Dalam bidang pemerintah ciri-ciri kerajaan yang bukan bercorak islam antara lain

Jakarta -

Islam telah masuk dan berkembang di Indonesia pada abad ke-7 sampai ke-15 masehi. Kedatangan para pedagang Arab, Persia, Gujarat, dan Tiongkok menandai berdirinya sejumlah kerajaan bercorak islam di nusantara.

Bukti perkembangan agama Islam dapat ditemukan dari berbagai sumber seperti berita dari Arab, berita dari Eropa, berita dari Cina, dan tulisan-tulisan di batu nisan.

Dari berbagai sumber tadi, diketahui informasi mengenai keberadaan kerajaan Islam yang sudah sejak lama di Indonesia. Kerajaan-kerajaan ini berperan penting dalam menyebarkan ajaran Islam ke seluruh penjuru daerah.

1. Kerajaan Perlak (840-1292 M)

Kerajaan Perlak atau Kesultanan Peureulak disebut sebagai kesultanan Islam pertama di Indonesia dan Asia Tenggara. Berlokasi di Peureulak, Aceh Timur, istilah kerajaan ini berasal dari nama pohon kayu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapan.

Kesultanan Perlak sangat terkenal di kalangan pada pedagang Arab dan non-Arab, terutama Bandar Khalifah. Tempat ini menjadi pelabuhan penting dan tempat persinggahan mereka saat perjalanan ke Cina atau kembali ke Asia barat.

Raja pertama adalah Alaidin Sayyid Maulana Aziz Syah, lalu raja terakhirnya Muhammad Amir Syah mengawinkan putrinya dengan Malik Shaleh. Malik Shaleh ini yang akan menjadi cikal bakal berdirinya Kerajaan Samudera Pasai.

Pada masa kekuasaan Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat II, Kerajaan Perlak mencapai kejayaan terutama di bidang pendidikan Islam dan dakwah.

Ada banyak peninggalan Kerajaan Perlak, diantaranya seperti mata uang, stempel, hingga makam raja.

2. Kerajaan Ternate (1257-1950 M)

Kerajaan Ternate atau nama lainnya Kerajaan Gapi, didirikan oleh Baab Mashur Malamo di Maluku Utara.

Kerajaan ini memiliki pengaruh besar di antara kerajaan Islam Maluku lainnya karena perdagangan rempah-rempah dan daya militer yang kuat.

Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah pada tahun 1570 sampai 1583, Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya.

Ia menggantikan ayahnya, Sultan Khairun, yang dibunuh Portugis. Baabullah membalas penyerangan dan membuat Portugis menyerah tanpa syarat pada 26 Desember 1575.

Sejarah peradaban Kerajaan Ternate dapat ditemukan di Masjid Sultan Ternate, Keraton Kesultanan Ternate, Benteng Tolukko, dan makam Sultan Baabullah.

3. Kerajaan Samudra Pasai (1267-1521 M)

Kerajaan Samudra Pasai adalah salah satu kerajaan atau kesultanan Islam tertua di Lhokseumawe, Aceh Utara. Sultan pertama sekaligus pendiri kerajaan ini adalah Sultan Malik al-Saleh di tahun 1267.

Kesultanan ini memiliki hegemoni atas beberapa pelabuhan penting seperti Pidie, Perlak, dan Pasai. Kuatnya hegemoni atas pelabuhan membuat Samudra Pasai memiliki pertahanan yang baik dan makmur.

Berdasarkan keterangan Marco Polo dan dan catatan perjalanan Ibnu Batutah yang singgah di Pasai pada 1326, masyarakat Pasai hampir semuanya mengikuti mazhab Syafii.

Ada beberapa bukti yang menunjukkan jejak keberadaan Kerajaan Samudra Pasai, seperti makan raja dan dirham, atau mata uang emas murni.

4. Kerajaan Gowa (1300-1945 M)

Kesultanan Gowa atau kadang disebut Goa, adalah salah satu kerajaan (https://www.detik.com/tag/kerajaan-islam) agung yang paling sukses di Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini mayoritas berasal dari suku Makassar.

Raja Gowa VI, Tonangka Lopi, awalnya membagi menjadi 2 wilayah untuk dipimpin 2 putranya. Kedua wilayah inilah yang diteruskan menjadi Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo yang baru.

