Apakah Kerajaan Kutai termasuk kerajaan maritim?

Kemaritiman Kerajaan Kutai – Kerajaan Kutai merupakan salah satu kerajaan tertua yang ada di Indonesia. Kerajaan Kutai mulai eksis sekitar abad ke-5 M yang ditandai dengan ditemukannya tujuh buah prasasti berbentuk Yupa. Keberadaan Kerajaan Kutai tidak terlepas dari pengaruh aktivitas kemaritiman yang terjadi sejak permulaan tarikh Masehi. Sehingga dapat dikatakan Kerajaan Kutai ini terlibat aktif dalam aktivitas perdagangan internasional. Di bawah ini akan dijelaskan tentang kemaritiman Kerajaan Kutai.

Kerajaan Kutai terletak di Kalimantan Timur yakni di daerah alirah Sungai Mahakam. Berdasarkan penemuan terhadap peninggalan-peninggalannya, wilayah Kerajaan Kutai mencakup daerah Kutei Lama, Muara Kaman, Kota Bangun dan Sebulu yang mana semua daerah ini berada di daerah aliran Sungai Mahakam. Posisinya yang berada di daerah aliran Sungai Mahakam sudah tentu Kerajaan Kutai mengembangkan aktivitas kemaritiman. 

Pembuatan kapal untuk aktivitas berskala kecil pun tentu dilakukan, meskipun hingga kini belum ditemukan sisa-sisa peninggalan arkeologis berupa tempat pembuatan kapal itu sendiri. Letaknya yang berada di sepanjang aliran Sungai Mahakam yang bermuara ke lautan lepas, Kerajaan Kutai juga mengandalkan aktivitas perdagangan maritim sebagai salah satu penghasilan kerajaan selain pada sektor pertanian dan peternakan. 

Berdasarkan keterangan yang dimuat di dalam prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Kutai, menunjukkan bahwa Kerajaan Kutai bukanlah sebuah kerajaan yang terisolasi dari aktivitas kemaritiman dan perdagangan internasional pada permulaan awal abad Masehi. Penggunaan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta yang terdapat di dalam prasasti menunjukkan bahwa prasasti itu dipahatkan oleh seorang Brahmana yang tentu saja pada permulaan awal abad Masehi ini berasal dari India.  

Keterangan yang diberikan oleh prasasti berkaitan dengan Raja Mulawarman-lah yang memberikan kejelasan akan kedatangan orang-orang India ini.  Dalam sebuah prasasti yang memberikan keterangan tentang asal-usul Kerajaan Kutai menyebutkan bahwa Raja Mulawarman adalah putra dari Aswawarman dan Aswawarman adalah putra dari Kudungga.  Di dalam prasasti itu menunjukkan bahwa Aswawarman adalah pendiri keluarga raja (wangsakarta).  Penggunaan gelar “warman” ini juga menunjukkan adanya pengaruh yang berasal dari India. Meskipun sebelumnya disebutkan raja sebelum Aswawarman adalah Kudungga yang mana ia belum menggunakan gelar “warman” dibelakang namanya.

Kudungga sendiri dianggap sebagai orang lokal yang pada masa pemerintahannya dimungkinkan baru saja menyerap kebudayaan India terutama berkaitan dengan sistem kerajaan. Namun, Kudungga belum secara penuh menyerap kebudayaan India itu, sehingga ia tidak dianggap sebagai pendiri keluarga raja (wangsakarta). Pendiri Keluarga raja adalah anaknya yang bernama Aswawarman yang telah menggunakan gelar “warman” dibelakang namanya.  

Perubahan dan penggunaan nama berbau India itu tidaklah mungkin dapat terjadi apabila tidak adanya intensitas hubungan yang cukup tinggi antara Kerajaan Kutai dengan orang-orang India. Sehingga tidaklah mungkin pula Kerajaan Kutai terisolasi dari perdagangan internasional.  Jadi, sejak pemerintahan raja Kudungga Kerajaan Kutai telah menerima arus migrasi orang-orang yang berasal dari India. 

Setelah pemerintahan Raja Aswawarman, salah satu dari ketiga putranya yang bernama Mulawarman naik takhta sebagai raja Kerajaan Kutai. Raja Mulawarman adalah raja yang selalu disebutkan dari seluruh prasasti Yupa yang telah berhasil ditranskripsikan. Beberapa keterangan itu antara lain selalu menunjukkan hubungan antara Raja Mulawarman dengan para Brahmana yang tentu saja berasal dari India.

