Di bawah ini yang merupakan penyebab runtuhnya kerajaan Aceh, kecuali

tirto.id - Kesultanan Aceh Darussalam yang berdiri tahun 1496 Masehi tercatat dalam sejarah pernah menjadi kerajaan besar di Serambi Mekah setelah Samudera Pasai. Namun, sepeninggal Sultan Iskandar Muda (1608-1637), Kesultanan Aceh mulai menuai keruntuhan. Apa saja faktor penyebabnya?

Kemunculan Kesultanan Aceh Darussalam menjadikan kekuatan baru di kawasan barat Nusantara. Angkatan perangnya pun tidak bisa diremehkan dan membuat bangsa-bangsa asing harus berpikir panjang sebelum untuk memasuki wilayah Aceh tanpa izin.

Wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh cukup luas, setidaknya mencakup negeri-negeri sekitar Semenanjung Malaya, termasuk Johor, Malaka, Pahang, Kedah, Perak, sampai Patani (Thailand bagian selatan). Sebagian besar Sumatera juga sudah menjadi bagian kekuasaan Kesultanan Aceh.

Baca juga:

  • Sejarah Samudera Pasai: Pendiri, Masa Jaya, & Peninggalan
  • Kesultanan Aceh : Sejarah Masa Kejayaan dan Peninggalan
  • Kerajaan Kutai Kartanegara: Sejarah, Letak, & Daftar Raja-Sultan

Kendati demikian, sebagaimana dicatat oleh sejarawan Ibnu Khaldun, suatu kerajaan mempunyai siklus yaitu masa perebutan kekuasaan, masa kejayaan, lalu masa kehancuran.

Begitu pula dengan Kesultanan Aceh yang mengalami pasang surut perkembangan dan kemunduran, seiring dengan pergantian sultan dari waktu ke waktu.

Dikutip dari Sejarah dan Dialog Peradaban (2005), pendiri Aceh Darussalam adalah Sultan Ali Mughayat Syah. Era pemerintahannya pada 1514-1528 M, Kesultanan Aceh Darussalam menunjukkan eksistensi sebagai kerajaan yang kuat.

Sultan Ali Mughayat Syah melakukan perluasan wilayah ke berbagai daerah termasuk Daya dan Pasai. Bahkan, Kesultanan Aceh berpolemik dengan bangsa Portugis yang berada di Malaka dan menaklukkan pula Kerajaan Aru (pesisir timur Sumatera).

Namun, sepeninggal Sultan Ali Mughayat Syah, Kesultanan Aceh Darussalam agak goyah. Penerusnya, Sultan Salahuddin, tidak secakap sang ayah dalam mengelola pemerintahan.

Setelah itu, Sultan Salahuddin digantikan saudaranya, Sultan Alaudin Riayat Syah al Kahar. Di bawah kepemimpinan sultan baru ini, kerajaan mulai sedikit bangkit. Kesultanan Aceh mulai meluaskan wilayah.

Baca juga:

  • Sejarah Awal Kesultanan Mataram Islam, Letak, dan Pendiri Kerajaan
  • Sejarah Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam & Daftar Raja-raja
  • Sejarah Kesultanan Tidore: Pendiri, Kejayaan, & Daftar Raja-Sultan

Kejayaan di Era Sultan Iskandar Muda

Kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam terjadi pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Dalam buku Aceh Serambi Mekkah (2008) disebutkan, saat Sultan Iskandar Muda memegang kekuasaan, Aceh merupakan pusat pendidikan dan mencapai puncak kejayaan dengan pesat.

Di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh Darussalam melakukan penaklukan ke berbagai wilayah.Kesultanan Aceh juga menguasai sektor perdagangan dan punya bandar niaga yang disinggahi para saudagar dari berbagai bangsa di dunia.

Kehidupan masyarakat Aceh menjadi lebih makmur. Kesultanan Aceh menjadi pengekspor hasil bumi, misalnya beras, lada, rempah-rempah, dan lain-lain.

Sementara untuk aktivitas impor, Kesultanan Aceh mendatangkan kain dari Koromendal (India) porselen dan sutera dari Jepang dan Cina, serta minyak wangi dari Eropa maupun Timur Tengah.

Baca juga:

  • Sungai Citarum dan Banjir Jakarta dalam Sejarah Kerajaan Sunda
  • Sejarah Pemberontakan Nambi vs Majapahit: Mati karena Fitnah Keji
  • Sejarah Kerajaan Panjalu Kediri: Letak, Pendiri, Raja, & Prasasti

Kemakmuran Kesultanan Aceh membuatnya menjadi incaran bangsa-bangsa Eropa, terutama Portugis. Beberapa kali terjadi konfrontasi antara Aceh dengan Portugis yang didukung Kerajaan Johor yang ada di Semenanjung Malaya.

Portugis berambisi menaklukkan Aceh agar bisa menguasai jalur perdagangan Selat Malaka dan daerah-daerah penghasil lada.

