Bagaimana menanggulangi pengaruh buruk televisi

Bagaimana menanggulangi pengaruh buruk televisi

Bagaimana menanggulangi pengaruh buruk televisi
Lihat Foto

freepik.com

Ilustrasi dampak menonton televisi

KOMPAS.com - Televisi merupakan salah satu media hiburan yang masih memiliki banyak penggemar, di tengah-tengah gencarnya media online. 

Televisi memberikan hiburan sekaligus informasi kepada penonton. Sehingga media televisi tidak terbatas usia, jenis kelamin, atau status sosial.

Sebagai sebuah media, televisi memberikan dampak positif maupun negatif. Tergantung dari individu yang menyikapinya. 

Dikutip dalam buku Awas Tayangan Televisi (2013) oleh E. B. Surbakti, televisi membrikan kontribusi terhadap kemajuan pengetahuan masyarakat. Namun juga memberikan dampak kemerosotan nilai-nilai kehidupan. 

Beberapa fungsi televisi, yakni sebagai media komunikasi, sarana pendidikan, hiburan dan informasi, serta sarana tayangan komersial. 

Baca juga: Dampak Negatif Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Menurut Sutisno dalam buku Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan Radio (1993), televisi adalah sistem komunikasi menggunakan rangkaian gambar elektronik yang ditampilkan secara berurutan dengan menampilkan audio atau suara.

Berikut pengaruh positif dan negatif televisi bagi kehidupan di masyarakat, yakni: 

Pengaruh positif televisi 

Dalam buku Anak vs Media: Kuasailah Media Sebelum Anak Anda Dikuasainya (2008), disebutkan beberapa pengaruh positif televisi, yakni:

Menambah ilmu pengetahuan

Siaran televisi juga bisa menambah ilmu pengetahuan kita tentang bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, hingga politik. Contohnya siaran wisata di Indonesia, yang menambah pengetahuan kita tentang keindahan wilayah Indonesia.

Munculnya kreativitas

Televisi juga memberi pengaruh positif berupa munculnya kreativitas. Beberapa siaran televisi yang sifatnya mendidik bisa menambah kreativitas kita. Contohnya siaran tentang permainan tradisional, yang memunculkan kreativitas untuk membuat permainan tradisional.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Televisi kini sudah menjadi barang wajib di rumah setiap keluarga Indonesia. Kedudukannya setara dengan kompor, lampu, peralatan memasak dan perlengkapan mandi. Bahkan rumah belum bisa dibilang layak huni dan lengkap jika belum ada televisi di dalamnya. Maka jangan heran, jika keluarga yang rumahnya masih mengontrak pun pasti memiliki televisi. Di kost mahasiswa, yang jumlah kamarnya bisa puluhan, jumlah televisinya pun setara dengan jumlah kamarnya.

Karena begitu urgentnya kehadiran televisi di rumah kita, sampai-sampai kegiatan kita sehari-hari pun tidak bisa lepas dari televisi. Bangun tidur, langsung pencet-pencet remote televisi, makan sambil nonton televisi, anak-anak belajar dan mengerjakan PR di depan televisi, mau tidur nonton televisi dulu, bahkan kebanyakan anak-anak kita sampai ketiduran di depan televisi. Orangtua sampai lupa cara mendongeng seperti yang dilakukan orangtua mereka dulu. Semua kegiatan di dalam rumah seolah berpusat di depan televisi, yang memang menjadi ruang keluarga kita.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan televisi, sejauh kita bisa mengatur waktu menonton yang tepat bagi seluruh anggota keluarga, terutama untuk anak-anak. Tetapi masalahnya, kebanyakan keluarga kita tidak memiliki batasan yang jelas dalam menghadapi televisi. Kita menghadirkan gambar kotak itu di rumah kita begitu saja, tanpa ada aturan apa pun yang kita sepakati diantara anggota keluarga, misalnya jam berapa saja televisi boleh ditonton anak-anak, jam berapa televisi mulai diputar, jam berapa televisi harus dimatikan dan acara apa saja yang boleh dan tidak boleh ditonton anak-anak.

