Salah satu bukti adanya pelayaran dan perdagangan yang terjadi pada masa praaksara adalah

Salah satu bukti adanya pelayaran dan perdagangan yang terjadi pada masa praaksara adalah

Salah satu bukti adanya pelayaran dan perdagangan yang terjadi pada masa praaksara adalah
Lihat Foto

Wikimedia Commons

Peta Indonesia pada abad ke-18 yang menunjukkan nusantara dilalui oleh angin musim, yang penting bagi aktivitas pelayaran dan perdagangan.

KOMPAS.com - Penyebutan Indonesia sebagai negara bahari telah melekat sejak ratusan tahun lalu.

Sebagai negara kepulauan, sangat wajar apabila aktivitas perdagangannya dilakukan melintasi lautan.

Sejarah perkembangan pelayaran dan perdagangan di Indonesia pun amat panjang.

Dari berbagai sumber sejarah, diketahui bahwa aktivitas pelayaran dan perdagangan di Indonesia telah dilakukan sejak abad pertama Masehi.

Pada abad ke-2, Indonesia telah menjalin hubungan dengan India sehingga agama Hindu pun masuk dan berkembang.

Sementara pada abad ke-5, Indonesia telah dilintasi jalur perdagangan laut antara India dan China.

Berikut ini faktor-faktor pendorong perkembangan pelayaran dan perdagangan di Indonesia.

Letak Indonesia yang strategis

Indonesia terletak di antara dua benua, yaitu Asia-Australia dan dua samudera, Hindia-Pasifik.

Letak Indonesia yang berada di antara empat unsur tersebut membuat posisinya menjadi sangat strategis, yaitu berada di jalur perdagangan dan pelayaran internasional.

Oleh karena itu, kawasan nusantara sejak dulu banyak dilalui oleh para pelaut dari berbagai penjuru dunia baik untuk berdagang ataupun sekadar singgah.

Salah satu bukti adanya pelayaran dan perdagangan yang terjadi pada masa praaksara adalah

Salah satu bukti adanya pelayaran dan perdagangan yang terjadi pada masa praaksara adalah
Lihat Foto

shutterstock.com

Ilustrasi jalur perdagangan laut

KOMPAS.com - Aktivitas perdagangan dan pelayaran sudah ada sejak abad pertama masehi.

Pada abad ke-2, Indonesia sudah menjalin hubungan dengan India sehingga agama Hindu masuk dan berkembang.

Bagaimana posisi Indonesia dan jaringan Nusantara terbentuk, berikut faktaya:

Jaringan perdagangan dan posisi Indonesia

Diambil dari buku The Silk Roads: Highways of Culture and Commerce (2000) karya Vadime Elisseeff, sejak abad ke-5 Indonesia sudah dilintasi jalur perdagangan laut antara India dan China.

Jalur perniagaan dan pelayaran yang melalui laut, dimulai dari China menuju Kalkuta, India.

Di mana jalur tersebut melalui Laut China Selatan kemudian Selat Malaka. Setelah sampai India, kemudian berlanjut ke Teluk Persia melalui Suriah.

Baca juga: Perdagangan Internasional: Pengertian dan Manfaatnya

Jalur perdagangan berlanjut ke Laut Tengah melalui Laut Merah sampai ke Mesir menuju Laut Tengah.

Indonesia, melalui Selat Malaka terlibat perdagangan dalam hal rempah-rempah. Posisi Indonesia cukup strategis dan memiliki sumber daya alam yang berlimpah.

Sehingga Indonesia menjadi salah satu pusat perdagangan yang penting pada jalur perdagangan Timur Tengah dan semenanjung Arab dengan Selat Malaka.

Kepentingan ekonomi

Pusat-pusat integrasi Nusantara berawal dari penguasaan laut. Sehingga terjadi beberapa hal, yaitu:

BERLAYAR dan berlabuh dan berlayar lagi. Meniti buih, menunggang ombak. Itulah kehidupan para pelaut. Berjaya, bukan hanya di daratan, melainkan juga di lautan. Bukan cuma dalam hitungan puluhan tahun, melainkan sudah berabad-abad.

Selama itu pula, pelabuhan-pelabuhan kuno Nusantara menjadi ajang pelayaran dan persinggahan antarbangsa dengan segala kepentingan, baik ekonomi maupun budaya, bahkan ketika pelabuhan-pelabuhan kuno itu berubah menjadi pelabuhan-pelabuhan modern dengan segala kekiniannya. Tetap saja, wilayah laut memegang peranan penting dalam perniagaan dunia.

Ribuan pelabuhan di seluruh penjuru negeri ialah tempat menancapkan sauh. Ribuan kilometer alun samudra ialah jalan menjelajah lautan. Menjadikan laut sebagai pemersatu, lautan sebagai jembatan. Bukan pemisah.

Sejarah mencatat kemaritiman bangsa Indonesia terjadi sejak masa migrasi bangsa Austronesia hingga masa kegemilangan Majapahit. Semangat bahari menjadi kekuatan yang maha dahsyat. Leluhur Nusantara telah berlayar ke segala lautan dan samudra, mulai hanya mengandalkan bintang-bintang penunjuk arah.

Salah satu bukti terkuat yang menggambarkan perahu tradisional Nusantara pada masa Hindu-Buddha ialah relief-relief yang dipahat pada Candi Borobudur. Bentuk-bentuk perahu yang terdapat pada relief candi Borobudur antara lain perahu-perahu besar dengan layar lebar yang dapat memuat barang dagangan sampai ratusan ton dan penumpang sekitar dua ratus orang. Masih ada perahu-perahu kecil tanpa cadik atau yang disebut juga dengan perahu jukung, perahu lesung, perahu bertiang tunggal dengan cadik, perahu bertiang tunggal tanpa cadik, perahu dayung tanpa tiang, serta perahu bertiang ganda dengan cadik.

