Mengapa sistematika penulisan dalam karya ilmiah seringkali berbeda satu kampus dengan yang lain

Jakarta -

Sudah pernah menyusun karya ilmiah? Setiap mahasiswa perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi akademik, didorong untuk menyusun karya ilmiah akademik.

Rupanya, meskipun praktik penyusunan tulisan ilmiah ini sudah lama dilakukan, masih banyak kesalahan umum penulisan karya ilmiah yang dilakukan mahasiswa.

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran (Unpad) Lina Meilinawati menuturkan, ada sejumlah kekeliruan umum mahasiswa saat menyusun karya ilmiah. Kekeliruan ini termasuk aspek teknis maupun nonteknis pembuatan karya ilmiah.

Lina menuturkan, kesalahan penyusunan karya ilmiah ini terjadi baik di laporan tugas akhir, skripsi, tesis, maupun disertasi. Hal ini ia temukan saat melakukan peelitian ke sejumlah karya ilmiah di berbagai fakultas di Unpad, seperti dikutip dari situs resmi Unpad.

Ia menambahkan, kekeliruan ini tidak hanya dilakukan mahasiswa jenjang S1, namun juga mahasiswa Pascasarjana.

Berikut kekeliruan yang umum ditemui di karya ilmiah:

1. Ketidaksesuaian Analisis dengan Identifikasi Masalah

Lina mengatakan, kekeliruan umum yang paling banyak dijumpai adalah identifikasi masalah yang tidak sesuai dengan analisisnya.

Ia mengibaratkan, identifikasi masalah merupakan janji yang dikeluarkan oleh penyusun karya ilmiah. Janji ini harus ditepati melalui analisis yang sesuai. Sayangnya, banyak analisis yang dilakukan tetapi tidak sesuai dengan identifikasi masalah yang diajukan.

"Contohnya, pertanyaan penelitiannya ada dua, tetapi ternyata analisisnya ada tiga, atau malah sebaliknya," kata Lina, seperti dikutip dari situs resmi Unpad, Kamis (27/5/2021).

Ia menambahkan, penyusun juga tidak menerapkan teori saat melakukan penelitian. Hal ini umum terjadi pada skripsi yang ditulis oleh mahasiswa jenjang sarjana.

"Karena mungkin kelemahan mahasiswa S1 itu ada pada teori. Jadi biasanya teorinya tidak dipakai di dalam analisis," kata Lina.

2. Tidak Fokus ke Masalah

Dosen Program Studi Sastra Indonesia Unpad ini memaparkan, mahasiswa sering tidak fokus dalam menjelaskan tema penelitian. Hal ini terlihat dari bab pertama atau pendahuluan yang menjadi mukadimah suatu karya ilmiah.

Lina mengatakan, kadang mahasiswa menulis pendahuluan untuk menjelaskan paparan dengan terlalu luas. Padahal, Lina menganjurkan agar mahasiswa sebaiknya fokus langsung menjelaskan tema penelitian.

"Sebetulnya sekarang menulis itu temanya mau apa, kenapa tidak itu saja yang langsung diangkat dalam tulisan, hingga orang itu tertarik untuk membaca tulisan," kata Lina.

3. Kesalahan Berbahasa

Lina menuturkan, kesalahan berbahasa juga menjadi kekeliruan yang kerap dijumpai pada karya ilmiah. Kekeliruan ini terlihat dari segi penulisan maupun logika berbahasa.

Ia mengatakan, dari segi kesalahan penulisan, rata-rata mahasiswa tidak bisa membedakan antara kalimat tunggal dan majemuk. Salah satu contohnya adalah penggunaan kalimat majemuk yang tidak lengkap.

"Dalam kalimat majemuk ternyata hanya anaknya saja, induk kalimatnya tidak ada," terangnya.

Lina menambahkan, kekeliruan dalam menggunakan tanda baca, kaidah penulisan huruf kapital, hingga pemilihan kata juga banyak dijumpai dalam karya ilmiah. Sementara dari sisi logika berbahasa, kebanyakan karya ilmiah memiliki kelemahan di sisi tersebut.