Padahal, sebagai salah satu produk budaya massa, televisi atau mata acara televisi tidak bisa kita anggap sebagai sesuatu yang bebas nilai, atau hanya sekedar hiburan semata. Televisi datang ke rumah-rumah kita dengan membawa nilai-nilai yang bermacam-macam, mulai dari yang ringan sampai yang fundamental. Semua informasi yang keluar dari televisi, entah berupa berita maupun cerita (sinetron), semuanya membawa sistem nilai yang belum tentu cocok dengan nilai yang seharusnya dianut keluarga kita.

Belum lagi efek negatif yang banyak ditimbulkan oleh televisi, terutama kepada anak-anak kita. Kita mungkin masih ingat, bagaimana hebatnya acara berbau kekerasan seperti Smack Down, mampu menyihir mata anak-anak kita dan membuat mereka mempraktekkannya kepada temen-temannya sendiri. Akibatnya, jatuhlah korban-korban yang tidak sedikit karena sikap meniru yang ada pada mereka.

Sejak adanya lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), acara-acara seperti Smack Down memang mustahil melanggang begitu saja di televisi. Tetapi bukan berarti bahaya televisi bagi anak-anak hilang begitu saja. Masih banyak acara-acara lain yang jika kita tonton sepintas saja, kesannya tidak akan membawa pengaruh negatif bagi anak-anak, tetapi jika kita cermati, justru mengotori alam bawah sadar mereka dengan perilaku yang kurang baik. Salah satu contohnya sinetron. Bukan hanya sekedar menjual mimpi dan mengada-ada, sinetron kita juga bertaburan dengan umpatan-umpatan dan adegan-adegan yang kurang pantas didengar atau ditonton oleh anak-anak. Karena itu, setiap orangtua harus menyadari dampak negatif bagi anak-anak, dengan begitu mereka akan berusaha membentengi anak-anaknya dari acara-acara yang kurang layak mereka tonton.

Saya yakin, seburuk apa pun pengaruh televisi yang diketahui oleh para orangtua, sangat berat bagi mereka membuang televisi dari rumah, karena mereka sendiri tidak bisa hidup tanpa televisi. Bahkan, bukan mustahil banyak  orangtua yang justru lebih kecanduan televisi dibanding anak-anaknya. Jika demikian, maka orangtua wajib memberikan perhatian khusus kepada acara-acara yang ditonton anak-anaknya.

Untuk meminimalisir efek negatif yang dibawa oleh televisi ke rumah kita, maka sudah selayaknya orangtua memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Buatlah jadwal menonton televisi. Jangan biarkan acara televisi memenuhi seluruh waktu kita berada di rumah. Meskipun hari libur, jadwal menyalakan televisi harus tetap dibuat, agar seluruh anggota keluarga memiliki kesempatan yang intensif untuk berinteraksi dengan anggota keluarga yang lain, dan anak-anak bisa menikmati permainan fisik bersama teman-temannya.

2. Matikan televisi satu atau  setengah jam sebelum jam tidur anak-anak. Ini untuk menghindari anak-anak tertidur di depan televisi. Luangkan waktu untuk menidurkan anak-anak dan menjalin komunikasi dengan mereka sebelum mereka tidur, dengan membacakan mereka cerita atau mendongeng.

3. Orangtua harus menjadi contoh penonton yang baik. Jangan tunjukkan rasa suka Anda yang berlebihan kepada acara-acara favorit Anda, karena dengan begitu mereka akan melihat Anda sebagai pecandu televisi. Dan itu akan selalu diingat dan dicontoh oleh mereka. Faktanya, banyak sekali orangtua yang sempat-sempatnya berebut remote control dengan anak-anaknya demi menyaksikan sinetron kesayangan mereka.


Page 2

Televisi kini sudah menjadi barang wajib di rumah setiap keluarga Indonesia. Kedudukannya setara dengan kompor, lampu, peralatan memasak dan perlengkapan mandi. Bahkan rumah belum bisa dibilang layak huni dan lengkap jika belum ada televisi di dalamnya. Maka jangan heran, jika keluarga yang rumahnya masih mengontrak pun pasti memiliki televisi. Di kost mahasiswa, yang jumlah kamarnya bisa puluhan, jumlah televisinya pun setara dengan jumlah kamarnya.

