Raja habasyah yang menerima dengan baik hijrahnya kaum muslimin bernama Raja brainly

Dengan gencar setan membisiki dan memprovokasi mereka hingga mereka membunuh rajanya dan mengangkat saudaranya untuk menggantikannya.

SAMBUTAN RAJA NAJASYI TERHADAP KAUM MUSLIMIN

Siksaan dan teror orang-orang kafir Quraisy terhadap kaum Muslimin tak jua surut. Budak-budak dan orang-orang lemah yang tidak memiliki pembela atau pelindung ini menjadi sasaran pelampiasan kemarahan kaum kafir Quraisy. Hingga orang-orang lemah ini merasakan kesempitan berada di kota Mekkah tempat mereka berpijak.

Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia Radhiyallahu anha menceritakan:

Mekkah, ketika itu terasa sempit bagi kami. Para sahabat Rasulullah disiksa dan mendapat cobaan. Mereka melihat siksa dan derita yang menimpa para sahabat karena din (agama) mereka. Pada kondisi seperti itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bisa mencegah penyiksaan ini. Adapun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , pada saat itu berada dalam perlindungan kaum dan pamannya, sehingga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tertimpa penderitaan, sebagaimana yang telah menimpa kaumnya.

Melihat keberadaan kaumnya yang tertindas ini, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda kepada mereka: “Sesungguhnya di Negeri Habasyah terdapat seorang raja. Orang di sekitarnya tidak ada yang berbuat zhalim. Pergilah kalian ke negerinya sampai Allah Azza wa Jalla memberikan jalan keluar dan solusi bagi kesulitan yang kalian alami.”

Mendengar sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini , maka kami pun pergi secara bergelombang dan berkumpul disana. Saat itu, kami (merasa) berada di negeri terbaik dan tetangga terbaik. Kami merasa aman dengan din kami dan tidak pernah mengkhawatirkan kezhaliman.[1]

Eksodus ini kemudian dikenal dengan hijrah pertama ke Negeri Habasyah. Yakni terjadi pada bulan Rajab, tahun ke-5 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima wahyu.

Kaum Muslimin meninggalkan Mekkah secara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui kuffar Quraisy. Mereka meninggalkan Mekkah untuk menjaga din. Mereka menuju Habasyah dengan menyewa perahu dagang. Adapun jumlah orang-orang yang berhijrah pada saat itu, maka para ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan 11 laki-laki dan empat wanita. Ada yang mengatakan 12 laki-laki dan empat wanita.[2] Dan ada juga yang mengatakan 12 laki-laki dan lima wanita.

Para sahabat yang hijrah pertama kali ini tidak begitu lama tinggal di Habasyah. Hal ini disebabkan kabar yang mereka dengar, bahwa penduduk Mekkah telah memeluk Islam. Begitu mendengar berita[3] ini, mereka memutuskan untuk kembali ke Mekkah. Yaitu pada bulan Syawwal tahun yang sama. Saat sudah mendekati Mekkah, mereka baru menyadari jika berita masuknya penduduk Mekkah memeluk Islam itu, ternyata hanya kabar burung. Kenyataannya, api permusuhan yang dikobarkan kafir Quraisy masih menyala, bahkan semakin dahsyat.

Melihat kondisi seperti itu, Rasulullah pun mengidzinkan mereka untuk kembali hijrah menuju Habasyah. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad beliau rahimahullah dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu , beliau Radhiyallahu anhu berkata:“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus kami ke Raja Najasyi. Kami (berjumlah) sekitar delapan puluh laki-laki”.

Di Negeri Habasyah ini para sahabat dapat kembali melaksanakan din (agama) mereka, tanpa dibayangi penyiksaan. Saat kaum Quraisy mengetahui bahwa kaum Muslimin telah mendapatkan tempat yang aman untuk menjalankan din (agama) mereka, kaum Quraisy marah.

Kemudian, mereka lantas mengutus Amr bin ‘Ash dan ‘Abdullah bin Abi Rabi’ah untuk menghadap Raja Najasyi agar mengenyahkan kaum Muslimin dari Habasyah. Kedua duta ini dibekali dengan hadiah yang banyak untuk diberikan kepada para pejabat kerajaan Habasyah agar usaha mereka berhasil. Hadiah ini diberikan kepada para pembesar Habasyah, dan kemudian mereka menghadap Raja Najasyi.

Begitu menghadap Raja Najasyi, dua duta Quraisy ini bersujud kepada Sang Raja sebagai tanda hormat, kemudian duduk di sebelah kanan dan sebelah kiri Raja. Mereka lantas berkata: “Sesungguhnya ada sekelompok orang dari keturunan paman kami tinggal di negeri Tuan. Mereka tidak menyukai kami, juga agama kami”.

Raja Najasyi balik bertanya: “Dimana mereka?”

