Sebutkan bentuk bentuk peradaban yang tumbuh pada masa Daulah Umayyah di damaskus

You're Reading a Free Preview
Pages 6 to 10 are not shown in this preview.

Jakarta -

Bani Umayyah adalah dinasti lain yang menandai besarnya peradaban Islam. Dalam sejarahnya, kesultanan ini berdiri selepas kejadian tahkim dalam Perang Siffin yang melibatkan Ali bin Abi Thalib.

Mu'awiyah bin Abu Sufyan sebagai pendiri sekaligus khalifah pertama Bani Umayyah menjalin kesepakatan damai dengan sang khulafaur rasyidin. Selepas Ali, pemerintahan yang dilanjutkan Hasan bin Ali cenderung lemah hingga menyerahkannya pada Mu'awiyah.

Sejak saat itu dimulailah sejarah salah satu bukti kejayaan sejarah peradaban Islam di dunia. Berikut penjelasan lengkapnya

A. Periode pemerintahan

Periode pemerintahan Bani Umayyah dibagi menjadi dua yaitu Damaskus (Syiria) dan Andalusia/Cordoba (Spanyol). Dikutip dari JUSPI: Jurnal Sejarah Peradaban Islam, periode pemerintahan yang berpusat di Damaskus berlangsung 90 tahun pada 660-750 M.

"Dinasti Umayah di Andalusia (Spanyol) awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah yang dipimpin seorang gubernur pada zaman Walid Ibn Abd Al Malik," tulis artikel berjudul Bani Umayyah Dilihat dari Tiga Fase (Fase Terbentuk, Kejayaan dan Kemunduran) karya Taufik Rachman.

Andalusia kemudian diubah menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah, setelah berhasil menaklukan Bani Umayah di Damaskus. Kekuasaan Umayyah di Spanyol berlangsung 275 tahun pada 756-1031 M.

B. Kemajuan yang dicapai

Berbagai kemajuan dalam sistem pemerintahan dan ilmu pengetahuan berhasil dicapai Bani Umayyah. Berikut penjelasannya:

1. Kemajuan dalam sistem pemerintahan

  • Pendirian departemen pencatatan (diwanul khatam)
  • Pendirian pelayanan pos (Diwanul Barid)
  • Pemisahan urusan keuangan dari urusan pemerintahan dengan mengangkat pejabat bergelar sahibul kharaj
  • Penggunaan bahasa Arab sebagai alat komunikasi resmi dalam pemerintahan
  • Pencetakan mata uang
  • Pembangunan fasilitas umum misal gedung, masjid, sumur, jalan raya
  • Pengurangan pajak dan menghentikan pembayaran upeti (jizyah) bagi orang yang baru masuk Islam.

2. Kemajuan dalam agama dan ilmu pengetahuan

  • Penyempurnaan tulisan mushaf al-Quran dengan titik pada huruf-huruf tertentu
  • Pembangunan masjid Al Amawi di Damaskus dan al Aqsha di Yerussalem
  • Perluasan masjid Nabawi di Madinah
  • Pembangunan rumah sakit bagi penderita kusta
  • Pengumpulan hadits
  • Menyamakan kedudukan orang Arab dan non Arab sehingga kembali bersatu.

C. Keruntuhan Bani Umayyah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan keruntuhan dinasti berusia 365 tahun tersebut. Faktor ini adalah:

  • Munculnya kelompok yang tidak puas terhadap Bani Umayyah misal Khawarij, Syiah, dan non-Arab (mawali)
  • Tidak adanya ketentuan jelas tentang sistem pergantian khalifah
  • Perpecahan antara etnis suku Arabiah Utara (Bani Qais) dengan suku Arabiyah Selatan (Bani Kalb)
  • Senang hidup mewah
  • Terbunuhnya Khalifah Marwan bin Muhammad yang dilakukan tentara Dinasti Abbasiyah sebagai akhir Dinasti Bani Umayyah di Damaskus
  • Munculnya kekuatan baru yang dipimpin keturunan Al-Abbas bin Abdul Muthalib sebagai saingan Bani Umayyah.

Simak Video "Kedaton, Sejarah Panjang Perkembangan Islam di Kota Pesisir, Ternate"


[Gambas:Video 20detik]
(row/erd)

S S Se ej a r ra a h h K K Ke b bu u d da a y y y a a a an I sl a am m m K Kur iik u ul um m 2 13 25 b Gerakan ilsafat, karena ahli agama diakhir daulah Umayyah terpaksa menggunakan ilsafat untuk menghadapi kaum Nasrani dan Yahudi. c Gerakan sejarah, karena ilmu-ilmu agama memerlukan riwayat.

3. PERADABAN YANG TUMBUH PADA MASA BANI UMAYYAH I

Pengembangan budaya, ilsafat dan ilmu pada masa Bani Umayyah difokuskan pada beberapa bidang, diantaranya :

1. Ilmu Pengetahuan;

a. lmu Tafsir Setelah Daulah Umayyah berdiri, maka kaum muslim berhajat kepada hukum dan undang-undang yang bersumber dari al-Qur an sedangkan para qurra dan mufassirin menjadi tempat bertanya masyarakat dalam bidang hukum. Pada zaman ini keberadaan tafsir masih berkembang dalam bentuk lisan dan belum dibukukan. lmu tafsir pada saat itu belum berkembang seperti pada zaman Bani Abbasiyah. b. lmu adis Pada saat mengartikan makna ayat-ayat al-Qur an, kadang-kadang para ahli hadis kesulitan mencari pengertian dalam hadis karena terdapat banyak hadis yang sebenarnya bukan hadis. Dari kondisi semacam ini maka timbullah usaha para muhaddisin untuk mencari riwayat dan sanad hadis. Proses seperti ini pada akhirnya berkembang menjadi ilmu hadis dengan segala cabang- cabangnya. Perkembangan hadist diawali dari masa khalifah Umar bin Abdul Aziz dan ulama hadis yang mula-mula membukukan hadis yaitu bnu Az Zuhri atas perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz. c. lmu Qiraat Dalam sejarah perkembangan ilmu, yang pertamakali berkembang adalah ilmu qiraat. Cabang lmu ini mempunyai kedudukan yang sangat penting pada permulaan slam sehingga orang-orang yang pandai membaca al-Quran pada saat itu disebut para Qurra. Setelah pembukuan dan penyempurnaan al-Qur an pada masa khulafaurrasyidin dan al-Qur an yang sah dikirim ke berbagai kota wilayah bagian maka lahirlah dialek bacaan tertentu bagi masing-masing penduduk kota tersebut dan mereka mengikuti bacaan seorang qari yang dianggap sah bacaannya. Akhirnya muncul dan masyhurlah tujuh macam bacaan yang sekarang terkenal dengan nama Qiraat sab’ah kemudian selanjutnya ditetapkan sebagai bacaan standar. Di unduh dari : Bukupaket.com B B B u u u k k k u u u u u S S i s s s w w w w a w a K K e e e e l a s X X I 26 d. lmu Nahwu Memulai mempelajari tata Bahasa Arab yang dikenal dengan nama nahwu adalah ketika seorang bayi memulai berbicara dilingkungannya. Tanpa tata bahasa maka pembicaraan tidak akan baik dan benar. Setelah banyak bangsa di luar bangsa Arab masuk slam dan sekaligus wilayahnya masuk dalam daerah kekuasaan slam maka barulah terasa bagi bangsa Arab dan mulai di perhatikan dengan cara menyusun ilmu nahwu. Adapun ilmuwan bidang bahasa pertama yang tercatat dalam sejarah perkembangan ilmu yang menyusun ilmu nahwu adalah Abu Aswad Ad Dualy yang wafat tahun . Tercatat beliau belajar dari shahabat Ali bin Abi Thalib, dengan demikian ada saja ahli sejarah mengatakan bahwa sahabat Ali bin Abi Thalib-lah bapaknya ilmu nahwu. e. Tarikh dan Geogra i Penulisan sejarah slam dimulai pada saat terjadi peristiwa-peristiwa penting dalam slam dan dibukukannya dimulai pada saat Bani Umayyah dan perkembangan pesat terjadi pada saat Bani Abbasiyah. Demikian begitu pesatnya perkembangan sejarah slam sehingga para ilmuan berkecimpung dalam bidang itu dapat mengarang kitab-kitab sejarah yang tidak dapat dihitung banyaknya. Sampai sekarang prestasi penulisan sejarah pada saat Bani Umayyah dan Abbasiyah tidak dapat ditandingi oleh bangsa manapun, tercatat kitab sejarah yang ditulis pada zaman itu lebih dari . judul buku. f. Seni Bahasa Umat slam masa Bani Umayyah selain telah mencapai kemajuan dalam politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan, qiraat, nahwu, hadis dan tafsir, dan juga telah tumbuh berkembang seni bahasa. Pada masa ini seni dan bahasa mengambil tempat yang penting dalam hati pemerintah dan masyarakat slam pada umumnya. Pada saat kota-kota seperti Bashra dan Kuffah adalah pusat perkembangan ilmu dan sastra. Orang-orang Arab muslim berdiskusi dengn bangsa-bangsa yang telah maju dalam hal bahasa dan sastra. Di kota–kota tersebut umat slam menyusun riwayat Arab, seni bahasa dan hikmah atau sejarah, nahwu, sharaf, balaghah dan juga berdiri klub-klub para pujangga.

