Allah Maha Melihat artinya mampu melihat apa saja dan kita tidak dapat bersembunyi dari penglihatan Allah Maha Melihat disebut juga?

ALLAH SWT memperkenalkan diri-Nya melalui beragam nama yang baik atau indah disebut asmaul husna. Nama-nama tersebut sekaligus menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki-Nya. Salah satu dari 99 asmaul husna ialah Al-Bashīr. 

Hindari menyerupakan makhluk

Secara bahasa Al-Bashīr berarti Zat Yang Maha Melihat. Namun, kita perlu berhati-hati dalam memaknai Al-Bashīr yang merupakan asma Allah agar tidak jatuh pada perbuatan tasybih atau tamtsil (menyerupakan atau menyamakan Allah dengan makhluk). 

Pekerjaan melihat yang dilakukan Allah tentu tidak sama dengan melihat yang dilakukan makhluk. Manusia, misalnya, membutuhkan alat untuk bisa melihat. Alat tersebut ialah mata. Tanpa mata manusia hanyalah mahkluk yang buta. 

Kualitas mata yang dimiliki seorang manusia pun memengaruhi penglihatannya. Bila matanya bermasalah, penglihatannya juga bermasalah. 

Penglihatan manusia serbaterbatas. Manusia tidak mampu melihat sesuatu di luar jarak pandangnya. Manusia tak kuasa pula melihat bagian-bagian batin dari sesuatu. 

Penglihatan manusia pun hanya terarah pada satu titik dan terfokus pada satu peristiwa. Jika melihat ke arah depan, ia tidak bisa sekaligus melihat ke arah belakang. 

Al-Bashir tanpa alat

Allah SWT Maha Melihat tanpa menggunakan alat. Dengan demikian, Allah mustahil buta dan penglihatan Allah senantiasa sempurna. 

Allah dapat melihat sesuatu yang jauh maupun dekat, besar maupun kecil, lahir maupun batin. Sesuatu yang samar, bahkan gaib sekali pun, dapat dilihat Allah sejelas-jelasnya. 

Baca juga: Asmaul Husna: As-Sami Maha Mendengar Semua Suara tanpa Telinga

Istimewanya lagi, penglihatan Allah tidak terbatas pada satu arah dan satu peristiwa. Ini berarti penglihatan Allah bersifat menyeluruh. Andai beberapa peristiwa terjadi dalam waktu yang bersamaan, segalanya tak luput dari penglihatan-Nya. 

Dengan memahami asma Allah satu ini, sepatutnya kita menyadari bahwa Allah melihat segala hal yang kita kerjakan. Tak peduli kita mengajarkan sesuatu di tempat yang ramai ataupun sepi, terlihat ataupun tertutup, Allah senantiasa melihat kita. (OL-14)

Pernahkah kita melihat tulisan di dinding sebuah kantor bahwa ruang ini dipasang CCTV? Tentu saja sering kita saksikan. CCTV memiliki fungsi utama sebagai alat melihat dan mengawasi. Mengawasi keamanan dari pihak-pihak yang akan melakukan kejahatan. Juga melihat kinerja karyawan di lapangan. Orang yang akan melakukan kejahatan akan berpikir lebih keras agar supaya perbuatannya tidak tertangkap oleh CCTV. Demikian pula karyawan yang akan melakukan kecurangan, tentu berpikir keras agar terhindar dari pengawasan CCTV. Sebaliknya, karyawan yang rajin dan memiliki kinerja baik akan diuntungkan oleh kehadiran CCTV karena melalui rekaman itu akan mudah terdeteksi siapa yang berkinerja baik dan kurang. Alat ini mampu melihat setiap orang yang tertangkap kamera secara kasat mata.

Pada bagian lain, terdapat organisasi yang melakukan monitoring karyawan melalui pergerakannya selama di lingkungan kantor. Sejak kedatangan, selama di kantor, hingga waktu meninggalkan kantor. Bahkan mengetahui apa yang diakses, dilihat, ditulis, dan semua aktivitas online-nya terdeteksi dengan detil dan rinci. Salah satu teknologi umum yang dilakukan adalah melalui pemanfaatan log Access Point (AP). AP adalah seperangkat alat yang digunakan untuk melayani kebutuhan internet. Jika setiap orang menggunakan jaringan internet dari AP yang terpasang di setiap area kantor, maka kemana saja dia berpindah, apa saja yang diakses, dibagi, ditulis, ditonton, dan dimainkan (game online), semua akan tercatat pada log aktivitas AP tersebut. Jika semua orang yang mengakses AP menyadari semua ini, tentu dia akan lebih berhati-hati dan menggunakan internet tersebut sebaik mungkin. Berdasarkan ilustrasi AP ini, dapat kita pahami bahwa ia dapat mengawasi setiap orang yang terkoneksi secara tidak kasat mata (tak terlihat).

