang yang tidak memperhatikan tentang kasih.[9] Menurutnya, orang kaya tidak memperhatikan janda-janda, orang-orang yang benar dipenjara, orang-orang yang lapar maupun orang-orang yang haus.[9] AgustinusAgustinus adalah seorang murid Paulus.[10] Ia dikenal sebagai pelawan penyesat-penyesat yang gigih.[10] Dalam perlawanannya dengan Donatisme menyebabkan ia menguraikan pandangannya tentang gereja dan sakramen.[10] Konsep etis Agustinus terkhusus mengenai seksualitas dan materi.[9] Konsep etis Agustinus mengenai seksualitas diawali dengan pemahaman etika individu dan sosialnya mengenai pertikaian kebaikan (virtue).[11] Menurut Agustinus, kebaikan akan memimpin orang ke dalam hidup yang bahagia dan kehidupan bahagia ini didapatkan oleh tiap orang melalui cinta kasih yang sempurna dari Allah.[11] Agustinus juga menyatakan bahwa elok atau buruknya moral seseorang ditentukan dari cintanya terhadap orang lain.[11] Permasalahan mengenai materi, untuk Agustinus kekayaan bukanlah hal yang salah.[9] Jika kekayaan itu dipergunakan untuk memuliakan Allah, karenanya hal itu adalah hal yang elok.[9] Namun, apabila motivasi kita menyembah Allah hanya untuk kekayaan, karenanya itulah yang salah.[9] Etika Kristen masa zaman Menengah dan ReformasiDalam masa zaman menengah, hal-hal yang mengadakan komunikasi dengan etika diterangkan dalam kumpulan-kumpulan tulisan yang dikata kitab-kitab pengakuan dosa.[9] Tokoh-tokoh yang berperan pada saat itu selang lain Luther, Calvin, Zwingli, dan Beza.[9] Tokoh-tokoh ini seringkali menuliskan tulisan tentang permasalahan etika yang saat itu muncul seperti persoalan kesusilaan, persoalan perang, etika politik, etika letak, serta tentang pengajaran iman yang terdapat dalam hukum taurat.[9] Etika Kristen Masa zaman 20Salah satu tokoh dalam perkembangan etika masa zaman 20 adalah Reinhold Niebuhr.[9] Niebuhr memberikan suatu nasihat etis mengenai dosa asal atau dosa warisan.[9] Ia berpendapat bahwa dosa warisan itu adalah sifat universal manusia yang cenderung memilih untuk berdosa.[9] Hal itu dikarenakan manusia kekurangan kebebasan dalam mengambil keputusan yang bermoral.[9] Selain itu, Karl Barth juga memberikan pandangannya mengenai etika, ia menyatakan etika bersumber dari kasih karunia Tuhan yang diperlihatkan melalui Yesus Kristus.[9] Oleh sebab itu manusia tidak dapat menghindar dari keputusan bebas sama sekali dari kasih Allah yang meletak Yesus Kristus ke dalam hubungan dengan manusia.[9] Pustaka
edunitas.com Page 12Badan Antariksa Eropa (Bahasa Inggris: European Space Agency disingkat ESA), adalah organisasi antar pemerintahan yang didedikasikan kepada eksplorasi luar angkasa, didirikan pada 1975, saat ini beranggota 18 negara. Berkantor pusat di Paris, ESA memiliki sebuah dewan dengan nyaris 2.000 anggota, dan budget tahunan bertambah kurang €3,6 miliar pada 2009. Pelabuhan angkasa utama ESA adalah Pusat Antariksa Guyana di Kourou, sebuah tempat yang dimungkinkan oleh Perancis. Tempat tersebut dekat dengan khatulistiwa, sehingga orbit-orbit komersial penting mudah kepada diakses. ESA menjadi pemimpin pasar peluncuran antariksa komersial pada dekade 90-an. Tahun-tahun belakangan ini, ESA juga mebangun dirinya bagi pemain akbar dalam eksplorasi luar angkasa. Misi-misi ilmiah ESA dipusatkan pada ESTEC di Noordwijk, Belanda, misi pengamatan Bumi pada ESRIN di Frascati, Italia, kontrol misi pada European Space Operations Centre (ESOC) di