2. Membentuk dan Menyempurnakan Departeman-departemen Pemerintahan

Jakarta -

Bani Umayyah adalah dinasti lain yang menandai besarnya peradaban Islam. Dalam sejarahnya, kesultanan ini berdiri selepas kejadian tahkim dalam Perang Siffin yang melibatkan Ali bin Abi Thalib.

Mu'awiyah bin Abu Sufyan sebagai pendiri sekaligus khalifah pertama Bani Umayyah menjalin kesepakatan damai dengan sang khulafaur rasyidin. Selepas Ali, pemerintahan yang dilanjutkan Hasan bin Ali cenderung lemah hingga menyerahkannya pada Mu'awiyah.

Sejak saat itu dimulailah sejarah salah satu bukti kejayaan sejarah peradaban Islam di dunia. Berikut penjelasan lengkapnya

Periode pemerintahan Bani Umayyah dibagi menjadi dua yaitu Damaskus (Syiria) dan Andalusia/Cordoba (Spanyol). Dikutip dari JUSPI: Jurnal Sejarah Peradaban Islam, periode pemerintahan yang berpusat di Damaskus berlangsung 90 tahun pada 660-750 M.

"Dinasti Umayah di Andalusia (Spanyol) awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah yang dipimpin seorang gubernur pada zaman Walid Ibn Abd Al Malik," tulis artikel berjudul Bani Umayyah Dilihat dari Tiga Fase (Fase Terbentuk, Kejayaan dan Kemunduran) karya Taufik Rachman.

Andalusia kemudian diubah menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah, setelah berhasil menaklukan Bani Umayah di Damaskus. Kekuasaan Umayyah di Spanyol berlangsung 275 tahun pada 756-1031 M.

Berbagai kemajuan dalam sistem pemerintahan dan ilmu pengetahuan berhasil dicapai Bani Umayyah. Berikut penjelasannya:

1. Kemajuan dalam sistem pemerintahan

2. Kemajuan dalam agama dan ilmu pengetahuan

Ada beberapa faktor yang menyebabkan keruntuhan dinasti berusia 365 tahun tersebut. Faktor ini adalah:

Simak Video "Kedaton, Sejarah Panjang Perkembangan Islam di Kota Pesisir, Ternate"

Sebutkan bentuk bentuk peradaban yang tumbuh pada masa Daulah Umayyah di damaskus

Lihat Foto

Encyclopædia Britannica

Masjid Agung Damaskus atau Masjid Umayyah yang berdiri di Kota Tua Damaskus, Suriah.

You're Reading a Free Preview
Pages 6 to 10 are not shown in this preview.

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala, yang telah mengutus Rasul-Nya  dengan membawa  petunjuk  dan  agama yang haq  sebagai rahmat bagi seluruh alam Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehinga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “ PROSES PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN dan peradaban yang tumbuh PADA MASA BANI UMAYYAH dengan sebaik-baiknya dan Shalawat dan salam atas Rasulullah yang telah menuntun umat manusia ke jalan yang lurus yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini , Nabi terakhir dan tak ada lagi setelah dia.

    Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan dan pengalaman penulis yang masih terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pembaca.

 Dalam kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada guru agama yang mengajar dikelas saya dan kawan-kawan yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.

      Akhir kata penulis mengharapkan supaya makalah ini bermanfaat baik bagi pembaca maupun bagi penulis sendiri. Amin.

KATA PENGANTAR .........................................................................................................  

DAFTAR ISI .........................................................................................................................  

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................  

1.1  Latar Belakang .................................................................................................................  

1.2  Rumusan Masalah ............................................................................................................  

1.3  Tujuan ..............................................................................................................................  

1.4  Manfaat ............................................................................................................................  

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................  

2.1  Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Khulafaur Rasyidin .................................  

2.2  Perkembangan ilmu pengetahuan pada Dinasti Umayyah ...............................................

2.3  Ilmu pengetahuan yang muncul pada zaman Dinasti Umayyah ......................................  

2.4  Tokoh/Ilmuwan Muslim Pada Masa Bani Umayyah .......................................................  

2.5  Pemikiran Tokoh Pendidikan Pada Masa Daulah Bani Umayyah ...................................  

Peradaban Yang Tumbuh Pada Masa Bani Umayyah 1 Di Damaskus

3.1  Kesimpula.........................................................................................................................

Daftar Pustaka ......................................................................................................................  

Perkembangan sejarah pendidikan dari masa kemasa selalu mengalami progres yang berdampak baik bagi perkembangan intelektual masyarakat Islam pada saat itu sampai sekarang. Pendidikan terus mengalami perkembangan dari masa Rasulullah, masa Khulafa Ar-Rasyidin, Dinasti Umayyah, Dinasti Abasiyyah, bahkan dinasti-dinasti kecil yang muncul diantara dinasti keduanya dan semakin berkembang pula setelah masa pembaharuan pendidikan Islam.

Seiring dengan itu pendidikan pada periode Dinasti Umayyah telah ada beberapa lembaga seperti, Kuttab, Masjid dan Majelis Sastra.  Materi yang diajarkan bertingkat-tingkat dan bermacam-macam.  Metode pengajarannya pun tidak sama.  Sehingga melahirkan beberapa pakar ilmuan dalam berbagai bidang tertentu, selain itu pada masa ini juga terjadi pergolakan politik untuk memperluas wilayah kekuasaan. Semua itu berdampak kepada pola pendidikan Islam pada masa itu, mulai dari adanya perbedaan kurikulum antara murid yang sekolah di Khuttab dengan murid yang sekolah di sekolah Istana dan lain sebagainya.

Pada masa Dinasti Umayyah pola pendidikan Islam senantiasa berusaha untuk bisa lebih  maju dari pendidikan Barat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah kegiatan penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab, berkembangnya lembaga pendidikan serta kurikulum dan metodenya, berkembangnya ilmu pengetahuan, serta berkembang pula gerakan-gerakan ilmiah yang belum digalakkan pada masa-masa sebelumnya.

1.      Bagaimanakah perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Khulafaur Rasyidin ?

2.      Bagaimanakah perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Dinasti Umayyah.

3.      Apa saja ilmu pengetahuan yang muncul pada zaman Dinasti Umayyah?

4.      ilmu apa saja dan siapa tokohnya yang muncul pada zaman Dinasti Umayyah?

5.      Tokoh/Ilmuwan Muslim Pada Masa Bani Umayyah

6.      Pemikiran Tokoh Pendidikan Pada Masa Daulah Bani Umayyah

1.      Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Khulafaur Rasyidin

2.      Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan pada Dinasti Umayyah

3.      Mengetahui ilmu pengetahuan yang muncul pada Dinasti Umayyah

4.      Mengetahui ilmu dan tokohnya yang muncul pada zaman Dinasti Umayyah

5.      Mengetahui Tokoh/Ilmuwan Pada Masa Bani Umayyah

6.      Mengetahui Pemikiran tokoh Pendidikan pada Masa Daulah Bani Umayyah

a.  Dapat mengetahui bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu

b.  Dapat mengetahui ilmu dan tokoh ilmu pengetahuan yang muncul pada masa itu

c.  Dapat mengetahui karakteristik pendidikan pada masa itu

d.  Dapat mengetahui tempat-tempat pendidikan pada masa itu

a.  Menambah luas wawasan sejarah islam pada zaman dahulu.

b.  Menumbuhkan semangat tinggi dalam belajar.

c.  Memotifasi buat siswa untuk berkarya tulis.

a.  Mengetahui seberapa besar tingkat kemampuan siswa dalam membuat makalah.

b.  Menyukseskan kegiatan belajar mengajar.