Karena begitu urgentnya kehadiran televisi di rumah kita, sampai-sampai kegiatan kita sehari-hari pun tidak bisa lepas dari televisi. Bangun tidur, langsung pencet-pencet remote televisi, makan sambil nonton televisi, anak-anak belajar dan mengerjakan PR di depan televisi, mau tidur nonton televisi dulu, bahkan kebanyakan anak-anak kita sampai ketiduran di depan televisi. Orangtua sampai lupa cara mendongeng seperti yang dilakukan orangtua mereka dulu. Semua kegiatan di dalam rumah seolah berpusat di depan televisi, yang memang menjadi ruang keluarga kita.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan televisi, sejauh kita bisa mengatur waktu menonton yang tepat bagi seluruh anggota keluarga, terutama untuk anak-anak. Tetapi masalahnya, kebanyakan keluarga kita tidak memiliki batasan yang jelas dalam menghadapi televisi. Kita menghadirkan gambar kotak itu di rumah kita begitu saja, tanpa ada aturan apa pun yang kita sepakati diantara anggota keluarga, misalnya jam berapa saja televisi boleh ditonton anak-anak, jam berapa televisi mulai diputar, jam berapa televisi harus dimatikan dan acara apa saja yang boleh dan tidak boleh ditonton anak-anak.

Padahal, sebagai salah satu produk budaya massa, televisi atau mata acara televisi tidak bisa kita anggap sebagai sesuatu yang bebas nilai, atau hanya sekedar hiburan semata. Televisi datang ke rumah-rumah kita dengan membawa nilai-nilai yang bermacam-macam, mulai dari yang ringan sampai yang fundamental. Semua informasi yang keluar dari televisi, entah berupa berita maupun cerita (sinetron), semuanya membawa sistem nilai yang belum tentu cocok dengan nilai yang seharusnya dianut keluarga kita.

Belum lagi efek negatif yang banyak ditimbulkan oleh televisi, terutama kepada anak-anak kita. Kita mungkin masih ingat, bagaimana hebatnya acara berbau kekerasan seperti Smack Down, mampu menyihir mata anak-anak kita dan membuat mereka mempraktekkannya kepada temen-temannya sendiri. Akibatnya, jatuhlah korban-korban yang tidak sedikit karena sikap meniru yang ada pada mereka.

Sejak adanya lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), acara-acara seperti Smack Down memang mustahil melanggang begitu saja di televisi. Tetapi bukan berarti bahaya televisi bagi anak-anak hilang begitu saja. Masih banyak acara-acara lain yang jika kita tonton sepintas saja, kesannya tidak akan membawa pengaruh negatif bagi anak-anak, tetapi jika kita cermati, justru mengotori alam bawah sadar mereka dengan perilaku yang kurang baik. Salah satu contohnya sinetron. Bukan hanya sekedar menjual mimpi dan mengada-ada, sinetron kita juga bertaburan dengan umpatan-umpatan dan adegan-adegan yang kurang pantas didengar atau ditonton oleh anak-anak. Karena itu, setiap orangtua harus menyadari dampak negatif bagi anak-anak, dengan begitu mereka akan berusaha membentengi anak-anaknya dari acara-acara yang kurang layak mereka tonton.

Saya yakin, seburuk apa pun pengaruh televisi yang diketahui oleh para orangtua, sangat berat bagi mereka membuang televisi dari rumah, karena mereka sendiri tidak bisa hidup tanpa televisi. Bahkan, bukan mustahil banyak  orangtua yang justru lebih kecanduan televisi dibanding anak-anaknya. Jika demikian, maka orangtua wajib memberikan perhatian khusus kepada acara-acara yang ditonton anak-anaknya.

Untuk meminimalisir efek negatif yang dibawa oleh televisi ke rumah kita, maka sudah selayaknya orangtua memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Buatlah jadwal menonton televisi. Jangan biarkan acara televisi memenuhi seluruh waktu kita berada di rumah. Meskipun hari libur, jadwal menyalakan televisi harus tetap dibuat, agar seluruh anggota keluarga memiliki kesempatan yang intensif untuk berinteraksi dengan anggota keluarga yang lain, dan anak-anak bisa menikmati permainan fisik bersama teman-temannya.

