Bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius hal tersebut diamanatkan dalam pancasila sila

Jakarta -

Indonesia adalah negara demokratis yang menjunjung kebebasan hak asasi penduduknya, termasuk aturan agama. Hal ini tertuang dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945.

Demokratis artinya bersifat demokrasi, maka negara demokratis adalah negara yang bersifat mengutamakan persamaan hak, kewajiban, dan perlakuan bagi semua warga negara. Dalam konteks agama, Indonesia juga memiliki konstitusi yang menjadi jaminan bahwa warga negara Indonesia memiliki hak untuk memeluk agama dan beribadah menurut kepercayaannya.

Jaminan ini tegas termuat dalam berbagai pasal yang membahas mengenai kebebasan beragama. Pasal-pasal ini merupakan wacana kebebasan beragama yang sudah ada sejak kemerdekaan Indonesia di tahun 1945 dan terus mengalami perkembangan.

Salah satunya pada Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi:

"Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu".

Kandungan kebebasan beragama dan berkeyakinan ini adalah pasal hak asasi manusia (HAM) yang tegas dan diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-3 berbunyi "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya".

Alinea ini memiliki arti keyakinan bangsa Indonesia, bahwa kemerdekaan yang diraih bukan hasil perjuangan rakyat semata, tetapi juga berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa.

Selain itu, alinea ke-4 memuat tentang kedaulatan Indonesia yang tercantum dalam Pancasila, dengan kalimat pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Melihat ketentuan ini, bukan berarti Indonesia adalah negara yang didasarkan oleh agama tertentu. Sebaliknya, Indonesia adalah negara multikultural yang di dalamnya memiliki berbagai suku, budaya, adat istiadat, dan agama.

Agama dan kepercayaan yang dianut masyarakat Indonesia sangat beragam. Seperti yang detikers ketahui, ada penduduk penganut agama Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu.

Lalu, bagaimana implementasi dari pasal 29 ayat 2 UUD 1945 mengenai kebebasan beragama ini?

Dikutip dari artikel Relasi Antara Agama dan Negara Menurut Konstitusi Indonesia dan Problematikanya yang ditulis Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Universitas Muhammadiyah Malang, Cekli Setya Pratiwi, SH.,LL.M. untuk mewujudkan kehendak konsitusi tersbut dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Dalam Pasal 22 UU tersebut menyebutkan: "Setiap orang mempunyai kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama." Lebih lanjut lagi, Indonesia sebagai negara yang menjamin hak kebebasan beragama meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights (CCPR) atau Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik 1966 melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.

Dalam Pasal 18 UU 12/2005 dinyatakan bahwa:

1. Setiap negara berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan dan pengajaran.

2. Tidak seorangpun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan sesuai dengan pilihannya.

3. Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan undang-undang, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral
masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan dasar orang lain.

4. Negara pihak dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri..

Tak lupa, ada kewajiban yang harus dijalani menurut pasal tersebut. Diantaranya seperti kewajiban untuk menghargai semua umat beragama, menjaga kerukunan antar umat beragama, menghormati orang yang beribadah, serta saling membantu dan kerja sama antar umat beragama.

Nah, setelah detikers mengetahui hak kebebasan beragama seperti dalam pasal 29 ayat 2 UUD 1945, apa sudah siap melaksanakan kewajibannya? Agar persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap terjaga, jadilah warga negara yang baik dengan menjalankan hak dan kewajiban secara seimbang, ya.

(pal/pal)

Pancasila, seluruh rakyat Indonesia pasti tahu sila-sila yang ada dalam pancasila, bahkan anak SD sekalipun sudah diajari dan disuruh untuk menghafalkan 5 dasar negara tersebut. Tetapi pertanyaanya, apakah banyak dari rakyat Indonesia yang mengetahui hakikat sesungguhnya dari Pancasila?

