Saya punya teman bernama I Gusti …., kalian bisa tebak berasal dari mana? tentu saja dia adalah orang bali. Sama seperti seperti Cokorda, Anak Agung, Ida Bagus, Dewa Gede, Ketut, Wayan, Kadek, Komang, dsb. Nah namanya sendiri di belakang gelar atau setelah sebutan “umum” tersebut. Show
Bali merupakan salah satu wilayah Indonesia yang masyarakatnya masih memegang teguh budaya serta kepercayaan secara turun temurun hingga saat ini. Termasuk ketika memberikan nama, dimana harus memenuhi aturan adat dan itulah menjadikan identitas terkuat masyarakat Bali. Sebaiknya kamu mengenal dulu apasih perbedaan gelar dan nama kasta orang bali. Gelar yang disematkan masyarakat bali bukan sembarangan, gelar merupakan kehormatan & bukan hanya sebutan. Orang pulau dewata sepakat dengan nama “berkasta” dan sebutan orang biasa “tidak berkasta. Berikut adalah salah satu keragaman budaya bali yang hingga kini masih eksis sampai sekarang. Urutan Kasta di BaliSecara garis besar karena bali banyak penganut agama Hindu, sehingga masyarakat Bali mengenal sistem kasta. Sistem kasta berlangsung hingga kini, kasta menjadi warisan secara turun-temurun dari para leluhur masyarakat bali. Terdapat 4 urutan kasta yang ada dimiliki warga Bali, yaitu : Brahmana, Kesatria, Waisya dan Sudra. Nama Orang Bali Kasta / Gelar BrahmanaGolongan brahmana sangat dihormati masyarakat karena mereka termasuk ahli agama dan ilmu pengetahuan. Brahmana merupakan kasta tertinggi di bali tugas mereka dulunya adalah sebagai penasehat raja dan sekarang biasanya memimpin upacara keagamaan. Nama seperti Ida Bagus (gelar laki-laki) dan Ida Ayu (gelar perempuan ) adalah sebutan bagi mereka dengan gelar untuk kasta brahmana. Masyarakan bali sendiri membagi dalam beberapa golongan seperti Bujangga, Kayusunia, Kemenuh, Keniten, Manuaba, Mas, Patapan dan Siwa. Ada juga keunikan lain seperti di wilayah Karangasem – Bali, dimana seseorang Brahmana turun kasta menjadi seorang Waisya atau Sudra maka namanya menjadi kombinasi Ida (Brahmana) Wayan (Waisya dan Sudra) Sumitra Wira. Dua Gelar BrahmanaSelain “gelar umum” seorang brahmana yang terlihat dari nama awal, masyarakat bali memberikan gelar berdasarkan tugas atau fungsi brahmana itu sendiri, yaitu :
Nama Orang Bali Kasta / Gelar KesatriaGelar kedua yang dikenal masyarakat bali adalah Kesatria, orang dengan gelar ini punya tanggung jawab khusus dalam pemerintahan. Gelar “ningrat” punya tanggung jawab sebagai pembesar kerajaan. Awalan namanya Anak Agung (laki-laki) disingkat gung serta Anak Agung Ayu atau Anak Agung Istri (perempuan). Orang dengan sebutan ini artinya mereka memiliki gelar bangsawan bali. Jika menelisik lebih dalam kasta kesatria ini masih dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
Jadi dewa adalah gelar untuk kasta kesatria, selain gelar-gelar satria tersebut, ada juga gelar bangsawan : Dewa Agung (Klungkung), Anak Agung (Buleleng, Jembrana, Bangli, dan Gianyar), Anak Agung Agung Anglurah (Karangasem) dan Tjokorda/cokorda (Tabanan dan Badung). Gelar ini hadir saat belanda memberikan jabatan kebangsawanan. Penobatan raja saat itu hanya boleh bagi mereka yang berasal dari gelar Gusti dan Dewa. Nama Orang Bali Kasta / Gelar WaiysaKasta waisya dengan gelar gusti bagus (laki-laki) & gusti ayu (perempuan) bisa dari mereka yang punya profesi sebagai pengusaha, prajurit atau kelompok pekerja. Nama Orang Bali Kasta / Gelar SudraJika ditilik dari nama memang berbeda, tapi sebutan ini bukan gelar melainkan penanda urutan kelahiran. Artinya nama Wayan atau Putu (anak pertama), Made atau Kadek (anak kedua), Nyoman atau Komang (anak ketiga) dan Ketut (anak keempat) adalah sebutan orang biasa dalam masyarakat bali. Itulah nama orang bali berdasarkan kasta yang menjadi salah kekayaan yang dimiliki Indonesia. Sistem kasta Bali merupakan suatu sistem organisasi sosial yang mirip dengan sistem kasta India. Kemiripan ini mampu terjadi karena kedua sistem ini berasal dari akar yang sama, yaitu kekeliruan dalam penerapan sistem Warna yang berasal dari Veda. Akan tetapi, sistem kasta India jauh bertambah melilit daripada Bali, dan hanya berada empat kasta dalam sistem kasta Bali. Empat kasta Bali selang lain:
Beragam macam sistem kasta di BaliCaturwangśaPembagian kasta yang mengikuti sistem kasta di India, yaitu Brahmāna, Kşatriya, Waisya, dan Sudra. Selain itu, Bali juga mengenal istilah jaba atau "luar", yaitu orang-orang yang berada di luar keempat kasta tersebut.[2] Di dalam masyarakat Hindu dikenal beradanya sistem warna,yaitu suatu sistem pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi yang ditekuni, bakat dan keahlian yang dikuasai. Pada perkembangannya, sistem warna dari agama Hindu ini sering diselewengkan oleh penguasa penguasa feodal dan pengikut pengikutnya untuk melanggengkan pengaruh politisnya dimasyarakat. Sistem warna yang merupakan pengelompokan orang berdasarkan tugas dan kewajiban yang dijalankan di dalam kehidupan bermasyarakat berubah menjadi tingkatan-tingkatan yang membedakan derajat seseorang berdasarkan keturunan. Ide dasar dari sistem ini, yaitu pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi dan keahlian, sering atau bahkan terabaikan sama sekali. Tingkatan-tingkatan kelas inilah yang yang belakang sekali dikata dengan kasta. Berbeda dengan sistem Warna yang berasal dari nasihat Veda, sistem kasta yang sering tersamarkan dengan keberadaan sistem warna ini, merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa portugis yang berarti tembok pemisah. Penerapan politik devide et impera pada masa pendudukan Hindia Belanda menciptakan sistem kasta dalam masyarakat Hindu Bali menjadi semakin kuat dan bahkan menggeser pengertian sistem warna yang asli. Terdapat empat kasta dalam masyarakat Bali yang diambil dari sistem warna, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dari keempat kasta tersebut yang tertinggi menurut sistem kasta merupakan Brahmana, karena dalam buku ke-10 Rig-Veda yang memuat tentang sistem warna tertulis: “golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahmana, golongan Ksatria dari tanganya, Waisya dari paha atau perutnya, Sudra keluar dari telapak kakinya”. Karena inilah sistem kasta yang mengadopsi sistem warna, yang belakang sekali menganggap golongan Brahmana sebagai yang tertinggi. Berbeda dengan keyakinan dasar agama Hindu yang memandang seluruh warna dalam masyarakat sama sama memiliki nilai penting masing masing,sama halnya seperti seluruh anggota tubuh dalam kehidupan: seluruh merupakan sama penting,sama sama bermanfaat serta saling menunjang satu sama lainnya,sehingga tidak berada anggota tubuh yang bertambah rendah nilainya dari anggota yang yang lain, atau sebaliknya;lebih luhur dari yang yang lain.Ini jelas sangat berbeda dengan apa yang yang belakang sekali diimplementasikan oleh sistem kasta,yang beranggapan sebagai: brahmana yang tertinggi karena kepala merupakan anggota tubuh teratas, dan sudra merupakan kaki, maka paling rendah derajatnya. Guna kiasan yang mengatakan bahwa golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahma merupakan bahwa golongan Brahmana merupakan guru rakyat, karena mulut merupakan aliran buah cara melakukan sesuatu. Oleh karena itu, golongan Brahmana merupakan kasta tertinggi yang suaranya wajib didengar dan ditaati. Golongan ini terdiri atas para pendeta dan pimpinan agama. Tugasnya menjalankan upacara-upacara keagamaan. Golongan Ksatria yang dituturkan keluar dari tangan Brahma berarti, berarti bahwa golongan Ksatria menjadi golongan pemerintah, karena tangan diperlukan untuk memanggul senjata pada ketika peperangan menahan serangan musuh. Golongan Ksatria terdiri dari raja, bangwasan, dan prajurit. Tugasnya menjalankan pemerintahan. Kasta Waisya keluar dari perut atau paha Dewa Brahma. Paha berfungsi membawa tubuh dari suatu tempat ke tempat lain. Oleh karena itu, Kasta Waisya terdiri dari pada pedagang yang membawa jualan ke beragam tempat. Dengan kata lain kasta Waisya bekerja menjalankan roda perekonomian. Kasta Sudra keluar dari telapak kaki Dewa Brahma. Kaki merupakan anggota tubuh yang paling di bawah, maka kasta Sudra menjadi kasta yang paling rendah kedudukannya dan wajib meladeni kasta-kasta yang berada di atasnya. TriwangśaPembagian kasta dengan hanya mengambil tiga kasta teratas dari sistem Caturwangśa. Menurut Kamus Luhur Bahasa Indonesia, triwangsa (tri·wang·sa) tergolong dalam [kata benda]] yang memiliki guna "tiga kasta (Brahmana, Kesatria, Waisya)".