Darmstadt, Jerman, dan European Astronaut Centre (EAC), yang melatih astronot kepada misi-misi mendatang berlokasi di Cologne, Jerman. edunitas.com Page 13Badan Antariksa Eropa (Bahasa Inggris: European Space Agency disingkat ESA), adalah organisasi antar pemerintahan yang didedikasikan kepada eksplorasi luar angkasa, didirikan pada 1975, saat ini beranggota 18 negara. Berkantor pusat di Paris, ESA memiliki sebuah dewan dengan hampir 2.000 anggota, dan budget tahunan sekitar €3,6 miliar pada 2009. Pelabuhan angkasa utama ESA adalah Pusat Antariksa Guyana di Kourou, sebuah tempat yang dimungkinkan oleh Perancis. Tempat tersebut dekat dengan khatulistiwa, sehingga orbit-orbit komersial penting mudah kepada diakses. ESA menjadi pemimpin pasar peluncuran antariksa komersial pada dekade 90-an. Tahun-tahun belakangan ini, ESA juga mebangun dirinya bagi pemain akbar dalam eksplorasi luar angkasa. Misi-misi ilmiah ESA dipusatkan pada ESTEC di Noordwijk, Belanda, misi pengamatan Bumi pada ESRIN di Frascati, Italia, kontrol misi pada European Space Operations Centre (ESOC) di Darmstadt, Jerman, dan European Astronaut Centre (EAC), yang melatih astronot kepada misi-misi mendatang berlokasi di Cologne, Jerman.
edunitas.com Page 14Badan Antariksa Eropa (Bahasa Inggris: European Space Agency disingkat ESA), adalah organisasi antar pemerintahan yang didedikasikan kepada eksplorasi luar angkasa, didirikan pada 1975, saat ini beranggota 18 negara. Berkantor pusat di Paris, ESA memiliki suatu dewan dengan nyaris 2.000 anggota, dan budget tahunan bertambah kurang €3,6 miliar pada 2009. Pelabuhan angkasa utama ESA adalah Pusat Antariksa Guyana di Kourou, suatu tempat yang dimungkinkan oleh Perancis. Tempat tersebut dekat dengan khatulistiwa, sehingga orbit-orbit komersial penting mudah kepada diakses. ESA menjadi pimpinan pasar peluncuran antariksa komersial pada dekade 90-an. Tahun-tahun belakangan ini, ESA juga mebangun dirinya bagi pemain akbar dalam eksplorasi luar angkasa. Misi-misi ilmiah ESA dipusatkan pada ESTEC di Noordwijk, Belanda, misi pengamatan Bumi pada ESRIN di Frascati, Italia, kontrol misi pada European Space Operations Centre (ESOC) di Darmstadt, Jerman, dan European Astronaut Centre (EAC), yang melatih astronot kepada misi-misi mendatang berlokasi di Cologne, Jerman.
edunitas.com Page 15Badan Antariksa Eropa (Bahasa Inggris: European Space Agency disingkat ESA), adalah organisasi antar pemerintahan yang didedikasikan kepada eksplorasi luar angkasa, didirikan pada 1975, saat ini beranggota 18 negara. Berkantor pusat di Paris, ESA memiliki sebuah dewan dengan nyaris 2.000 anggota, dan budget tahunan bertambah kurang €3,6 miliar pada 2009. Pelabuhan angkasa utama ESA adalah Pusat Antariksa Guyana di Kourou, sebuah tempat yang dimungkinkan oleh Perancis. Tempat tersebut dekat dengan khatulistiwa, sehingga orbit-orbit komersial penting mudah kepada diakses. ESA menjadi pemimpin pasar peluncuran antariksa komersial pada dekade 90-an. Tahun-tahun belakangan ini, ESA juga mebangun dirinya bagi pemain akbar dalam eksplorasi luar angkasa. Misi-misi ilmiah ESA dipusatkan pada ESTEC di Noordwijk, Belanda, misi pengamatan Bumi pada ESRIN di Frascati, Italia, kontrol misi pada European Space Operations Centre (ESOC) di Darmstadt, Jerman, dan European Astronaut Centre (EAC), yang melatih astronot kepada misi-misi mendatang berlokasi di Cologne, Jerman. edunitas.com |