2.1     Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Khulafaur Rasyidin

                   Pada masa ini sering disebut dengan masa klasik awal (650 M – 690 M).Pada masa klasik awal ini, merupakan peletakan dasar-dasar peradaban Islam yang berjalan selama 40 tahun. Seperti halnya perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Rasulullah, bahwa diantara kemajuan yang dicapai dibidang ilmu pengetahuan dan sains pada masa ini adalah terpusat pada usaha untuk memahami Al-Qur’an dan Hadits Nabi, untuk memperdalam pengajaran akidah, akhlak, ibadah, mu’amalah dan kisah-kisah dalam Al-Qur’an.

Akan tetapi yang perlu dicatat bahwa, pada masa ini telah ditanamkan budaya tulis dan baca. Dengan budaya baca tulis maka lahirlah orang pandai dari para sahabat rasul, diantaranya Umar bin Khatab yang mempunyai keahlian dibidang hukum dan jenius pada ilmu pemerintahan, Ali bin Abi Thalib yang mempunyai keahlian dibidang hukum dan tafsir. Diantara ahli tafsir dimasa itu adalah khalifah yang empat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali), Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay Ibnu  Ka’ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-’Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.Dan dari kalangan khalifah empat yang paling banyak dikenal riwayatnya tentang tafsir adalah Ali bin Abi Thalib r.a.Ibnu Abbas adalah anak paman Rasulullah SAW, sekaligus murid dari Rasulullah. Ia dikenal sebagai ahli bahasa atau penterjemah Al-Qur’an. Dia adalah sahabat yang paling pandai atau tahu tentang tafsir Al-Qur’an.Dia mempunyai biografi yang menunjukkan kebolehan ilmunya dan kedudukannya yang tinggi dalam hal penggalian secara mendalam tentang rahasia-rahasia Al-Qur’an.

2.2     Perkembangan ilmu pengetahuan pada Dinasti Umayyah

            Bani Umayyah atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 M sampai 750 M di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta dari 756 M sampai 1031 M di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti ini diambil dari nama tokoh Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah I. Masa ini sebagai masa perkembangan peradaban Islam, yang meliputi tiga benua yaitu, Asia, Afrika, dan Eropa. Masa ini berlangsung selama 90 tahun (661 M – 750 M) dan berpusat di Damaskus.

Pada masa ini perhatian pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sangat besar. Penyusunan ilmu pengetahuan lebih sistematis dan dilakukan pembidangan ilmu pengetahuan sebagai berikut;

1.      Ilmu pengetahuan bidang agama yaitu, segala ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.

2.      Ilmu pengetahuan bidang sejarah yaitu, segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan riwayat.

3.      Ilmu pengetahuan bidang bahasa yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sharaf dan lain-lain.

4.      Ilmu pengetahuan bidang filsafat yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu lain yang berhubungan dengan ilmu itu.

Penggolongan ilmu tersebut dimaksudkan untuk mengklasifikasikan ilmu sesuai dengan karakteristiknya, semuanya saling berhubungan satu dengan yang lainnya, karena satu ilmu tidak bisa berdiri sendiri.Sehingga ilmu pengetahuan sudah menjadi satu keahlian, masuk kedalam bidang pemahaman dan pemikiran yang memerlukan sitematika dan penyusunan.

2.3     Ilmu pengetahuan yang muncul pada zaman Dinasti Umayyah

     Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa Bani Umayyah pada umumnya berjalan seperti di zaman permulaan Islam, hanya pada perintisan dalam ilmu logika, yaitu filsafat dan ilmu eksak.  Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini masih berada pada tahap awal. Para pembesar Bani Umayyah kurang tertarik pada ilmu pengetahuan kecuali Yazid bin Mua’wiyah dan Umar bin Abdul Aziz.  Ilmu yang berkembang di zaman Bani Umayyah adalah ilmu syari’ah, ilmu lisaniyah, dan ilmu tarikh. Selain itu berkembang pula ilmu qiraat, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu nahwu, ilmu bumi, dan ilmu-ilmu yang disalin dari bahasa asing.  Kota yang menjadi pusat kajian ilmu pengetahuan ini antara lain Damaskus, Kuffah, Makkah, Madinah, Mesir, Cordova, Granada, dan lain-lain, dengan masjid sebagai pusat pengajarannya.

Ilmu pengetahuan yang berkembang di zaman Dinasti Umayyah dapat diuraikan sebagai berikut :

a.       Al Ulumus Syari’ah, yaitu ilmu-ilmu Agama Islam, seperti Fiqih, tafsir Al-Qur’an dan sebagainya.

b.      Al Ulumul Lisaniyah, yaitu ilmu-ilmu yang perlu untuk memastikan bacaan Al Qur’an, menafsirkan dan memahaminya.

c.       Tarikh, yang meliputi tarikh kaum muslimin dan segala perjuangannya, riwayat hidup pemimpin-pemimpin mereka, serta tarikh umum, yaitu tarikh bangsa-bangsa lain.

d.      Ilmu Qiraat, yaitu ilmu yang membahas tentang membaca Al Qur’an. Pada masa ini termasyhurlah tujuh macam bacaan Al Qur’an yang terkenal dengan Qiraat Sab’ah yang kemudian ditetapkan menjadi dasar bacaan, yaitu cara bacaan yang dinisbahkan kepada cara membaca yang dikemukakan oleh tujuh orang ahli qiraat, yaitu Abdullah bin Katsir (w. 120 H), Ashim bin Abi Nujud (w. 127 H), Abdullah bin Amir Al Jashsahash (w. 118 H), Ali bin Hamzah Abu Hasan al Kisai (w. 189 H), Hamzah bin Habib Az-Zaiyat (w. 156 H), Abu Amr bin Al Ala (w. 155 H), dan Nafi bin Na’im (169 H).

e.       Ilmu Tafsir, yaitu ilmu yang membahas tentang undang-undang dalam menafsirkan Al Qur’an.  Pada masa ini muncul ahli Tafsir yang terkenal seperti Ibnu Abbas dari kalangan sahabat (w. 68 H), Mujahid (w. 104 H), dan Muhammad Al-Baqir bin Ali bin Ali bin Husain dari kalangan syi’ah.

f.       Ilmu Hadis, yaitu ilmu yang ditujukan untuk menjelaskan riwayat dan sanad al-Hadis, karena banyak Hadis yang bukan berasal dari Rasulullah.  Diantara Muhaddis yang terkenal pada masa ini ialah Az Zuhry (w. 123 H), Ibnu Abi Malikah (w. 123 H), Al Auza’i Abdur Rahman bin Amr (w. 159 H), Hasan Basri (w. 110 H), dan As Sya’by (w. 104 H).

g.       Ilmu Nahwu, yaitu ilmu yang menjelaskan cara membaca suatu kalimat didalam berbagai posisinya.  Ilmu ini muncul setelah banyak bangsa-bangsa yang bukan Arab masuk Islam dan negeri-negeri mereka menjadi wilayah negara Islam.  Adapun penyusun ilmu Nahwu yang pertama dan membukukannya seperti halnya sekarang adalah Abu Aswad Ad Dualy (w. 69 H).  Beliau belajar dari Ali bin Abi Thalib, sehingga ada ahli sejarah yang mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sebagai Bapaknya ilmu Nahwu.

h.      Ilmu Bumi (al- Jughrafia).  Ilmu ini muncul oleh karena adanya kebutuhan kaum muslimin pada saat itu, yaitu untuk keperluan menunaikan ibadah Haji, menuntut ilmu dan dakwah, seseorang agar tidak tersesat di perjalanan, perlu kepada ilmu yang membahas tentang keadaan letak wilayah.  Ilmu ini pada zaman Bani Umayyah baru dalam tahap merintis.

i.        Al-Ulumud Dakhilah, yaitu ilmu-ilmu yang disalin dari bahasa asing ke dalam bahasa Arab dan disempurnakannya untuk kepentingan kebudayaan Islam. Diantara ilmu asing yang diterjemahkan itu adalah ilmu-ilmu pengobatan dan kimia. Diantara tokoh yang terlibat dalam kegiatan ini adalah Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah (w. 86 H). 