Dua duta ini menjawab: “Di daerah Tuan. Kirimkan utusan kepada mereka!”

Lalu Raja Najasyi pun mengirimkan kurir untuk memanggil kaum Muslimin yang datang ke Negeri Habasyah. Untuk memenuhi panggilan Sang Raja, maka Ja’far bin Abi Thalib berseru kepada teman-temannya sesama kaum Muslimin: “Pada hari ini, saya adalah juru bicara kalian,” mereka pun mengikuti Ja’far.

Saat masuk ke tempat Raja Najasyi, Ja’far hanya mengucapkan salam tanpa bersujud. Orang-orang yang berada di ruang itu berseru: “Mengapa engkau tidak bersujud kepada Raja?”

Ja’far menjawab,”Kami tidak bersujud, kecuali kepada Allah semata.”

Raja Najasyi bertanya,”Siapa itu?”

Ja’far menjawab,”Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mengutus seorang rasul kepada kami. Dia menyuruh kami agar tidak bersujud kepada siapapun, kecuali kepada Allah Azza wa Jalla , melaksanakan shalat dan menunaikan zakat.”

Amr, duta Quraisy berujar: “Mereka bertentangan dengan Anda dalam masalah Isa bin Maryam.”

Raja Najasyi bertanya,”Apa yang kalian katakan tentang Isa bin Maryam, dan juga tentang ibunya?”

Ja’far menjawab,”Kami mengatakan sebagaimana Allah berfirman,’Isa adalah manusia (yang diciptakan oleh Allah dengan) kalimat dan ruh dari Allah yang disampaikan kepada Maryam, seorang gadis perawan yang tidak pernah dijamah manusia’.”

Mendengar jawaban ini, Raja Najasyi mengangkat sebuah tangkai kayu dari atas tanah, lalu ia berseru: “Wahai, orang-orang Habasyah! Wahai, para pendeta! Demi Allah! Mereka tidak menambahkan perkataan apapun pada keyakinan kita tentang Isa. Kami mengucapkan selamat kepada kalian dan kepada orang yang mengutus kalian. Aku bersaksi, bahwa dia adalah Rasulullah. Dialah orang yang kami temukan di dalam kitab Injil. Dialah rasul yang dikabarkan oleh Isa bin Maryam. Tinggallah kalian di manapun yang kalian inginkan! Demi Allah, kalau bukan karena kekuasaan yang ada padaku, maka sungguh aku datangi dia, sehingga aku menjadi orang yang membawakan sandalnya.”[4]

Kemudian Raja Najasyi menyuruh pengawalnya untuk mengembalikan hadiah dari duta Quraisy ini, lalu duta inipun diusirnya. Dua utusan Quraisy ini akhirnya pulang dengan membawa kekecewaan yang sangat. Begitu juga kekecewaan menyelimuti orang-orang yang mengutusnya.

Sementara itu, berdasarkan hadits-hadits yang shahih, Raja Najasyi yang belum pernah berjumpa dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah masuk Islam, dan ia meninggal dalam keadaan muslim. Sehingga ketika Rasululah n mendengar kabar Raja Najasyi meninggal, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohonkan ampunan untuknya dan melakukan shalat ghaib.[5]

Baca Juga  Perang Uhud (2)

Dari peristiwa hijrah ke Negeri Habasyah ini, kita dapat mengambil pelajaran dan hikmah sebagai berikut.

1. Kisah ini menunjukkan bahwa hijrah disyari’atkan dalam Islam. Yang dimaksud dengan hijrah, yaitu pindah dari negeri kufur ke negeri Islam. Yakni, jika seorang muslim tidak bisa beribadah kepada Allah Azza wa Jalla , dia pun hijrah menuju negeri atau tempat yang memungkinkannya dapat melaksanakan ibadah tanpa ada gangguan.

2. Jika diperlukan, seorang muslim boleh meminta perlindungan kepada non muslim.

3. Di antara yang dapat menopang Islama, yaitu pengorbanan harta, negara dan jiwa, karena semua ini tidak bermanfaat, jika din ini tak ada pada diri seseorang. (Nsd)

Maraji’: 1.As-Siratun-Nabawiyyah fî Dhau-il Mashâdiril-Ashliyyah, Doktor Mahdi Rizqullah Ahmad.

2.Shahihus-Siratin-Nabawiyyah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.

Rep: Hasanul Rizqa Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rasulullah mengizinkan umat Islam hijrah ke Habasyah. Saat itu, negeri tersebut merupakan kerajaan yang dipimpin Raja Najasyi, seorang Kristen yang saleh. Ja'far bin Abu Thalib ditunjuk menjadi pemimpin kelompok Muslim yang berhijrah ke sana.