Sebelum melangkah lebih lanjut, kita harus mengetahui, bahwasannya pancasila merupakan suatu sistem yang telah digagas oleh “Founding Father” bangsa Indonesia dengan segala macam usaha termasuk di dalamnya musyawarah panjang yang melahirkan 5 sila tersebut. Pancasila merupakan suatu sistem dalam bernegara yang seharusnya paten, karena sila-sila yang terkandung di dalamnya merupakan jati diri bangsa Indonesia sejak dulu. Mengimplementasikan Pancasila sebagai dasar negara tidak terlepas dari memahami, menghayati dan mempraktekkan nilai-nilai religius yang ada di dalamnya.

baca juga Antara Khilāfah dan Pancasila;‎ ‎(Sebuah Jawaban terhadap Anggapan Khilāfah anti Pancasila)‎

Sebagai catatan, menurut KBBI, kata religius memiliki arti segala sesuatu yang mengandung unsur keagamaan didalamnya dan selalu terikat dengannya. Religius di sini tentu bukan hanya untuk agama atau sekte tertentu, tetapi agama di sini bersifat umum dan mencakup semua agama dan sekte yang ada, termasuk di dalamnya Islam. Untuk itu perlu kiranya kita mengetahui pendapat singkat  tentang nilai religius yang terkandung dari pancasila dari dua tokoh penting yang terkenal karena nasionalismenya, diantaranya adalah Ir. Sukarno dan juga Habib Riziq Syihab.

Ir.Sukarno sebagai Presiden Pertama Indonesia, dan juga seorang yang memprakasai lahirnya Pancasila selalu menyatakan bahwa Pancasila adalah jalan hidup, rel-rel dalam bernorma dan bertingkah bagi seluruh bangsa Indonesia, dari suku maupun agama manapun itu. Sempat beliau menyatakan dalam salah satu Kongres PBB pada 30 September 1960, bahwa Pancasila merupakan darah daging bangsa Indonesia.

Dalam sila pertama misalnya, Ketuhanan Yang Maha Esa, Sukarno menegaskan bahwa Setiap individu bebas menentukan pillihannya dalam Agama, dan juga bebas untuk menyembah Tuhannya masing-masing, sehingga dengan itu terciptalah masyarakat yang Agamis dan menjadikan masyarakat tersebut bermoral, karena faktanya, setiap agama selalu mengajarkan kepada kebenaran. Kemudian Sukarno pun juga menambahkan bahwa semua sila dalam Pancasila sangatlah memiliki keterkaitan yang erat, dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

baca juga KEMERDEKAAN INDONESIA DITINJAU DARI FILOSOFI JAROSY

Semisal pada Sila pertama, dan Kedua, sangatlah erat hubungannya. Bagaimana seorang Manusia bisa dikatakan beradab, ketika dia tidak mempercayai akan Tuhan dan Agama. Dalam pidatonya itu pun Sukarno juga mengutip salah satu ayat dari Al-Qur’an, Surat Al-Hujurat ayat ke -13, dimana Allah telah menciptakan manusia menjadi golongan-golongan dan kelompok-kelompok, dengan tujuan agar mereka saling mengenal dan bermuamalah satu sama lain. Dari sini dapat kita ambil pelajaran bahwa Soekarno, sebagai presiden pertama Indonesia, sangatlah mengerti bahwa banyak nilai-nilai religius dalam pancasila yang terkoneksi satu sama lain.

Tokoh selanjutnya yaitu, Habib Riziq Shihab. Seorang ulama sekaliber Pimpinan FPI dan dianggap sebagai Imam besar Jutaan Muslim Indonesia ini tentu sudah familiar di telinga kita. Tetapi, tak banyak dari kita tahu bahwa beliau merupakan sosok yang sangat nasionalis, hal ini terbukti dari Hasil Tesis S2 beliau yang mengangkat tema, “Pancasila dan Syariah Islam.” Dalam beberapa konferensi, yang terakhir beliau berbicara di forum FPI dalam memperingati HUT RI ke -74, mengatakan bahwa Pancasila ini adalah sebagai dasar negara, yang mana sangatlah identik sekali dalam penerapan syariat-syariat Islam. Salah satu dari penjelasan beliau yaitu, seharusnya tidak ada keterbatasan masyarakat dalam beribadah dan menyembah Tuhan, karena itu sudah tertampund pada UUD 1945 pasal 29 Ayat 1. Begitu pun dalam polemik keadilan, beliau mengatakan, setiap kepala masing masing lembaga haruslah jujur, dan memegang prinsip sila ke lima, yang didasari oleh rasa takut kepada Tuhan jika tidak menjalanlannya dengan baik.