2.4.   Tokoh/Ilmuwan Muslim Pada Masa Bani Umayyah

Dalam sepak terjang yang dilakukan Bani Umayyah di bidang pendidikan Islam, banyak melahirkan para ulama yang ahli di bidangnya, mereka bertanggung jawab terhadap kelancaran jalannya pendidikan, Dalam hal ini, Ulama memikul tugas mengajar dan memberikan bimbingan serta pimpinan kepada masyarakat. Ulama bekerja atas dasar kesadaran dan tanggung jawab agama, bukan atas dasar pengangkatan dan penunjukkan pemerintah

Diantara ulama yang menjadi pendidik sekaigus sebagai ilmuan pada waktu itu adalah:

a)  Seni Bahasa dan Sastra

Pada masa pemerintahan Abd. Malik bin Marwan, bahasa arab digunakan sebagai administrasi negara. Dengan penggunaan bahasa Arab yang semakin luas dibutuhkan suatu panduan bahasa yang dapat digunakan semua orang. Hal itu mendorong lahirnya seorang ahli bahasa terkemuka yang bernama Imam Syibawaihi, yang mengarang sebuah buku yang berisi pokok-pokok kaidah bahasa Arab yang berjudul al-Kitab. Disamping itu, pada pemerintahan Dinasti Umayyah di Andalusia terdapat juga ahli bahasa yang terkenal, antara lain: Ibnu Malik pengarang kitab Alfiah, Ibn Sayyidih, Ibn Khuruf, Ibn Al-Haj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Garnathi, al-Farisi, al-Zujaj. Di bidang sastra juga mengalami kemajuan. Hal itu ditandai dengan munculnya sastrawan-sastrawan yang terkemuka, seperti:

a. Qays Bin Mullawah menyusun buku yang berjudul Laila Majnun, wafat pada tahun 699 M.

d. Umar Ibn Abi Rubi’ah (719 M)

f. Ibnu Al-Muqoffa (756 M)


Ilmu tafsir memliki makna yang strategis, disamping karena luasnya faktor  kawasan Islam ke beberapa daerah luar Arab yang membawa konsekuensi lemahnya seni sastra Arab. Hal ini menyebabkan pencemaran bahasa Al-Qur'an dan makna Al-Qur'an yang digunakan untuk kepentingan golongan tertentu. Diantara tokoh-tokohnya adalah Mujahid, Athak bin Abu Rabah, Ikrimah, Qatadah, Said bin Jubair, Masruq bin al-Ajda', Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Abd Malik Ibnu Juraid al-Maliki.  Ilmu tafsir pada masa itu belum mengalami perkembangan pesat sebagaimana terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbasiyyah. Tafsir berkembang dari lisan ke lisan, sampai akhirnya tertulis. Ahli tafsir yang pertama pada masa itu ialah Ibnu Abbas, salah seorang sahabat nabi sekaligus paman nabi yang terkenal.

Perkembangan ilmu Hadits sendiri terjadi setelah diketahui banyaknya hadits palsu yang dibuat oleh kelompok tertentu untuk kepentingan politik. Sebelumnya hadits hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Setengah sahabat dan para pelajar ada yang mencatat hadits-hadits itu dalam buku catatannya. Atas dasar itulah dirasa penting untuk menyusun atau mengumpulkan dan membukukan Hadits-hadits tertentu saja, yang dikira kuat dalam sanad dan matannya. Diantara para ahli hadits yang terkenal pada masa itu ialah Muhammad bin Syihab al-Zuhri, Hadits ada al-Zuhry, Abu Zubair Muhammad bin Muslim bin Idris.

 Pada periode Umayyah, telah melahirkan sejumlah mujtahid fiqih, terbukti ketika akhir masa Umayyah telah akhir tokoh madzhab seperti Imam Abu Hanifah di Irak dan Imam Malik Ibu Anas di Madinaah. Sedangkan Imam Syafi'i dan Imam Ahmad Ibnu Hambal lahir pada masa Dinasti Abbasiyyah.Dan di bidang fiqih, Umayyah di Spanyol Islam menganut mazhab Maliki, maka para ulama memperkenalkan materi-materi fiqih dari mazhab Imam Maliki. Para Ulama yang memperkenalkan mazhab ini adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya adalah Abu bakar ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Said Al-Baluthi dan Ibn Hazm, kemudian abu bakar al quthiyah, munzir bin sa,if al-baluthi dan ibnu hazim.

Khalifah Yazid bin Muawiyyah seorang khalifah yang pertama kali meyuruh untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Beliau mendatangkan beberapa orang Romawi yang bermukim di mesir. Diantaranya  Maryanis seorang pendeta yang mengajarkan ilmu kimia.

Peduduk Syam di Zaman ini telah banyak menyalin bermacam ilmu ke dalam bahasa Arab, seperti: ilmu-ilmu kedokteran misalnya karangan Qais Ahrun dalam bahasa Suryani yang disalin ke dalam bahasa Arab Masajuwaihi.

Islam di Andalusia telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang di lalui ilmu pengetahuan Yunani Arab ke Eropa abad ke 12 minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 selama pemerintahan bani umayyah. Tokoh pertama dalam sejarah filsafat Andalusia dalah Abu Bakr Muhammad bin al-Syaigh yang terkenal dengan nama Ibnu Bajjah. Karyanya adalah Tadbir al-muwahhid, tokoh kedua adalah Abu Bakr bin Thufail yang banyak menulis masalh kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah Hay bin Yaqzhan. Tokoh terbesar dalam bidang filsafat di Andalusia adalah Ibnu Rusyd dari cordova. Ia menafsirkan maskah – naskah aristoteles dan menggeltuti masalah – masalah menahun tentang keserasian filsafat agama.

Dibidang ini dikenal seorang tokoh bernama Hasan bin Nafi yang berjuluk Zaryah. Dia juga terkenal sebagai penggubah lagu dan sering mengajarkan ilmunya kepada siapa saja sehingga kemasyhurannya makin meluas

      2.5.      Pemikiran Tokoh Pendidikan Pada Masa Daulah Bani Umayyah

Berikut ini nama-nama ilmuwan beserta bidang keahlian yang berkembang di Andalusia masa dinasti Bani Umayyah :

Abu Ubaidah Muslim Ibn Ubaidah al Balansi

- Ahli gerakan bintang-bintang

Dikenal sebagai Shahih al Qiblat karena banyak sekali mengerjakan penetuan arah shalat.

Abu al Qasim Abbas ibn Farnas

Ilmi kimia, baik kimia murni maupun terapan adalah dasar bagi ilmu farmasi yang erat kaitannya dengan ilmu kedokteran. Farmasi dan ilmu kedokteran telah mendorong para ahli untuk menggali dan mengembangkan ilmu kimia dan ilmu tumbuh-tumbuhan untuk pengobatan.

Ahmad ibn Iyas al Qurthubi

Hidup pada masa Khalifah Muhammad I ibn abd al rahman II Ausath


Hidup pada masa khalifah Badullah ibn Mundzir

Abu Daud Sulaiman ibn Hassan


Hidup pada masa awal khalifah al Mu’ayyad

- Perintis ilmu penyakit telinga

- Pelopor ilmu penyakit kulit

Di Barat dikenal dengan Abulcasis. Karyanya berjudul al Tashrif li man ‘Ajaza ‘an al Ta’lif, dimana pada abad XII telah diterjemahkan oleh Gerard of Cremona dan dicetak ulang di Genoa (1497M), Basle (1541 M) dan di Oxford (1778 M) buku tersebut menjadi rujukan di universitas-universitas di Eropa.

Abu Marwan Abd al Malik ibn Habib

- Penyair dan ahli nahwu sharaf

- salah satu bukunya berjudul al Tarikh

Muhammad ibn Musa al razi

- Menetap di Andalusia pada tahun 250/863

Abu Bakar Muhammad ibn Umar

- Dikenal dengan Ibn Quthiyah

- Bukunya berjudul Tarikh Iftitah al Andalus

- Meringkas Tarikh al- thabari, menambahkan kepadanya tentang al Maghrib dan Andalusia, disamping memberi catatan indek terhadap buku tersebut.

Hayyan Ibn Khallaf ibn Hayyan

- Karyanya : al Muqtabis fi Tarikh Rija al Andalus dan al Matin.

Abu al Walid Abdullah ibn Muhammad ibn al faradli.

- Lahir di Cordova tahun 351/962 dan wafat 403/1013.

- Salah satu karyanya berjudul Tarikh Ulama’i al Andalus

Perkembangan Bahasa dan Sastra Arab tidak terlepas daripada peran para ulama dan sastrawan, diantaranya adalah :

  1. Ali al Qali. Ia adalah seorang tokoh besar pada zamannya. Ia dibesarkan dan menimba ilmu Hadits, bahasa, sastra, Nahwu dan sharaf dari ulama-ulama terkenal di Baghdad. Pada tahun tahun 330/941 al Nashir mengundang beliau untuk menetap di Cordova dan sejak saat itu Ali mengembangkan ilmu Islam sampai wafatnya (358/696). Dari sekian banyak karya tulisnya yang bernilai tinggi, diantaranya adalah al Amalî dan al Nawâdir.
  2. Ibn al Quthiyah Abu Bakar Muhammad Ibn Umar. Ia adalah seorang ahli bahasa Arab, Nahwu, penyair dan sastrawan. Ia menulis buku dengan judul al Af’âl dan Fa’alta wa Af’alât. Ia meninggal pada tahun 367/977.
  3. Al Zabidi. Ia adalah guru dari Ibn Quthiyah. Al Zabidy sudah mengembangkan bahasa dan sastra di Andalusia sebelum adanya Ali al Qali. Bukunya yang terkenal adalah Mukhtashar al ‘Ain dan Akhbar al Nahwiyyîn.âîû
  4. Said Ibn Jabir, ia juga merupakan salah satu guru dari Ibn Quthiyah.
  5. Muhammad ibn Abdillah ibn Misarrah al Bathini (269-319) dari Cordova dikenal sebagai orang pertama yang menekuni filsafat di Andalusia.

