Berikut yang bukan merupakan klasifikasi kecelakaan menurut sifat luka atau Kelainan adalah

Kecelakaan kerja mencakup klasifikasi luas yang harus diperhatikan perusahaan. Berikut klasifikasi serta solusi untuk mengurangi kecelakaan kerja.

Setiap perusahaan, organisasi, dan badan apa pun yang mempekerjakan orang harus memiliki manajemen risiko terkait kecelakaan kerja. Secara umum, kecelakaan kerja merujuk pada situasi atau kejadian tidak terduga yang terjadi di lokasi kerja atau rute dari dan ke tempat kerja. Dampaknya bisa berupa luka, cacat permanen, serta kematian.

Perusahaan wajib mengetahui jenis-jenis kecelakaan untuk menerapkan kebijakan dan peraturan demi manajemen risiko. Inilah beberapa jenis pengelompokan kecelakaan kerja yang umum.

1. Kecelakaan Kerja Berdasarkan Jenisnya

Kecelakaan kerja berdasarkan jenis sangat beragam. Berbagai tempat kerja memasukkan hal-hal berikut sebagai jenis kecelakaan kerja.

  • Jatuh, tersandung, terpeleset
  • Tertabrak, tertumbuk, terjepit, atau terhantam, baik oleh pekerja lain maupun objek
  • Tersengat listrik
  • Teriris atau terpotong benda tajam
  • Terkena pengaruh suhu ekstrem, baik tinggi maupun rendah
  • Melakukan aktivitas yang terlalu menekan fisik, misalnya gerakan-gerakan yang mencederai otot
  • Terkena efek produk kimiawi, racun, atau radiasi

Dengan mengenali jenis kecelakaan, perusahaan bisa memastikan bahwa pekerja tidak berada di dalam kondisi yang berisiko mengakibatkan kejadian di atas.

2. Kecelakaan Kerja Berdasarkan Penyebab

Klasifikasi kecelakaan kerja berdasarkan penyebab memberi penjelasan terhadap hal-hal berisiko yang ada di tempat kerja tertentu. Berikut beberapa contoh umumnya.

  • Kecelakaan akibat mesin atau alat kerja, misalnya mesin pertambangan, mesin pengolahan produk, alat tukang, dan sebagainya
  • Kecelakaan akibat alat pengangkut, misalnya kendaraan pendukung kegiatan perusahaan dan mesin angkut
  • Kecelakaan akibat lingkungan kerja, misalnya tempat tinggi, area kerja bawah tanah,, area dengan suhu ekstrem (panas atau dingin), area bertekanan tinggi, serta lingkungan kerja yang kurang ideal (kurang pencahayaan, ventilasi buruk, banyak bagian menonjol)
  • Kecelakaan akibat bahan dan zat tertentu, misalnya zat kimia, bahan berbahaya, debu, logam berat, dan radiasi
  • Kecelakaan akibat sumber arus listrik, misalnya komponen elektrik, gardu listrik, dan kabel bertekanan tinggi

Ketika merujuk pada daftar kecelakaan kerja berdasarkan penyebab, perusahaan bisa mengetahui hal-hal yang harus ditingkatkan di lingkungan kerja tersebut. Hal ini termasuk melakukan pemeriksaan secara rutin, memperbaiki hal-hal di lingkungan kerja yang bisa membahayakan, serta memberi alat pengaman dan pelatihan yang sesuai kepada pekerja.

3. Kecelakaan Kerja Berdasarkan Sifat Cedera

Pengelompokan kecelakaan kerja juga harus merujuk pada jenis cedera yang bisa terjadi pada pekerja. Berikut beberapa contoh umum kecelakaan kerja berdasarkan sifat cedera, luka, atau kelainan pada tubuh.

  • Tulang patah, retak, atau bergeser
  • Terkilir, memar, nyeri, dan tegang otot
  • Pendarahan akibat tikaman, goresan, atau tusukan
  • Kerusakan bagian tubuh, hilangnya fungsi bagian tubuh tertentu, dan amputasi
  • Luka dalam
  • Keracunan kronis maupun akut
  • Penurunan fungsi tubuh akibat radiasi atau kontak dengan bahan kimia
  • Luka bakar akibat ledakan, uap panas, api, atau benda cair
  • Terpapar racun, bisa, sampah biologis, bakteri, dan bahan organik lain
  • Kehabisan napas atau mati lemas

Mengenali jenis cedera yang bisa terjadi pada pekerja bisa membantu perusahaan menerapkan kebijakan, peraturan, dan perkakas untuk melindungi pekerja, terutama mereka yang terpapar risiko cedera atau kecelakaan spesifik, misalnya di laboratorium, pabrik bahan kimia, atau manufaktur.