[3] Berdasarkan triwangsa, seluruh gelar diperoleh secara askriptif atau turun-menurun dan ditentukan berdasarkan garis keturunan.[4] Pola triwangsa masyarakat Bali memengaruhi kehidupan kerajaan Mataram, Lombok. Pengaruh terutama terlihat pada pemakaian gelar ( gelar raja-raja, Anak Agung,cokorda,gusti dan lain lain.)Pola hubungan sosial, pelaksanaan upacara, ritual kerajaan.[4] Walaupun disadari sebagai adat salah kaprah, dan kekeliruan dalam penafsiran sitem Varna yang berasal dari nasihat veda, tetapi jumlah pula yang berusaha untuk tetap melestarikan sistem ini.Dengan argumen melestarikan norma budaya adat dan agama, mereka mengungkapkan jumlah argumen alasan sebagai pembenar. Seperti yang diungkapkan dalam buku Kelola Nama Orang Bali halaman 91 "..... Oleh karena itu, warisilah sistem kelola nama yang sudah berada ini sebagai warisan adat tradisi lisan yang meng-ajeg-kan bali,karena soal nama dan kelola gelarnya tidak akan mungkin dihapus di jagat bali ini walaupun seluruh itu dianggap berasal dari cast pemberian penjajah belanda.Wajarlah belanda sebagai penguasa mau mengatur wilayah jajahan dan dijarahnya..." bertambah jauh penulis yang belakang sekali menambahkan "...Bagi kita di Bali, karena sistem kelola nama ini merupakan warisan yang turun temurun berdasar pemikiran norma budaya istiadat Hindu maka penerapannya hingga kini sudah menjadi merasuk di setiap insan orang Bali.Sistem kelola nama dengan kelola gelar berdasarkan caturwangsa ini tidak mungkin diubah total dengan caturwarna..." Pembagian berdasarkan golonganPembagian berdasarkan golongan adalah:[2]
Catatan kakiedunitas.com Page 2Sistem kasta Bali merupakan suatu sistem organisasi sosial yang mirip dengan sistem kasta India. Kemiripan ini mampu terjadi karena kedua sistem ini berasal dari akar yang sama, yaitu kekeliruan dalam penerapan sistem Warna yang berasal dari Veda. Akan tetapi, sistem kasta India jauh bertambah melilit daripada Bali, dan hanya berada empat kasta dalam sistem kasta Bali. Empat kasta Bali selang lain:
Beragam macam sistem kasta di BaliCaturwangśaPembagian kasta yang mengikuti sistem kasta di India, yaitu Brahmāna, Kşatriya, Waisya, dan Sudra. Selain itu, Bali juga mengenal istilah jaba atau "luar", yaitu orang-orang yang berada di luar keempat kasta tersebut.[2] Di dalam masyarakat Hindu dikenal beradanya sistem warna,yaitu suatu sistem pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi yang ditekuni, bakat dan keahlian yang dikuasai. Pada perkembangannya, sistem warna dari agama Hindu ini sering diselewengkan oleh penguasa penguasa feodal dan pengikut pengikutnya untuk melanggengkan pengaruh politisnya dimasyarakat. Sistem warna yang merupakan pengelompokan orang berdasarkan tugas dan kewajiban yang dijalankan di dalam kehidupan bermasyarakat berubah menjadi tingkatan-tingkatan yang membedakan derajat seseorang berdasarkan keturunan. Ide dasar dari sistem ini, yaitu pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi dan keahlian, sering atau bahkan terabaikan sama sekali. Tingkatan-tingkatan kelas inilah yang yang belakang sekali dikata dengan kasta. Berbeda dengan sistem Warna yang berasal dari nasihat Veda, sistem kasta yang sering tersamarkan dengan keberadaan sistem warna ini, merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa portugis yang berarti tembok pemisah. Penerapan politik devide et impera pada masa pendudukan Hindia Belanda menciptakan sistem kasta dalam masyarakat Hindu Bali menjadi semakin kuat dan bahkan menggeser pengertian sistem warna yang asli. Terdapat empat kasta dalam masyarakat Bali yang diambil dari sistem warna, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dari keempat kasta tersebut yang tertinggi menurut sistem kasta merupakan Brahmana, karena dalam buku ke-10 Rig-Veda yang memuat tentang sistem warna tertulis: “golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahmana, golongan Ksatria dari tanganya, Waisya dari paha atau perutnya, Sudra keluar dari telapak kakinya”. Karena inilah sistem kasta yang mengadopsi sistem warna, yang belakang sekali menganggap golongan Brahmana sebagai yang tertinggi. Berbeda dengan keyakinan dasar agama Hindu yang memandang seluruh warna dalam masyarakat sama sama memiliki nilai penting masing masing,sama halnya seperti seluruh anggota tubuh dalam kehidupan: seluruh merupakan sama penting,sama sama bermanfaat serta saling menunjang satu sama lainnya,sehingga tidak berada anggota tubuh yang bertambah rendah nilainya dari anggota yang yang lain, atau sebaliknya;lebih luhur dari yang yang lain.Ini jelas sangat berbeda dengan apa yang yang belakang sekali diimplementasikan oleh sistem kasta,yang beranggapan sebagai: brahmana yang tertinggi karena kepala merupakan anggota tubuh teratas, dan sudra merupakan kaki, maka paling rendah derajatnya. Guna kiasan yang mengatakan bahwa golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahma merupakan bahwa golongan Brahmana merupakan guru rakyat, karena mulut merupakan aliran buah cara melakukan sesuatu. Oleh karena itu, golongan Brahmana merupakan kasta tertinggi yang suaranya wajib didengar dan ditaati. Golongan ini terdiri atas para pendeta dan pimpinan agama. Tugasnya menjalankan upacara-upacara keagamaan. Golongan Ksatria yang dituturkan keluar dari tangan Brahma berarti, berarti bahwa golongan Ksatria menjadi golongan pemerintah, karena tangan diperlukan untuk memanggul senjata pada ketika peperangan menahan serangan musuh. Golongan Ksatria terdiri dari raja, bangwasan, dan prajurit. Tugasnya menjalankan pemerintahan. Kasta Waisya keluar dari perut atau paha Dewa Brahma. Paha berfungsi membawa tubuh dari suatu tempat ke tempat lain. Oleh karena itu, Kasta Waisya terdiri dari pada pedagang yang membawa jualan ke beragam tempat. Dengan kata lain kasta Waisya bekerja menjalankan roda perekonomian. Kasta Sudra keluar dari telapak kaki Dewa Brahma. Kaki merupakan anggota tubuh yang paling di bawah, maka kasta Sudra menjadi kasta yang paling rendah kedudukannya dan wajib meladeni kasta-kasta yang berada di atasnya. TriwangśaPembagian kasta dengan hanya mengambil tiga kasta teratas dari sistem Caturwangśa. Menurut Kamus Luhur Bahasa Indonesia, triwangsa (tri·wang·sa) tergolong dalam [kata benda]] yang memiliki guna "tiga kasta (Brahmana, Kesatria, Waisya)".[3] Berdasarkan triwangsa, seluruh gelar diperoleh secara askriptif atau turun-menurun dan ditentukan berdasarkan garis keturunan.[4] Pola triwangsa masyarakat Bali memengaruhi kehidupan kerajaan Mataram, Lombok. Pengaruh terutama terlihat pada pemakaian gelar ( gelar raja-raja, Anak Agung,cokorda,gusti dan lain lain.)Pola hubungan sosial, pelaksanaan upacara, ritual kerajaan.[4] Walaupun disadari sebagai adat salah kaprah, dan kekeliruan dalam penafsiran sitem Varna yang berasal dari nasihat veda, tetapi jumlah pula yang berusaha untuk tetap melestarikan sistem ini.Dengan argumen melestarikan norma budaya adat dan agama, mereka mengungkapkan jumlah argumen alasan sebagai pembenar. Seperti yang diungkapkan dalam buku Kelola Nama Orang Bali halaman 91 "..... Oleh karena itu, warisilah sistem kelola nama yang sudah berada ini sebagai warisan adat tradisi lisan yang meng-ajeg-kan bali,karena soal nama dan kelola gelarnya tidak akan mungkin dihapus di jagat bali ini walaupun seluruh itu dianggap berasal dari cast pemberian penjajah belanda.Wajarlah belanda sebagai penguasa mau mengatur wilayah jajahan dan dijarahnya..." bertambah jauh penulis yang belakang sekali menambahkan "...Bagi kita di Bali, karena sistem kelola nama ini merupakan warisan yang turun temurun berdasar pemikiran norma budaya istiadat Hindu maka penerapannya hingga kini sudah menjadi merasuk di setiap insan orang Bali.Sistem kelola nama dengan kelola gelar berdasarkan caturwangsa ini tidak mungkin diubah total dengan caturwarna..." Pembagian berdasarkan golonganPembagian berdasarkan golongan adalah:[2]