Berikut ini Bibliografi beberapa sastrawan Andalusia :

  1. Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd Rabbih. Lahir di Cordova 246/860. ia menekuni ilmu kedokteran dan musik, tetapi kecenderungannya lebih banyak kepada sastra dan sejarah. ia berhasil menggubah syari-syair pujian (madah) bagi empat khilafah Umawiyah, sehingga ia mendapat kedudukan terhormat di istana. Pada masa al Nashir ia menggubah 440 bait syair dengan menggunakan bahan acuan sejarah. Pada masa tuanya, Abu Amr menyesali kehidupan masa mudanya, kemudian ia berzuhud. Oleh karenanya ia menggubah syair-syair zuhdiyyat yang ia himpun dalam al Mumhishât. Sebagian besar karya syairnya sudah hilang, sedangkan yang berupa prosa ia tuangkan dalam karyanya yang diberi nama al ‘Aqd al Fârid. Ia pada tahun 328/940 dalam keadaan lumpuh.
  2. Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid. Lahir di Cordova pada tahun 382/992. Ia dikenal dekat dengan penguasa. Dengan keterlibatannya dengan kemelut politik, ia sering membuat syair-syair dalma rangka membesarkan atau menggulingkan seorang penguasa. Pada masa kekuasaan Hamudiyah penyair ini dipenjarakan dan menerima penghinaan serta penganiayaan yang berat. Ia dibebaskan dalam keadaan lumpuh sampai wafat pada tahun 427/1035. Karyanya dalam bentuk prosa adalah Risâlah al Tawâbi’ wa al Zawâbigh, Kasyf al Dakk wa Atsar al Syakk dan Hanut ‘Athar.
  3. Ibn Hazm. Lahir pada tahun 384/994) merupakan penyair sufi yang banyak menggubah puisi-puisi cinta.

Ilmuan Muslim yang terkenal pada masa bani Umayyah, antara lain :

a.    Hasan al-Basri dan Sulaiman bin Umar. Beliau adalah ahli fiqih dan ahli hadist yang selalu dimintai fatwa oleh khalifah Umar bin Abdul Azis tentang kebijaksanaannya.

b.   Imam Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri (Ibnu Syihab az-Zuhri). Beliau adalah ahli hadis, pengumpul dan penulis hadis pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis.

c.    Wasil bin Atha’. Pendiri aliran Muktazilah ( berarti orang yang memisahkan diri), yaitu aliran dalam Islam yang lebih mementingkanakal fikiran dibandingkan dengan dalil naqli bertentangan dengan aliran Ahlus sunnah Wal Jama’ah, beliau adalah murid Hasan al-Basri setelah  berbeda pendapat dengan gurunya ia memisahkan diri.

Peradaban Yang Tumbuh Pada Masa Bani Umayyah 1 Di Damaskus

Peradaban Islam masa Bani Umayah dimulai sejak terbunuhnya Ali bin Abi Thalib oleh kaum Khawarij yang tidak setuju dengan keputusan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah terakhir dari Khulafaurrasyidin yang melakukan perdamaian (tahkim/arbitrase) dalam perang Shiffin dengan pihak Muawiyah yang kemudian menjadi khalifah pertama bani Umayah pada 661 M./41 H.

Peradaban Islam pada masa bani Umayah, tulis Hasan Ibrahim Hasan, berjalan selama kurang lebih 90 tahun dengan 14 orang khalifah. Mereka adalah Muawiyah bin Abu Sufyan, Yazid bin Muawiyah, Muawiyah bin Yazid, Marwan bin Al Hakam, Abdul Malik bin Marwan, Al Walid bin Muhammad, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz, Yazid bin Marwan, Hisyam bin Abdul Malik, Al Walid bin Muhammad, Yazid bin Muhammad, Ibrahim bin Muhammad dan Marwan bin Muhammad. 1 Namun dari keempat belas khalifah di atas, hanya lima saja yang merupakan khalifah-khalifah besar menurut Harun Nasution. Mereka adalah Muawiyah bin Abu Sufyan (661-680M.), Abdul Malik bin Marwan (685-705M.), Al Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz (717-720M.), dan Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M.).

A. POLITIK, SOSIAL DAN PEMERINTAHAN ISLAM

1. Dari Sistem Syura ke Sistem Kerajaan

Dari kacamata politik, terutama pada penetapan kepala pemerintahan, Peradaban Islam bani Umayah ditandai dengan adanya perubahan mendasar yang membedakannya dari peradaban Islam masa Rasul dan Khulafaurrasyidin, yaitu perubahan sistem pemerintahan dari sistem syura ke sistem kerajaan di mana sang khalifah sebelum meninggal dunia berhak menentukan siapa yang akan menjadi penggantinya kelak tanpa ada seorang pun yang berhak menghalanginya. Jadi, meskipun sang kepala negara tetap menggunakan istilah khalifah, namun artinya sudah berbeda dengan istilah khalifah pada masa Khulafaurrasyidin di mana seorang khalifah tidak memiliki otoritas penuh terhadap penentuan pemimpin pemerintahan yang akan menggantinya.

Pewarisan kekhilafahan ini dimulai sejak khalifah bani Umayah yang pertama yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan yang telah mengangkat anaknya sendiri, Yazid sebagai putera mahkota berdasarkan saran yang dilontarkan oleh Al Mughirah bin Syu’bah, Gubernur Kufah. Menurut Hasan Ibrahim Hasan, Al Mughirah bin Syu’bah menyarankan kepada Muawiyah agar mewariskan kekhalifahan ini ke Yazid setelah mendengar berita bahwa ia akan dipecat dan jabatannya sebagai Gubernur pada tahun 49 H. dan digantikan oleh Sa’id bin Al Ash yang diterima oleh Muawiyah dan penobatan Yazid sebagai putera mahkota pun dilakukan meskipun masyarakat di Madinah secara mayoritas tidak menyetujui hal ini.

Menurut penulis, meskipun pewarisan kekhalifahan ini atas saran dari Al Mughirah bin Syu’bah, namun sejatinya telah menjadi keinginan kuat Muawiyah sebagai seorang politikus ulung. Hal ini bisa dilihat dari begitu kuatnya ia mempertahankan keputusannya tersebut meskipun tidak mendapat persetujuan dari mayoritas penduduk Madinah. Bahkan, Muawiyah pun mengancam akan membunuh Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair dan Al Husain bin Ali sebagai para pemuka masyarakat Madinah jika mereka menolak keputusannya.

2. Perluasan Wilayah Kekuasaan

Pada masa bani Umayah, ekspansi Islam yang terhenti pada masa Usman dan Ali karena konflik internal, dilanjutkan. Diawali dengan Mu’awiyah bin Abu Sufyan (661-680 M.) sebagai khalifah pertama, di bagian Barat, Tunisia dapat ditaklukkannya dengan mengirim Uqbah Ibn Nafi’ sebagai panglima tentaranya. Sedangkan di bagian Timur, sebagaimana disimpulkan oleh Badri Yatim, ia menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afghanistan sampai ke Kabul.

Pada masa Abdul Malik Ibn Marwan (685-705 M.), ekspansi ke Timur di bawah pimpinan Al Hajjaj Ibn Yusuf dilanjutkan dengan menguasai Balkh, Bukhara, Khawariz, Ferghana dan Samarqand melalui sungai Oxus yang dilanjutkan dengan menaklukkan Balukhistan, Sind dan Punjab dan Multan. Sedangkan ke Barat, ekspansi secara besar-besaran dilakukan oleh al Walid Ibn Abdul Malik (705-715 M.) dengan mengirim Musa Ibn Nushair sebagai pimpinan tentaranya yang dimulai dari Afrika Utara dengan menaklukkan Al Jazair dan Maroko hingga hingga ke Spanyol di Barat Daya benua Eropa dengan pengiriman Thariq bin Ziyad sebagai panglima perang melalui selat Gibraltar (jabal Thariq) sehingga kota Toledo sebagai ibukota Spanyol pun dapat dikuasai. Begitu juga kota Seville, Malaga, Elvira dan Cordoba yang kemudian menjadi ibukota Spanyol Islam. Ekspansi Islam di Spanyol ini dilanjutkan oleh Musa Ibn Nushair yang sebelumnya telah menguasai Al Jazair dan Maroko.

