Sistem pengapian elektronik pada sepeda motor dibuat untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang terjadi pada sistem pengapian konvensional, baik yang menggunakan baterai maupun magnet. Pada pengapian konvensional umumnya kesulitan membuat komponen seperti contact breaker (platina) dan unit pengatur saat pengapian otomatis yang cukup presisi (teliti) untuk menjamin keterandalan dari kerja mesin. Bahkan saat dipakai pada kondisi normalpun, keausan komponen tersebut tidak dapat dihindari. Terdapat beberapa macam sistem pengapian elektronik yang digunakan pada sepeda motor, diantaranya: 1) Sistem pengapian semi transistor (dilengkapi platina) Sistem pengapian semi transistor merupakan sistem pengapian elektronik yang masih menggunakan platina. Namun demikian, fungsi dari platina (breaker point) tidak sama persis seperti pada pengapian konvensional. Aliran arus dari rangkaian primer tidak langsung diputuskan dan dihubungkan oleh platina, tapi perannya diganti oleh transistor sehingga platina cenderung lebih awet (tidak cepat aus) karena tidak langsung menerima beban arus yang besar dari rangkaian primer tersebut. Dalam hal ini platina hanyalah bertugas sebagai switch (saklar) untuk meng-on-kan dan meng-off-kan transistor. Arus listrik yang mengalir melalui platina diperkecil dan platina diusahakan tidak berhubungan langsung dengan kumparan primer agar tidak arus induksi yang mengalir saat platina membuka. Terjadinya percikan bunga api pada busi yaitu saat transistor off disebabkan oleh arus dari rangkaian primer yang menuju ke massa (ground) terputus, sehingga terjadi induksi pada koil pengapian. Cara kerja Sistem Pengapian Semi-Transistor Apabila kunci kontak (ignition switch) posisi “on” dan platina dalam posisi tertutup, maka arus listrik mengalir dari terminal E pada TR1 ke `terminal B. Selanjutnya melalui R1 dan platina, arus mengalir ke massa, sehingga TR1 menjadi ON. Dengan demikian arus dari terminal E TR1 mengalir ke terminal C. Selanjutnya arus mengalir melalui R2 menuju terminal B terus ke terminal E pada TR2 yang diteruskan ke massa. (lihat gambar 4.46 di bawah). Akibat dari kejadian arus listrik yang mengalir dari B ke E pada TR2 yang diteruskan ke massa tersebut menyebabkan mengalirnya arus listrik dari kunci kontak ke kumparan primer, terminal C, E pada TR2 terus ke massa. Dengan mengalirnya arus pada rangkaian primer tersebut, maka terjadi kemagnetan pada kumparan primer koil pengapian. Apabila platina terbuka maka TR1 akan Off dan TR2 juga akan Off sehingga timbul induksi pada kumparan – kumparan ignition coil (koil pengapian) yang menyebabkan timbulnya tegangan tinggi pada kumparan sekunder. Induksi pada kumparan sekunder membuat terjadinya percikan bunga api pada busi untuk pembakaran campuran bahan bakar dan udara. 2) Sistem pengapian full transistor (tanpa platina) Dalam banyak hal, sistem pengapian elektronik full tansistor sama dengan pangapian elektronik CDI. Diantaranya adalah tidak terdapatnya bagian-bagian yang bergerak (secara mekanik) dan mengandalkan magnetic trigger (magnet pemicu) dan sistem “pick up coil” untuk memberikan sinyal ke control unit guna menghasilkan percikan bunga api pada busi. Sedangkan salah satu perbedaannya adalah pada sistem pengapian transistor menggunakan prinsip “field collapse”(menghilangkan/ menjatuhkan kemagnetan) dan pada sistem pengapian CDI menggunakan prinsip “field build-up” (membangkitkan kemagnetan). Pengapian CDI telah menjadi metode untuk mengontrol pengapian yang disenangi