Bagaimanakah ciri-ciri orang yang takwa dalam QS Ali Imran ayat 134?

Banyak ulama berpendapat tentang definisi takwa. Di antaranya yaitu Buya Hamka dalam kitab tafsirnya al-Azhar, beliau mendifinisikan bahwa takwa tidak hanya sekadar takut kepada Allah SWT, melainkan juga “memelihara” hubungan baik dengan Allah SWT dengan cara mematuhi perintahNya dan menjauhi laranganNya, serta memelihara hubungan baik dengan Allah SWT dengan cara menjaga supaya tidak terperosok ke dalam perbuatan yang Allah SWT tidak meridhainya.

Abu Hurairah, saat ditanya arti takwa, beliau menjawab “Pernahkan engkau melihat jalan penuh duri? Lalu bagaimana caramu melewatinya?” seseorang yang bertanya itu pun menjawab “aku melewatinya dengan cara menghindari duri-duri tersebut, atau aku melangkahinya atau aku mundur” Abu Hurairah menjawab “seperti itulah takwa”.

Kata takwa tidak sedikit disebutkan dalam al-Qur’an, kurang lebih ada 259 kali jumlah kata takwa disebutkan dalam al-Qur’an. Implementasi dan internalisasi takwa memang tidak mudah, tapi bisa dan harus bisa. Salah satu ayat yang menyebutkan tiga golongan yang termasuk dalam keluarga bertakwa atau ahlut taqwa yaitu surat Ali Imran ayat 134:

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Golongan takwa pertama yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya saat keadaan baik atau lapang, banyak harta dan saat dalam keadaan buruk, sempit atau sedikit harta. Adapun dalam Mafatih al-Ghaib, Imam Razi mengartikan sarra’ dengan kaya dan dharra’ yaitu dalam keadaan fakir. Imam Razi juga menjelaskan bahwa Allah SWT memperingatkan untuk berinfaq dalam keadaan lapang maupun sempit karena melakukan infaq dalam dua keadaan tersebut adalah ketaatan yang cukup sulit sehingga dibutuhkan kesungguhan, keikhlasan dan cinta. Saat dalam dua keadaan tersebut, infaq yang dikeluarkan menjadi sebaik-baik infaq.

Golongan kedua dan ketiga yaitu orang-orang menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang. Alkisah dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, karya Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, Guru Tafsir di Universitas Islam Madinah. Suatu hari seorang tamu datang kepada Maimun bin Mahram, kemudian pelayan Maimun segera menyuguhkan gulai, saat hendak menyuguhkan, kaki pelayan tergelincir dan gulai tidak sengaja tumpah di baju Maimun. Spontan Maimun hendak memukul pelayannya, akan tetapi pelayan segera mengingatkan Maimun dan berkata “Tuanku, sampai sejauh manakah engkau mengamalkan ayat ..walkadziminal Ghaidza..

Maimun menjawab, “Ya, sudah saya lakukan”. Maimun akhirnya menahan untuk memukul pelayannya. Kemudian pelayan melanjutkan “lalu bagaimana dengan ayat.. wal’aafiina ‘aninnas..?”

Maimun menjawab “Ya, sudah saya lakukan, aku sudah memaafkanmu dan aku juga sudah memerdekakanmu”.

Pelayan tersebut pun melanjutkan ayat..”wallahu yuhibbul muhsinin” “dan Allah SWT mencintai orang-orang yang berbuat baik”.

Menahan marah juga bukan hal yang mudah dilakukan, membutuhkan kesungguhan kuat. Lalu disusul dengan memaafkan kesalahan orang lain yang berbuat kesalahan dengan cara membalasnya dengan kebaikan atau dengan tidak membalas kejahatannya. Sulit tapi pasti bisa, dan sudah dijanjikan surga oleh Allah SWT. Haidar Baghir dalam salah satu bukunya tentang nasihat pernikahan menambahkan bahwa marah tidak cukup ditahan saja, karena akan menumpuk, jika marah sudah ditahan maka boleh diungkapkan, ekspresikan atau diluapkan dengan cara yang baik dan dalam keadaan sedingin mungkin. Artinya bahwa setelah amarah ditahan maka boleh dan dianjurkan untuk diungkapkan namun tetap dengan cara yang baik dan kepala dingin. Contohnya seperti Maimun, beliau menahan marah dan memaafkan pelayannya, lalu Maimun boleh mengungkapkan marahnya kepada pelayan dengan cara dan tutur kata yang baik.

Adapun Imam Razi menjelaskan bahwa menahan amarah dapat dilakukan dengan cara diam dan tidak memperlihatkannya. Untuk saat ini, banyak hal yang dapat membuat hati marah, apalagi fenomena tingkat media, banyak komentar dan argument yang cenderung mengandung unsur bully, menjelekkan nama baik dan menghina. Sehingga fenomena-fenomena tersebut tidak heran jika memicu amarah kita, mari untuk lebih sehat dalam menggunakan media  dengan cara tetap berkata baik, berpikir positif, tidak membalas ejekan, dan bersikap tegas serta kritis. Tentunya konflik dalam kehidupan, terutama bermasyarakat tidak hanya itu. Alangkah baiknya 3 golongan atau karakter daripada hamba yang bertakwa ini menjadi prinsip hidup kita sehingga kita tetap bahagia.

