Bagaimana cara mengganti puasa bagi orang yang hamil dan menyusui

Bagaimana cara mengganti puasa bagi orang yang hamil dan menyusui
Cara membayar fidyah puasa bagi ibu hamil dan menyusui, waktu dan bacaan niat yang harus diketahui. (Foto: ist)

Kastolani Rabu, 22 Desember 2021 - 21:29:00 WIB

JAKARTA, iNews.id - Cara membayar fidyah puasa ibu hamil dan menyusui menurut para ulama bisa berupa makanan pokok atau uang. Jika ibu hamil dan menyusui tidak puasa 30 hari, maka harus menyediakan fidyah puasa 30 takar di mana masing-masing 1,5 kg. 

Fidyah boleh dibayarkan kepada 30 orang fakir miskin atau beberapa orang saja (misal 2 orang, berarti masing-masing dapat 15 takar).

BACA JUGA:
Tata Cara Puasa Mutih, Niat & Doa

Ustaz Luki Nugroho LC dalam bukunya berjudul "Kupas Tuntas Fidyah" menerangkan, menurut Imam Malik dan Imam As-Syafi'I, fidyah puasa bagi ibu hamil dan menyusui yang harus dibayarkan sebesar 1 mud gandum (kira-kira 6 ons=675 gram=0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa).

Mud adalah ukuran yang volumenya hanya ¼ dari ukuran sha’. Yang mana kalau dikonversikan kedua ukuran tersebut kedalam satuan ukur saat ini maka satu mud setara dengan 675gr atau 0,688lt. Berarti kalau ukuran satu sha’, maka dikalikan empat saja, 1 sha’ = 675grx4=2700gr (2,7kg) atau 0,688x4=2,752 liter. 

Menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha' gandum. (Jika 1 sha' setara 4 mud= sekitar 3 kg, maka 1/2 sha' berarti sekitar 1,5 kg). Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah berupa beras.

Menurut kalangan Hanafiyah, fidyah boleh dibayarkan dalam bentuk uang sesuai dengan takaran yang berlaku seperti 1,5 kilogram makanan pokok per hari dikonversi menjadi rupiah.

BACA JUGA:
Doa Buka Puasa Lengkap Arab, Latin, dan Artinya Sesuai Sunnah 

Cara membayar fidyah puasa dengan uang versi Hanafiyah adalah memberikan nominal uang yang sebanding dengan harga kurma atau anggur seberat 3,25 kilogram untuk per hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya mengikuti kelipatan puasanya.

Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 27 Tahun 2020 tentang Nilai Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Jabodetabek, ditetapkan bahwa nilai fidyah dalam bentuk uang sebesar Rp45.000/hari/jiwa.

Waktu Membayar Fidyah

Para ulama sepakat bahwa fidyah wajib dikeluarkan atau dibayarkan oleh mereka-mereka yang mendapatkan kewajiban untuk membayarkannya, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya siapa saja yang wajib membayar fidyah.

Namun para ulama berbeda pendapat dalam hal waktu pelaksanaannya. Apakah fidyah tersebut dibayarkan pada saat bulan Ramadhan atau sebelumnya.

1. Fidyah Sebelum Puasa

Yang dimaksud membayar fidyah sebelum Ramadhan di sini adalah jika mereka orang-orang yang merasa bahwa nanti ketika bulan Ramadhan tiba tidak mampu untuk menjalankan ibadah puasa kemudian jauh-jauh hari sebelum datang bulan Ramadhan atau paling tidak sebelum masuk bulan Ramadhan mereka sudah membayarkan fidyah.

2. Bayar Fidyah di Bulan Ramadan

Dalam pandangan madzhab ini , aturan main yang berlaku adalah membayar fidyah itu dilakukan di bulan Ramadhan.Jadi kalau orang yang sudah lanjut usia dan merasa tidak kuat untuk berpuasa, maka dia belum diperbolehkan membayar fidyahnya sampai datang bulan Ramadhan. Minimal di malam hari atau sebelum terbit matahari di mana di keesokan harinya dia tidak berpuasa

Namun, bagi Muslim yang belum sempat membayar fidyah, sebaiknya menyegerakan karena dalam beberapa bulan ke depan Bulan Ramadhan akan kembali tiba.

Doa Niat Membayar Fidyah Puasa

Berikut contoh tata cara niat dalam mengeluarkan fidyah: 

1. Niat fidyah puasa bagi orang sakit keras dan orang tua renta:

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ لإِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini karena berbuka puasa di bulan Ramadhan, fardlu karena Allah.”

2. Niat fidyah bagi wanita hamil atau menyusui:

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ إِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ لِلْخَوْفِ عَلَى وَلَدِيْ على فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan berbuka puasa Ramadhan karena khawatir keselamatan anaku, fardlu karena Allah.”

3. Niat fidyah puasa orang mati (dilakukan oleh wali/ahli waris):

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ صَوْمِ رَمَضَانِ فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan puasa Ramadhan untuk Fulan bin Fulan (disebutkan nama mayitnya), fardlu karena Allah”.

4. Niat fidyah karena terlambat mengqadha puasa Ramadhan.

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ تَأْخِيْرِ قَضَاءِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan, fardlu karena Allah”.

Niat fidyah boleh baca saat menyerahkan kepada fakir/miskin, saat memberikan kepada wakil atau setelah memisahkan beras yang hendak ditunaikan sebagai fiidyah.

Pengertian Fidyah

Fidyah diambil dari kata “fadaa” artinya mengganti atau menebus. Bagi beberapa orang yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa dengan kriteria tertentu, diperbolehkan tidak berpuasa serta tidak harus menggantinya di lain waktu. 