dalam beberapa tahun belakangan ini. Namun, seiring dengan perkembangan transistor yang bergandengan dengan berkembangnya pengontrolan dari tipe analog ke tipe digital, perusahaan/pabrik mulai mengembangkan sistem pengapian transistor. Cara Kerja Sistem Pengapian Full Transistor Secara umum, pada sistem pengapian transistor arus yang mengalir dari baterai dihubungkan dan diputuskan oleh sebuah transistor yang sinyalnya berasal dari pick up coil (koil pemberi sinyal). Akibatnya tegangan tinggi terinduksi dalam koil pengapian (ignition coil). Adapun cara kerja secara lebih detilnya adalah sebagai berikut (lihat gambar 4.47): Ketika kunci kontak di-on-kan, arus mengalir menuju terminal E TR1 (transistor 1) melalui sekring, kunci kontak, tahanan (R) pada unit igniter yang selanjutnya diteruskan ke massa. Akibatnya TR1 menjadi ON sehingga arus mengalir ke kumparan primer koil pengapian menuju ke massa melalui terminal C – E pada TR1. Gambar 4.47 Sistem pengapian full transistor Pada saat yang bersamaan, sewaktu mesin berputar (hidup) timing plate tempat kedudukan reluctor juga ikut berputar. Ketika saat pengapian telah memberikan sinyal, sebuah arus akan terinduksi di dalam pick up coil dan arus tersebut akan dialirkan ke terminal B pada TR2 terus ke massa. Akibatnya TR2 menjadi ON, sehingga arus yang mengalir dari batrai saat ini disalurkan ke massa melewati terminal C – E pada TR2. Dengan kejadian ini TR1 akan menjadi OFF sehingga akan memutuskan arus yang menuju kumparan primer coil pengapian. Selanjutnya akan terjadi tegangan induksi pada kumparan primer dan kumparan sekunder koil pengapian. Karena perbandingan kumparan sekunder lebih banyak dibanding kumparan primer, maka pada kumparan sekunder terjadi induksi yang lebih besar sekitar yang bisa membuat terjadinya percikan bunga api pada busi untuk pembakaran campuran bahan bakar dan udara. 3) Sistem pengapian Capacitor Discharge Ignition (CDI) Capacitor Discharge Ignition (CDI) merupakan sistem pengapian elektronik yang sangat populer digunakan pada sepeda motor saat ini. Sistem pengapian CDI terbukti lebih menguntungkan dan lebih baik dibanding sistem pengapian konvensional (menggunakan platina). Dengan sistem CDI, tegangan pengapian yang dihasilkan lebih besar (sekitar 40 KV) dan stabil sehingga proses pembakaran campuran bensin dan udara bisa berpeluang makin sempurna. Dengan demikian, terjadinya endapan karbon pada busi juga bisa dihindari. Selain itu, dengan sistem CDI tidak memerlukan penyetelan seperti penyetelan pada platina. Peran platina telah digantikan oleh oleh thyristor sebagai saklar elektronik dan pulser coil atau “pick-up coil” (koil pulsa generator) yang dipasang dekat flywheel generator atau rotor alternator (kadang-kadang pulser coil menyatu sebagai bagian dari komponen dalam piringan stator, kadang-kadang dipasang secara terpisah). Secara umum beberapa kelebihan sistem pengapian CDI dibandingkan dengan sistem pengapian konvensional adalah antara lain : 1. Tidak memerlukan penyetelan saat pengapian, karena saat pengapian terjadi secara otomatis yang diatur secara elektronik. 2. Lebih stabil, karena tidak ada loncatan bunga api seperti yang terjadi pada breaker point (platina) sistem pengapian konvensional. 3. Mesin mudah distart, karena tidak tergantung pada kondisi platina. 4. Unit CDI dikemas dalam kotak plastik yang dicetak sehingga tahan terhadap air dan goncangan. 