Bagaimanakah proses perdebatan saat Abu Bakar As Siddiq menjadi khalifah

Bagaimanakah proses perdebatan saat Abu Bakar As Siddiq menjadi khalifah

Bagaimanakah proses perdebatan saat Abu Bakar As Siddiq menjadi khalifah
Lihat Foto

Shutterstock

Masjid Nabawi di Kota Madinah, tempat Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar As Sidiq dimakamkan.

KOMPAS.com - Abu Bakar As Siddiq adalah khalifah (pemimpin) pertama setelah Rasulullah Muhamamad SAW meninggal.

Abu Bakar memimpin umat Islam selama dua tahun dari 632-634 M (11-13 H).

Dikutip dari Khulafaur Rasyidin (2019), Abu Bakar adalah orang pertama di luar keluarga Nabi yang memeluk Islam.

Ia adalah sahabat yang paling dicintai Nabi. Abu Bakar mengorbankan harta bendanya untuk perjuangan Nabi.

Putri Abu Bakar, Siti Aisyah, dinikahkan dengan Nabi.

Gelas As Siddiq yang berarti amat membenarkan diberikan karena Abu Bakar adalah orang pertama yang membenarkan peristiwa Isra Miraj.

Baca juga: Mengenal Yerusalem, Kota Suci Tiga Agama

Pengangkatan sebagai khalifah

Setelah Nabi wafat dan sedang menunggu dimakamkan, kaum muslimin mengadakan pertemuan di Safiqah (balai kota) Bani Saidah.

Mereka membicarakan siapa sosok yang tepat untung menggantikan Nabi. Kelompok Ansar mengusulkan Sa'ad bun Ubadah.

Kabar itu terdengar para sahabat dan keluarga yang sedang mengurus jenazah Nabi. Lalu tiga orang sahabat yakni Abu Bakar, Uamr bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah menyusul ke pertemuan.

Saat kelompok Ansar bertemu kelompok Muhajirin, terjadi perdebatan. Masing-masing bersikukuh mengajukan calon pemimpin pengganti Nabu.

Perundingan tak juga mencapai titik temu. Sampai Abu Ubaidah menyampaikan:

"Sahabat-sahabatku dari kalangan Ansar, kalian adalah pihak yang pertama menolong dan membela agama Islam. Oleh karena itu, janganlah kamu menjadi orang pertama yang memecah belah dan merusaknya," ujar Abu Ubaidah.

Baca juga: 4 Nama Khulafaur Rasyidin

Setelah suasana tenang, terpilihkan Abu Bakar sebagai pengganti Nabi. Alasan terpilihnya Abu Bakar yakni:

  • Sahabat nabi yang paling senior
  • Selalu dekat dengan Rasulullah sehingga tahu cara memimpin umat dan negara
  • Dermawan sehingga kekayaan yang dimilikinya dapat digunakan untuk perjuangan umat
  • Disegani kamu Quraisy karena tegas
  • Cerdas dan mau bekerja keras
  • Pernah menggantikan Nabi sebagai imam shalat ketika Nabi sakit

Di masa kepemimpinannya yang singkat, Abu Bakar menyelesaikan perpecahan yang terjadi di suku-suku bangsa Arab.

Beberapa suku tak mau lagi tunduk kepada pemerintah Madinah setelah Rasul wafat. Mereka menganggap perjanjian berakhir seiring wafatnya Rasul.

Baca juga: Saudi Berencana Pindahkan Makam Nabi Muhammad?

Abu Bakar menyelesaikan perpecahan ini lewat Perang Riddah atau perang melawan kemurtadan. Panglima yang berjasa memimpin perang yakni Khalid ibn Al-Walid.

Hal lain yang dihadapi Abu Bakar yakni orang yang tak membayar zakat, dan orang-orang yang menganggap dirinya sebagai nabi pengganti Muhammad.

Abu Bakar juga mengumpulkan ayat-ayat suci Al-Quran yang disalin menjadi mushaf. Ia menjadikan ayat Quran dan As-Sunnah sebagai hukum.