MUTU Institute adalah solusi untuk meningkatkan faktor keamanan dan keselamatan di lingkungan kerja sekaligus mengurangi potensi kecelakaan. Paduan materi menyeluruh, pelatih profesional, serta pengalaman lebih dari 20 tahun membuat MUTU Institute ideal sebagai solusi pelatihan terkait keamanan dan keselamatan kerja di berbagai perusahaan.

Risiko kecelakaan kerja selalu hadir di lokasi kerja apa pun. Akan tetapi, perusahaan bisa mengantisipasinya dengan mengenali jenis-jenis kecelakaan kerja dan membuat kebijakan berdasarkan hal tersebut.

Baca juga: Apa Itu Investigasi Kecelakaan Kerja?

Jadikan MUTU Institute sebagai solusi mengurangi risiko kecelakaan kerja lewat program pelatihan lengkap dan terkini.

Ingin mengikuti Pelatihan/Training? Belum dapat Lembaga Pelatihan yang terpercaya? Segera hubungi kami melalui  atau 081918800013. Ikuti Training sesuai kebutuhan Anda Bersama Kami. Anda dapat mengajukan pelatihan sesuai kebutuhan perusahaan maupun individu. Hubungi Mutu Institute sekarang juga. Follow juga Instagram Mutu Institute di @mutu_institute untuk update pelatihan lainnya.

1. Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut ILO tahun 1962 adalah sebagai berikut:

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan:

a. terjatuh, b. tertimpa benda jatuh, c. tertumbuk atau terkena benda-benda terkecuali benda jatuh, d. terjepit oleh benda, e. gerakan-gerakan melebihi kemampuan, f. pengaruh suhu tinggi, g. terkena arus listrik, h. kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi, serta i. jenis-jenis lain termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi menurut penyebab:

a. mesin, b. alat angkut dan alat angkat, c. peralatan lain, d. bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, e. lingkungan kerja, f. penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut, 43 Analisis persepsi pegawai..., Hesti Novi Iriani, FISIP UI, 2008 g. penyebab-penyebab yang belum temasuk golongan tersebut atau data tak memadai.

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan:

a. patah tulang, b. keseleo, c. regang otot, d. memar dan luka dalam yang lain, e. amputasi, f. luka-luka lain, g. luka di permukaan, h. gegar dan remuk, i. luka bakar, j. keracunan-keracunan mendadak atau akut, k. akibat cuaca, l. mati lemas, m. pengaruh arus listrik, n. pengaruh radiasi, dan o. luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh:

a. kepala, b. leher, c. badan, d. anggota atas, 44 Analisis persepsi pegawai..., Hesti Novi Iriani, FISIP UI, 2008 e. anggota bawah, f. banyak tempat, g. kelainan umum, dan h. letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut. 31 Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan oleh beberapa faktor. Penggolongan menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan terjadinya kecelakaan sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut. Klasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk menggolong-golongkan penyebab menurut kelainan atau luka-luka akibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadi yang diakibatkannya. Kedua hal tersebut membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan, tetapi klasifikasi yang disebut terakhir terutama sangat penting. Penggolongan menurut sifat dan letak luka atau kelainan di tubuh berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci.

