Mungkin beberapa orang tidak menyadari bahwa roti yang sangat akrab kita temui dan konsumsi merupakan salah satu produk hasil fermentasi. Umumnya, fermentasi pada roti dilakukan dengan menambahkan ragi. Ragi untuk roti dibuat dari Saccharomyces cereviceae yang dapat mengubah gula menjadi gas karbondioksida untuk pengembangan adonan roti. Gula yang diubah dapat berasal dari tepung maupun gula yang sengaja ditambahkan dalam adonan. Pada ragi terdapat enzim yaitu protease yang dapat memecah protein, lipase yang dapat memecah lemak, invertase yang memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, maltase yang memecah maltosa menjadi glukosa-glukosa, serta zymase yang memecah glukosa menjadi alkohol dan karbondioksida (Koswara, 2009). Sumber: pixabay.comPembuatan roti diawali dengan proses pencampuran yang sebenarnya terdiri dari beberapa teknik. Salah satunya adalah straight dough yaitu teknik pencampuran paling sederhana yang dilakukan dengan mencampur semua bahan sekaligus hingga menjadi adonan lalu dilakukan fermentasi sebagai tahapan selanjutnya. Adapun teknik lain yaitu sponge and dough yang dilakukan dengan cara mencampur sebagian besar tepung dan air, ragi, garam, serta zat pengemulsi kemudian difermentasi terlebih dahulu lalu ditambahkan dengan bahan lain yang belum ikut tercampur. Walau terdapat berbagai teknik pencampuran yang dapat dilakukan, namun tahap pencampuran ini memiliki tujuan utama yaitu untuk membuat dan mengembangkan sifat daya rekat atau gluten. Tepung mengandung protein yang sebagian besarnya akan membentuk gluten apabila dibasahi, diaduk-aduk, ditarik, dan diremas-remas. Gluten inilah yang akan bertanggungjawab menahan gas CO2 . Tahapan proses selanjutnya adalah fermentasi atau peragian. Ragi yang telah ikut tercampur di dalam adonan roti didiamkan selama 3-6 jam untuk memberi waktu terjadinya proses fermentasi. Selama fermentasi, enzim pada ragi akan bereaksi dengan pati dan gula untuk menghasilkan gas karbondioksida. Gas karbondioksida yang terbentuk akan menyebabkan adonan roti menjadi mengembang sehingga adonan menjadi lebih ringan dan lebih besar. Suhu dan kelembaban kondisi saat fermentasi akan mempengaruhi adonan roti hasil fermentasi yang dihasilkan. Umumnya suhu yang digunakan untuk memperoleh adonan roti yang mengembang seragam adalah pada suhu kurang lebih 26˚C dan kelembaban 70-75%. Hasil dari proses fermentasi akan menyebabkan penurunan pH dari 5,3 menjadi 4,5. Hal ini disebabkan karena selama fermentasi terjadi pembentukan asam seperti asam asetat dan asam laktat. Tahapan proses selanjutnya adalah pembentukan. Pada proses ini adonan dibagi dan dibulatkan, didiamkan, dipulung, dan dimasukkan ke dalam loyang untuk fermentasi akhir sebelum dipanggang. Adonan dapat dibagi menggunakan pemotong adonan. Adonan yang telah dibagi dan dibulatkan kemudian didiamkan pada ruang dengan suhu hangat selama 3-25 menit. Proses pendiaman ini bertujuan untuk memberikan waktu fermentasi agar dihasilkan gas karbondioksida lagi sehingga adonan bertambah elastis dan dapat mengembang setelah banyak kehilangan gas karbondioksida akibat pembagian/pemotongan. Kemudian adonan dipulung yang antara lain terdiri dari pemipihan dan penggulungan. Lalu adonan diletakkan dalam loyang yang telah dioles dengan margarin ataupun mentega agar adonan tidak lengket pada loyang. Selanjutnya adonan didiamkan lagi agar terjadi proses fermentasi akhir pada suhu sekitar 38˚C yang bertujuan agar adonan mencapai volume dan struktur remah yang optimum. Setelah itu, tahapan terakhir dari proses pembuatan roti adalah pemanggangan (Koswara, 2009). Sumber: Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Roti. http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/sites/1208/2013/07/Teknologi-Roti-Teori-dan-Praktek.pdf