Sebutkan tiga karunia Allah subhanahu wa ta ala yang sangat berguna bagi kehidupan manusia

Menjalankan usaha merupakan salah satu upaya seseorang untuk berkarya dan menghasilkan uang agar bisa menafkahi dirinya dan juga keluarganya.

Adanya berkah dalam usaha yang dilakukan juga mempengaruhi kehidupan dunia maupun kehidupan di akhirat. Karena itu dalam memilih usaha sebaiknya jangan asal-asalan dan tetap berada dalam tuntunan Islam.

Mengapa Islam Menganjurkan Untuk Berwirausaha?

Rasulullah menganjurkan agar orang muslim dapat berwirausaha. Seperti yang telah kita ketahui bahwa dahulu Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang atau wirausaha.

Nabi menilai aktivitas berwirausaha merupakan hal yang manfaat bagi orang banyak. Disamping berwirausaha, Nabi mengemban amanah untuk berdakwah dan mengembangkan ajaran islam.

Kita sebagai umat muslim hendaknya mengikuti langkah Rasulullah dan menjadi suri tauladan dalam kehidupan. Pentingnya melakukan wirausaha sesuai anjuran Rasulullah ini agar membuat seseorang tumbuh menjadi sosok yang lebih unggul.

Selain itu, berwirausaha mencerminkan kerja keras yang akan menambah pelajaran penting dalam hidup. Kita dianjurkan oleh Rasulullah untuk berwirausaha di usia muda. Seiring berjalannya waktu, dengan berwirausaha Anda akan merasakan hasilnya.

Tetapi memang tidak mudah untuk mendapatkan hasil secara instant.  dalam berwirausaha pun pasti ada kendala atau tantangan yang harus dihadapi.

Kita sebagai manusia telah diberi karunia berupa akal, panca indera, dan potensi. Maka kita harus memaksimalkan semua yang telah Allah beri dengan sebaik mungkin. Salah satunya untuk memaksimalkan diri dalam hal berwirausaha.

Dalam agama Islam sendiri ada beberapa usaha yang dianjurkan agar bisa membawa berkah. Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai contoh jenis-jenis usaha yang paling dianjurkan dalam islam.

Jenis Pekerjaan yang Baik Dalam Islam

Dalam agama Islam, pada dasarnya semua pekerjaan adalah pekerjaan yang baik, terutama untuk perniagaan dan pekerjaan yang dikerjakan dengan tangan sendiri.

Maksud dari pekerjaan yang dikerjakan dengan tangan sendiri yaitu pekerjaan tanpa meminta-minta. Allah SWT sendiri tidak menyukai perbuatan meminta-minta.

Segala pekerjaan atau profesi yang memerlukan tenaga, pikiran, maupun keduanya seperti tukang kayu, dokter, guru, penulis, dan lain-lain adalah pekerjaan yang baik.

Perniagaan yang jujur dan jauh dari perbuatan curang juga merupakan jenis pekerjaan yang baik dan dianjurkan. Selama pekerjaan tersebut halal dan bermanfaat, segala jenis usaha adalah diperbolehkan dan baik.

1. Berwirausaha

Berwirausaha, berdagang, atau memulai usaha sendiri adalah jenis usaha yang paling dianjurkan dalam agama Islam.

Nabi Muhammad SAW sendiri dulunya adalah seorang pedangang yang cerdas, jujur, dan tersohor. Berkat berdagang, Rasulullah SAW akhirnya berhasil menjadi orang yang sukses dan kaya raya pada jamannya.

Beliau berdagang dengan cara membeli sejumlah barang dari pasar untuk bisa dijual lagi di pasar yang lain. Berwirausaha atau berdagang ini juga tidak hanya bisa dilakukan dengan cara menjual barang saja. Berdagang juga bisa dilakukan dengan cara menjual keterampilan yang dimiliki. Dengan berdagang secara jujur dan ulet seseorang bisa meraih kesuksesan dan rejeki yang berkah.