Catatan kakiedunitas.com Page 3Sistem kasta Bali merupakan suatu sistem organisasi sosial yang mirip dengan sistem kasta India. Kemiripan ini mampu terjadi karena kedua sistem ini berasal dari akar yang sama, yaitu kekeliruan dalam penerapan sistem Warna yang berasal dari Veda. Akan tetapi, sistem kasta India jauh bertambah melilit daripada Bali, dan hanya berada empat kasta dalam sistem kasta Bali. Empat kasta Bali selang lain:
Beragam macam sistem kasta di BaliCaturwangśaPembagian kasta yang mengikuti sistem kasta di India, yaitu Brahmāna, Kşatriya, Waisya, dan Sudra. Selain itu, Bali juga mengenal istilah jaba atau "luar", yaitu orang-orang yang berada di luar keempat kasta tersebut.[2] Di dalam masyarakat Hindu dikenal beradanya sistem warna,yaitu suatu sistem pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi yang ditekuni, bakat dan keahlian yang dikuasai. Pada perkembangannya, sistem warna dari agama Hindu ini sering diselewengkan oleh penguasa penguasa feodal dan pengikut pengikutnya untuk melanggengkan pengaruh politisnya dimasyarakat. Sistem warna yang merupakan pengelompokan orang berdasarkan tugas dan kewajiban yang dijalankan di dalam kehidupan bermasyarakat berubah menjadi tingkatan-tingkatan yang membedakan derajat seseorang berdasarkan keturunan. Ide dasar dari sistem ini, yaitu pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi dan keahlian, sering atau bahkan terabaikan sama sekali. Tingkatan-tingkatan kelas inilah yang yang belakang sekali dikata dengan kasta. Berbeda dengan sistem Warna yang berasal dari nasihat Veda, sistem kasta yang sering tersamarkan dengan keberadaan sistem warna ini, merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa portugis yang berarti tembok pemisah. Penerapan politik devide et impera pada masa pendudukan Hindia Belanda menciptakan sistem kasta dalam masyarakat Hindu Bali menjadi semakin kuat dan bahkan menggeser pengertian sistem warna yang asli. Terdapat empat kasta dalam masyarakat Bali yang diambil dari sistem warna, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dari keempat kasta tersebut yang tertinggi menurut sistem kasta merupakan Brahmana, karena dalam buku ke-10 Rig-Veda yang memuat tentang sistem warna tertulis: “golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahmana, golongan Ksatria dari tanganya, Waisya dari paha atau perutnya, Sudra keluar dari telapak kakinya”. Karena inilah sistem kasta yang mengadopsi sistem warna, yang belakang sekali menganggap golongan Brahmana sebagai yang tertinggi. Berbeda dengan keyakinan dasar agama Hindu yang memandang seluruh warna dalam masyarakat sama sama memiliki nilai penting masing masing,sama halnya seperti seluruh anggota tubuh dalam kehidupan: seluruh merupakan sama penting,sama sama bermanfaat serta saling menunjang satu sama lainnya,sehingga tidak berada anggota tubuh yang bertambah rendah nilainya dari anggota yang yang lain, atau sebaliknya;lebih luhur dari yang yang lain.Ini jelas sangat berbeda dengan apa yang yang belakang sekali diimplementasikan oleh sistem kasta,yang beranggapan sebagai: brahmana yang tertinggi karena kepala merupakan anggota tubuh teratas, dan sudra merupakan kaki, maka paling rendah derajatnya. Guna kiasan yang mengatakan bahwa golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahma merupakan bahwa golongan Brahmana merupakan guru rakyat, karena mulut merupakan aliran buah cara melakukan sesuatu. Oleh karena itu, golongan Brahmana merupakan kasta tertinggi yang suaranya wajib didengar dan ditaati. Golongan ini terdiri atas para pendeta dan pimpinan agama. Tugasnya menjalankan upacara-upacara keagamaan. Golongan Ksatria yang dituturkan keluar dari tangan Brahma berarti, berarti bahwa golongan Ksatria menjadi golongan pemerintah, karena tangan diperlukan untuk memanggul senjata pada ketika peperangan menahan serangan musuh. Golongan Ksatria terdiri dari raja, bangwasan, dan prajurit. Tugasnya menjalankan pemerintahan. Kasta Waisya keluar dari perut atau paha Dewa Brahma. Paha berfungsi membawa tubuh dari suatu tempat ke tempat lain. Oleh karena itu, Kasta Waisya terdiri dari pada pedagang yang membawa jualan ke beragam tempat. Dengan kata lain kasta Waisya bekerja menjalankan roda perekonomian. Kasta Sudra keluar dari telapak kaki Dewa Brahma. Kaki merupakan anggota tubuh yang paling di bawah, maka kasta Sudra menjadi kasta yang paling rendah kedudukannya dan wajib meladeni kasta-kasta yang berada di atasnya. TriwangśaPembagian kasta dengan hanya mengambil tiga kasta teratas dari sistem Caturwangśa. Menurut Kamus Luhur Bahasa Indonesia, triwangsa (tri·wang·sa) tergolong dalam [kata benda]] yang memiliki guna "tiga kasta (Brahmana, Kesatria, Waisya)".