c. Keselamatan Kerja

Kaitannya dengan prosedur keselamatan, terdapat empat jenis pemeriksaan pokok yang harus dilakukan oleh personalia, yakni: a. pemeriksaan umum secara ”mendadak” yang mencakup 71 dari jumlah industri, 31 Suma’mur P. K. 2, Op.Cit., hal. 8 45 Analisis persepsi pegawai..., Hesti Novi Iriani, FISIP UI, 2008 b. pemeriksaan tindak-lanjut untuk memeriksa perbaikan-perbaikan, c. pemeriksaan sebagai jawaban terhadap pengaduan-pengaduan pegawai tertentu, dan d. pemeriksaan atas kecelakaan-kecelakaan utama yang telah terjadi. 32 Dalam pemeriksaan ini, lazimnya para pemeriksa tidak diizinkan untuk memberitahukan terlebih dahulu tentang kedatangannya pada lingkungan perusahaan untuk mendapatkan hasil maksimal dari keadaan sebenarnya. Penerapan persyaratan keselamatan kerja secara tepat, masyarakat akan mampu mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Pelaksanaan keselamatan kerja menghindari adanya korban manusia dan mengurangi kerugian harta benda atau kerugian lain atas dasar diskontinuitas produksi. 33 Berhubungan dengan kondisi- kondisi dan situasi di Indonesia, keselamatan kerja dinilai seperti berikut: 1. Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan pegawai. Kecelakaan selain menjadi sebab hambatan-hambatan langsung juga merupakan kerugian-kerugian secara tidak langsung yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja dan lain-lain. Biaya-biaya sebagai akibat kecelakaan kerja, baik langsung atau tidak langsung cukup bahkan kadang-kadang sangat atau terlampau besar sehingga 32 Edwin B. Flippo, Op.cit., hal. 252 33 Payaman J. Simanjuntak, Masalah Ketenagakerjaan Di Indonesia, Jakarta: Departemen Tenaga Kerja RI, 1988, hal. 102 46 Analisis persepsi pegawai..., Hesti Novi Iriani, FISIP UI, 2008 bila diperhitungkan secara nasional hal itu merupakan kehilangan yang berjumlah besar. 2. Analisa kecelakaan secara nasional berdasarkan angka-angka yang masuk atas dasar wajib lapor kecelakaan dan data kompensasinya dewasa ini seolah-olah relatif rendah dibandingkan dengan banyaknya jam kerja pegawai. Kenyataan ini belum benar-benar menggembirakan karena dibalik angka-angka tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan pelaporan dan pencatatan kecelakaan yang perlu penyempurnaan. Selain itu, perlu juga penggarapan kepatuhan kewajiban lapor oleh perusahaan-perusahaan mengenai kecelakaan kerja. 3. Potensi-potensi bahaya yang mengancam keselamatan pada berbagai sektor kegiatan ekonomi jelas dapat diobservasi, misalnya pada sektor industri disertai bahaya-bahaya potensial seperti keracunan-keracunan bahan kimia, kecelakaan-kecelakaan karena mesin, kebakaran, ledakan-ledakan dan lain- lain. 4. Menurut observasi, angka frekuensi untuk kecelakaan-kecelakaan ringan tidak menyebabkan hilangnya hari kerja tetapi hanya jam kerja masih terlalu tinggi. Padahal dengan hilangnya satu atau dua jam sehari berakibat kehilangan jam kerja yang besar secara keseluruhan. 5. Analisa kecelakaan memperlihatkan bahwa untuk setiap kecelakaan ada faktor penyebabnya yang bersumber kepada alat-alat mekanik dan lingkungan serta kepada manusianya sendiri. Untuk mencegah kecelakaan, penyebab-penyebab ini harus dihilangkan. 47 Analisis persepsi pegawai..., Hesti Novi Iriani, FISIP UI, 2008 6. 85 dari sebab-sebab kecelakaan adalah faktor manusia. Maka dari itu, usaha- usaha keselamatan selain ditujukan kepada teknik mekanik juga harus memperhatikan secara khusus aspek manusiawi. Dalam hubungan ini, pendidikan dan penggairahan keselamatan kerja kepada pegawai merupakan sarana penting. 7. Sekalipun upaya-upaya pencegahan telah maksimal, kecelakaan masih mungkin terjadi dan dalam hal inilah adalah besar peranan kompensasi kecelakaan sebagai suatu segi jaminan sosial bagi meringankan beban penderita. 34