Dalam tafsirnya, Imam Razi juga menambahkan bahwa menjadi bagian tiga golongan bertakwa tersebut merupakan jalan untuk mendapatkan Rahmat Allah SWT. Mari teman-teman untuk selalu berusaha menajadi lebih baik dalam segala hal baik dan salih dibarengi dengan doa-doa yang baik juga.

Allah menjelaskan menahan amarah itu suatu jalan ke arah takwa

Wihdan Hidayat / Republika

Empat Sifat Orang Bertakwa Menurut Alquran

Rep: Fuji E Permana Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Alquran menerangkan empat sifat orang bertakwa. Di antaranya orang yang berinfak di waktu lapang dan sempit, orang yang dapat menahan amarahnya, orang yang dapat memaafkan kesalahan orang lain, dan orang yang berbuat kebaikan.

Baca Juga

Hal ini dijelaskan dalam Surat Ali Imran Ayat 134 dan tafsirnya.

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ

(Yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan. (QS Ali Imran: 134)

Tafsir Kementerian Agama menerangkan, ayat ini langsung menjelaskan sifat-sifat orang yang bertakwa. Pertama, orang yang selalu menafkahkan hartanya baik dalam keadaan berkecukupan maupun dalam keadaan kesempitan (miskin), sesuai dengan kesanggupannya.

Menafkahkan harta itu jumlahnya tidak ditentukan sehingga ada kesempatan bagi orang miskin untuk memberi nafkah. Bersedekah boleh saja dengan barang atau uang yang sedikit nilainya karena hanya itu yang dapat diberikan, dan tetap akan memperoleh pahala dari Allah SWT.

Bagi orang kaya dan berkelapangan tentu sedekah dan dermanya harus disesuaikan dengan kesanggupan. Sungguh amat janggal bahkan memalukan bila seorang yang berlimpah-limpah kekayaannya memberikan derma dan sedekah sama banyaknya dengan pemberian orang miskin. Ini menunjukkan kesadaran memberi nafkah belum tertanam di dalam hatinya.

Baca juga : Apa Hukum Menonton Film Porno?

Allah berfirman, hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.

Sifat kikir yang tertanam dalam hati manusia hendaklah diberantas dengan segala macam cara dan usaha karena sifat ini adalah musuh masyarakat nomor satu. Tidak ada satu umat pun yang dapat maju dan hidup bahagia kalau sifat kikir ini merajalela pada umat itu.

Sifat kikir bertentangan dengan perikemanusiaan. Oleh sebab itu Allah memerintahkan untuk menafkahkan dan menjelaskan harta yang ditunaikan zakatnya dan didermakan sebagiannya tidak akan berkurang bahkan akan bertambah.

Sifat kedua, orang yang menahan amarahnya. Biasanya orang yang menuruti amarahnya tidak dapat mengendalikan akal pikirannya dan akan melakukan tindakan-tindakan kejam serta jahat.

Apabila dia sadar pasti menyesali tindakan yang dilakukannya itu dan dia akan merasa heran mengapa ia bertindak sejauh itu. Oleh karenanya, bila seseorang dalam keadaan marah hendaklah ia berusaha sekuat tenaga menahan rasa amarahnya lebih dahulu.

Baca juga : Muslim Thailand Sholat di Masjid dengan Sejumlah Syarat

Apabila ia telah menguasai dirinya kembali dan amarahnya sudah mulai reda, barulah ia melakukan tindakan yang adil sebagai balasan atas perlakuan orang terhadap dirinya. Apabila seseorang telah melatih diri seperti itu, maka dia tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang melampaui batas, bahkan dia akan menganggap perlakuan yang tidak adil terhadap dirinya itu mungkin karena khilaf dan tidak disengaja dan ia akan memaafkannya.

Allah menjelaskan menahan amarah itu suatu jalan ke arah takwa. Orang yang benar-benar bertakwa pasti akan dapat menguasai dirinya pada saat sedang marah.

Sifat ketiga, orang yang memaafkan kesalahan orang lain. Memilih memaafkan kesalahan orang lain sedang kita sanggup membalasnya dengan balasan yang setimpal adalah suatu sifat yang baik yang harus dimiliki oleh setiap Muslim.

Mungkin hal ini sulit dipraktikkan karena sudah menjadi kebiasaan bagi manusia membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi bagi manusia yang sudah tinggi akhlak dan kuat imannya serta telah dipenuhi jiwanya dengan ketakwaan, maka memaafkan kesalahan itu mudah saja baginya. Mungkin membalas kejahatan dengan kejahatan masih dalam rangka keadilan, tetapi harus disadari membalas kejahatan dengan kejahatan tidak dapat membasmi atau melenyapkan kejahatan itu.

Mungkin dengan adanya balas membalas itu kejahatan akan meluas dan berkembang. Bila kejahatan dibalas dengan maaf dan sesudah itu diiringi dengan perbuatan yang baik, maka yang melakukan kejahatan itu akan sadar dia telah melakukan perbuatan sangat buruk dan tidak adil terhadap orang yang bersih hatinya dan suka berbuat baik. Dengan demikian, dia tidak akan melakukannya lagi dan tertutuplah pintu kejahatan.

Sifat keempat, orang yang berbuat baik. Berbuat baik termasuk sifat orang yang bertakwa. Maka di samping memaafkan kesalahan orang lain hendaklah memaafkan itu diiringi dengan berbuat baik kepada orang yang melakukan kesalahan.

Baca juga : Taliban Tegaskan Afghanistan akan Pakai Hukum Syariat

Bagaimanakah ciri-ciri orang yang takwa dalam QS Ali Imran ayat 134?

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...