diakses tanggal 21 Oktober 2018 Dalam proses pembuatan roti, terdapat istilah proofing. Apa sebenarnya proofing itu? Proofing merupakan satu tahapan dalam proses pembuatan roti, yang artinya pengistirahatan adonan setelah proses fermentasi berlangsung. Tujuannya adalah agar adonan mengembang lebih maksimal. Mengutip dari femina.com bahwa sebelum proses proofing, biasanya adonan telah ditimbang menjadi bagian kecil, dan dibulatkan terlebih dahulu. Waktu proofing secara manual biasanya antara 1 sampai 3 jam atau ketika adonan sudah mengembang dua kali lipat. Jika berlebih, akan terjadi over proofing yang menyebabkan tekstur roti menjadi terlalu lunak (tidak kokoh). Waktu proofing yang lumayan lama ini yang menyebabkan banyak pengusaha beralih menggunakan proofer atau mesin pengembang roti. Adapun menurut rayoven.com fungsi dan manfaat mesin pengembang roti adalah sebagai berikut:
Walaupun pada dasarnya ada banyak faktor yang mempengaruhi hasil roti kurang mengembang, seperti pemilihan terigu dan roti. Akan tetapi kita juga harus memaksimalkan mesin-mesin pendukung pembuatan roti yang maksimal seperti mixer, oven dan proofer. Selamat mencoba!
DOI: https://doi.org/10.21009/JSB.004.1.01
Abstract This study aims to study the effect of the length of the time of final fermentation (final proofing) in making Japanese Milk Bread. This research was conducted at the Cake and Bread Laboratory of the Catering Education Study Program, Jakarta State University, from February to August 2019, using the experimental method. The difference in the time of the final fermentation used is 50 minutes, 60 minutes and 70 minutes. Quality assessment is carried out by scoring tests on external and internal aspects, namely shape, skin color, skin characteristics, pores, crumb color, texture, taste, and aroma to the somewhat trained panelists namely students of Culinary Education Study Program, Jakarta State University, amounting to 45 people . Quality test results and physical analysis of Japanese Milk Bread products with differences in final fermentation time have a good value from external and internal aspects. On the external aspect, the form of Japanese Milk Bread in the final fermentation of 50 and 60 minutes is in the category of approaching to expand and the final fermentation of 70 minutes is in the assessment between expand and very expand. In the aspect of skin color Japanese Milk Bread with final fermentation of 50, 60, and 70 minutes is in the category of approaching yellowish white. In the aspect of skin color characteristics of Japanese Milk Bread with the final fermentation time of 50, 60, and 70 minutes is in the near-thin category. As for internal aspects, the pore of Japanese Milk Bread with final fermentation of 50, 60, and 70 minutes is in the near-fine evaluation aspect. In the aspect of crumbs of Japanese Milk Bread with 50, 60, and 70 minutes fermentation, the assessment is near the yellowish white. In the aspect of texture of Japanese Millk Bread with the final fermentation time of 50 and 70 minutes, the evaluation is close to soft, and the final fermentation time of 60 minutes is in the category of evaluation between soft and very soft. In the aspect of taste with a final fermentation time of 50, 60, and 70 minutes is in the category of assessment approaching the taste of milk. The evaluation category approaching the scented butter is found in the aspect of Japanese Milk bread aroma with final fermentation of 50 and 60 minutes while the final fermentation of 70 minutes is in the butter scented evaluation category. High dimensional aspect