[3] Berdasarkan triwangsa, seluruh gelar diperoleh secara askriptif atau turun-menurun dan ditentukan berdasarkan garis keturunan.[4] Pola triwangsa masyarakat Bali memengaruhi kehidupan kerajaan Mataram, Lombok. Pengaruh terutama terlihat pada pemakaian gelar ( gelar raja-raja, Anak Agung,cokorda,gusti dan lain lain.)Pola hubungan sosial, pelaksanaan upacara, ritual kerajaan.[4] Walaupun disadari sebagai adat salah kaprah, dan kekeliruan dalam penafsiran sitem Varna yang berasal dari nasihat veda, tetapi jumlah pula yang berusaha untuk tetap melestarikan sistem ini.Dengan argumen melestarikan norma budaya adat dan agama, mereka mengungkapkan jumlah argumen alasan sebagai pembenar. Seperti yang diungkapkan dalam buku Kelola Nama Orang Bali halaman 91 "..... Oleh karena itu, warisilah sistem kelola nama yang sudah berada ini sebagai warisan adat tradisi lisan yang meng-ajeg-kan bali,karena soal nama dan kelola gelarnya tidak akan mungkin dihapus di jagat bali ini walaupun seluruh itu dianggap berasal dari cast pemberian penjajah belanda.Wajarlah belanda sebagai penguasa mau mengatur wilayah jajahan dan dijarahnya..." bertambah jauh penulis yang belakang sekali menambahkan "...Bagi kita di Bali, karena sistem kelola nama ini merupakan warisan yang turun temurun berdasar pemikiran norma budaya istiadat Hindu maka penerapannya hingga kini sudah menjadi merasuk di setiap insan orang Bali.Sistem kelola nama dengan kelola gelar berdasarkan caturwangsa ini tidak mungkin diubah total dengan caturwarna..." Pembagian berdasarkan golonganPembagian berdasarkan golongan adalah:[2]
Catatan kakiedunitas.com Page 4Sistem kasta Bali merupakan suatu sistem organisasi sosial yang mirip dengan sistem kasta India. Kemiripan ini mampu terjadi karena kedua sistem ini berasal dari akar yang sama, yaitu kekeliruan dalam penerapan sistem Warna yang berasal dari Veda. Akan tetapi, sistem kasta India jauh bertambah melilit daripada Bali, dan hanya berada empat kasta dalam sistem kasta Bali. Empat kasta Bali selang lain:
Beragam macam sistem kasta di BaliCaturwangśaPembagian kasta yang mengikuti sistem kasta di India, yaitu Brahmāna, Kşatriya, Waisya, dan Sudra. Selain itu, Bali juga mengenal istilah jaba atau "luar", yaitu orang-orang yang berada di luar keempat kasta tersebut.[2] Di dalam masyarakat Hindu dikenal beradanya sistem warna,yaitu suatu sistem pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi yang ditekuni, bakat dan keahlian yang dikuasai. Pada perkembangannya, sistem warna dari agama Hindu ini sering diselewengkan oleh penguasa penguasa feodal dan pengikut pengikutnya untuk melanggengkan pengaruh politisnya dimasyarakat. Sistem warna yang merupakan pengelompokan orang berdasarkan tugas dan kewajiban yang dijalankan di dalam kehidupan bermasyarakat berubah menjadi tingkatan-tingkatan yang membedakan derajat seseorang berdasarkan keturunan. Ide dasar dari sistem ini, yaitu pengelompokan masyarakat berdasarkan profesi dan keahlian, sering atau bahkan terabaikan sama sekali. Tingkatan-tingkatan kelas inilah yang yang belakang sekali dikata dengan kasta. Berbeda dengan sistem Warna yang berasal dari nasihat Veda, sistem kasta yang sering tersamarkan dengan keberadaan sistem warna ini, merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa portugis yang berarti tembok pemisah. Penerapan politik devide et impera pada masa pendudukan Hindia Belanda menciptakan sistem kasta dalam masyarakat Hindu Bali menjadi semakin kuat dan bahkan menggeser pengertian sistem