1. Organisasi Keselamatan Kerja a. Organisasi Pemerintah

Organisasi keselamatan kerja dalam administrasi pemerintah di tingkat pusat terdapat dalam bentuk Direktorat Pembinaan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Direktorat Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja. Adapun fungsi-fungsi direktorat tersebut antara lain: 1. melaksanakan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma keselamatan kerja di bidang mekanik, 2. melaksanakan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma keselamatan kerja di bidang listrik, 3. melaksanakan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma keselamatan kerja di bidang uap, dan 34 Suma’mur P. K. 1, Op.Cit., hal. 2 48 Analisis persepsi pegawai..., Hesti Novi Iriani, FISIP UI, 2008 4. melaksanakan pembinaan, pengawasan serta penyempurnaan dalam penetapan norma-norma keselamatan kerja di bidang pencegahan kebakaran. 35 Pada tingkat daerah di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja terdapat pengawas-pengawas keselamatan kerja yang memeriksa perusahaan-perusahaan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan persyaratan keselamatan kerja. Selain itu, pengawas perburuhan akan pula memeriksa tentang kecelakaan akibat kerja. Di samping organisasi tersebut, terdapat pula Perum Astek yang berkantor pusat di Jakarta dan cabang-cabangnya di daerah-daerah. Kecelakaan akibat kerja dipertanggungkan kepada perum ini dan perum tersebut akan membayar ganti rugi serta ongkos-ongkos perawatan dan lain-lainnya manakala tertanggung menderita kecelakaan.

b. Organisasi Tingkat Perusahaan

Organisasi keselamatan kerja di tingkat perusahaan ada dua jenis, yaitu: 1. Organisasi sebagai bagian dari struktur organisasi perusahaan yang biasa disebut bidang, bagian dan lain-lain keselamatan kerja. Oleh karena merupakan bagian organisasi perusahaan maka tugas yang diberikan bersifat kontinyu yakni pelaksanaannya menetap dan anggarannya tersendiri, dokter perusahaan dan lain-lain. 2. Panitia Keselamatan Kerja yang terdiri dari wakil pimpinan perusahaan, wakil buruh, teknisi keselamatan kerja, dokter perusahaan dan lain-lain. 35 Suma’mur P.K. 2, Op.Cit., hal. 26 49 Analisis persepsi pegawai..., Hesti Novi Iriani, FISIP UI, 2008 Pembentukan panitia ini dilakukan atas dasar kewajiban yang tercantum di dalam undang-undang. 36 Adapun tujuan keselamatan pada tingkat perusahaan adalah sebagai berikut: 1. pencegahan terjadinya kecelakaan, 2. pencegahan terjadinya penyakit-penyakit akibat kerja, 3. pencegahan atau penekanan menjadi sekecil-kecilnya terjadinya kematian akibat kecelakaan oleh karena pekerjaan, 4. pencegahan atau penekanan menjadi sekecil-kecilnya cacat akibat pekerjaan, 5. pengamanan material, konstruksi, bangunan, alat-alat kerja, mesin-mesin, pesawat-pesawat, instalasi-instalasi dan lain-lain, 6. peningkatan produktivitas kerja atas dasar tingkat keamanan kerja yang tinggi, 7. penghindaran pemborosan tenaga kerja, modal, alat-alat dan sumber produksi lainnya sewaktu bekerja, 8. pemeliharaan tempat kerja yang bersih, sehat, nyaman dan aman, serta 9. peningkatan dan pengamanan produksi dalam rangka industrialisasi dan pembangunan. 37

c. Organisasi-Organisasi Lain

Ikatan Higene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja didirikan pada tanggal 27 Juli 1971 di Jakarta. Tujuan dari ikatan ini adalah: 36 Ibid., hal. 27 37 Ibid. 50 Analisis persepsi pegawai..., Hesti Novi Iriani, FISIP UI, 2008 1. menunjang terlaksananya tugas-tugas pemerintah khususnya di bidang peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan tenaga kerja di perusahaan, industri, perkebunan dan pertanian melalui keselamatan kerja. 2. menuju tercapainya keseragaman tindak di dalam menanggulangi masalah keselamatan kerja. 38 Serta usaha-usaha dari ikatan meliputi: 1. menghimpun dan meningkatkan kerjasama antara para dokter perusahaan, ahli-ahli higene perusahaan dan kesehatan kerja serta ahli-ahli keselamatan kerja di Indonesia, 2. menuju usaha-usaha peningkatan keahlian para anggota dalam bidang-bidang keselamatan kerja dan pengintegrasiannya dalam pembangunan, 3. memajukan usaha-usaha riset, pendidikan dan penerangan dalam bidang- bidang keselamatan kerja, 4. mengusahakan perbaikan kondisi kerja dan taraf hidup tenaga kerja bangsa Indonesia serta mengurangi faktor-faktor sosial yang menjurus kepada kemelaratan dan kemunduran melalui keselamatan kerja, 5. dan lain-lain sebagainya. 39