5. Pemeliharaan lebih mudah, karena kemungkinan aus pada titik kontak platina tidak ada. Pada umumnya sistem CDI terdiri dari sebuah thyristor atau sering disebut sebagai silicon-controlled rectifier (SCR), sebuah kapasitor (kondensator), sepasang dioda, dan rangkaian tambahan untuk mengontrol pemajuan saat pengapian. SCR merupakan komponen elektronik yang berfungsi sebagai saklar elektronik. Sedangkan kapasitor merupakan komponen elektronik yang dapat menyimpan energi listrik dalam jangka waktu tertentu. Dikatakan dalam jangka waktu tertentu karena walaupun kapasitor diisi sejumlah muatan listrik, muatan tersebut akan habis setelah beberapa saat. Dioda merupakan komponen semikonduktor yang memungkinkan arus listrik mengalir pada satu arah (forward bias) yaitu, dari arah anoda ke katoda, dan mencegah arus listrik mengalir pada arah yag berlawanan\sebaliknya (reverse bias). Berdasarkan sumber arusnya, sistem CDI dibedakan atas sistem CDI-AC (arus bolak- balik) dan sistem CDI DC (arus searah). Sistem pengapian elektronik adalah sebuah rangkaian pengapian mesin yang menggunakan transistor untuk memutuskan arus ignition coil. Kelebihan Penggunaan transistor selaku komponen elektronika ini, akan membuat efisiensi tegangan listrik lebih terjaga. Karena dalam sistem pengapian transistor tidak ada lagi percikan api yang sebelumnya timbul pada celah platina. Selain itu, skema pengapian ini juga tidak perlu dilakukan penyetelan celah. Karena waktu pemutusan arus coil sudah diset secara otomatis oleh transistor. Namun, pengapian elektronik ini masih memerlukan komponen distributor sebagai pembagi arus dari coil. Untuk sistem pengapian yang tidak memiliki distributor, dikenal dengan DLI atau distributor less ignition. Selain itu kekuranangan pada sistem pengapian transistor ini adalah terletak pada rangkaiannya. Terutama pada tipe full transistor, karena kalau sudah menyentuh komponen elektronika pasti perlu pemahanan lebih tinggi. Komponen Pengapian Transistor
Sebelumnya, kita harus mengetahui bahwa sistem pengapian transistor sendiri memiliki dua tipe yakni tipe semi-transistor dan full transistor. Keduanya memiliki kesamaan rangkaian namun ada sedikit perbedaan. Pengapian semi transistor masih menggunakan kontak point atau platina, namun fungsinya tidak diberatkan pada pemutusan arus primer coil melainkan hanya memutuskan arus basis pada kaki transistor. Sementara untuk memutuskan arus primer coil menjadi tugas transistor. Komponen pada sistem pengapian semi transistor terdiri dari ;
Untuk jenis pengapian full transistor, sudah tidak ada lagi kontak pemutus. Sebagai gantinya, ditempatkan sebuah pick up coil didekat rotor magnet yang akan menghasilkan arus AC ketika rotor berputar. Arus ini dipakai untuk memutuskan dan menyambungkan arus dari basis. Komponen pada sistem pengapian full transistor terdiri dari ;
1. Baterai Pada mobil, baterai lebih dikenal dengan sebutan aki. Fungsinya sebagai penyedia arus listrik untuk semua sistem kelistrikan mobil, termasuk sistem pengapian. Meski demikian, baterai sebenarnya tidak bisa menghasilkan listrik. Baterai hanya bertugas untuk menampung arus listrik yang dihasilkan oleh sistem pengisian. 2. kunci kontak Semua rangkaian kelistrikan pasti memerlukan saklar untuk mengaktifkan dan menonaktifkan sistem. Pada sistem pengapian, kunci kontak berperan sebagai saklar bagi sistem pengapian. Ketika kunci kontak diputar pada posisi ON, maka arus dari baterai akan langsung masuk ke coil dan masuk ke skema pengapian mesin. Namun ketika kunci kontak OFF, arus listrik dari baterai akan tertahan akibatnya meski mesin diengkol tetap tidak mau hidup.