2. Matikan televisi satu atau  setengah jam sebelum jam tidur anak-anak. Ini untuk menghindari anak-anak tertidur di depan televisi. Luangkan waktu untuk menidurkan anak-anak dan menjalin komunikasi dengan mereka sebelum mereka tidur, dengan membacakan mereka cerita atau mendongeng.

3. Orangtua harus menjadi contoh penonton yang baik. Jangan tunjukkan rasa suka Anda yang berlebihan kepada acara-acara favorit Anda, karena dengan begitu mereka akan melihat Anda sebagai pecandu televisi. Dan itu akan selalu diingat dan dicontoh oleh mereka. Faktanya, banyak sekali orangtua yang sempat-sempatnya berebut remote control dengan anak-anaknya demi menyaksikan sinetron kesayangan mereka.


Bagaimana menanggulangi pengaruh buruk televisi

Lihat Inovasi Selengkapnya


Page 3

Televisi kini sudah menjadi barang wajib di rumah setiap keluarga Indonesia. Kedudukannya setara dengan kompor, lampu, peralatan memasak dan perlengkapan mandi. Bahkan rumah belum bisa dibilang layak huni dan lengkap jika belum ada televisi di dalamnya. Maka jangan heran, jika keluarga yang rumahnya masih mengontrak pun pasti memiliki televisi. Di kost mahasiswa, yang jumlah kamarnya bisa puluhan, jumlah televisinya pun setara dengan jumlah kamarnya.

Karena begitu urgentnya kehadiran televisi di rumah kita, sampai-sampai kegiatan kita sehari-hari pun tidak bisa lepas dari televisi. Bangun tidur, langsung pencet-pencet remote televisi, makan sambil nonton televisi, anak-anak belajar dan mengerjakan PR di depan televisi, mau tidur nonton televisi dulu, bahkan kebanyakan anak-anak kita sampai ketiduran di depan televisi. Orangtua sampai lupa cara mendongeng seperti yang dilakukan orangtua mereka dulu. Semua kegiatan di dalam rumah seolah berpusat di depan televisi, yang memang menjadi ruang keluarga kita.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan televisi, sejauh kita bisa mengatur waktu menonton yang tepat bagi seluruh anggota keluarga, terutama untuk anak-anak. Tetapi masalahnya, kebanyakan keluarga kita tidak memiliki batasan yang jelas dalam menghadapi televisi. Kita menghadirkan gambar kotak itu di rumah kita begitu saja, tanpa ada aturan apa pun yang kita sepakati diantara anggota keluarga, misalnya jam berapa saja televisi boleh ditonton anak-anak, jam berapa televisi mulai diputar, jam berapa televisi harus dimatikan dan acara apa saja yang boleh dan tidak boleh ditonton anak-anak.

Padahal, sebagai salah satu produk budaya massa, televisi atau mata acara televisi tidak bisa kita anggap sebagai sesuatu yang bebas nilai, atau hanya sekedar hiburan semata. Televisi datang ke rumah-rumah kita dengan membawa nilai-nilai yang bermacam-macam, mulai dari yang ringan sampai yang fundamental. Semua informasi yang keluar dari televisi, entah berupa berita maupun cerita (sinetron), semuanya membawa sistem nilai yang belum tentu cocok dengan nilai yang seharusnya dianut keluarga kita.

Belum lagi efek negatif yang banyak ditimbulkan oleh televisi, terutama kepada anak-anak kita. Kita mungkin masih ingat, bagaimana hebatnya acara berbau kekerasan seperti Smack Down, mampu menyihir mata anak-anak kita dan membuat mereka mempraktekkannya kepada temen-temannya sendiri. Akibatnya, jatuhlah korban-korban yang tidak sedikit karena sikap meniru yang ada pada mereka.