Sebenarnya perluasan wilayah kekuasaan Islam pada masa bani Umayah telah sampai ke Perancis melalui pegunungan Piranee yang dilakukan oleh Abdurrahman bin Abdullah Al Ghafiqi pada jaman Umar bin Abdul Aziz (717-720 M.). Namun ekspansi ini gagal dan Al Ghafiqi pun terbunuh.

Wilayah-wilayah kekuasaan Islam pada masa bani Umayah ini, tulis Harun, telah membuat Islam menjadi negara yang sangat besar. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena wilayah-wilayah kekuasaan Islam pada masa ini telah meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebahagian dari Asia Kecil, Persia, Afghanistan, Daerah yang sekarang disebut Pakistan, Rurkmenia, Uzbek dan Kirgis (di Asia Tengah).7

3. Tumbuhnya Gerakan Politik dan Keagamaan

Pada masa Utsman dan Ali pertumbuhan gerakan politik maupun keagamaan masih terbatas pada individu-individu tertentu, pada masa bani Umayah gerakan-gerakan ini berkembang menjadi kelompok-kelompok.

Berkenaan dengan hal ini dapat dijelaskan di sini bahwa sebelum dinasti Umayah berdiri, yaitu pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan, karena kebijakan-kebijakannya yang banyak menguntungkan pihak keluarganya saja, sebagian umat Islam kecewa dengan kepemimpinan Utsman. Kekecewaan ini berakhir dengan terbunuhnya Utsman dan berpindahnya kekhalifahan ke tangan Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib pun akhirnya dibunuh oleh para pengikutnya sendiri karena kecewa atas keputusannya menerima arbitrase yang diajukan Muawiyah sebagaimana telah dijelaskan di atas. Kekecewaan-kekecewaan inilah yang mendorong lahirnya gerakan-gerakan pemberontakan menentang pemerintah di masa Utsman dengan munculnya oposisi Abu Dzar Al ghiffari dan Ibn Abi Hudzaifah dan oposisi Thalhah, Az Zubair dan Aisyah di masa Ali yang mengakibatkan terjadinya perang Jamal dilanjutkan dengan mengkristalnya gerakan-gerakan politik dan keagamaan pada masa bani Umayah.

Adapun gerakan-gerakan politik dan keagamaan yang berkembang pada masa bani Umayah adalah sebagai berikut:

Syi’ah adalah kelompok pendukung Ali bin Thalib sebagai khalifah keempat yang menggantikan Utsman bin Affan. Kelompok yang sejatinya telah muncul sejak masa Rasul ini semakin menguat terutama karena pihak Muawiyah dan para pengikutnya menolak untuk membaiat Ali sebagai khalifah. Pihak Muawiyah sendiri menganggap Ali terlibat dalam pembunuh Utsman yang membuatnya berkeras untuk memeranginya jika tidak segera menyelesaikan kasus pembunuhan Utsman. Akibatnya perang Shiffin pun terjadi antara Syi’ah yang dipimpin oleh Ali dan pihak Muawiyah pada 37 H. yang diakhiri dengan penobatan Muawiyah sebagai khalifah pengganti Ali setelah diadakan tahkim di Daumatul Jandal di mana pada tahkim tersebut Muawiyah mengirim Amr bin Ash, seorang ahli politik Arab dan Ali mengutus Abu Musa yang sebenarnya tidak disukainya. Dalam tahkim tersebut, baik Abu Musa maupun Amr bin Ash sepakat untuk mengganti khalifah Ali, namun mereka berbeda tentang siapa penggantinya. Abu Musa memilih Abdullah bin Umar sedangkan Amr bin Ash belum menyebutkan siapa-siapa dan dengan kecerdikannya ia pun mengukuhkan Muawiyah sebagai pengganti Ali.

Pada masa bani Umayah, kaum Syi’ah meningkat rasa kebenciannya kepada pemerintahan bani Umayah, sejak masa Muawiyah yang telah memerintahkan Al Mughirah bin Syu’bah sebagai Gubernur Kufah untuk mengutuk Ali pada setiap khutbahnya, pemberontakan-pemberontakan, hingga masa-masa kehancuran bani Umayah.

Khawarij adalah kelompok penentang Ali yang sebelumnya menjadi pengikutnya yang setia. Mereka memisahkan diri dan keluar dari barisan pendukung Ali karena tidak setuju dengan kebijakan Ali yang bersedia melakukan tahkim dengan pihak Muawiyah yang mereka anggap pembangkang dan harus dibunuh. Kelompok ini dianggap musuh oleh kalangan Syi’ah maupun Muawiyah karena telah menganggap keduanya telah keluar dari Islam dan halal darahnya. Sebaliknya kaum Khawarij, sebagaimana dijelaskan oleh Hasan Ibrahim Hasan, lebih membenci kelompok Muawiyah dari kelompok Ali karena menurut keyakinan mereka, Muawiyah adalah orang yang menghambur-hamburkan harta kekayaan kaum muslimin di samping statusnya sebagai khalifah yang bukan berdasarkan konsensus dan kerelaan kaum muslimin.

Sebelumnya telah disebutkan bahwa kelompok ini telah muncul pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Dan pada masa bani Umayah, meskipun selama jangka waktu yang cukup lama dalam pemerintahan Muawiyah nampak hilang dari peredaran, setelah penobatan Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota, Abdullah bin Zubair pun bangkit kembali dan menentang langkah yang ditempuh Muawiyah dan berusaha untuk menggagalkan ketetapan penobatan tersebut yang didukung sebagian kaum muslimin. Menurut Hasan Ibrahim Hasan, dukungan kaum muslimin kepada Abdullah bin Zubair ini disebabkan oleh empat faktor, yaitu perpindahan kekhilafahan dari sistem syura ke sistem pewarisan, terbunuhnya Husein bin Ali, kejamnya para pejabat pemerintahan terhadap penduduk wilayah pemerintahan bani Umayah dan kesalehan serta ketakwaan Abdullah bin Zubair dalam beragama.

Abdullah bin Zubair pun akhirnya menetapkan dirinya sebagai khalifah dan menjadikan Hijaz sebagai pusat pemerintahannya. Namun, gerakan politik yang dilakukan kelompok Ibn Zubair ini berhasil ditumpas dan ia pun mati terbunuh dalam suatu serangan pada masa Abdul Malik bin Marwan pada 73 H.

Murjiah adalah suatu kelompok yang lahir di Damaskus, ibukota pemerintahan bani Umayah. Mereka adalah kelompok yang menangguhkan hukuman atas dosa yang dilakukan oleh umat Islam. Berbanding terbalik dari pandangan Khawarij, kelompok ini tidak mengkafirkan siapa pun dan mereka menyerahkan ketentuan hukum yang bersangkutan kepada Allah Swt. Secara politis, mereka adalah kelompok yang menerima pemerintahan bani Umayah. Oleh karena itu, menurut Hasan Ibrahim Hasan, cahaya kelompok ini pun redup bersamaan dengan runtuhnya kekhilafahan bani Umayah.

Mu’tazilah adalah suatu kelompok keagamaan yang banyak menggunakan akal. Pada perkembangannya kemudian, kelompok ini juga terlibat dalam pembicaraan tentang politik. Dalam bidang terakhir ini, kelompok ini nampak sebagai pendukung Ali bin Thalib (Syi’ah) yang mereka sebut sebagai Imam Pertama Mereka. Tapi sebenarnya antara Syi’ah dan Mu’tazilah terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat mendasar, terutama terutama yang berkaitan dengan teori syi’ah yang menyatakan bahwa seorang Imam itu terpelihara dari dosa.

4. Diwan

Perkataan diwan, sebagaimana ditulis Ibn Khaldun, berasal dari bahasa Persia “diwanah” yang berarti catatan atau daftar. Nama ini kemudian berkembang menjadi untuk digunakan sebagai tempat di mana diwan disimpan. Agar lebih praktis, nama ini disingkat menjadi diwan. Diwan ini, di kalangan orang Arab didirikan pertama kali didirikan oleh Umar bin Khattab, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

Pada masa bani Umayah, menurut Hasan Ibrahim Hasan, diwan yang didirikan terbatas pada empat diwan penting, yaitu Diwan Pajak, Diwan Persuratan, Diwan Penerimaan dan Diwan Stempel di samping ada juga diwan lain yang posisinya berada di bawah keempat di atas seperti diwan yang mengatur keperluan polisi dan tentara.