Sultan Iskandar Muda enggan bernegosiasi dengan bangsa-bangsa Barat. Ia menolak permintaan pembelian lada yang ada di pesisir Sumatera bagian barat dari Inggris dan Belanda.

Sayangnya, Kesultanan Aceh Darussalam mulai mengalami kemunduran setelah Sultan Iskandar Muda mangkat pada 1636. Menurut laman Kemendikbud, kemunduran ini akhirnya membuat Kesultanan Aceh hancur secara perlahan.

Baca juga:

  • Sejarah Perang Aceh: Kapan, Penyebab, Proses, Tokoh, & Akhir
  • Pemberontakan Lembu Sora dalam Sejarah Kerajaan Majapahit
  • Perbedaan Animisme-Dinamisme: Sejarah, Pengertian, & Contoh

Faktor Penyebab Runtuhnya Kesultanan Aceh

Beberapa penyebab runtuhnya Kesultanan Aceh Darussalam adalah sebagai berikut:

  1. Tidak adanya pemimpin yang cakap setelah wafatnya Sultan Iskandar Muda.
  2. Terjadi perpecahan internal antara kaum birokrat (bangsawan kerajaan) dengan kaum agama.
  3. Banyak negeri taklukan yang memisahkan diri, termasuk Johor, Pahang, Perlak, Minangkabau, Siak, dan lainnya.
Melemahnya Kesultanan Aceh memberi peluang bagi Belanda untuk masuk dan menanamkan pengaruh. Menurut laman Pemprov Aceh, Belanda mulai menginvasi Kesultanan Aceh melalui Perang Sabi yang berlangsung 30 tahun lamanya sejak 26 Maret 1873.

Jatuhnya banyak korban jiwa dan tidak mampu menaungi Aceh, pemimpin terakhir kesultanan yakni Sultan Muhammad Daud Syah mengumumkan pengakuan kedaulatan Belanda atas Aceh.

Akhirnya, wilayah Kesultanan Aceh Darussalam akhirnya menjadi bagian dari Hindia Timur Belanda (Nederlansch Oost-Indie) atau pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Baca juga:

  • Sejarah Bubarnya VOC: Faktor Penyebab & Daftar Gubernur Jenderal
  • Sejarah Peristiwa Bandung Lautan Api: Penyebab, Kronologi, & Tokoh
  • Kontroversi Sejarah Pemberontakan Ra Semi di Kerajaan Majapahit

Daftar Sultan Aceh Darussalam

  1. Sultan Ali Mughayat | 1514-1528 M
  2. Sultan Salahuddin | 1528-1537 M
  3. Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar | 1537-1568 M
  4. Sultan Sri Alam | 1575-1576 M
  5. Sultan Zain al-Abidin | 1576-1577 M
  6. Sultan Ala’ al-Abidin | 1577-1589 M
  7. Sultan Buyung | 1589-1596 M
  8. Sultan Ala’ al-Din Riayat Syah | 1596-1604 M
  9. Sultan Ali Riayat Syah | 1604-1607 M
  10. Sultan Iskandar Muda | 1607-1636 M
  11. Sultan Iskandar Thani | 1636-1641 M
  12. Sultanah Safi al-Din Taj al Alam | 1641-1675 M
  13. Sultanah Naqvi al-Din Nur al-Alam | 1641-1678 M
  14. Sultanah Zaqqi al-Din Inayat Syah | 1678-1688 M
  15. Sultanah Kamalat Syah Zinat al-Din | 1688-1699
  16. Sultan Badr al-Alam | 1699-1702 M
  17. Sultan Perkasa Alam | 1702-1703 M
  18. Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir | 1703-1726 M
  19. Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din | 1726
  20. Sultan Shyam al-Alam | 1726-1727 M
  21. Sultan Ala‘ al-Din Ahmad | 1727-1735 M
  22. Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah | 1735-1760 M
  23. Sultan Mahmud Syah | 1760-1781 M
  24. Sultan Badr al-Din | 1781-1785 M
  25. Sultan Sulaiman Siah | Sejak 1785 M
  26. Sultan Alauddin Muhammad Daud Syah |
  27. Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam | 1795-1815 dan 1818-1824 M
  28. Sultan Syarif Saif al-Alam | 1815-1818 M
  29. Sultan Muhammad Syah | 1824-1838 M
  30. Sultan Sulaiman Siah | 1838-1857 M
  31. Sultan Mansur Syah | 1857-1870 M
  32. Sultan Mahmud Syah | 1870-1874 M
  33. Sultan Muhammad Daud Syah | 1874-1903 M

Baca juga:

  • Sejarah PETA di Zaman Pendudukan Jepang: Tugas, Tokoh, & Tujuan
  • Biografi Baden Powell: Sejarah & Rangkuman Kisah Bapak Pramuka
  • Biografi Jenderal Sudirman: Sejarah, Peran, Keistimewaan & Jasanya

Baca juga artikel terkait KESULTANAN ACEH DARUSSALAM atau tulisan menarik lainnya Ilham Choirul Anwar
(tirto.id - ica/isw)


Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar

Subscribe for updates Unsubscribe from updates