2. Menyewakan Lahan

Dalam Islam, menyewakan lahan termasuk salah satu jenis usaha yang paling dianjurkan. Lahan ini bisa berupa lahan perkebunan, sawah, ladang, dan lain-lain. Sistemnya bisa dilakukan dengan cara bagi hasil. Keuntungan yang didapatkan dari pengelolaan lahan ini bisa dibagikan antara penyewa dengan pemilik lahan.

Dalam Hadits HR Bukhori pernah dijelaskan bahwa dulunya Rasulullah SAW pernah menyerahkan sejumlah kebun kurma dan ladang di daerah Khaibar ke bangsa Yahudi untuk digarap menggunakan biaya sendiri.

Berdasarkan perjanjian, Rasulullah SAW akan mendapatkan setengah dari keuntungan atau hasil panen dari lahan tersebut. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa Rasulullah SAW memang sangat adil dan jujur.

3. Beternak Hewan

Jenis usaha atau investasi lainnya yang paling dianjurkan dalam Islam yaitu dengan cara beternak hewan. Rasulullah SAW sendiri dulunya adalah seorang penggembala kambing.

Selain itu, beliau juga dulunya memiliki puluhan hewan unta. Jika dikonversi ke dalam rupiah di jaman sekarang, satu ekor unta harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Di Indonesia, unta bukan merupakan hewan ternak yang umum. Biasanya, beternak kambing, sapi, domba, atau ayam akan lebih menguntungkan di Indonesia.

Pilihlah hewan ternak yang halal dan bisa bermanfaat bagi manusia. Keuntungan dari beternak hewan diantaranya tidak akan terpengaruh banyak oleh inflasi, menghasilkan keuntungan yang melimpah, serta bisa menjadi ladang investasi yang baik bagi masa depan.

4. Berinvestasi Menggunakan Emas

Dalam Islam, investasi juga merupakan kegiatan yang dibolehkan. Produk investasi yang dianjurkan dalam Islam yaitu dengan berinvestasi menggunakan emas.

Emas merupakan patokan investasi yang diperbolehkan dalam Islam. Namun, investasi menggunakan emas bukan merupakan investasi jangka pendek, melainkan investasi jangka panjang.

Di jaman sekarang, berinvestasi menggunakan emas sudah bisa dilakukan dengan lebih mudah. Emas bisa dibeli melalui pegadaian, ataupun secara online.

Jika suatu hari harga emas sudah naik, emas ini bisa dijual kembali dan memberikan banyak keuntungan. Perlu juga diperhatikan bahwa investasi dengan emas memerlukan banyak ketelitian, kesabaran, dan kecermatan.

5. Berinvestasi Menggunakan Properti

Salah satu cara investasi lain yang dibolehkan dalam Islam yaitu dengan berinvestasi menggunakan properti. Di jaman Rasulullah SAW dulu, penggunaan properti sebagai investasi juga sudah cukup umum dilakukan.

Rasulullah SAW bahkan pernah menyerahkan ladang di daerah Khaibar agar bisa dikelola oleh orang Yahudi.
Contoh investasi menggunakan properti yaitu dengan cara menyewakan lahan atau tanah, menyewakan ruko, kos-kosan, rumah, dan lain-lain.

Rasulullah SAW mengajarkan bahwa bentuk investasi properti ini yaitu dengan cara diserahkan kepada orang lain. Hasil keuntungan dari investasi ini sebagian bisa diambil untuk pemilik.

Sedangkan sebagian lainnya dipakai untuk biaya operasional serta diserahkan kepada pengelolanya.

6. Berinvestasi Menggunakan Deposito Syariah

Deposito merupakan salah satu produk perbankan. Produk ini digunakan sebagai media investasi dengan  cara mengelola sejumlah dana yang disetorkan oleh nasabah.

Biasanya nasabah akan memperoleh bunga atau deviden dengan jumlah tertentu dalam suatu periode tertentu. Dalam deposito syariah, keuntungan yang diberikan ke nasabah diberikan bukan dalam bentuk bunga, melainkan dalam bentuk bagi hasil yang dikenal juga dengan nama Mudharabah.

