Keputihan di celana dalam apakah boleh shalat

Jawaban (Ustazah Nurun Sariyah):

Keputihan merupakan kondisi kesehatan yang kerap dialami perempuan yang bisa bersifat normal atau tidak normal. Dalam kondisi normal, vagina mengeluarkan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar pada serviks atau leher rahim untuk menjaga dinding vagina tetap lembab.

Pada kondisi normal, cairan ini tidak menimbulkan rasa tak nyaman semisal gatal, panas, atau iritasi. Keputihan yang normal berwarna bening hingga putih dan tidak berbau. Sedangkan keputihan yang tidak normal biasanya mengalami perubahan warna, bau, jumlah, atau konsistensi dari biasanya.

Dalam hukum fikih, ada delapan macam cairan yang keluar melalui qubul (vagina dan penis). Empat di antaranya dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Sisanya hanya dimiliki perempuan. Berikut penjelasannya:

1. Air seni        

Air seni dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Wujudnya cair berwarna bening hingga kuning. Hukum zatnya adalah najis dan keluarnya air seni termasuk hadas kecil sehingga membatalkan wudhu.

2. Mani

Cairan ini dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Wujudnya kental, berwarna putih dan aromanya seperti adonan roti. Air mani biasanya keluar saat seseorang orgasme atau merasakan puncak kenikmatan seksual.

Hukum dzat-nya suci menurut Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal, dan najis menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah. Dalam mazhab Syafii, keluarnya mani tidak membatalkan wudhu. Hanya saja keluar mani menyebabkan seseorang berhadas besar dan wajib bersuci dengan mandi besar.

Pendapat ini berdasarkan riwayat dari Sayyidah Aisyah ra.:

كُنْتُ أَفْرُكُ الْمَنِيَّ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَيُصَلِّي فِيهِ

Aku menggosok mani dari pakaian Rasulullah ﷺ kemudian beliau salat dengannya (pakaian yang masih ada sisa mani) (HR. Abu Dawud No. 372, Imam Ibnu Mulaqqin menilai hadis ini shahih).

3. Mazi

Mazi dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Wujudnya encer, berwarna putih atau kuning, biasanya keluar saat seseorang berada dalam hasrat atau dorongan seksual. Hukum zatnya najis dan keluarnya mazi dapat membatalkan wudhu.

4. Wadi

Wadi adalah cairan yang biasanya keluar saat seseorang mengangkat beban berat, setelah buang air kecil, dan sebagainya. Laki-laki dan perempuan memilikinya, wujudnya kental, berwarna putih atau keruh. Hukum zatnya najis dan keluarnya wadi dapat membatalkan wudhu.

5. Darah

Hanya dimiliki oleh perempuan, biasanya keluar dalam kondisi normal semisal haid/menstruasi dan nifas pasca melahirkan. Darah juga dapat keluar sebagai darah penyakit seperti istihadhah dan darah fasad.

Hukum zatnya najis dan keluarnya darah dapat membatalkan wudhu. Setelah terputusnya darah, perempuan harus bersuci dengan mandi besar. Sedangkan keluarnya darah istihadhah cukup bersuci dengan berwudhu.

 

6,7, & 8. Ruthubah

 

Ruthubatul farji adalah cairan berwarna putih yang menyerupai mazi atau keringat. Cairan ini diproduksi oleh vagina guna melembabkan area sekitarnya. Ruthubah terbagi tiga:

Pertama, cairan berasal dari vagina bagian luar, maka hukumnya suci dan keluarnya tidak membatalkan wudhu. 

Kedua, cairan berasal dari vagina bagian paling dalam, maka hukumnya najis dan keluarnya membatalkan wudhu. 

Ketiga, cairan berasal dari vagina bagian dalam, maka pendapat paling shahih menghukuminya suci dan keluarnya tidak membatalkan wudhu.

Adapun ulama mazhab Syafii, Imam Al-Jamal Ar-Ramli berpendapat bahwa semua cairan yang keluar dari bagian dalam vagina hukumnya najis karena termasuk cairan yang keluar dari dalam tubuh.

Kesimpulan

Sahabat KESAN yang budiman, berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa keputihan termasuk cairan ruthubah yang dihasilkan oleh serviks atau leher rahim dan merupakan cairan yang dihasilkan oleh vagina bagian dalam.

Oleh karena itu, dapat kita ambil pendapat yang mengatakan hukum zat-nya adalah najis dan keluarnya dapat membatalkan wudhu. Berkenaan dengan kewajiban shalat, keluarnya cairan-cairan tersebut tidak menghilangkan kewajiban shalat kecuali haid dan nifas.

Maka, seorang perempuan yang mengalami keputihan masih diwajibkan shalat dan harus menghilangkan najisnya ketika hendak shalat.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Referensi: Abu Bakar bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi; I’anah Ath-Thalibin, Zainuddin Al-Malibari; Fathu Al-Mu’in, Muhammad bin Ismail Al-Bukhari; Shahih Al-Bukhari, Abu Dawud; Sunan Abi Daud, Ibnu Bathal; Syarah Shahih al-Bukhari, Mohamad Judha, Yunita Y. Tjatjo; Hubungan Tingkat Stres Terhadap  Kondisi Sosial dengan Kejadian Keputihan Patologis, The American College of Obstetricians and Gynecologists, Is it normal to have vaginal discharge?, acog.org.

###

*Kamu punya pertanyaan lain seputar agama Islam yang mau dibahas lengkap? Coba share di kolom komentar ya, atau hubungi kami di sini: [email protected].

**Kalau kamu suka artikel di aplikasi KESAN, jangan lupa share ya! Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin.

Bagaimana jika ketika shalat keluar keputihan?

"Ketika sholat, keputihan masih keluar, maka hukumnya di ma'fu atau dimaafkan karena kita tidak bisa menolak keputihan itu keluar," katanya.

Apakah keputihan pada wanita termasuk najis?

Maka dari itu, cairan keputihan juga berhukum najis, sehingga harus dibersihkan terlebih dahulu dari kemaluan sebelum berwudhu dan melaksanakan salat.

Apakah keputihan pada wanita membatalkan wudhu?

“Itu membatalkan wudhu, inilah madzhab jumhur. Mereka berdalil karena Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada perempuan yang sedang istihadhah untuk berwudhu setiap akan shalat, sedangkan keputihan akan ikut keluar bersamaan dengan istihadhah.”

Apakah sah sholat jika ada keputihan menurut Imam Syafi i?

Dengan kondisi tersebut sehingga dapat disimpulkan menurut Mazhab Syafi'i keputihan tidak membatalkan wudhu. Lalu, itu berarti sah apabila digunakan untuk salat dan tidak perlu lagi menggantinya.