warna yang asli. Terdapat empat kasta dalam masyarakat Bali yang diambil dari sistem warna, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dari keempat kasta tersebut yang tertinggi menurut sistem kasta merupakan Brahmana, karena dalam buku ke-10 Rig-Veda yang memuat tentang sistem warna tertulis: “golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahmana, golongan Ksatria dari tanganya, Waisya dari paha atau perutnya, Sudra keluar dari telapak kakinya”. Karena inilah sistem kasta yang mengadopsi sistem warna, yang belakang sekali menganggap golongan Brahmana sebagai yang tertinggi. Berbeda dengan keyakinan dasar agama Hindu yang memandang seluruh warna dalam masyarakat sama sama memiliki nilai penting masing masing,sama halnya seperti seluruh anggota tubuh dalam kehidupan: seluruh merupakan sama penting,sama sama bermanfaat serta saling menunjang satu sama lainnya,sehingga tidak berada anggota tubuh yang bertambah rendah nilainya dari anggota yang yang lain, atau sebaliknya;lebih luhur dari yang yang lain.Ini jelas sangat berbeda dengan apa yang yang belakang sekali diimplementasikan oleh sistem kasta,yang beranggapan sebagai: brahmana yang tertinggi karena kepala merupakan anggota tubuh teratas, dan sudra merupakan kaki, maka paling rendah derajatnya. Guna kiasan yang mengatakan bahwa golongan Brahmana keluar dari mulut Dewa Brahma merupakan bahwa golongan Brahmana merupakan guru rakyat, karena mulut merupakan aliran buah cara melakukan sesuatu. Oleh karena itu, golongan Brahmana merupakan kasta tertinggi yang suaranya wajib didengar dan ditaati. Golongan ini terdiri atas para pendeta dan pimpinan agama. Tugasnya menjalankan upacara-upacara keagamaan. Golongan Ksatria yang dituturkan keluar dari tangan Brahma berarti, berarti bahwa golongan Ksatria menjadi golongan pemerintah, karena tangan diperlukan untuk memanggul senjata pada ketika peperangan menahan serangan musuh. Golongan Ksatria terdiri dari raja, bangwasan, dan prajurit. Tugasnya menjalankan pemerintahan. Kasta Waisya keluar dari perut atau paha Dewa Brahma. Paha berfungsi membawa tubuh dari suatu tempat ke tempat lain. Oleh karena itu, Kasta Waisya terdiri dari pada pedagang yang membawa jualan ke beragam tempat. Dengan kata lain kasta Waisya bekerja menjalankan roda perekonomian. Kasta Sudra keluar dari telapak kaki Dewa Brahma. Kaki merupakan anggota tubuh yang paling di bawah, maka kasta Sudra menjadi kasta yang paling rendah kedudukannya dan wajib meladeni kasta-kasta yang berada di atasnya. TriwangśaPembagian kasta dengan hanya mengambil tiga kasta teratas dari sistem Caturwangśa. Menurut Kamus Luhur Bahasa Indonesia, triwangsa (tri·wang·sa) tergolong dalam [kata benda]] yang memiliki guna "tiga kasta (Brahmana, Kesatria, Waisya)".[3] Berdasarkan triwangsa, seluruh gelar diperoleh secara askriptif atau turun-menurun dan ditentukan berdasarkan garis keturunan.[4] Pola triwangsa masyarakat Bali memengaruhi kehidupan kerajaan Mataram, Lombok. Pengaruh terutama terlihat pada pemakaian gelar ( gelar raja-raja, Anak Agung,cokorda,gusti dan lain lain.)Pola hubungan sosial, pelaksanaan upacara, ritual kerajaan.[4] Walaupun disadari sebagai adat salah kaprah, dan kekeliruan dalam penafsiran sitem Varna yang berasal dari nasihat veda, tetapi jumlah pula yang berusaha untuk tetap melestarikan sistem ini.Dengan argumen melestarikan norma budaya adat dan agama, mereka mengungkapkan jumlah argumen alasan sebagai pembenar. Seperti yang diungkapkan dalam buku Kelola Nama Orang Bali halaman 91 "..... Oleh karena itu, warisilah sistem kelola nama yang sudah berada ini sebagai warisan adat tradisi lisan yang meng-ajeg-kan bali,karena soal nama dan kelola gelarnya tidak akan mungkin dihapus di jagat bali ini walaupun seluruh itu dianggap berasal dari cast pemberian penjajah belanda.Wajarlah belanda sebagai penguasa mau mengatur wilayah jajahan dan dijarahnya..." bertambah jauh penulis yang belakang sekali menambahkan "...Bagi kita di Bali, karena sistem kelola nama ini merupakan warisan yang turun temurun berdasar pemikiran norma budaya istiadat Hindu maka penerapannya hingga kini sudah menjadi merasuk di setiap insan orang Bali.Sistem kelola nama dengan kelola gelar berdasarkan caturwangsa ini tidak mungkin diubah total dengan caturwarna..." Pembagian berdasarkan golonganPembagian berdasarkan golongan adalah:[2]