Besarnya bagi hasil ini ditentukan oleh jumlah keuntungan yang didapatkan oleh lembaga pengelola atau bank. Hal ini akan membantu nasabah untuk bisa berinvestasi namun tetap bebas dari riba.

7. Investasi dengan Cara Bersedekah

Bersedekah juga rupanya bisa dikategorikan sebagai salah satu bentuk investasi dalam Islam. Hal ini sudah tercatat dalam ayat Al-Quran dan juga dalam Hadits.

Di Indonesia sendiri, sedekah sebagai investasi dipopulerkan oleh Ustadz Yusuf Mansur dalam salah satu programnya.Dalam Islam disebutkan bahwa rezeki seseorang bisa dilipatgandakan apabila ia melakukan sedekah. Dalam Al-Quran surat Al Baqarah ayat 261 disebutkan bahwa

“perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah akan melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.”

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat dzalim dan sangat bodoh”

(QS al-Ahzab [33]: 72)

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Dengan segala potensi yang dimiliki manusia mampu menciptakan (baca: menghasilkan) berbagai macam teknologi modern. Dengan segala kemampuannya manusia mampu menembus ruang angkasa yang jauh di sana atas kekuasaan Allah Yang Maha Mulia sebagaimana dalam firman-Nya, “Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan (teknologi)”. (QS al-Rahmân [55]: 33).

Berkat karunia Tuhan manusia bisa memperoleh berbagai pengetahuan yang sangat berguna untuk kemaslahatannya di dunia. Dengan predikatahsanu taqwim (sebaik-baik ciptaan) yang ada padanya manusia berbeda dengan semua makhluk lain. Satu aspek penting yang membedakan manusia dengan yang lainnya adalah manusia dikaruniai akal sedangkan tidak demikian dengan makhluk lainnya. Sehingga menjadi sebuah keniscayaan jika manusia harus memaksimalkan potensi otaknya (akal) untuk mengarungi lautan kehidupan di dunia yang fana ini. Dengan demikian kesempurnaan manusia sebagai hamba Tuhan terealisasi dan termanifestasi melalui berbagai macam prestise dan pencapaian yang diperoleh.

Sebagai khalifah di muka bumi (khalifatun fi al-ardh) ini tentu manusia memiliki tanggung jawab yang besar. Manusia-lah yang mengatur kehidupannya di dunia ini, mereka yang berusaha melestarikan alam, tetapi tidak sedikit juga yang malah melakukan kerusakan (fasad). Semua itu akan dipertanggungjawabkan di sisi Tuhan kelak pada waktu perhitungan amal. Sedangkan makhluk selain manusia bebas dari tanggung jawab karena mereka hidup di dunia tanpa karunia akal dan apa yang mereka lakukan adalah sesuai dengan kehendak Allah (dalam kendali-Nya). Andaikata tidak ada hidup setelah mati, tidak ada tanggung jawab dibalik tindakan yang kita lakukan maka pasti kehidupan di dunia ini penuh dengan huru-hara, hampa dari kebenaran dan kebaikan. Namun karena pada hakikatnya manusia itu sadar akan tanggung jawab yang akan diperoleh di akhirat kelak maka dalam setiap perbuatannya, manusia memikirkan baik buruknya. Jika dinilai baik maka ia lakukan dan balasan kebaikan pula yang akan diperoleh dan sebaliknya jika dirasa buruk dan menimbulkan mudharat (bahaya) maka akan berusaha dijauhi dan ditinggalkan.

