Krisis sosial yang mendorong terjadinya reformasi adalah brainly

Krisis sosial yang mendorong terjadinya reformasi adalah brainly

Krisis sosial yang mendorong terjadinya reformasi adalah brainly
Lihat Foto

Kompas/Eddy Hasby (ED) *** Local Caption *** http://kom.ps/AB2H32 (KOMPAS/EDDY HASBY)

Mahasiswa se-Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi mendatangi Gedung MPR/DPR, Mei 1998, menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto. Sebagian mahasiswa melakukan aksi duduk di atap Gedung MPR/DPR.

KOMPAS.com - Reformasi adalah sebuah era dalam perpolitikan Indonesia yang terjadi setelah mundurnya Soeharto sebagai Presiden RI pada 1998.

Penyebab munculnya Reformasi datang dari berbagai bidang, mulai dari ekonomi, politik, dan sosial.

Lantas, apa saja faktor ekonomi pendorong terjadinya gerakan Reformasi tahun 1998?

Baca juga: Latar Belakang Lahirnya Reformasi

Faktor ekonomi pendorong reformasi

Anjloknya nilai rupiah

Latar belakang lahirnya Reformasi ditandai dengan krisis ekonomi dan politik pada akhir kekuasaan Orde Baru, yang terjadi karena maraknya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan banyaknya beban utang negara yang tidak sanggup dibayar.

Salah satu penyebab reformasi adalah krisis ekonomi Indonesia yang bermula pada 1997, ketika nilai rupiah mulai anjlok.

Anjloknya nilai rupiah mencapai puncaknya pada Juli 1998, yang mencapai angka Rp 16.650 per dollar AS.

Utang luar negeri membengkak

Kondisi ekonomi Indonesia memburuk ditandai dengan membengkaknya utang luar negeri.

Utang tersebut ternyata diambil oleh pihak swasta, yang kemudian tidak dapat membayar utang jatuh tempo beserta bunganya.

Hal ini tentu semakin memperparah keadaan ekonomi Indonesia.

Baca juga: 6 Agenda Reformasi 1998

Bantuan IMF

Untuk menghadapi krisis ekonomi, Indonesia sempat mendapatkan bantuan dari International Monetary Fund (IMF), yang memberikan solusi paket reformasi keuangan.

Akan tetapi, bantuan yang diberikan IMF malah menjerat Indonesia dan membuat krisis ekonomi semakin berat.

Selain itu, faktor ekonomi pendorong terjadinya gerakan reformasi tahun 1998 yakni:

  • Sistem devisa yang bebas tanpa pengawasan memadai
  • Masyarakat bebas membuka rekening valas untuk luar maupun dalam negeri
  • Perbankan di Indonesia yang melemah

Baca juga: Mafia Berkeley, Begawan Ekonomi Orde Baru

Dampak krisis ekonomi

Berbagai faktor di bidang ekonomi tersebut kemudian berdampak pada kehidupan sosial masyarakat.

Pasalnya, anjloknya nilai rupiah berdampak pada melambungnya harga kebutuhan pokok, yang membuat masyarakat kehilangan kekuatan untuk membelinya.

Selain itu, banyak juga perusahaan yang kemudian bangkrut dan memberhentikan pekerjanya (PHK). Akibatnya, banyak terjadi protes di berbagai daerah.

Alhasil, muncul ketidakpercayaan terhadap rezim Soeharto. Puncaknya pada awal 1998, ketika krisis ekonomi yang semakin tidak teratasi membuat mahasiswa di seluruh Indonesia menggelar unjuk rasa.

Unjuk rasa ini berhasil menggulingkan Soeharto pada 21 Mei 1998 dari kursi presiden Indonesia.

Referensi:

  • Denny. J. A. (2006). Visi Indonesia Baru Setelah Gerakan Reformasi. Yogyakarta: Penerbit LKIS.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

MEMAHAMI KEMBALI STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA

Oleh: Trimo Yulianto

Pemikiran mengenai kemiskinan berubah sejalan dengan berjalannya waktu, tetapi pada dasarnya berkaitan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (Britha Mikelsen, 2003). Kemiskinan menunjukkan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh orang miskin tersebut, melainkan karena tidak bisa dihindari dengan kekuatan yang dimilikinya (Soegijanto Soegijoko, 1997).

Penyebab kemiskinan dapat terjadi karena kondisi alamiah dan ekonomi, kondisi struktural dan sosial, serta kondisi kultural (budaya). Kemiskinan alamiah dan ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia, dan sumberdaya lain sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam pembangunan. Kemiskinan struktural dan sosial disebabkan hasil pembangunan yang belum merata, tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam pembangunan. Sedangkan kemiskinan kultural (budaya) disebabkan sikap atau kebiasaan hidup yang merasa kecukupan sehingga menjebak seseorang dalam kemiskinan. Penyebab timbulnya kemiskinan berasal dari dalam dan dari luar penduduk miskin. Penyebab dari dalam diantaranya rendahnya kualitas sumber daya manusia dan sikap individu tersebut. Sedangkan penyebab dari luar adalah keterbatasan sumber daya alam, tatanan sosial dan kelembagaan dalam masyarakat, kebijakan pembangunan, kesempatan kerja yang terbatas dan persaingan yang menyebabkan terpinggirnya penduduk miskin.