2. Panitia Keselamatan

Pembentukan Panitia Kesehatan dan Keselamatan diwajibkan di perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan keselamatan melalui kerjasama 38 Ibid. 39 Ibid., hal 28 51 Analisis persepsi pegawai..., Hesti Novi Iriani, FISIP UI, 2008 bipartit, yaitu antara pengusaha dan buruh. Pimpinan perusahaan harus menggunakan Panitia Kesehatan dan Keselamatan untuk menjelaskan kepada buruh tentang kebijaksanaan keselamatan, oleh karena anggota-anggota dari panitia akan meneruskan penjelasan itu kepada mereka. Sebaliknya, buruh akan menyampaikan pandangan-pandangan dan saran-saran kepada pengusaha tentang keselamatan kerja melalui panitia. Panitia ini harus membantu menanamkan kepercayaan buruh terhadap kebijaksanaan keselamatan perusahaan dan membantu pengusaha untuk menghargai pengalaman dari tenaga kerja. Secara singkat, Panitia Keselamatan harus memegang peranan dalam menciptakan saling pengertian dan kerjasama yang baik di antara pengusaha dan buruh demi keselamatan. Panitia Keselamatan beranggotakan wakil-wakil pengusaha dan buruh. Wakil-wakil pengusaha harus meliputi staf yang erat bertalian dengan soal keselamatan seperti pimpinan suatu bagian perusahaan, ahli keselamatan, pimpinan kelompok dan dokter perusahaan. Jumlah anggota yang banyak akan lebih meluaskan perhatian terhadap keselamatan. Anggota-anggota sebagai wakil buruh dapat ditunjuk untuk waktu tertentu yang terkadang mereka dipilih oleh buruh, tetapi terkadang pula dicalonkan oleh perusahaan. Pada perusahaan yang besar dan memiliki cabang perusahaan, perlu terdapat Panitia Keselamatan di pusat dan satu panitia untuk setiap cabang. Sedangkan untuk memperbanyak wakil buruh, dapat ditunjuk anggota-anggota yang erat bertalian dengan acara rapat agar mereka dapat memberikan saran-saran dan mengerti akan persoalan perbaikan-perbaikan yang akan dilaksanakan. 52 Analisis persepsi pegawai..., Hesti Novi Iriani, FISIP UI, 2008