Sejak adanya lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), acara-acara seperti Smack Down memang mustahil melanggang begitu saja di televisi. Tetapi bukan berarti bahaya televisi bagi anak-anak hilang begitu saja. Masih banyak acara-acara lain yang jika kita tonton sepintas saja, kesannya tidak akan membawa pengaruh negatif bagi anak-anak, tetapi jika kita cermati, justru mengotori alam bawah sadar mereka dengan perilaku yang kurang baik. Salah satu contohnya sinetron. Bukan hanya sekedar menjual mimpi dan mengada-ada, sinetron kita juga bertaburan dengan umpatan-umpatan dan adegan-adegan yang kurang pantas didengar atau ditonton oleh anak-anak. Karena itu, setiap orangtua harus menyadari dampak negatif bagi anak-anak, dengan begitu mereka akan berusaha membentengi anak-anaknya dari acara-acara yang kurang layak mereka tonton.

Saya yakin, seburuk apa pun pengaruh televisi yang diketahui oleh para orangtua, sangat berat bagi mereka membuang televisi dari rumah, karena mereka sendiri tidak bisa hidup tanpa televisi. Bahkan, bukan mustahil banyak  orangtua yang justru lebih kecanduan televisi dibanding anak-anaknya. Jika demikian, maka orangtua wajib memberikan perhatian khusus kepada acara-acara yang ditonton anak-anaknya.

Untuk meminimalisir efek negatif yang dibawa oleh televisi ke rumah kita, maka sudah selayaknya orangtua memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Buatlah jadwal menonton televisi. Jangan biarkan acara televisi memenuhi seluruh waktu kita berada di rumah. Meskipun hari libur, jadwal menyalakan televisi harus tetap dibuat, agar seluruh anggota keluarga memiliki kesempatan yang intensif untuk berinteraksi dengan anggota keluarga yang lain, dan anak-anak bisa menikmati permainan fisik bersama teman-temannya.

2. Matikan televisi satu atau  setengah jam sebelum jam tidur anak-anak. Ini untuk menghindari anak-anak tertidur di depan televisi. Luangkan waktu untuk menidurkan anak-anak dan menjalin komunikasi dengan mereka sebelum mereka tidur, dengan membacakan mereka cerita atau mendongeng.

3. Orangtua harus menjadi contoh penonton yang baik. Jangan tunjukkan rasa suka Anda yang berlebihan kepada acara-acara favorit Anda, karena dengan begitu mereka akan melihat Anda sebagai pecandu televisi. Dan itu akan selalu diingat dan dicontoh oleh mereka. Faktanya, banyak sekali orangtua yang sempat-sempatnya berebut remote control dengan anak-anaknya demi menyaksikan sinetron kesayangan mereka.


Bagaimana menanggulangi pengaruh buruk televisi

Lihat Inovasi Selengkapnya


Page 4

Televisi kini sudah menjadi barang wajib di rumah setiap keluarga Indonesia. Kedudukannya setara dengan kompor, lampu, peralatan memasak dan perlengkapan mandi. Bahkan rumah belum bisa dibilang layak huni dan lengkap jika belum ada televisi di dalamnya. Maka jangan heran, jika keluarga yang rumahnya masih mengontrak pun pasti memiliki televisi. Di kost mahasiswa, yang jumlah kamarnya bisa puluhan, jumlah televisinya pun setara dengan jumlah kamarnya.

Karena begitu urgentnya kehadiran televisi di rumah kita, sampai-sampai kegiatan kita sehari-hari pun tidak bisa lepas dari televisi. Bangun tidur, langsung pencet-pencet remote televisi, makan sambil nonton televisi, anak-anak belajar dan mengerjakan PR di depan televisi, mau tidur nonton televisi dulu, bahkan kebanyakan anak-anak kita sampai ketiduran di depan televisi. Orangtua sampai lupa cara mendongeng seperti yang dilakukan orangtua mereka dulu. Semua kegiatan di dalam rumah seolah berpusat di depan televisi, yang memang menjadi ruang keluarga kita.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan televisi, sejauh kita bisa mengatur waktu menonton yang tepat bagi seluruh anggota keluarga, terutama untuk anak-anak. Tetapi masalahnya, kebanyakan keluarga kita tidak memiliki batasan yang jelas dalam menghadapi televisi. Kita menghadirkan gambar kotak itu di rumah kita begitu saja, tanpa ada aturan apa pun yang kita sepakati diantara anggota keluarga, misalnya jam berapa saja televisi boleh ditonton anak-anak, jam berapa televisi mulai diputar, jam berapa televisi harus dimatikan dan acara apa saja yang boleh dan tidak boleh ditonton anak-anak.