Jenis kemiskinan dapat dibedakan berdasarkan pola waktunya yaitu: (1) persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun yang diantaranya merupakan daerah kritis sumber daya alam atau terisolasi; (2) cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. (3) seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti sering dijumpai kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan. (4) accidental poverty, yaitu kemiskinan karena bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan.

Kemiskinan juga dapat dibedakan melalui perbandingan dengan suatu ukuran tertentu atau dengan anggota/kelompok masyarakat lainnya. Ukuran kemiskinan absolut dengan menggunakan garis kemiskinan atau kondisi kondisi tertentu yang mencerminkan situasi kemiskinan. Sedangkan ukuran kemiskinan relatif dengan membandingkan dengan jumlah keseluruhan kelompok dan dapat digambarkan melalui Kurva Lorentz dan menggunakan Gini Ratio untuk mengetahui besarnya kesenjangan.

Strategi pengentasan kemiskinan yang dikemukakan oleh Bank Dunia, bahwa setiap dekade strategi pengentasan kemiskinan mengalami perkembangan mulai dari penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, pengembangan kesehatan dan pendidikan, perlindungan sampai dengan pemberdayaan kaum miskin. 

Strategi memerangi kemiskinan yang dikemukakan oleh Gunnar Adler Karlsson yang dikutip Andre Bayo Ala (1981) meliputi: (1) strategi dalam jangka pendek yaitu memindahkan sumberdaya-sumberdaya kepada kaum miskin dalam jumlah yang memadai. Perbaikan keadaan kemiskinan dalam jangka pendek diantaranya menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan, dan memperbaiki distribusinya; (2) Strategi jangka panjang dengan menumbuhkan swadaya setempat. Perbaikan dalam jangka panjang dengan memperbaiki dan memenuhi harkat hidup secara individual dan sosial yang bermartabat.

Strategi Pengentasan Kemiskinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah dapat dibagi menjadi dua bagian besar, pertama melindungi keluarga dan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara, dan kedua membantu masyarakat yang mengalami kemiskinan kronis dengan memberdayakan dan mencegah terjadinya kemiskinan baru. Strategi tersebut selanjutnya dituangkan dalam tiga program yang langsung diarahkan pada penduduk miskin yaitu: (1) penyediaan kebutuhan pokok; 2) pengembangan sistem jaminan sosial; dan 3) pengembangan budaya usaha. Selain itu penduduk miskin mempunyai strategi sendiri untuk menanggulangi kemiskinannya. Strategi yang ditempuh yaitu dengan pinjam dari lembaga informal, menambah jam kerja, anggota keluarga ikut bekerja, merantau atau berhemat. 

Konsep kebijakan yang digunakan pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan dapat dibedakan berdasarkan tradisi dan pendekatan perencanaan yang melandasinya. Tradisi perencanaan menurut John Friedmann setidaknya terdiri empat tipe yaitu: (1) perencanaan sebagai reformasi sosial (social reform), bahwa negara menyusun dan merencanakan berbagai arahan dan pedoman pembangunan untuk diikuti dan dilaksanakan oleh masyarakat; (2) perencanaan sebagai analisis kebijakan (policy analysis), bahwa para penentu kebijakan (pemerintah dan pihak terkait lainnya) berdasarkan analisis data yang ilmiah menyusun dan merencanakan berbagai arahan dan pedoman pembangunan yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat; (3) perencanaan sebagai pembelajaran sosial (social learning), bahwa pengetahuan perencanaan diperoleh lewat pengalaman dan disempurnakan lewat praktik (learning by

doing), perencanaan serta pelaksanaan pembangunan dijalankan bersama-sama dengan masyarakat dengan bimbingan dari ahli; dan (4) perencanaan sebagai mobilisasi sosial (social mobilization), bahwa perencanaan pembangunan harus dilaksanakan oleh masyarakat dan digerakkan dengan berbagai konsep/ideologi yang sudah tertanam di dalam jiwa dan kebudayaan mereka.

Sedangkan jenis-jenis program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah dapat dilihat berdasarkan model pembangunan yang mendasari program-program tersebut untuk melihat titik berat strategi yang dijalankan program tersebut. Model pembangunan yang dianut negara berkembang secara garis besar terbagi dalam empat model pembangunan. Model pembangunan I menitik beratkan pada pertumbuhan pendapatan nasional. Model pembangunan II menitikberatkan pada pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pokok/dasar. Model pembangunan III berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui keikutsertaan masyarakat dan kelompok sasaran dalam menentukan kebutuhan dan partisipasi dalam proses pembangunan. Sedangkan

model pembangunan IV menitikberatkan pada peningkatan daya saing untuk menghadapi era globalisasi dan era otonomi daerah.

Evaluasi terhadap program pengentasan kemiskinan diantaranya dapat dilakukan terhadap pendekatan perencanaan, model pembangunan yang digunakan dan pelaksanaan program tersebut. Kriteria yang digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pengentasan kemiskinan meliputi: penentuan sasaran dan data yang digunakan untuk menentukan sasaran; peranan pemerintah daerah, masyarakat umum dan penerima sasaran program; dan implementasi program di tingkat pemerintah dan masyarakat.

*) Trimo Yulianto

Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Poso

Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tengah

Disclaimer:

Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak merepresentasikan sikap atau pendapat tempat penulis bekerja