d. Kesehatan Kerja

Walaupun kecelakaan adalah sangat mahal dalam arti ekonomis dan kemanusiaan, tetapi potensi bahaya yang terbesar terletak dalam banyak bahaya kesehatan yang sering diabaikan dalam lingkungan teknologi di setiap perusahaan industri. Selain usaha mencegah pegawai mengalami kecelakaan perusahaan, perlu juga memelihara kesehatan para pegawai employee health. Kesehatan yang dimaksud mencakup kesehatan fisik dan kesehatan mental. Dengan berlandaskan berbagai dasar hukum yang berlaku, ruang lingkup pembinaan dan pengaturan K3 sektor kesehatan meliputi: • K3 di sektor kesehatan atau sarana kesehatan berupa pengamanan dan penyehatan lingkungan kerja, sarana kerja, pegawai beserta cara kerjanya di semua unit kesehatan. • Kesehatan kerja disemua sektor pembangunan berupa penyehatan lingkungan kerja, sarana kerja dan pegawai beserta cara kerjanya di semua unit kerja atau unit produksi. 40 Kesehatan para pegawai bisa terganggu karena penyakit, ketegangan maupun karena kecelakaan. Kesehatan pegawai yang buruk akan mengakibatkan kecenderungan tingkat absensi yang tinggi dan produksi yang rendah. Manfaat dari program kesehatan yang baik akan menguntungkan para pegawai secara material, karena mereka akan lebih jarang absen, bekerja dengan lingkungan yang lebih menyenangkan sehingga secara keseluruhan mereka akan mampu bekerja 40 Soekotjo Joedoatmodjo, Syukri Sahab, et.al., Satu Abad K3: Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia 1900- 2000, Jakarta: Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, 2000, hal. 41 53 Analisis persepsi pegawai..., Hesti Novi Iriani, FISIP UI, 2008 lebih lama, dengan arti lain lebih produktif. Program kesehatan kerja dapat dilakukan dengan penciptaan lingkungan kerja yang sehat untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan produktivitas. Menjadi tujuan umum pembinaan K3 bidang kesehatan yakni meningkatkan kemampuan hidup sehat pegawai guna mencapai derajat kesehatan yang optimal dalam rangka meningkatkan kualitas SDM untuk meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan-kegiatan pengaturan lingkungan kerja ini mencakup pengendalian suara bising, pengaturan penerangan tempat kerja, pengaturan suhu udara, kelembaban udara, pelayanan kebutuhan pegawai, pengaturan penggunaan warna, pemeliharaan kebersihan lingkungan dan penyediaan berbagai fasilitas yang dibutuhkan pegawai seperti kamar mandi, ruang ganti pakaian dan sebagainya. 41 Selain memiliki tujuan umum, pelaksanaan pembinaan K3 di sektor kesehatan juga mempunyai tujuan khusus yakni mengupayakan: 1. terbinanya institusi pembinaan dan pelaksanaan kesehatan kerja; 2. meningkatnya jaringan dan mutu pelayanan kesehatan kerja paripurna; 3. meningkatnya kemandirian hidup sehat pegawai dengan membudayakan Norma Sehat dalam Bekerja; 4. meningkatnya profesionalisme kesehatan kerja bagi para pembina, pelaksana, penggerak dan pendukung program kesehatan; serta 5. tegaknya perangkat hukum dan terlaksananya sistem informasi kesehatan kerja. 42 41 Agus Tulus, Op.Cit., hal. 159 42 Soekotjo Joedoatmodjo, Syukri Sahab, et.al., Op.Cit., hal. 41 54 Analisis persepsi pegawai..., Hesti Novi Iriani, FISIP UI, 2008 Pada dasarnya, berbagai faktor mengenai pekerjaan dan lingkungan kerja dapat membuat tingkat kesehatan seseorang menjadi lebih buruk. Ada pun faktor- faktor tersebut antara lain adalah: • tipe atau jenis pekerjaan itu sendiri, • usaha fisik dan mental yang dituntut dari setiap pegawai, • peralatan dan bahan yang digunakan, • lingkungan kerja, serta • kondisi kerja dan bagaimana pekerjaan itu diatur. Faktor-faktor tersebut selalu terdapat dalam melakukan pekerjaan sehingga harus diakui bahwa hampir tidak ada sesuatu pekerjaan yang bebas dari kemungkinan adanya risiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Beberapa faktor yang membahayakan kesehatan pegawai tersebut dapat dengan mudah diidentifikasi dan dengan demikian usaha-usaha pencegahan dapat diprogramkan. Namun, banyak faktor yang sulit diketahui, maka diperlukan cara-cara yang khusus dan tenaga teknisi yang berpendidikan khusus pula. 43 Gangguan-gangguan pada kesehatan dan daya kerja akibat berbagai faktor dalam pekerjaan bisa dihindarkan, asal saja pegawai dan pimpinan perusahaan ada kemauan baik untuk mencegahnya. Tentu perundang-undangan tidak akan ada faedahnya apabila pimpinan perusahaan tidak melaksanakan ketetapan-ketetapan perundang-undangan itu, juga apabila para pegawai tidak mengambil peranan 43 Payaman J. Simanjuntak, Op.Cit., hal. 105 55 Analisis persepsi pegawai..., Hesti Novi Iriani, FISIP UI, 2008 penting dalam menghindarkan gangguan-gangguan tersebut. Adapun cara-cara mencegah gangguan tersebut antara lain:

1. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang

kurang bahaya atau tidak berbahaya sama sekali.

2. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan ke

dalam ruang kerja agar kadar dari bahan-bahan yang berbahaya oleh pemasukan udara ini lebih rendah daripada kadar yang membahayakan, yakni kadar Nilai Ambang Batas selanjutnya disingkat NAB. NAB adalah kadar yang padanya atau di bawah dari padanya, apabila pegawai-pegawai menghirupnya 8 jam sehari dan 5 hari seminggu, maka tidak akan menimbulkan penyakit atau kelainan.

3. Ventilasi keluar setempat local exhausters, yaitu alat yang biasanya