Padahal, sebagai salah satu produk budaya massa, televisi atau mata acara televisi tidak bisa kita anggap sebagai sesuatu yang bebas nilai, atau hanya sekedar hiburan semata. Televisi datang ke rumah-rumah kita dengan membawa nilai-nilai yang bermacam-macam, mulai dari yang ringan sampai yang fundamental. Semua informasi yang keluar dari televisi, entah berupa berita maupun cerita (sinetron), semuanya membawa sistem nilai yang belum tentu cocok dengan nilai yang seharusnya dianut keluarga kita.

Belum lagi efek negatif yang banyak ditimbulkan oleh televisi, terutama kepada anak-anak kita. Kita mungkin masih ingat, bagaimana hebatnya acara berbau kekerasan seperti Smack Down, mampu menyihir mata anak-anak kita dan membuat mereka mempraktekkannya kepada temen-temannya sendiri. Akibatnya, jatuhlah korban-korban yang tidak sedikit karena sikap meniru yang ada pada mereka.

Sejak adanya lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), acara-acara seperti Smack Down memang mustahil melanggang begitu saja di televisi. Tetapi bukan berarti bahaya televisi bagi anak-anak hilang begitu saja. Masih banyak acara-acara lain yang jika kita tonton sepintas saja, kesannya tidak akan membawa pengaruh negatif bagi anak-anak, tetapi jika kita cermati, justru mengotori alam bawah sadar mereka dengan perilaku yang kurang baik. Salah satu contohnya sinetron. Bukan hanya sekedar menjual mimpi dan mengada-ada, sinetron kita juga bertaburan dengan umpatan-umpatan dan adegan-adegan yang kurang pantas didengar atau ditonton oleh anak-anak. Karena itu, setiap orangtua harus menyadari dampak negatif bagi anak-anak, dengan begitu mereka akan berusaha membentengi anak-anaknya dari acara-acara yang kurang layak mereka tonton.

Saya yakin, seburuk apa pun pengaruh televisi yang diketahui oleh para orangtua, sangat berat bagi mereka membuang televisi dari rumah, karena mereka sendiri tidak bisa hidup tanpa televisi. Bahkan, bukan mustahil banyak  orangtua yang justru lebih kecanduan televisi dibanding anak-anaknya. Jika demikian, maka orangtua wajib memberikan perhatian khusus kepada acara-acara yang ditonton anak-anaknya.

Untuk meminimalisir efek negatif yang dibawa oleh televisi ke rumah kita, maka sudah selayaknya orangtua memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Buatlah jadwal menonton televisi. Jangan biarkan acara televisi memenuhi seluruh waktu kita berada di rumah. Meskipun hari libur, jadwal menyalakan televisi harus tetap dibuat, agar seluruh anggota keluarga memiliki kesempatan yang intensif untuk berinteraksi dengan anggota keluarga yang lain, dan anak-anak bisa menikmati permainan fisik bersama teman-temannya.

2. Matikan televisi satu atau  setengah jam sebelum jam tidur anak-anak. Ini untuk menghindari anak-anak tertidur di depan televisi. Luangkan waktu untuk menidurkan anak-anak dan menjalin komunikasi dengan mereka sebelum mereka tidur, dengan membacakan mereka cerita atau mendongeng.

3. Orangtua harus menjadi contoh penonton yang baik. Jangan tunjukkan rasa suka Anda yang berlebihan kepada acara-acara favorit Anda, karena dengan begitu mereka akan melihat Anda sebagai pecandu televisi. Dan itu akan selalu diingat dan dicontoh oleh mereka. Faktanya, banyak sekali orangtua yang sempat-sempatnya berebut remote control dengan anak-anaknya demi menyaksikan sinetron kesayangan mereka.


Bagaimana menanggulangi pengaruh buruk televisi

Lihat Inovasi Selengkapnya