Di akhir kepemimpinannya, Abu Bakar memperluas daerah kekuasaan dengan mengirim tentara ke luar.

Pada 634 M, Abu Bakar mengirim Khalid bin Walid dan pasukannya ke Irak. Mereka berhasil menguasai al-Hirah.

Ia juga mengirim ekspedisi ke Suriah di bawah pimpinan empat panglima perang yakni Abu Ubaidah bin Jarrah, Amr bin Ash, Yazid bin Abi Sufyan, serta Syurahbil.

Baca juga: Teori Masuknya Islam di Nusantara

Abu Bakar wafat pada 23 Agustus 534 M di Madinah. Ia dimakamkan di sebelah makam Nabi di Masjid an-Nabawi.

Sebelum meninggal, Abu Bakar berwasiat kepada Umar bin Khattab. Umar pun dipilih menggantikan Abu Bakar.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Proses pengangkatan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai khalifah berlangsung dramatis. Setelah Rasulullah saw wafat, kaum muslim di Madinah berusaha mencari penggantinya. Ketika kaum Muhajirin dan Anshar berkumpul di Saqifah bani Sa’idah terjadi perdebatan tentang calon khalifah. Masing-masing mengajukan argumentasinya tentang siapa yang berhak sebagai khalifah.

Baiat dan Beberapa Calon

Kaum Anshar mencalonkan Sa’ad bin Ubadah, seorang pemuka dari suku Khazraj sebagai pengganti Nabi. Dalam kondisi tersebut Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah bergegas menyampaikan pendirian kaum Muhajirin, yaitu agar menetapkan pemimpin dari kalangan Quraisy. Akan tetapi hal tersebut mendapat perlawanan keras dari Al-Hubab bin Munzir (kaum Anshar). Di tengah perdebatan tersebut Abu Bakar mengajukan dua calon khalifah yaitu Abu Ubaidah bin Zahrah dan Umar bin Khattab, namun kedua tokoh ini menolak usulan tersebut.

Akan tetapi Umar bin Khattab tidak membiarkan proses tersebut semakin rumit, maka dengan suara yang lantang beliau membaiat Abu Bakar sebagai khalifah yang diikuti oleh Abu Ubaidah. Kemudian proses pembaiatan pun terus berlanjut seperti yang dilakukan oleh Basyir bin Saad beserta pengikutnya yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Proses pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah ternyata tidak sepenuhnya mulus karena ada beberapa orang yang belum memberikan ikrar, seperti Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Muthalib, Fadl bin Al-Abbas, Zubair bin Al-Awwam, Khalid bin Sa’id, Miqdad bin Amir, Salman Al-Farisi, Abu Zar Al-Gifari, Ammar bin Yasir, Bara bin Azib, dan Ubai bin Ka’ab. Telah terjadi pertemuan sebagian kaum Muhajirin dan Anshar dengan Ali bin Abi Thalib di rumah Fatimah. Mereka bermaksud membai’at Ali dengan anggapan bahwa Ali bin Abi Thalib lebih patut menjadi khalifah karena Ali berasal dari Bani Hasyim yang berarti ahlul bait.

Masalah dan Pengangkatan

Proses pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama, menunjukkan betapa seriusnya masalah suksesi kepemimpinan dalam masyarakat Islam pada saat itu dikarenakan kepemimpinan suku-suku Arab didasarkan pada sistem senioritas dan prestasi, tidak diwariskan secara turun temurun. Setelah didapatkan kesepakatan dalam proses pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah, kemudian ia berpidato yang isinya berupa prinsip-prinsip kekuasaan demokratis yang selayaknya dimiliki oleh seorang pemimpin negara.

Pada masa awal pemerintahannya, Khalifah Abu Bakar telah dihadapkan pada tiga peristiwa penting yang memerlukan solusi segera. Pertama adalah orang yang murtad, kedua adalah munculnya nabi-nabi palsu, dan ketiga orang yang enggan membayar zakat.