Manusia Makhluk yang Paling Ampuh

Ketika Allah menanyakan kepada langit, bumi dan pegunungan apakah mereka sanggup mengemban amanah untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Tak satupun dari mereka yang meng-iyakan bahkan mereka khawatir tidak sanggup memikul amanah itu. Namun akhirnya manusia yang bersedia memikul amanah itu dan nantinya akan dipertanggungjawabkan di yaumul qiyamah (hari pembalasan). Hal ini terjadi sebelum penciptaan manusia, ketika Adam a.s ditanya, “Wahai Adam, apakah engkau sanggup memikul amanah itu (hidup dengan penuh ketaatan di jalan Allah) dan sanggup menjaganya dengan penjagaan yang sempurna (himayah tammah)?” tanya Allah Subhanuahu wa ta’ala. Lalu apa jawab Adam, “Maka tidak ada pilihan lain bagiku kecuali sanggup menerima amanah itu.” Jawab Adam. Kemudian Allah pun berkata, “Jika engkau berbuat baik, manaati perintahku dan memelihara amanat itu maka disisiku adalah kemulian, keutamaan, balasan yang baik (surga/jannah) tetapi jika engkau berbuat maksiat, tidak engkau jaga amanat itu, dan justru engkau menodainya maka sesungguhnya Aku akan mengadzab dan menghukum kalian (manusia) dengan aku masukkan ke neraka.” Lalu Adam a.s menjawab, “Aku ridha dengan putusan itu.” (terjemahan bebas dari tafsir Ibnu Katsir karangan Abu al-Fida’ ‘Ismail bin Katsir). Dengan demikian manusia-lah yang akhirnya mengemban amanah yang berat itu dari Allah SWT.

Disinilah sebenarnya letak keampuhan (kehebatan) manusia, manakala semua makhluk Tuhan tidak sanggup menerima amanat dari Tuhan karena khawatir tidak sanggup menjalankannya justru manusia menerima itu dengan segala konsekuensinya. Ketika semua makhluk Tuhan menolak untuk dijadikan khalifah di muka bumi, manusia datang dengan siap dan berkata bahwa ia sanggup mengemban amanah itu. Padahal kita tahu bahwa tabiat manusia tidak selamanya mengarah kepada kebaikan, pikiran mereka tidak selamanya tertuju kepada hal-hal positif, tindakan meraka tak selalu baik dan sesuai dengan aturan agama. Terkadang ia sadar akan amanat dan tanggung jawab yang ia emban dengan selalu berbuat kebajikan namun di sisi lain ia melalaikan itu dengan berbuat maksiat yang justru menjauhkan dirinya dari rahmat Tuhan.

Hal ini merupakan sesuatau yang wajar sebab manusia selain memiliki insting ilahiyah juga mewarisi sifat-sifat bahimiyah (hewan) dansyaithaniyah (setan). Sesuai dengan konsep iman yang dikemukakan oleh kaum salafiyah (salafiyyun) bahwa al-imanu yazidu wa yanqusu, yazidu bil al-thâ’ah wa yanqusu bi al-ma’shiyah (iman itu akan bertambah dan berkurang, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan). Maka akan wajar manakala manusia itu selalu berbuat baik dan ketaatan derajatnya akan lebih tinggi dari malaikat sekalipun ketika berbuat kemaksiatan bisa saja lebih hina dan nista dari hewan bahkan setan.

Di akhir surat al-Ahzab [33] ayat 72 di atas Allah SWT berfirman bahwa sesungguhnya manusia itu sangatlah dzalim dan bodoh (dhaluman jahulan). Hal ini karena kesedian manusia menerima amanah Tuhan yang sesungguhnya begitu berat untuk dilaksanakan sebab kita tahu akibatnya akan fatal andai saja manusia tidak bisa menjalankannya yaitu akan disiksa di neraka. Padahal seluruh makhluk yang ada di dunia menolak penawaran itu, manusia dengan lugunya ridha dengan putusan itu. Hingga sampai saat ini pun manusia masih tetap eksis di dunia dengan beragam tindakan dan perilaku mereka. Dan perlu direnungkan kembali bahwa nantinya perbuatan itu akan dipertanggungjawabkan di akhirat dan tak seorang manusiapun luput dari hisab (balasan amal manusia selama di dunia) itu.