Catatan kakiedunitas.com Page 5
Page 6Tags (tagged): portal, film, articles, choice, articles choice, unkris, telah akan, menjadi, artikel pilihan portal, sesuatu, ada, hubungannya film artikel, harus, bukan, merupakan, artikel rintisan artikel, pilihan saat, 2010, kandidat belum dijadwalkan, artikel telah, center, of studies potter, and the, half, blood prince sci, fi lihat, pula, artikel portal Page 7Tags (tagged): portal, film, articles, choice, articles choice, unkris, film setiap, pengguna, mengajukan artikel pilihannya, merupakan artikel, rintisan, artikel pilihan saat, 2, film artikel pilihan, 12 27, februari, 28 3, 2010, juli 2010, rumah, dara 8 portal, film artikel, pilihan, 7, center of, studies roman, twilight, film 28 thriller, rumah dara, sutradara Page 8Tags (tagged): portal, film, artikel, pilihan, artikel pilihan, unkris, film setiap, pengguna, mengajukan artikel pilihannya, merupakan artikel, rintisan, artikel pilihan saat, 2, film artikel pilihan, 12 27, februari, 28 3, 2010, juli 2010, rumah, dara 8 portal, film artikel, 7, pusat ilmu, pengetahuan roman, twilight, film 28 thriller, rumah dara, sutradara Page 9Tags (tagged): portal, film, artikel, pilihan, artikel pilihan, unkris, telah akan, menjadi, artikel pilihan portal, sesuatu, ada, hubungannya film artikel, harus, bukan, merupakan, artikel rintisan artikel, pilihan saat, 2010, kandidat belum dijadwalkan, artikel telah, pusat, ilmu pengetahuan potter, and the, half, blood prince sci, fi lihat, pula, artikel portal Page 10
Page 11
Page 12
Page 13Tags (tagged): portal, film, articles, choice, articles choice, unkris, film setiap, pengguna, mengajukan artikel pilihannya, merupakan artikel, rintisan, artikel pilihan saat, 2, film artikel pilihan, 12 27, februari, 28 3, 2010, juli 2010, rumah, dara 8 portal, film artikel, pilihan, 7, center of, studies roman, twilight, film 28 thriller, rumah dara, sutradara Page 14Tags (tagged): portal, film, articles, choice, articles choice, unkris, telah akan, menjadi, artikel pilihan portal, sesuatu, ada, hubungannya film artikel, harus, bukan, merupakan, artikel rintisan artikel, pilihan saat, 2010, kandidat belum dijadwalkan, artikel telah, center, of studies potter, and the, half, blood prince sci, fi lihat, pula, artikel portal Page 15Tags (tagged): portal, film, artikel, pilihan, artikel pilihan, unkris, telah akan, menjadi, artikel pilihan portal, sesuatu, ada, hubungannya film artikel, harus, bukan, merupakan, artikel rintisan artikel, pilihan saat, 2010, kandidat belum dijadwalkan, artikel telah, pusat, ilmu pengetahuan potter, and the, half, blood prince sci, fi lihat, pula, artikel portal Page 16Tags (tagged): portal, film, artikel, pilihan, artikel pilihan, unkris, film setiap, pengguna, mengajukan artikel pilihannya, merupakan artikel, rintisan, artikel pilihan saat, 2, film artikel pilihan, 12 27, februari, 28 3, 2010, juli 2010, rumah, dara 8 portal, film artikel, 7, pusat ilmu, pengetahuan roman, twilight, film 28 thriller, rumah dara, sutradara Page 17
Page 18
Page 19
Page 20
Page 21
edunitas.com Page 22
edunitas.com Page 23
edunitas.com Page 24
edunitas.com Page 25Tags (tagged): portal, oseania, unkris, berada samudra, pasifik, sekitarnya oseania, penguasa, kolonial mereka, telah, mendapatkan, roa pulau, terkenal banyaknya, patung, patung moai, australia, bangunan struktur, polinesia, perancis, pusat ilmu, pengetahuan kepulauan, marshall, mikronesia nauru palau, melanesia fiji Page 26Tags (tagged): portal, oseania, unkris, oseania meliputi, australia, indonesia bagian timur, negeri perancis, baca, lebih lanjut artikel, pilihan pulau, besar, patung berjenis monolitis, dipahat dari, palau, papua nugini samoa, selandia baru, tonga, tuvalu vanuatu, pusat, ilmu pengetahuan, kepulauan, pitcairn polinesia perancis, samoa samoa, amerika |