Lantas dari apa yang telah kita dapat dari penjabaran dua tokoh tersebut, Apa sebenarnya esensi makna religius yang terkandung dalam pancasila?

Ketuhanan Yang Maha Esa, bahwa fungsi dari adanya sila ini, maka seluruh elemen bangsa haruslah mengakui adanya Tuhan dan beribadah sesuai kepercayaannya masing-masing. Dengan adanya sila ini, otomatis bangsa ini menolak segala paham paham yang menyimpang semisal marksisme, liberalisme, komunisme, dan lain sebagainya.

Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai yang terkandung dalam sila ini jelas bahwa setiap kepala dari masyarakat haruslah menghormati satu sama lain, sesuai dengan norma moral yang ada dalam setiap kelompok, terutama mengenai toleransi dan menjauhi segala macam tindakan provokatif yang menyebabkan jatuhnya adab maupun moral tersebut. Seperti yang telah dibahas, bahwa sila yang kedua ini sangatlah bersangkutan dalam menjalankan sila yang pertama.

Persatuan Indonesia, mengutip pernyataan dari Habib Riziq, dan sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika, bahwa masyarakat Indonesia harus mengedepankan persatuan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih maju, dan dengan adanya sila ketiga ini, kita haruslah memahami keadaan beragama, sehingga setiap agama memiliki persatuan yang membangun. Dalam Islam, Allah telah memerintahkan umat Islam agar bersatu padu dan tidak terpecah belah, pun tentunya demikian yang diajarkan oleh agama-agama lainnya tentang persatuan.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, sila keempat ini mengajarkan kita makna kepemimpinan yang adil dan bijaksana, dan dengan adanya sila ini rakyat dituntut untuk menjadikan atau memilih seorang pemimpin yang berkualitas untuk memjukan bangsa, dengan catatan bahwa rakyat yang memilih pun haruslah menjadi sumber daya sumber daya manusia yang berkualitas.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, keadilan merupakan poin yang penting dalam membangun suatu bangsa. Bahkan dalam Islam sendiri Allah memerintahkan kepada semua umat manusia untuk berbuat seadil mungkin dalam segala aspek kehidupan. Maka, sila kelima ini merupakan dasar negara dan sekaligus sebuah penutup pamungkas, demi terciptanya masyarakat yang agamis, harmonis, dan selalu hidup dalam kerukunan.

Sebagai rakyat Indonesia yang taat, dan memiliki tendensi dalam membangun bangsa dan negara, sudah seharusnya setiap individu paham betul hakikat dan nilai- nilai religius yang terdapat di dalam pancasila. Dalam membangun dan memajukan negara pun juga demikian, setiap elemen kembali ke pancasila, dan menghayatinya. Seharunya ketika ada suatu konflik negara maupun dalam masyarakat, sudah sepatutnya masing-masing pihak bercermin tentang sejauh mana implementasi nilai-nilai khususnya nilai religius pancasila di kehidupan sehari hari. Karena pada hakikatnya pancasila bukanlah ajang untuk lomba hafalan, tapi bagaimana setiap individu mampu menela’ah dan menyertakan segala aspek kehidupan bernegara mereka agar sesuai dan tidak menyimpang dari rel-rel yang religius, normatif,  yang terkandung dalam pancasila.

Pen : Ahmad Farkhan Abdau
Mahasiswa Semester V Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam – Kampus Robithoh