Semua individu akan merasakan balasan amalnya di dunia, baik yang ia kerjakan kebaikan pula yang diterima, buruk yang ia kerjakan keburukan juga yang akan didapatkan. Begitulah kira-kira hal ihwal balasan amal manusia di akhirat nanti. Allah Maha Adil dalam segala sesuatunya dan tidak akan pernah mendzalimi hambanya, prinsip ini yang perlu kita pegang dan dijadikan pedoman. Sehingga predikat dzalim dan bodoh itu sedikit demi sedikit akan tereduksi dan yang tertinggal adalah adil pintar, bijak dan arif dalam segala hal dan tindakan.

Dalam kondisi tertentu Allah SWT memuji manusia (Muhammad SAW) karena keluhuran budi pekerti yang dimiliki namun di sisi lain mencela manusia karena kelalaian dan kebodohannya. Artinya memang pujian dan celaan itu ibarat dua sisi mata uang yang tiada pernah dapat dipisahkan, dimana kita temukan satu sisi mata uang disitu pula kita dapatkan sisi yang lain. Hal ini sesuai dengan sunnatullah (ketetapan Allah) yang menciptakan segala sesuatu dengan berpasang-pasangan, misalnya dalam konsep jodoh yang disana benar-benar terlihat sisi kebesaran Tuhan. Terkadang orang yang secara fisik jelek menikah dengan orang yang tampan atau cantik, tidak bisa kita kritisi karena memang itulah jodoh. Kalau kita paksakan orang tampan mesti menikah dengan wanita cantik, padahal jodohnya adalah wanita yang tidak cantik, sampai kapanpun tidak akan bisa karena sekali lagi itu bukan pasangannya (jodohnya), dan ini akan menyalahi kodrat Allah. Mungkin justru dengan wanita yang tidak cantik itu membuat hati sang pria tenang dan justru mampu menciptakan keluarga yang harmonis. Ini lagi-lagi merupakan salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah yang menciptakan sesuatu selalu berpasangan (azwajan) sekaligus sebagai bukti bahwa manusia itu adalah makhluk yang diistimewakan. Hal ini tentu akan memotivasi kita untuk tidak hanya sekadar merenung (kontemplasi) tetapi juga berintrospeksi diri (muhasabah)terhadap semua amal yang telah kita perbuat. Sudahkah kita menunaikan amanah yang diberikan Allah kepada kita atau justru selama ini kita lalai akan amanah itu.

Epilog

Manusia sebagai kita fahami dari uraian di atas adalah makhluk Tuhan yang paling ampuh, sebaik-baik ciptaan Tuhan dengan segala kelebihan dan keutaman yang diberikan Allah. Satu-satunya makhluk yang sanggup menerima amanah Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu marilah kita gunakan potensi yang diberikan Allah ini untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan. Jangan sampai nantinya kita menyesal karena telah berbuat kemaksiatan di dunia dan lalai akan amanah itu. Mulai saat ini kita renungkan baik-baik bahwa kita hidup di dunia ini tiada lain kecuali hanyalah untuk beribadah kepada Allah sesuai dengan amanah yang kita emban. Semua yang kita lakukan pasti ada akibatnya dan akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Dan mari kita jadikan amanah yang telah diberikan Tuhan kepada kita sebagai motivasi untuk terus mengabdi dan mengabdi demi sebuah kebahagian di dunia dan di akhirat serta memperoleh ridha Allah Yang Maha Agung. Semoga kita termasuk golongan orang yang selalu sadar akan amanah yang kita bawa dan dapat mempertanggungjawabkannya di akhirat kelak. Allahumma, hassin a’malana wa balligh ha ila imtiyaziha, amin ya Allah, ya mujiba du’ais sailin. Wallahu a’lamu bi al-shawâb[]

Samsul Zakaria, Mahasiswa Prodi Hukum Islam FIAI dan Santri PonPes UII angkatan 2009 loves-samsharing.blogspot.com,

Artikel ini dipublikasikan dalam Al-Rasikh Lembar Jumat Masjid Ulil Albab terbitan Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam (DPPAI) Universitas Islam Indonesia (UII) Edisi 23 April 2010. Artikel dapat diakses di link ini.

Unduh Artikel