Kedua contoh di atas dapat kita gunakan untuk merenungkan dua nama Allah di dalam 99 asmaul husna yaitu Al ‘Alim dan Al Khabir. Kedua nama ini sama-sama memiliki makna Maha Mengetahui. Allah mengetahui dengan detil meskipun sesuatu yang lembut (sangat kecil) dan mengetahui apa yang tersirat, sesuatu yang abstrak dan tak terlihat. Tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan Allah SWT.

Al ‘Alim memiliki makna spesifik terhadap sesuatu yang bersifat kongkrit. Meskipun sangat kecil dan tersembunyi. Sebagaimana disebutkan dalam QS Al An’am:59

وَعِنْدَهٗ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ اِلَّا هُوَۗ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِۗ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَاحَبَّةٍ فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” (QS. Al An’am: 59)

Sedangkan Al Khabir lebih memiliki makna mengetahui terhadap sesuatu yang tersirat, abstrak, atau tidak tampak. Seperti yang disebutkan dalam QS Al ‘Adiyat: 10-11

وَحُصِّلَ مَا فِى الصُّدُوْرِۙ

اِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَىِٕذٍ لَّخَبِيْرٌ

10. Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,

11. Sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.

Jika dikembalikan pada contoh organisasi yang memasang CCTV dan menggunakan AP untuk mengawasi siapa saja dan apa saja yang dilakukan oleh orang-orang yang berada pada area terpasang tersebut, ilustrasi tersebut dapat kita gunakan untuk bertafakur kepada Allah dengan keagungan yang tiada banding. Jikalau pun CCTV yang dipasang itu keluaran terbaru dan tercanggih, dilengkapi dengan object recognition dan artificial intelligence sehingga mampu mengetahui apapun yang tertangkap oleh kamera, bahkan apa saja yang terkandung di dalamnya seperti komposisi bahan penyusun obyek yang tertangkap kamera tersebut. Maka, bagaimana dengan Al ‘Alim nya Allah SWT. Kecepatan dan keluasan Ilmu Allah tentu tidak sebanding dengan kecanggihan (atau yang dianggap telah canggih) yang manusia buat. Karena Al ‘Alim nya Allah meliputi segala sesuatu dan segala masa.

Sedangkan teknologi AP bisa kita gunakan untuk bertafakur kepada Allah yang pengetahuannya maha detail, maha terperinci, dan maha mengetahui yang tersembunyi (abstrak). AP yang canggih, meskipun sudah dilengkapi machine learning, artificial intelligence, dan teknologi robotika sekalipun sehingga mampu mengetahui secara mendalam, mengenali motivasi/niat seseorang pada area yang terpasang AP, mampu memprediksi apa yang akan dilakukan setelahnya, bahkan dapat mengenali perasaan dan apa saja yang sedang dipikirkan oleh orang tersebut. Maka, tentu Al Khabir nya Allah SWT yang mengawasi hamba-Nya, jauh lebih hebat dari teknologi apapun yang dibuat oleh manusia.

Kedua asma Allah yang mulia ini harus dapat mengingatkan kita akan kebutuhan muraqabatullah (merasa diawasi oleh Allah SWT). Hal ini mengingatkan kita sebuah kisah ketika Jibril tiba-tiba datang menemui Rasulullah SAW yang sedang duduk di hadapan para sahabatnya. Jibril duduk bersila di hadapan Rasulullah sembari menempelkan kedua lututnya ke lutut Rasulullah SAW seraya bertanya empat hal: Apa itu Iman, Apa itu Islam, Apa itu Ihsan, dan Apakah Qadha dan Qodar itu? Ketika menjawab Ihsan, Rasulullah SAW mengatakan Al Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatnya, dan jika engkau tidak melihat maka Allah pasti melihatmu.

Demikianlah muamalah kita kepada Allah ketika beribadah. Kita diperintahkan untuk menghadirkan perasaan melihat Allah atau perasaan Allah sedang melihat apapun yang kita kerjakan. Maka untuk membantu kita menghadirkan perasaan itu, dengan ilustrasi CCTV dan AP tersebut agaknya relevan dan bisa kita gunakan. Sehingga kita merasa Allah hadir di setiap ibadah kita, juga di setiap perbuatan kita, meskipun kedua contoh teknologi itu tidak bisa dibandingkan dengan hebatnya Al ‘Alim dan Al Khabir nya Allah SWT. Dengan merasa diawasi, maka naluri manusia untuk malu ketahuan keburukannya akan mendorongnya untuk meninggalkan keburukan itu, dan naluri manusia yang senang jika kebaikannya dilihat akan memberi semangat untuk menjalankan kebajikan lebih maksimal.