Namun, ketakutan masih meliputi kaum Muslim. Sebab, para petinggi musyrikin Quraisy justru menyusul mereka ke Habasyah. Kaum Quraisy itu mengutus sejumlah orang yang dipimpin Amr bin Ash untuk menghadap kepada Raja Najasyi.

Tujuannya, agar sang raja bersedia menyerahkan kepada mereka orang-orang Islam yang mencari suaka ke Habasyah.Amr bin Ash begitu optimistis dengan misi ini karena kemampuan diplomasinya termasuk unggul. Apalagi, Amr bersahabat baik dengan para elite Kerajaan Habasyah.

Sesampainya di istana Habasyah, Amr bin Ash menyampaikan maksud kedatangannya langsung kepada Raja Najasyi.Sang Raja tidak langsung menyerahkan orang- orang Islam pencari suaka itu.

Dengan bijaksana, Raja Najasyi memperhadapkan Amr bin Ash dengan Ja'far bin Abu Thalib. Tujuannya, agar Raja Najasyi dapat berlaku adil dalam menilai siapa sesungguhnya yang paling benar dalam urusan ini.

Untuk memenangkan argumennya, Amr bin Ash menyatakan kepada Raja Najasyi bahwa orang-orang Islam itu memiliki pandangan yang berbeda mengenai Maryam, ibunda Nabi Isa AS.

Sebagai seorang penguasa yang beragama Nasrani, Raja Najasyi cukup terkejut. Dengan tenang, Ja'far bin Abu Thalib menjelaskan bagaimana Islam memosisikan Maryam dan putranya sebagai sosok mulia dan agung.

Dulu, kami memang bangsa yang bdoh. Kami menyembah berhala. Lalu, Allah mengutus Rasul-Nya.Kami mengenal betul kepribadian, kejujuran, dan kesucian perilakunya.

Dia mengajak kami supaya memeluk agama Allah, mengesakan Allah, serta meninggalkan kepercayaan nenek moyang kami yang menyembah batu dan berhala, kata Ja'far bin Abu Thalib. Dia menyuruh kami selalu menjaga amanah, merajut silaturahim, bersikap baik terhadap tetangga, menyudahi semua perbuatan buruk dan pertumpahan darah.

Kami menerima segala perintahnya dan menjauhi larangannya, katanya lagi.

Namun, jawaban dari kubu Muslim itu masih belum cukup memuaskan Raja Najasyi.Ia lebih tertarik pada bagaimana ajaran Rasulullah SAW mengenai Nabi Isa dan ibundanya. Dapatkah engkau menerangkan kepada saya apa-apa yang telah diajarkannya (Rasulullah SAW)?

Ja'far kemudian membacakan Alquran Surah Maryam ayat ke-14. Belum selesai ayat tersebut dibacakan, air mata Raja Najasyi sudah berderai haru. Para pendeta kerajaan juga meneteskan air mata karena hati mereka tergugah oleh keindahan ayat tersebut.

Sesungguhnya, agama yang dibawa oleh nabi kalian dan agama kami berasal dari sumber yang satu, kata Raja Najasyi kepada Ja'far bin Abu Thalib.

Di hari berikutnya, Amr bin Ash tidak juga menyerah. Dia lantas menuduh Islam sebagai ajaran yang merendahkan Nabi Isa AS dan Maryam. Karena itu, Raja Najasyi lantas memanggil kembali Ja'far bin Abu Thalib.

Bagaimana pendapat kalian tentang Isa bin Maryam? tanya sang raja.

Kami memercayainya sebagaimana yang telah diajarkan oleh Nabi SAW kepada kami. Beliau bersabda, `Sesungguhnya Isa adalah hamba Allah dan rasul-Nya, ruh- Nya, dan firman-Nya yang ditujukan kepada Maryam yang senantiasa perawan suci,' jawab Ja'far dengan tenang.

Demi mendengar jawaban itu, Raja Najasyi berkata, Demi Allah, tidak ada perbedaan barang sehelai rambut pun antara ajaran Isa bin Maryam dan Nabi kalian. Kemudian, Sang Raja meminta Amr bin Ash dan kawan-kawan agar berhenti menggangu kaum Muslim.

Utusan kaum musyrik itu pun diperintahkan segera keluar dari negeri Habasyah.

Pergilan kalian semua! Demi Allah, saya tidak akan menyerahkan orang-orang (Muslim) ini kepada kalian!

Sepuluh tahun lamanya kelompok Muslim yang dipimpin Ja'far bin Abu Thalib hidup damai di Habasyah. Sementara itu, di Makkah Rasulullah menghadapi masa- masa penuh kesedihan.

Istrinya, Khadijah, telah wafat. Demikian pula dengan paman Nabi SAW tercinta, Abu Thalib.

  • sahabat nabi
  • jafar bin abu thalib

Raja habasyah yang menerima dengan baik hijrahnya kaum muslimin bernama Raja brainly