Kedua kerajaan ini sebelumnya tak akur, mereka terus berperang karena persaingan.

Saat Kerajaan Tallo mengalami kekalahan, barulah Raja Gowa X menyatukan keduanya menjadi Kerajaan Gowa-Tallo. Gabungan kerajaan ini kerap disebut juga sebagai Kerajaan Makassar.

Raja Gowa XIV yang memeluk Islam, mengganti nama menjadi Sultan alauddin dan menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan pada 1607.

Lalu, cucu Sultan Alauddin yang bernama Sultan Hasanuddin naik takhta dan membawa Kerajaan Gowa-Tallo di puncak kejayaan. Sultan Hasanuddin juga dikenal karena berhadapan dengan VOC yang memonopoli perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Maluku.

Sebagian besar masyarakat Gowa bekerja sebagai nelayan dan pedagang. Mereka juga dikenal sebagai pembuat kapal Pinisi dan Lombo, yang dikenal hingga seluruh dunia.

Ada beberapa peninggalan Kerajaan Gowa yang hingga saat ini dijadikan tempat wisata, seperti Benteng Fort Rotterdam, Masjid Tua Katangka, Benteng Somba Opu, dan lain-lain.

5. Kerajaan Pagaruyung (1347-1825 M)

Tidak banyak yang tahu, bahwa Kerajaan Pagaruyung di Sumatera Barat merupakan salah satu kerajaan Islam tertua.

Sebelumnya, kerajaan ini tergabung dalam Kerajaan Malayapura yang dipimpin oleh Adityawarman. Kerajaan beragama Buddha ini termasuk juga Kerajaan Dharmasraya dan beberapa kerajaan atau daerah taklukan Adityawarman lainnya.

Lalu, Islam masuk pada akhir abad ke-14 melalui para musafir dan guru agama yang singgah atau datang dari Aceh dan Malaka. Pada abad ke-17, Kerajaan Pagaruyung berubah menjadi kesultanan Islam, dengan raja pertamanya yaitu Sultan Alif.

Kedatangan Islam memberikan banyak pengaruh pada kehidupan Kerajaan Pagaruyung dan masyarakat Minangkabau.

Seperti pepatah Minangkabau yaitu adat bersendikan pada agama Islam dan Al-qur'an, sistem dan istilah Islam, hingga perangkat adat yang menggantikan istilah Hindu dan Buddha sebelumnya.

Kerajaan ini runtuh pada masa perang Padri, setelah penandatanganan perjanjian antara kaum Adat dengan pihak Belanda. Akibatnya, kawasan Kerajaan Pagaruyung berada di dalam pengawasan Belanda.

6. Kesultanan Malaka (1405-1511 M)

Kesultanan Malaka adalah kerajaan Islam Melayu di tanah Malaka. Menurut versi sejarah Melayu dan Majapahit, kesultanan ini didirikan oleh pangeran bernama Paramisora.

Bersamaan dengan tumbuhnya Malaka sebagai pelabuhan yang ramai, Paramisora mendirikan kesultanan pertama. Setelah memeluk Islam, ia berganti nama menjadi Iskandar Syah.

Urutan sultan berturut-turut setelah Iskandar Syah adalah Muhammad Iskandar Syah, Sultan Mansur Syah, Sultan Alaudin Syah, dan Sultan Mahmud Syah.

Setelah kurang lebih satu abad, Kesultanan Malaka mengalami keruntuhan setelah diserang Portugal pada 1511.

7. Kerajaan Cirebon (1430-1677 M)

Kesultanan Cirebon didirikan oleh Nurullah atau Sunan Gunung Jati, seorang Wali Songo yang berperan penting dalam menyebarkan Islam di Jawa Barat.

Lokasinya di pantai utara Pulau Jawa, membuat kerajaan ini menjadi jalur perdagangan dan pelayaran yang penting. Hal ini menjadikan Cirebon sebagai pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

Selain menjadi sumber utama bagi kegiatan ekonomi, perdagangan di kerajaan ini juga berfungsi sebagai penyebaran agama Islam.

Namun setelah sempat berjaya, konflik kekuasaan internal menjadi salah satu penyebab Kerajaan Cirebon runtuh. Ini terjadi setelah sebelumnya terpecah menjadi beberapa kesultanan seperti Kesultanan Kanoman dan Kacirebonan.