Wallahu A’lam. Semoga bermanfaat.

Di antara bacaan diambil dari:

https://nidaulfithrah.com/nama-allah-al-aliim-dan-al-khobiir/

https://rumaysho.com/18861-syarhus-sunnah-allah-itu-al-alim-al-khabiir-yang-maha-mengetahui.html

https://muslim.or.id/20969-al-khabir-maha-mengetahui-perkara-yang-tersembunyi.html

Penulis: Kholid Haryono
Dosen Informatika UII

Jurusan Informatika UII menerima kiriman artikel untuk ditampilkan pada Pojok Informatika dan Pojok Dakwah. Ketentuan dan prosedur pengiriman dapat dilihat pada laman berikut.

ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA MAHA MELIHAT

Oleh
Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

Allâh Maha Sempurna dalam semua sifat-Nya. Diantara kesempurnaan sifat-sifat Allâh adalah Allâh Maha melihat; Allâh Azza wa Jalla memiliki asmâul husna, yaitu nama-nama yang paling indah. Setiap nama Allâh memuat sifat. Dan sifat melihat bagi Allâh adalah sifat dzatiyah, yaitu sifat yang selalu ada pada diri Allâh Azza wa Jalla .

DALIL-DALIL AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH
Banyak dalil yang menunjukkan bahwa Allâh Azza wa Jalla memiliki sifat melihat. Di dalam al-Qur’an disebutkan beberapa lafazh, yaitu:

1. Ru’yah (Melihat)
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قَالَ لَا تَخَافَا ۖ إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَىٰ

Allâh berfirman, “Janganlah kamu berdua (Musa dan Harun) khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.” [Thaha/20:46]

2.  Bashar (Melihat)
Allâh Azza wa Jalla berfirman:

قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

Sesungguhnya Allâh telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allâh. Dan Allâh mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allâh Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [Al-Mujadilah/58: 1]

Maha Melihat di dalam ayat ini adalah terjemah dari Bashîr.

Syaikh Shalih Alu Syaikh berkata, “Al-Bashîr adalah bentuk mubâlaghah (bentuk kata dalam bahasa arab yang menunjukkan kesempurnaan) dari al-mubshir (yang melihat). Al-Bashîr artinya yang pandangannya bisa melihat segala sesuatu. Dia bisa mengetahui dan melihat semut hitam yang merayap di kegelapan malam di atas batu hitam. Bahkan Dia melihat urat-urat semut, makanan yang mengalir di dalam tubuhnya. Sebagaimana imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Allâh melihat urat-uratnya” Maha Suci Allâh dan Maha Tinggi. Dengan demikian, berarti penglihatan Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengenai (menimpa) semua yang dilihat”. [Syarh al-Aqîdah al-Wasîthiyah, 1/162]

3. Nazhara ilaa (Melihat)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, ‘Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, “Sesungguhnya Allâh tidak melihat kepada wajah kamu dan harta kamu, akan tetapi Dia melihat hati kamu dan amal kalian.” [HR. Muslim, no. 2564]

Dan tentu sifat melihat Allâh Azza wa Jalla berbeda dengan sifat melihat makhluk, karena sifat Allâh Subhanahu wa Ta’ala itu sempurna, sedangkan sifat makhluk terbatas. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat. [Asy-Syura/42: 11]

Ayat ini menunjukkan wajibnya menolak tamtsîl (perbuatan orang yang menyerupakan Allâh dengan makhluk) dan wajibnya menetapkan adanya nama dan sifat bagi Allâh Azza wa Jalla .

Baca Juga  Definisi Tawakkal

PENJELASAN ULAMA
Sesungguhnya tidak ada perbedaan pendapat di kalangan Ahlus Sunnah tentang wajibnya meyakini sifat melihat bagi Allâh Azza wa Jalla .

Imam Abul Hasan al-Asy’ari rahimahullah (wafat 324 H) berkata:
Mereka (para Ulama) bersepakat bahwa Allâh Azza wa Jalla itu mendengar dan melihat. [Risâlah ilâ Ahlits Tsaghar, hal. 225]

Imam al-Ashbahani rahimahullah (wafat 535 H) berkata:
Wajib atas semua kaum Mukminin untuk menetapkan sifat-sifat yang Allâh telah tetapkan untuk diri-Nya. Bukanlah seorang Mukmin, orang yang menolak (menafikan) apa yang Allâh telah tetapkan untuk diri-Nya di dalam kitab-Nya. Maka, penglihatan Sang Pencipta tidak seperti penglihatan makhluk, dan pendengaran Sang Pencipta tidak seperti pendengaran makhluk. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ

Dan Katakanlah, “Bekerjalah kamu! Maka Allâh dan rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,” [At-Taubah/9: 105]

Penglihatan Allâh Azza wa Jalla kepada umat manusia tidaklah seperti penglihatan Rasûlullâh dan orang-orang Mukmin, walaupun kata “melihat” dipakai untuk semuanya.