Pada waktu kepemimpinan Abu Bakar terjadi beberapa masalah bagi masyarakat muslim. Beberapa orang Arab yang masih lemah imannya justru menyatakan murtad. Mereka melepaskan diri kesetiaan dengan menolak memberi baiat kepada khalifah yang baru dan bahkan menentang agama Islam.

Dengan adanya pembangkangan orang Arab tersebut, khalifah dengan tegas melancarkan operasi pembersihan terhadap mereka. Mula-mula hal itu dimaksudkan sebagai tekanan untuk mengajak mereka kembali ke jalan yang benar, lalu berkembang menjadi perang mempertahankan iman. Tindakan pembersihan juga dilakukan untuk menumpas nabi- nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat. (Gian)

Proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai khalifah berlangsung dramatis. Setelah Rasulullah wafat, kaum muslim di Madinah, berusaha utuk mencari penggantinya. Ketika kaum muhajirin dan ansar berkumpul di Saqifah bani Sa’idah terjadi perdebatan tentang calon khalifah. Masing-masing mengajukan argumentasinya tentang siapa yang berhak sebagai khalifah.

Kaum anshar mencalonkan Said bin Ubaidillah, seorang pemuka dari suku al-Khajraj sebagai pengganti nabi. Dalam kondisi tersebut Abu Bakar, Umar, dan Abu Ubaidah bergegas menyampaikan pendirian kaum muhajirin, yaitu agar menetapkan pemimpin dari kalangan Quraisy. Akan tetapi hal tersebut mendapat perlawanan keras dari al-Hubab bin munzir (kaum Anshar).

Di tengah perdebatan tersebut Abu Bakar mengajukan dua calon khalifah yaitu Abu Ubaidah bin Zahrah dan Umar bin Khattab, namun kedua tokoh ini menolak usulan tersebut. Akan tetapi Umar bin Khattab tidak membiarkan proses tersebut semakin rumit, maka dengan suara yang lantang beliau membaiat Abu Bakar sebagai khalifah yang diikuti oleh Abu Ubaidah.

Kemudian proses pembaiatanpun terus berlanjut seperti yang dilakukan oleh Basyir bin Saad beserta pengikutnya yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai khalifah ternyata tidak sepenuhnya mulus karena ada beberapa orang yang belum memberikan ikrar, seperti Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Muthalib, Fadl bin al-Abbas, Zubair bin al-Awwam bin al-Ash, Khalid bin Sa’id, Miqdad bin Amir, Salman al-Farisi, Abu Zar al-Gifari, Amma bin Yasir, Bara bin Azib dan Ubai bin Ka’ab.

Telah terjadi pertemuan sebagian kaum muhajirin dan Anshar dengan Ali bin Abi Thalib di rumah Fatimah, mereka bermaksud membai’at Ali dengan anggapan bahwa Ali bin Abi Thalib, lebih patut menjadi khalifah karena Ali berasal dari bani Hasyim yang berarti ahlul bait.

Proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai khalifah pertama, menunjukkan betapa seriusnya masalah suksesi kepemimpinan dalam masyarakat Islam pada saat itu, dikarenakan suku-suku Arab kepemimpinan mereka didasarkan pada sistem senioritas dan prestasi, tidak diwariskan secara turun temurun. Setelah didapatkan kesepakatan dalam proses pengangkatan Abu Bakar ra, sebagai khalifah, kemudian ia berpidato yang isinya berupa prinsip-prinsip kekuasaan demokratis yang selayaknya dimiliki oleh seorang pemimpin negara.

Referensi Makalah®  


Kepustakaan: Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,Prenada Media: Jakarta Timur, 2003, Badri Yatim, MA., Sejarah Peradan Islam Dirasah Islamiyah, RajaGrafindo Persada,1993, Imam as-Suyuthi, Tarikh Khulafa diterjemahkan oleh Samson Rahman dengan judul Tarikh khulafa,Pustaka al-Kautsar,2006, Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisi Perbandingan, Jakarta: UI Press, 1986, Abu A’la al- Maududi, Khilafah Dan Kerajaan Evaluasi Kritis atas sejarah Pemerintahan Islam, Bandung: 1993