3. Ignition coil
Fungsi ignition coil adalah untuk menaikan tegangan baterai dari 12 Volt ke 20 KV secara cepat dan singkat. Ignition coil menggunakan metode induksi elektromagnet, prinsip kerjanya seperti trafo step up. Dimana ada dua buah kumparan, kumparan sekunder dibuat dengan lilitan jauh lebih besar agar tegangan yang naik nantinya bisa semakin besar. Untuk membuat proses induksi ini berjalan secara singkat namun hasilnya besar, coil menggunakan cara pemutusan arus. Sebelumnya, ignition coil didesain agar kumparan sekunder terletak dibagian dalam kumparan primer. Sehingga ketika kumparan primer dialiri arus listrik, maka akan timbul garis gaya magney pada kumparan primer dan semua permukaan kumparan sekunder akan sepenuhnya mendapatkan induksi karena lokasinya berada didalam kumparan primer (seperti core). Ketika arus primer diputus, maka garis gaya magnet pada coil akan bergerak ke bagian dalam. Hasilnya pergerakan yang berlangsung cepat ini akan mendorong induksi tegangan listrik secara cepat dan besar. 4. Transistor unit
Disinilah letak perbedaan antara sistem pengapian konvensional dan elektronik. Pada pengapian konvensional, menggunakan kontak point atau platina untuk memutuskan arus primer coil. Pada pengapian elektronik pun demikian, namun pemutusan arus dilakukan oleh komponen transistor. Bagi anda yang belum familiar, transistor adalah komponen semi konduktor yang bisa berperan sebagai konduktor tapi bisa juga berfungsi sebagai isolator. Ada tiga kaki pada transistor, yakni Basis, Emitor, dan Kolektor. Apabila kaki basis diberikan arus listrik, maka transistor menjadi konduktor atau dengan kata lain kaki emitor dan kolektor terhubung. Namun kalau arus listrik pada basis dihentikan maka transistor berubah menjadi isolator atau emitor dan kolektor terputus. 5. Pulse igniter Kalau anda paham tentang sistem pengapian motor, maka ini tidak menjadi kendala bagi anda untuk memahaminya. Khusus pada pengapian elektronik full transistor, pulse igniter diletakan didalam distributor. Ada dua komponen pada pulse igniter ini, yakni rotor yang menempel pada poros distributor juga memiliki permanen magnet, dan pick up coil atau kumparan yang diletakan didekat rotor magnet.
Apabila rotor berputar, maka garis gaya magnet yang ada pada
rotor akan memotong kumparan pick up coil sehingga muncul pergerakan elektron. Namun
bukan itu yang dibutuhkan, pada rotor kita akan menmui tonjolan.
Tonjolan ini berfungsi untuk mengubah celah udara antara rotor dan pick up coil. Hasilnya ketika rotor berputar, maka tonjolan tersebut akan memberikan efek perpotongan lebigh besar. Sehingga kalau dilukiskan dalam sebuah diagram akan terlihat efek gelombang.
Gelombang ini yang nantinya akan mempengaruhi kekuatan arus
di kaki basis pada transistor. Selengkapnya baca ; Cara kerja sistem pengapian elektronik 6. Distributor Selain pada pengapian konvensional, ternyata pengapian elektronik juga masih memiliki komponen distributor. Ini karena pengapian elektronik hanya memiliki perbedaan pada mekanisme pemutusan arus primer coil. Selebihnya sama dengan pengapian konvensional. Fungsi distributor adalah sebagai pembagi tegangan keluaran dari kumparan sekunder koil. Listrik yang dibagikan pada distributor sudah melewati proses induksi, sehingga tegangannya sudah mencapai 20 KV. 7. Kabel busi Kabel busi berfungsi untuk mengalirkan arus listrik bertegangan tinggi yang sebelumnya sudah melewati proses induksi pada ignition coil. Kabel busi ini memiliki bentuk yang cukup khas, dengan diameter yang hampir 1 cm. Diameter besar ini bukanlah tanpa sebab, meski arus listrik yang dihasilkan itu searah (DC) namun dengan tegangan mencapai 20 KV sanggup membuat kita kesetrum. 8. Busi Busi atau spark plug merupakan komponen yang berfungsi untuk mengubah arus listrik bertegangan tinggi menjadi percikan api. Cara kerjanya dengan memanfaatkan celah antara konduktor yang satu bermuatan positif dan satunya negatif. Sifat listrik itu selalu menuju ke masa atau ground terdekat. Dalam hal ini, masa terdekat ada pada ujung busi dengan jarak sekitar 0,8 mm. Karena tegangan listrik mencapai 20 KV maka arus tersebut akan cukup kuat untuk melompati celah yang disiapkan. Wujud loncatan listrik ini akan berbentuk seperti percikan api yang juga memiliki sifat membakar seperti api. Demikian artikel lengkap dan jelas mengenai nama komponen sistem pengapian elektronik pada mobil serta kelebihan dan kerugian pengapian TCI-IC. Semoga bisa menambah wawasan kita. |