Perkembangan bentuk perahu tradisional Nusantara pada masa ini banyak dipengaruhi dari perahu jung (layar lebar) dari Tiongkok. Setelah datangnya perahu jung dari Tiongkok, teknologi perahu Nusantara tidak hanya menggunakan cadik, tapi juga menggunakan layar lebar.

Dalam satu bagian yang dipamerkan di Museum Bahari. Terdapat keterangan tentang kompas dengan 4, 8, atau 32 penjuru mata angin yang mempunyai kisah yang panjang. Semua bermula dari penemuan biji magnet oleh orang Tiongkok kuno, dan pengembangan kompas di Eropa. Pada awal abad ke-16, diketahui para pelaut Nusantara telah terbiasa menggunakan kompas dan peta.

Orang Tiongkok kuno menemukan biji magnet yang diikatkan pada seutas tali. Hasilnya, ia akan selalu menunjukkan arah utara. Pada abad ke-12, para penjelajah Eropa berhasil membuat kompas dengan menggosokkan sebatang jarum pada biji magnet. Penemuan ini memicu perkembangan kompas hingga seperti bentuk modern saat ini.

Pelaut Nusantara telah mengenal kompas sejak abad ke-15. Berdasarkan catatan Ludovico di Vathema pada 1506 dalam perjalanannya dari Pulau Kalimantan ke Jawa, ia melihat kompas digunakan nakhoda kapal yang ditumpanginya. Selain kompas, kapal tersebut mempunyai sebuah peta yang penuh dengan garis-garis panjang dan melintang sebagai alat navigasi pelayarannya.

Bukti arkeologi
Menurut arkeolog Soni Wibisono, kapal menduduki peranan penting dalam sejarah Indonesia. Temuan arkeologis membuktikan budaya penggunaan perahu di Nusantara sudah dikenal sejak masa prasejarah. Bukti-bukti dari adanya penggunaan perahu ini diketahui berdasarkan temuan arkeologis dalam bentuk gambar hiasan di periuk, pahatan atau goresan di batu, lukisan di goa, relief di nekara perunggu.

Selain di Kalimantan, daerah-daerah tempat ditemukannya bukti-bukti arkeologi tersebut lebih banyak berasal dari kawasan Indonesia timur, seperti di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Flores, Maluku, Pulau Muna, Pulau Bali, dan Sumbawa. Berbagai macam jenis perahu yang digunakan pada masa prasejarah, antara lain perahu bercadik, perahu sampan, kora-kora dan perahu jukung.

“Banyak temuan arkeologi yang membuktikan bahwa bangsa ini punya sejarah panjang dalam bidang maritim,” terang Soni.

Pada zaman Majapahit, kapal juga menempati posisi sangat penting. Sebagai sebuah kerajaan besar pada abad 13-15 Masehi, Majaphit menguasai hampir seluruh Nusantara dan beberapa daerah di luar Indonesia serta memiliki perdagangan dan pelayaran yang begitu maju. Majapahit mempunyai kapal jung berbagai macam ukuran mulai dari kecil hingga besar.

Besaran itu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perjalanan yang ditempuh. Perjalanan mencari rempah-rempah ke daerah Ambon, Sumbawa, Flores, dan lain-lain. Perahu yang digunakan adalah perahu jung besar dengan bobot ratusan ton. Sedangkan pelayaran dalam wilayah sekitar Pulau Jawa menggunakan perahu jung kecil atau perahu jukung.

Begitu pun Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan yang berpusat di Sumatra Selatan itu juga menguasai lautan. Sriwijaya dikenal sebagai negara maritim yang disegani pada abad ke-7 M. Kerajaan Sriwijaya menguasai Selat Malaka. Perahu Sriwijaya memiliki bentuk jung yang memiliki bobot hingga ratusan ton. Bahkan, pembuatan perahu Sriwijaya tidak menggunakan paku besi, tetapi hanya menggunakan pasak kayu.

Jenis perahu lain dari masa Kerajaan Sriwijaya ialah perahu lesung, yaitu perahu yang terbuat dari satu balok kayu besar dan panjang yang dilubangi di bagian tengahnya. Jenis-jenis perahu lesung dari masa Kerajaan Sriwijaya ini antara lain perahu lesung yang sangat sederhana, perahu lesung yang dipertinggi dengan cadik, dan perahu lesung yang dipertinggi tanpa cadik. Perahu-perahu ini ada yang dilengkapi dengan tiang tunggal dan ada pula yang dilengkapi dengan tiang ganda. (M-2)

bedanya france sama french apa?​

An-Nizam Al-Idari adalah lembaga yang dibangun masa Dinasti Umayyah dalam bidang ...

apa yang dilakukan marwan bin hakam pada saat menolak pembaiatan terhadap ali bin abi thalib

Bagaimana jalan perlawanan rakyat aceh melawan portugis

Bagaimana praktik demokrasi di indonesia pasca orde baru menggunakan teori konsolidasi demokrasi

Menghadiri undangan dan menerima hadiah merupakan puncak dari penghormatan, maka apabila diundang hadirilah, karena menghadiiri undangan merupakan rea … lisasi iman kita kepada al-Asma’al-husna

Jelaskan 3 bangunan megalithikum pada masa pra aksara!

Jelaskan teori masuknya kebudayaan hindu budha menurut teori waisya

Jelaskan secara singkat mengenai sejarah demokrasi

Pespektik hukum islam tentang kitab risalah ahli sunnah waljamaah fi hadist