Ia menggarisbawahi, logika kalimat merupakan hal yang penting, tetapi banyak yang tidak mengindahkan.

Lina mencontohkan, salah satu logika berbahasa yang keliru adalah pemakaian konjungsi atau kata hubung dalam satu kalimat. Ia mengatakan, terkadang ada penulis yang menggunakan dua konjungsi atau lebih dalam satu kalimat.

Padahal, adanya dua konjungsi atau lebih dalam satu kalimat sudah jelas membuat logika kalimat menjadi tidak jelas.

Ia menambahkan, hal menarik yang ia temui dalam penelitiannya adalah kesalahan berbahasa ini justru banyak ditemukan pada tesis dan disertasi.

Lina mengatakan, ada banyak faktor yang memengaruhi kesalahan berbahasa di penulisan tesis dan disertasi. Salah satunya adalah kebiasaan berbahasa.

"Masih banyak yang dibesarkan tidak dengan logika berbahasa yang baik, dan itu tercermin dalam tulisan," ujarnya.

4. Pengutipan

Lina mengatakan, pengutipan menjadi hal penting yang mesti diperhatikan oleh penulis. Kesalahan dalam mengutip bisa berakibat fatal. Ia menambahkan, tuduhan plagiat bisa saja terjadi hanya karena kesalahan mengutip.

Berdasarkan buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan Fakultas Ilmu Budaya Unpad, ada sejumlah aturan pengutipan berdasarkan standar sitasi yang dikeluarkan organisasi APA (American Psychological Association), antara lain:

a. Kutipan langsung yang berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat (baik dalam bahasa aslinya, maupun terjemahannya) yang terdiri atas tidak lebih dari tiga baris, dapat dimasukkan ke dalam teks dengan jarak tetap diikuti dengan nama penulis, tahun, dan halaman

(2) Kutipan langsung (bisa dalam bahasa aslinya atau terjemahannya) yang terdiri dari empat baris atau lebih, ditik terpisah dari teks dengan jarak satu spasi dan menjorok masuk lima ketukan dari margin kiri teks, diikuti nama penulis, tahun, dan halaman, dibubuhi tanda kutip dua

3) Kutipan tidak langsung yang menggunakan gagasan atau pemikiran seorang penulis buku, artikel, dsb., walaupun disusun dengan menggunakan kata-kata sendiri, harus mencantumkan namanya. Apabila perlu, dapat pula dicantumkan judul karya tulisnya dan tahun buku atau artikel itu ditulis, sesuai dengan kebiasaan penulis pada tiap-tiap disiplin ilmu. Penulisannya tidak dibubuhi tanda kutip, nama dan tahun.

(4) Kutipan dalam kutipan dilakukan dengan penanda pembubuhan tanda baca "...'....'....".

Gimana detikers, ada kekeliruan penyusunan karya ilmiah yang pernah kamu lakukan? Nah, jangan lupa lagi, ya!

Simak Video "Aliansi Mahasiswa Demo Protes RKUHP Tiba di DPR, Lalin Tersendat"


[Gambas:Video 20detik]
(pal/pal)

Penulisan karya ilmiah jenis apapun tentu perlu memperhatikan sistematika penulisan karya ilmiah yang baik dan benar sekaligus sesuai kaidah yang berlaku. Setiap kali hendak menyusun karya tulis ilmiah maka perlu menyesuaikan dengan sistematika tersebut. 

Baca juga : 5 Cara Untuk Meningkatkan Penilaian Akreditasi Kampus

Isi Sistematika Penulisan

Jadi, di dalam penyusunannya memang ada aturan wajib tentang bagian per bagian. Mulai dari bab pertama sampai bab terakhir sebagai penutup isinya sudah ditentukan. Adapun sistematika penulisan karya ilmiah secara umum ini mencakup poin-poin berikut: 

  • Judul.
  • Abstrak.
  • Pendahuluan.
  • Metode penelitian.
  • Pembahasan dari hasil penelitian.
  • Kesimpulan.
  • Daftar pustaka.