Fidyah wajib dilakukan untuk mengganti ibadah puasa dengan membayar sesuai jumlah haripuasa yang ditinggalkan untuk satu orang. Nantinya, makanan itu disumbangkan kepada orang miskin.

Ada ketentuan tentang siapa saja yang boleh tidak berpuasa. Hal ini tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 184.

Allah SWT berfirman:

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya: (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui". (QS. Al Baqarah: 184).

Berikut kelompok orang yang dibolehkan berbuka pada bulan puasa untuk menggantinya dengan membayar fidyah.

1. Lanjut Usia 

Dasarnya adalah firman Allah SWT berikut:

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah : 184).

Sudah bukan menjadi hal yang aneh jika mereka yang sudah lanjut usia mendapati kondisi fisiknya sangat lemah. Ibnu Abbas menegaskan:

عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ  قَالَ: رُخِّصَ لِلشَّيْخِ اَلْكَبِيرِ أَنْ يُفْطِرَ وَيُطْعِمَ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا وَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ 

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu berkata, ”Telah diberikan keringanan buat orang tua renta untuk berbuka puasa, namun dia wajib memberi makan untuk tiap hari yang ditinggalkannya satu orang miskin, tanpa harus membayar qadha’. (HR. Ad-Daruquthny dan Al-Hakim)

2. Orang Sakit

Hal yang sama juga berlaku untuk  mereka yang sakit dengan katagori sakit berat yang dalam penilaian medis sudah tidak ada harapan sembuh.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 185;

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Artinya: "dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya, pada hari-hari yang lain."

Untuk itu fidyah ini tidak berlaku bagi mereka yang berbuka karena sakit yang sakitnya masih memungkinkan untuk sembuh.  

3. Ibu Hamil dan Menyusui

Sebagian ulama berpendapat perempuan hamil  hanya wajib qadha, sebagian menilai wajib fidyah. Ada juga pendapat yang menilai wajib qadha dan fidyah, dan pendapat yang membedakan antara hamil dengan menyusui.

Bagi yang menilai bahwa Ibu hamil dan menyusui hanya wajib membayar fidyah saja, mereka meyandarkan pendapat ini dengan pendapat Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Jubair. Diriwayatkan oleh Abdur Rozzaq dalam Mushannaf-nya bahwa sekali waktu Ibnu Umar ditanya perihal perempuan hamil dibulan puasa, beliau menjawab:

تفطر وتطعم كل يوم مسكينا

“dia boleh berbuka, dan membayar fidyah untuk orang miskin”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beliau pernah meminta perempuan hamil untuk berbuka dibulan puasa dan berkata:

أنت بمنزلة الكبير لا يطيق الصيام، فافطري، وأطعمي، عن كل يوم نصف صاع من حنطة

“Kalian seperti orang yang sudah lanjut usia yang sudah tidak kuat untukberpuasa, maka berbuka saja, dan berilah makan orang miskin  (membayar fidyah) disetiap hari yang ditinggalkan setengah sho’ dari hinthah” 

4. Menunda Qadha Puasa Hingga Bertemu Ramadhan Berikutnya

Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, jilid 3, hal 144 menilai bahwa mayoritas ulama berpendapat mereka yang mempunyai hutang puasa Ramadhan, lalu dengan sengaja tidak membayarnya hingga datang Ramadhan berikutnya, maka selain tetap wajib membayar hutang puasanya mereka juga wajib membayar fidyah atas kelalaian ini.

Ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Hurairah ridhwanullahi ‘alaihim, juga pendapat Mujahid, Said bin Jubair, Atha’ bin Abi Rabah. Dan ini juga pendapat madzhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah.  

5. Meninggal dan Mempunyai Utang Puasa

Untuk mereka yang berbuka puasa karena sakit, lalu setelah sembuh dari sakitnya belum sempat untuk megqadha puasa dan meninggal dunia, maka dalam kondisi seperti ini menurut ulama madzhab selain madzhab Syafi’i menilai bahwa wajib atas atas orang meninggal ini membayar fidyah.  

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامُ شَهْرٍ فَلْيُطْعِمْ عَنْهُ مَكَانَ كُل يَوْمٍ مِسْكِينًا

“Orang yang wafat dan punya hutang puasa, maka dia harus memberi makan orang miskin (membayar fidyah) satu orang miskin untuk satu hari yang ditinggalkan.” (HR. At-Tirmizy)

Ibnu Abbas ra menyatakan:

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سُئِل عَنْ رَجُلٍ مَاتَ وَعَلَيْهِ نَذْرٌ يَصُومُ شَهْرًا وَعَلَيْهِ صَوْمُ رَمَضَانَ . قَال : أَمَّا رَمَضَانُ فَيُطْعَمُ عَنْهُ وَأَمَّا النَّذْرُ فَيُصَامُ عَنْهُ

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahwa beliau ditanya dengan kasus orang yang meninggal dunia dan punya hutang nadzar puasa sebulan dan hutang puasa Ramadhan. Maka Ibnu Abbas menjawab: ”Hutang puasa Ramadhan dibayar dengan membayar fidyah, hutang puasa nadzar dibayar dengan orang lain berpuasa untuknya”

Namun dalam madzhab Syafi’i bagi mereka yang meninggal dunia dan mempunyai hutang puasa maka wajib atas ahli warisnya membayarkan hutang puasa tersebut. Sebagaimana pesan dari nabi Muhammad SAW:

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

“Siapa yang meninggal dunia dan punya hutang puasa, maka walinya harus berpuasa untuknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Wallahu A'lam.


Editor : Kastolani Marzuki

Bagaimana cara mengganti puasa bagi orang yang hamil dan menyusui
​ ​