5. Barid

Karena luasnya wilayah kekuasaan Islam sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, pada masa bani Umayah sejak khalifah Mu’awiyah telah dibentuk suatu badan atau lembaga yang pada masa sekarang dikenal dengan nama Kantor Pos, yang bertugas mengantarkan surat-surat maupun dokumentasi penting lainnya ke suatu wilayah, terutama dalam pemerintahan Islam. Lembaga ini disebut dengan Barid yang telah dijalankan oleh para kaisar Persia dan Romawi pada waktu itu. Oleh karena itu, mengenai sebutan Barid ini ada yang mengatakan bahwa ia berasal dari bahasa Persia, baridah yang berarti yang dipotong ekornya, karena orang-orang Persia biasa memotong ekor kuda yang dipergunakan sebagai barid agar bisa dibedakan dengan hewan tunggangan lainnya. Dalam bahasa Arab sendiri, barid mengandung arti jarak yang ditempuh sejauh 12 mil yang kemudian berkembang dan dipergunakan untuk nama utusan.

Abdul Malik bin Marwan, khalifah ketiga bani Umayah (685-705 M.), karena pentingnya Barid ini dalam jalannya roda pemerintahan, berpesan agar tidak menahan petugas Barid yang datang untuk menemuinya baik siang maupun malam, karena jika hal itu terjadi, berarti pekerjaan suatu wilayah telah hancur selama satu tahun lamanya.

5. Kepolisian

Pada masa Bani umayah kepolisian mengalami perkembangan. Berbeda dari masa-masa sebelumnya, pada masa ini terutama pada pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik (102-125H.) ketika dimasukkan seorang kepala yang berwewenang meneliti tindakan-tindakan militer dan dianggap sebagai penengah antara wewenang kepala polisi dan komandan militer.

Pada masa ini markas kepolisian bertambah menjadi dua setelah Shalih bin Ali Al Abbasi mendirikan Darussyurthah Al ‘Ulya, suatu markas kepolisian yang berlokasi di Al Mu’askar pada 132 H. setelah sebelumnya telah didirikan pula Darussyurthah As Sufla, yang berlokasi di Fusthat.

6. Angkatan Perang

Dalam masalah angkatan perang, bani Umayah melanjutkan apa yang telah dilakukan Umar bin Khattab yang telah membentuk Diwan Tentara yang bertugas megidentifikasi nama-nama, sifat-sifat, gaji dan pekerjaan mereka dan mengembangkannya dengan mengadopsi sistem Ta’biah dari orang-orang Persia, yaitu membagi para tentara menjadi lima kesatuan. Lima kesatuan ini, sebagaimana diuraikan Hasan Ibrahim Hasan terdiri dari Jantung Tentara karena berada di bagian tengah kesatuan, Kesatuan Kanan karena di sebelah kanan, Kesatuan Kiri karena posisinya di sebelah kiri, Kesatuan Pendahuluan, yaitu para penunggang kuda yang berada di depan dan Kesatuan Pengiring yang berada di belakang kesatuan.19

Salah satu perkembangan dalam bidang angkatan perang ini adalah dibuatnya pabrik kapal laut pada tahun 54 H. setelah serangan yang dilancarkan oleh tentara Romawi yang menyebabkan banyak kaum muslimin yang gugur. Berkenaan dengan angkatan laut Islam ini, Hasan Ibrahim Hasan menyatakan bahwa bangsa Arab dalam cara berperang di laut pada mulanya meniru bangsa Byzantium. Namun, pada perkembangannya kemudian merekalah yang menjadi guru bangsa Eropa dalam bidang ini. Kenyataan ini seperti ditunjukkan dalam istilah-istilah kelautan yang berasal dari bahasa Arab dan masih dipergunakan hingga sekarang.

7. Peradilan

Pada masa bani Umayah, sebagaimana sebelumnya, para hakim yang diangkat adalah orang-orang pilihan yang sangat takut kepada Allah Swt dan adil dalam menetapkan suatu keputusan. Perkembangan yang terjadi adalah bahwa pada masa ini keputusan-keputusan hakim sudah mulai dicatat. Hasan Ibrahim Hasan mengatakan bahwa Salim bin Anas adalah hakim pertama pada masa bani Umayah yang melakukan pencatatan ketetapan hukum.21

Selain itu, peradilan pada masa bani Umayah dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu Al Qadla’, yaitu peradilan yang menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan agama, Al Hisbah, yang mengurus masalah-masalah pidana dan Al Mazhalim, yaitu lembaga tertinggi yang mengadili para pejabat tinggi dan hakim-hakim. Yang terakhir ini juga dipergunakan untuk menyelesaikan perkara-perkara yang belum tuntaspada pengadilan Al Qadla’ dan Al Hisbah (pengajuan banding). Pengadilan pada Al Mazhalim ini memiliki tingkat kepentingan yang sangat tinggi sehingga, sebagaimana ditulis Hasan Ibrahim Hasan, setiap persidangan pada Al Mazhalim harus dihadiri oleh lima kelompok persidangan, mereka adalah para pembela dan pembantunya, para hakim penasehat, para ahli fikih, para sekretaris dan para saksi.

B. Ekonomi Islam

Tidak banyak dinamika dan perkembangan yang terjadi dalam peradaban Islam khususnya dalam bidang ekonomi Islam pada masa bani Umayah. Namun, jika dibandingkan dengan ekonomi pada masa Khulafaurrasyidin, pada masa ini terjadi peningkatan pemasukan keuangan seiring dengan meluasnya ekspansi Islam di berbagai belahan dunia pada waktu itu.

Baitul Mal yang telah didirikan pada masa Umar bin Khattab, pada masa bani Umayah juga merupakan lembaga penting yang menentukan keuangan pemerintahan, sehingga keberadaannya menjadi kebutuhan yang sangat penting, terutama setelah mencapai tingkat ekonomi yang lebih maju dibanding dengan masa sebelumnya.

Dari bidang pajak, terutama sebelum masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, pemasukan Baitul Mal yang diperoleh mencapai 186.000.000 dirham. Jumlah ini, menurut Hasan Ibrahim Hasan berasal dari Irak sebanyak 130.000.000 dirham, dari Mesir 36.000.000 dirham dan Syam 20.000.000 dirham.

Jika dibandingkan dengan hasil pajak pada jaman khulafaurrasyidin, pada masa bani Umayah lebih tinggi yang disebabkan terutama oleh kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif pajak. Berkenaan dengan hal ini, Hasan Ibrahim Hasan menyatakan bahwa Muawiyah menyuruh Wardan, Gubernurnya di Mesir untuk menaikkan pajak bagi setiap orang Qibthi sebesar satu qirat dan pada masa Abdul Malik bin Marwan pajak bagi setiap individu ini dinaikkan tiga kali lipat menjadi 3 dinar.

Pada masa Umar bin Abdul Aziz, tarif pajak yang telah dinaikkan sejak masa Muawiyah diturunkan kembali dan setiap individu hanya harus membayar lebih kurang 14 Qirat saja sebagaimana yang ditetapkan oleh Umar bin Khattab.

C. Ilmu Pengetahuan Islam

Dengan kacamata filsafat ilmu, perkembangan ilmu pengetahuan Islam pada masa bani Umayah ini sudah lebih ilmiah dibandingkan dengan masa sebelumnya dengan dituliskannya suatu ilmu berdasarkan sistematika dan metodologinya masing-masing. Kemajuan yang dicapai pada masa bani Umayah ini terkait erat dengan perkembangan yang terjadi di mana terjadi interaksi antara peradaban Islam dengan peradaban lainnya yang telah hadir sebelum kehadiran Islam di daerah kekuasaannya seperti peradaban Yunani di Mesir dan lain-lain.

Interaksi dengan peradaban Yunani nampak pada adanya usaha penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani oleh sarjana-sarjana muslim atas perintah sang Khalifah. Musyrifah Sunanto menjelaskan bahwa Khalid bin Yazid, cucu Muawiyah pada masa kekhilafahannya, karena tertarik dengan ilmu kimia dan kedokteran menyediakan sejumlah dana untuk penerjemahan buku-buku tersebut kedalam bahasa Arab.

Sedangkan dengan peradaban Kristen, interaksi ini terjadi ketika ilmuwan-ilmuwan Kristen di antara mereka ada yang menjadi pejabat di pemerintahan Islam seperti Yahya ad Dimasyqi pada masa kekhilafahan Abdul Malik bin Marwan yang teguh mempertahankan agamanya. Sebagaimana ditulis Musyrifah, keteguhan sikap ini mendorong umat Islam untuk mempelajari logika agar dapat mempertahankan aqidah Islam sekaligus mematahkan hujjah mereka.