Peninggalan Kerajaan Cirebon yang paling terkenal yaitu Keraton Kasepuhan Cirebon, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebon, Patung Harimau Putih, Makan Sunan Gunung Jati, Bangunan Mande, dan Kereta Kasepuhan Singa Barong.

Itulah beberapa profil dari kerajaan bercorak Islam tertua di Nusantara. Kerajaan mana yang sudah pernah kamu dengar ceritanya?

Simak Video "Megahnya Arsitrktur Istana Siak Bergaya Eropa dan Timur Tengah, Riau"


[Gambas:Video 20detik]
(lus/lus)

Jakarta -

Kerajaan maritim di nusantara dikenal hingga mancanegara lewat aktivitas perdagangan dan perannya dalam penyebaran agama. Apa saja ciri kerajaan maritim?

Kerajaan maritim yang terkenal di nusantara di antaranya yaitu Kerajaan Sriwijaya, Demak, Kutai. Sementara itu, kerajaan yang lebih terletak lebih jauh dari pesisir seperti Minangkabau, Pajang, Kertasura, dan Surakarta merupakan pusat kerajaan bercorak agraris.

Sejumlah kerajaan merupakan gabungan corak maritim dan agraris karena kekuatan di bidang pertanian dan perdagangan laut, seperti Majapahit dan Mataram. Dikutip dari Sejarah Nasional Indonesia Jilid 3 oleh Marwati Djoened dkk, ada sejumlah ciri kerajaan maritim yang membedakannya dengan kerajaan bercorak agraris.

Kehidupan kerajaan agraris memiliki penghasilan utama dari hasil pertanian dan hasil hutan, kendati juga mengembangkan perdagangan ekspor-impor komoditas lewat pelabuhan di pesisir pulau. Masyarakatnya hidup dari aktivitas pertanian.

Kekuatan militer kerajaan bercorak agraris juga lebih dititikberatkan pada angkatan darat. Sementara itu, seperti apa kehidupan di kerajaan maritim? Berikut ciri-cirinya.

Ciri Kerajaan Maritim

  • 1. Masyarakat kota pusat kerajaan maritim lebih menitikberatkan kehidupannya pada perdagangan dan pelayaran.
  • 2. Perdagangan di kota-kota maritim merupakan monopoli kerajaan.
  • 3. Kota atau pemukimannya mengambil lokasi strategis, yaitu di pesisir, muara, area pertemuan sungai atau di dekat laut.
  • 4. Aktivitas masyarakat dan kerajaan sehari-hari juga berpusat di dekat laut.
  • 5. Kekuatan militer juga lebih dititikberatkan pada tentara laut untuk mendukung urusan politik dan perluasannya.
  • 6. Kerajaan maritim memiliki armada yang menjamin keamanan awak dan pelayaran
  • 7. Dikenal memiliki keterampilan navigasi dan pengatahuan geografi untuk mengunjungi daerah lain, baik dengan astronomi sebagai pegangan menentukan arah maupun ilmu lain untuk perjalanan lintas laut yang tepat.
  • 8. Mengetahui ilmu tradisional hidrografi untuk mengetahui arus laut di waktu tertentu dan alur pelayaran yang aman.
  • 9. Mengetahui ilmu tradisional meteorologi untuk mempelajari gerak angin yang dapat dimanfaatkan dalam pelayaran.
  • 10. Kerajaan maritim dikenal memiliki kemajuan ilmu dan teknologi pembuatan perahu dan perkapalan.

Penguasaan kerajaan maritim seperti Sriwijaya atas Selat Malaka dan Laut Jawa selama berabad-abad ditopang oleh armada yang kuat. Ahli arkeologi Pierre-Yves Manguin menjelaskan, Sriwijaya menggunakan kapal-kapal besar Melayu (kun lun po) dalam jalur perdagangan di Samudra Hindia dan Laut China Selatan.

Bobot kapal Sriwijaya saat itu mencapai 250-1.000 ton dengan panjang 60 meter. Kapal tersebut mampu memuat hingga 1000 orang, belum termasuk muatan barang, seperti dikutip dari Kerajaan Sriwijaya: Pusat Pemerintahan dan Perkembangannya oleh Nia Kurnia Sholihat Irfan.