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا

Ingatlah ketika dia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya, “Wahai bapakku! Mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? [Maryam/19: 42]

Allâh Maha Agung dan Maha Tinggi dari menyamai sifat apapun dari makhluk-Nya dengan sifat-Nya, atau persamaan perbuatan siapapun dari makhluk-Nya dengan perbuatan-Nya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala melihat apa yang di bawah tanah dan apa yang di bawah bumi yang ketujuh, serta apa yang di langit-langit yang tinggi. Tidak ada sesuatupun yang luput atau tersembunyi dari pandangan-Nya. Dia melihat apa yang berada di dalam lautan dan luasnya, sebagaimana Dia melihat apa yang di langit. Sedangkan manusia hanya melihat apa yang dekat dengan pandangannya, adapun yang jauh tidak mampu mereka lihat. Dan manusia tidak mampu melihat sesuatu yang ada di balik hijab (penghalang).

Terkadang nama itu sama, akan tetapi maknanya berbeda.” [Al-Hujjah fî Bayânil Mahajjah, 1/196-197]

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah (wafat 751 H) berkata:
Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat, Dia memiliki pendengaran dan penglihatan, Dia bisa mendengar dan dan melihat. Tidak ada sesuatupun yang menyamainya dalam pendengaran-Nya dan penglihatan-Nya. [Shawâ’iqul Mursalah, 3/1020]

PENGARUH MENGIMANI SIFAT MELIHAT BAGI ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA
Sesungguhnya keimanan kepada sifat mendengar yang dimiliki oleh Allâh Azza wa Jalla banyak pengaruhnya pada diri manusia. Diantaranya:

1. Mengetahui kesempurnaan Allâh Azza wa Jalla.
Dengan mengimani sifat melihat bagi Allâh Azza wa Jalla , maka itu menunjukkan kesempurnaan Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Dengan sifat-sifat-Nya yang sempurna menunjukkan bahwa Dia berhak diibadahi. Oleh karena itu, Nabi Ibrahim Alaihissallam menjelaskan ketidaksempurnaan tuhan yang disembah oleh bapaknya, dengan keadaannya yang tidak bisa mendengar dan tidak bisa melihat, serta tidak memberi manfaat sedikitpun. [Lihat: Rasâ-il Syaikh al-Hamd fil ‘Aqîdah, 2/12, dengan penomoran Syamilah]

Baca Juga  Hubungan Antara 'Aqidah dan Syari'at

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا

Ingatlah ketika dia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya, “Wahai bapakku! Mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun? [Maryam/19: 42]

2. Beribadah dengan sebaik-baiknya
Ketika seorang hamba mengetahui bahwa Rabbnya itu selalu melihatnya, maka  dia bersemangat untuk beribadah kepada-Nya dengan sebaik-baiknya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ ﴿٢١٧﴾ الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ ﴿٢١٨﴾ وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ ﴿٢١٩﴾ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Dan bertawakkAllâh kepada (Allâh) Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, Yang melihat-mu ketika kamu berdiri (untuk shalat), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sesungguhnya Dia adalah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Asy-Syu’arâ/26: 217-220]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan derajat ihsan kepada Malaikat Jibril Alaihissallam dengan mengatakan:

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

Engkau beribadah kepada Allâh seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia selalu melihatmu”. [HR. Muslim, no. 8]

3. Takut Berbuat Kezhaliman dan Melanggar Larangan Allâh.
Ketika seorang hamba mengetahui bahwa Rabbnya itu Maha Melihat, maka dia akan selalu menjaga diri jangan sampai berbuat zhalim kepada orang lain atau melanggar larangan Allâh. Karena setiap saat Allâh Subhanahu wa Ta’ala melihatnya dan setiap saat berkuasa mendatangkan siksa-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَىٰ ﴿٩﴾ عَبْدًا إِذَا صَلَّىٰ ﴿١٠﴾ أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَىٰ ﴿١١﴾ أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَىٰ ﴿١٢﴾ أَرَأَيْتَ إِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ ﴿١٣﴾ أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَىٰ ﴿١٤﴾ كَلَّا لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ لَنَسْفَعًا بِالنَّاصِيَةِ

Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika mengerjakan shalat, bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allâh)? Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling? Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allâh melihat segala perbuatannya? Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya! [Al-‘Alaq/96: 9-15]

Inilah sedikit penjelasan tentang sifat melihat bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala .
Semoga bermnafaat bagi kita semua

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XX/1438H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

  1. Home
  2. /
  3. Bahasan : Aqidah
  4. /
  5. Allâh Subhanahu wa Ta’ala...