Selain karena interaksi di atas, keilmuan Islam pada masa ini mengalami kemajuan karena luasnya daerah kekuasaan Islam di mana umat Islam banyak yang berbahasa selain Arab dan tidak memahaminya. Ditemukannya titik dalam bahasa Arab pada masa Hajjaj Ibn Yusuf Ats Tsaqafi oleh Abul Aswad Ad Duwali adalah contoh yang dapat dikemukan pada kasus ini.

Perkembangan bahasa Arab selanjutnya adalah pada aspek tata bahasa Arab yang terjadi pada masa khalifah Harun Ar Rasyid oleh Al Khalil Ibn Ahmad yang mengarang kitab Al ‘Ain sebagai kamus bahasa Arab pertama dan Sibawaih. Tokoh terakhir ini menulis bukunya yang sangat terkenal dengan memakai namanya sendiri, yaitu Sibawaih, suatu karya yang sangat baik sehingga menjadi acuan bagi para ahli bahasa Arab yang sesudahnya seperti Al Kisa’I, Al ‘Ashmu’I, Al Akhfas Ash-shagir dan Az Zujazi.

Selain karena perluasan wilayah kekuasaan Islam, kefanatikan bani Umayah terhadap bangsa Arab, juga menjadi faktor kemajuan bahasa Arab, terutama dalam bidang sya’ir.. Oleh karena itu sya’ir-sya’ir Jahili pada masa ini pun tumbuh dengan pesat, sehingga muncullah para ahli dalam bidang ini, seperti Umar bin Abi Rabi’ah (w.719 M.), Jamil Al ‘Udhri (w. 701 M.), Qays bin Al Mulawwah (w. 699 M.). Al Farazdaq (w. 732 M.), Jarir (w. 792 M.) dan Al Akhtal (w. 710 M.).

Keilmuan Islam pada masa bani Umayah juga terjadi secara alami karena perkembangan jaman di mana ilmu-ilmu yang telah dipelajari berdasarkan Al-Quran dan Hadis perlu dibukukan sehingga memudahkan umat Islam untuk mempelajari agamanya melalui buku-buku tersebut. Ilmu-ilmu agama tumbuh berkembang, seperti ilmu Tafsir, ilmu Hadits, Ilmu Qiraat, Ilmu Fiqh, Ilmu Kalam dan sebagainya, sehingga muncullah para ahli di bidang ini, seperti Ibn Jarir At-Thabari, Hasan Al Bahshri, Ibn Syihab Az Zuhri dan Washil bin ‘Atha’ dengan tulisan-tulisan mereka. Begitu juga dengan ilmu sejarah yang berkembang dengan munculnya para penulis sejarah seperti Musa bin ‘Uqbah (w.131 H.) , Ibn Syihab Az Zuhri (w. 124 H.) dan Ibn Ishaq (w.151 H.), meskipun menurut Hasan Ibrahim Hasan kegiatan penulisan sejarah ini tidak mendapat dukungan dari pemerintah karena para khalifah bani Umayah lebih menyukai membaca Al-Quran daripada membaca sejarah.

Faktor ekonomi juga mempengaruhi perkembangan ilmu Islam pada masa ini. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa wilayah kekuasaan pada masa ini sudah sangat luas sehingga tingkat perekonomian Islam pun meningkat. Ketika perekonomian meningkat timbullah kebutuhan akan seni yang diwujudkan dalam usaha menghiasi pembangunan kota-kota berikut gedung-gedungnya, baik gedung pemerintahan maupun masjid di mana setiap pembangunan masjid maupun gedung pemerintahan dengan seni kaligrafi dan arsitektur.

Pada masa bani Umayah ini telah banyak tulisan-tulisan kaligrafi yang menghiasi gedung-gedung dengan arsitekturnya yang indah, seperti yang terdapat di Qashr ‘Umrah, yaitu suatu istana kecil tempat berburu yang terletak sekitar 50 mil dari kota Amman yang dibangun pada masa Al Walid bin Abdul Malik.

Bani Umayyah atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 M sampai 750 M di Jazirah Arab dan sekitarnya, serta dari 756 M sampai 1031 M di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti ini diambil dari nama tokoh Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah I. Masa ini sebagai masa perkembangan peradaban Islam, yang meliputi tiga benua yaitu, Asia, Afrika, dan Eropa. Masa ini berlangsung selama 90 tahun (661 M – 750 M) dan berpusat di Damaskus.

Pada masa ini penyusunan ilmu pengetahuan lebih sistematis dan dilakukan pembidangan ilmu pengetahuan sebagai berikut : Ilmu pengetahuan bidang agama, Ilmu pengetahuan bidang sejarah, Ilmu pengetahuan bidang bahasa, Ilmu pengetahuan bidang filsafat.

Beberapa karakteristik pendidikan pada masa Dinasti Umayyah yaitu Bersifat Arab, Berusaha Meneguhkan Dasar-Dasar Agama Islam Yang Baru Muncul, Perioritas Pada Ilmu-Ilmu Naqliyah Dan Bahasa, Menunjukkan Perhatian Pada Bahan Tertulis  Sebagai Media Komunikasi, Membuka Pengajaran Bahasa-Bahasa Asing, dan Menggunakan Surau (Kuttab) dan Masjid Tempat-tempat pendidikan pada Dinasti Umayyah antara lain khuttab, masjid, majelis sastra, pendidikan istana, dan pendidikan badiah.

Pemikiran pendidikan Islam pada masa umayyah tampak dalam bentuk nasehat-nasehat khalifah kepada pendidik anak-anaknya, yang memenuhi buku sastra, yang menunjukan bagaimana teguhnya mereka berpegang pada tradisi Arab dan Islam. Salah satu nasehat tersebut adalah nasehat Abdul Malik bin Marwan kepada pendidik anknya, “ hendaklah pendidik mendidik akal, hati, dan jasmani anak-anak.

            Pemikiran pendidikan islam pada masa Umayah  ini juga tersebar pada beberapa tulisan para ahli nahwu, sastra, hadis, dan tafsir. Pada masa ini para ahli tersebut mulai mencatat (modifikasi) ilmu-ilmu bahasa, sastra dan agama.

Perkembangan Bahasa dan Sastra Arab tidak terlepas daripada peran para ulama dan sastrawan, diantaranya adalah:

2. Ibn al Quthiyah Abu Bakar Muhammad Ibn Umar

4. Said Ibn Jabir, ia juga merupakan salah satu guru dari Ibn Quthiyah.

5. Muhammad ibn Abdillah ibn Misarrah al Bathini (269-319) dari Cordova dikenal sebagai orang pertama yang menekuni filsafat di Andalusia.

Berikut ini  beberapa sastrawan Bani Umayyah di Andalusia :

1. Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd Rabbih.

2. Abu Amir Abdullah ibn Syuhaid.

Ilmuan Muslim yang terkenal pada masa bani Umayyah, antara lain :

a.    Hasan al-Basri dan Sulaiman bin Umar.

b.   Imam Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri (Ibnu Syihab az-Zuhri).

Al Abrasi, Athiyya. 1993. Tarbiyah Al Islamiyah, Terjemahan Bustami A. Ghani. Jakarta: Bulan Bintang

Anwar, Saipul. Dalam PDF Karyailmiah, Pendidikan Islam Masa DinastiUmayah

Langgulung, Hasan. 1980. Pendidikan Islam Menghadapi Abad-21. Jakarta: Pustaka Al Husna

Langgulung, Hasan. 1998.  Asas-AsasPendidikan Islam. Jakarta: PustakaHusna

Langgulung, Hasan.  2001. Pendidikan Islam DalamabadKesatu. Jakarta: Al-HusnaZikra

Nizar, Samsul. 2008. SejarahPendidikan Islam Menelusuk Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: kencana

Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama atau IAIN di Jakarta. 1986. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam

Salabi, Ahmad.  1972. SejarahPendidikan Islam. Jakarta: BulanBintang

Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana

Taqiyuddin. 2008. "Sejarah Pendidikan Islam”. Bandung: Mulia Press.

Abudin Nata, 2010. ”Sejarah Pendidikan Islam".  Jakarta: Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidyatullah.

Munawwar Chalil. 1989. "Empat Biogrfi Imam Madzhab".  Jakarta: Bulan Bintang.

Badri Yatim. 2010. "Sejarah Peradaban Islam". Jakarta:Rajawali Press.

Susanto, 2009. "Pemikiran Pendidikan Islam". Jakarta: Amzah.