Pamor kekuatan armada kerajaan maritim seperti Sriwijaya kelak mulai pudar saat armada laut China pada zaman Dinasti Yuan menggantikan dominasi di Laut China Selatan.

Simak Video "Momen Silaturahmi Empat Trah Kerajaan Mataram Islam"



(twu/lus)


Page 2

Jakarta -

Kerajaan maritim di nusantara dikenal hingga mancanegara lewat aktivitas perdagangan dan perannya dalam penyebaran agama. Apa saja ciri kerajaan maritim?

Kerajaan maritim yang terkenal di nusantara di antaranya yaitu Kerajaan Sriwijaya, Demak, Kutai. Sementara itu, kerajaan yang lebih terletak lebih jauh dari pesisir seperti Minangkabau, Pajang, Kertasura, dan Surakarta merupakan pusat kerajaan bercorak agraris.

Sejumlah kerajaan merupakan gabungan corak maritim dan agraris karena kekuatan di bidang pertanian dan perdagangan laut, seperti Majapahit dan Mataram. Dikutip dari Sejarah Nasional Indonesia Jilid 3 oleh Marwati Djoened dkk, ada sejumlah ciri kerajaan maritim yang membedakannya dengan kerajaan bercorak agraris.

Kehidupan kerajaan agraris memiliki penghasilan utama dari hasil pertanian dan hasil hutan, kendati juga mengembangkan perdagangan ekspor-impor komoditas lewat pelabuhan di pesisir pulau. Masyarakatnya hidup dari aktivitas pertanian.

Kekuatan militer kerajaan bercorak agraris juga lebih dititikberatkan pada angkatan darat. Sementara itu, seperti apa kehidupan di kerajaan maritim? Berikut ciri-cirinya.

Ciri Kerajaan Maritim

  • 1. Masyarakat kota pusat kerajaan maritim lebih menitikberatkan kehidupannya pada perdagangan dan pelayaran.
  • 2. Perdagangan di kota-kota maritim merupakan monopoli kerajaan.
  • 3. Kota atau pemukimannya mengambil lokasi strategis, yaitu di pesisir, muara, area pertemuan sungai atau di dekat laut.
  • 4. Aktivitas masyarakat dan kerajaan sehari-hari juga berpusat di dekat laut.
  • 5. Kekuatan militer juga lebih dititikberatkan pada tentara laut untuk mendukung urusan politik dan perluasannya.
  • 6. Kerajaan maritim memiliki armada yang menjamin keamanan awak dan pelayaran
  • 7. Dikenal memiliki keterampilan navigasi dan pengatahuan geografi untuk mengunjungi daerah lain, baik dengan astronomi sebagai pegangan menentukan arah maupun ilmu lain untuk perjalanan lintas laut yang tepat.
  • 8. Mengetahui ilmu tradisional hidrografi untuk mengetahui arus laut di waktu tertentu dan alur pelayaran yang aman.
  • 9. Mengetahui ilmu tradisional meteorologi untuk mempelajari gerak angin yang dapat dimanfaatkan dalam pelayaran.
  • 10. Kerajaan maritim dikenal memiliki kemajuan ilmu dan teknologi pembuatan perahu dan perkapalan.

Penguasaan kerajaan maritim seperti Sriwijaya atas Selat Malaka dan Laut Jawa selama berabad-abad ditopang oleh armada yang kuat. Ahli arkeologi Pierre-Yves Manguin menjelaskan, Sriwijaya menggunakan kapal-kapal besar Melayu (kun lun po) dalam jalur perdagangan di Samudra Hindia dan Laut China Selatan.

Bobot kapal Sriwijaya saat itu mencapai 250-1.000 ton dengan panjang 60 meter. Kapal tersebut mampu memuat hingga 1000 orang, belum termasuk muatan barang, seperti dikutip dari Kerajaan Sriwijaya: Pusat Pemerintahan dan Perkembangannya oleh Nia Kurnia Sholihat Irfan.

Pamor kekuatan armada kerajaan maritim seperti Sriwijaya kelak mulai pudar saat armada laut China pada zaman Dinasti Yuan menggantikan dominasi di Laut China Selatan.

Simak Video "Momen Silaturahmi Empat Trah Kerajaan Mataram Islam"


[Gambas:Video 20detik]
(twu/lus)