physical test at the final fermentation of 50 minutes is 5 cm; 5.5 cm for 60 minutes final fermentation and 6 cm for 70 minutes final fermentation. The final 70 minute fermentation pore aspect still has small, fine pores and has no air space in the bread. The results of the Kruskal-Wallis test at α=0.05 indicate that there is no influence on the quality of Japanese Milk Bread with the difference in final fermentation time. However, when viewed from the results of physical and physical tests, researchers recommend that Japanese Milk Bread with a final fermentation time of 70 minutes is the best final fermentation time for making Japanese Milk Bread. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh lama waktu fermentasi akhir (final proofing) pada pembuatan Japanese Milk Bread. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kue dan Roti Program Studi Pendidikan Tata Boga, Universitas Negerti Jakarta pada bulan Februari sampai dengan Agustus 2019 dengan menggunakan metode eksperimen. Perbedaan lama waktu fermentasi akhir yang digunakan adalah 50 menit, 60 menit, dan 70 menit. Penilaian kualitas dilakukan dengan uji skoring terhadap aspek ekternal dan internal yaitu bentuk, warna kulit, karakteristik kulit, pori, warna remah, tekstur, rasa, dan aroma kepada panelis agak terlatih yaitu mahasiswa Program Studi Pendidikan Tata Boga, Universitas Negeri Jakarta yang berjumlah 45 orang. Hasil uji kualitas serta analisis fisik terhadap produk Japanese Milk Bread dengan perbedaan waktu fermentasi akhir memiliki nilai yang baik dari aspek eksternal maupun internal. Pada aspek eksternal, bentuk Japanese Milk Bread pada fermentasi akhir 50 dan 60 menit berada pada kategori penilaian mendekati mengembang serta fermentasi akhir 70 menit berada pada penilaian antara mengembang dan sangat mengembang. Pada aspek warna kulit Japanese Milk Bread dengan fermentasi akhir 50, 60, dan 70 menit berada pada kategori mendekati putih kekuningan. Pada aspek karakteristik warna kulit Japanese Milk Bread dengan waktu fermentasi akhir 50, 60, dan 70 menit berada pada kategori mendekati tipis. Sementara untuk aspek internal, pori Japanese Milk Bread dengan fermentasi akhir 50, 60, dan 70 menit berada pada aspek penilaian mendekati halus. Pada aspek warna remah Japanese Milk Bread dengan fermentasi akhir 50, 60, dan 70 menit berada pada kategori penilaian mendekati putih kekuningan. Pada aspek tekstur Japanese Millk Bread dengan waktu fermentasi akhir 50 dan 70 menit berada pada penilaian mendekati lembut, serta waktu fermentasi akhir 60 menit berada pada kategori penilaian antara lembut dan sangat lembut. Pada aspek rasa dengan waktu fermentasi akhir 50, 60, dan 70 menit berada pada kategori penilaian mendekati terasa susu. Kategori penilaian mendekati beraroma butter terdapat dalam aspek aroma Japanese Milk bread dengan fermentasi akhir 50 dan 60 menit sementara pada fermentasi akhir 70 menit berada dalam kategori penilaian beraroma butter. Uji fisik aspek dimensi tinggi pada fermentasi akhir 50 menit adalah 5 cm; 5,5 cm untuk fermentasi akhir 60 menit dan 6 cm pada fermentasi akhir 70 menit. Aspek pori fermentasi akhir 70 menit masih mempunyai pori yang kecil dan halus serta tidak mempunyai ruang udara didalam roti. Hasil uji Kruskal-Wallis pada α=0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh kualitas Japanese Milk Bread dengan perbedaan waktu fermentasi akhir. Namun jika dilihat dari hasil uji kualitas dan fsik peneliti merekomendasikan Japanese Milk Bread dengan waktu fermentasi akhir 70 menit adalah waktu fermentasi akhir terbaik untuk pembuatan Japanese Milk Bread. Kata kunci: Japanese Milk Bread, waktu fermentasi akhir, kualitas
|