Sistematika di atas adalah hal penting dan sifatnya wajib untuk diikuti, sehingga penyusunannya tidak bisa asal sesuai selera. Perlu disesuaikan dengan aturan yang ada dan dari ketetapan ini bukan tanpa tujuan. 

Mengapa Perlu Memperhatikan Sistematika Penulisan Karya Ilmiah?

Jadi, penyusunan karya tulis ilmiah memang harus mengikuti panduan sistematika penulisan karya ilmiah yang berlaku. Alasan hal ini perlu dilakukan adalah: 

1. Menjadi Ciri Khas

Tujuan pertama dan yang paling sederhana mengapa ada sistematika khusus dalam penyusunan karya ilmiah adalah sebagai ciri khas atau pembeda. Adanya sistematika ini secara praktis akan langsung membedakan karya tulis ilmiah dengan non-ilmiah. 

Susunan yang dibuat sistematis memungkinkan seseorang untuk bisa dengan mudah mengetahui karya tulis tersebut sifatnya ilmiah. Bisa digunakan untuk kepentingan ilmiah pula, misalnya sumber penelitian maupun referensi penyusunan karya tulis seperti skripsi maupun tesis. 

2. Pembahasan Lebih Sistematis

Membahas hal-hal yang sifatnya ilmiah bisa dikatakan sebagai pembahasan yang berat. Ketika pembahasan di dalam bentuk tulisan tidak sistematis maka akan membuatnya sulit dipahami. 

Sehingga tujuan dari adanya aturan terkait sistematika penulisan karya ilmiah adalah untuk membuatnya urut atau runtut. Pembaca bisa mengetahui dulu alasan kenapa penelitian dilakukan, landasan teorinya apa saja, dan proses penelitian sampai hasilnya bagaimana. Tanpa perlu meloncat-loncat dan akhirnya isi karya tulis tidak tersampaikan. 

3. Penyampaian Secara Tersurat

Tujuan berikutnya adalah untuk menyampaikan pembahasan hasil penelitian secara tersurat. Sehingga pembaca bisa langsung mengetahui apa hasil penelitian yang dilakukan penulis secara langsung. 

Tidak mengajak pembaca berpikir dulu sebagaimana karya tulis non-ilmiah misalnya novel dan sejenisnya. Sehingga adanya sistematika penulisan karya ilmiah untuk memastikan hasil pembahasan dan penelitian disampaikan tersurat. 

4. Mudah untuk Dipahami

Sebagaimana yang sudah disebutkan sekilas sebelumnya, bahwa penyusunan karya tulis ilmiah dibuat sistematis adalah untuk membuat isi pembahasan mudah dipahami. Langsung dipahami pula oleh pembaca sehingga bisa dengan mudah dimanfaatkan atau diimplementasikan. 

Apa yang dibahas di dalam karya tulis ilmiah adalah sesuai dengan hasil penelitian. Keberadaan aturan penulisan karya ilmiah bertujuan untuk membuatnya tetap demikian, yakni logis dan juga bisa dibuktikan. Bebas dari unsur mengarang indah dan asal menulis saja. 

6. Dorongan untuk Serius Menyusunnya

Aturan di dalam sistematika penulisan karya ilmiah juga memiliki tujuan menarik, yakni mendorong penulis untuk serius dalam menyusunnya. Sebab penulis perlu terlebih dahulu mencari tema, mencari referensi, melakukan penelitian, dan baru kemudian menyusun naskah karya ilmiah sebagai laporan penelitian. 

Sehingga hasil penelitian ini nyata dan bukan hanya dari bayangan maupun khayalan. Penulis benar-benar melakukannya, dan akan dibahas detail di bagian inti yakni isi pembahasan karya tulis ilmiah. 

Hal ini akan menjaga kualitas hasil karya tulis ilmiah tetap logis, dan mendorong penyusunnya untuk serius menyusunnya dari awal sampai akhir. Kualitasnya akan terjaga dan manfaatnya pun akan lebih maksimal dan nyata. 

Penulis : duniadosen.com/Pujiati
Editor : Wahyudha Wibisono