Pada masa pemerintahan Raja Mulawarman diperkirakan budaya India telah sangat mendominasi dalam kehidupan di istana. Hal ini ditunjukkan dengan keterangan dalam prasasti;

“Raja Mulawarman yang tersohor telah mengalahkan raja-raja di medan perang, dan menjadikan mereka bawahannya seperti yang dilakukan oleh raja Yudhisthira…..”

Berdasarkan keterangan ini nampaknya epos Mahabharata telah menjadi referensi dalam kehidupan istana. Di mana “Raja Yudhisthira” adalah seorang tokoh yang terdapat di dalam epos Mahabharata dan salah satu dari kelima Pandawa yang berhasil menjadi raja setelah kemenangannya dalam perang di Kurukshetra menghadapi Kurawa. Setelah menjadi raja, Raja Yudhisthira pun memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukan raja-raja disekitar perbatasan wilayahnya dan menjadikannya sebagai raja bawahan. Keberhasilan dari Raja Yudhisthira inilah yang rupanya ingin ditiru oleh Raja Mulawarman dari Kerajaan Kutai dan menjadikannya sebagai panutan. 

Berdasarkan keterangan ini menunjukkan bahwa Kerajaan Kutai tidak terisolasi dan berhubungan dengan orang-orang asing, terutama dengan India terutama sekali adalah kedatangan para Brahamana. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apa yang menyebabkan orang-orang India tertarik untuk datang ke Kerajaan Kutai?. Sudah tentu ada hal yang menarik bagi orang-orang India untuk datang kesana, mengingat secara geografis dari sisi perdagangan internasional, letak Kerajaan Kutai tidaklah terlalu menguntungkan bahkan amat jauh dari persimpangan jalur perdangan India dengan Cina. Selain itu, perlu diketahui bahwa agama Hindu bukanlah agama misi sebagaimana agama Buddha, sehingga tentulah amat sulit melakukan proses penghinduan bagi orang-orang asing.

Di dalam salah satu prasasti Yupa menyebutkan bahwa Raja Mulawarman memberikan hadiah berupa harta benda seperti tanah, ternak, emas dan lainnya kepada para Brahmana. Di sekitar Yupa ditemukan sisa-sisa penambangan emas alluvial yang menjadi bukti ketertarikan orang India terhadap Kerajaan Kutai adalah sebagai penghasil emas. Sebelum ditemukannya eksploitasi tambang emas di Sumatra kemungkinan Kerajaan Kutai lah yang menjadi penghasil emas utama di Kepulauan Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan ketertarikan orang-orang India untuk datang ke Kerajaan Kutai.  Sebagaimana diketahui pula emas adalah komoditas yang sangatlah dibutuhkan oleh orang-orang India pada saat itu.

Jakarta - Indonesia memiliki berbagai sejarah kepemimpinan, salah satunya dari Kerajaan Kutai Kertanegara. Nah, seperti apa sih sejarah dari Kerajaan Kutai? Yuk simak.

Kutai Kertanegara sendiri merupakan salah satu nama calon ibu kota baru di Kalimantan Timur. Kerajaan Kutai terletak di hulu sungai Mahakam, Muarakaman, provinsi Kalimantan Timur. Kerajaan ini merupakan kerajaan tertua di Indonesia karena disebut berdiri sejak abad 5 masehi.

Baca juga: Karhutla di Kutai Barat Kaltim Menjalar hingga Cagar Alam Kersik Luwai


Berikut sejarah kerajaan Kutai yang dirangkum oleh detikcom:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

1. Sejarah

Kerjaaan Kutai dibentuk pada abad ke-5 masehi dan dipimpin oleh Raja Kudungga yang memeluk agama Hindu. Walaupun begitu, ada pula yang menyebutkan didirikan oleh Raja Asmawarman.

2. Penyebaran Islam

Pada adab ke-16, agama Islam mulai tersebar di Kerajaan Kutai. Kepercayaan ini dibawa oleh ulama asal Minangkabau, Tuan Ri Bandang, dan Tuan Ri Tiro Pararang dari Aceh.

3. Masa Kejayaan

Kerajaan Kutai dikenal sebagai salah satu kerajaan yang gemilang. Pasalnya, lokasi kerajaan tersebut terletak di jalur perdagangan China dan India. Kerajaan ini juga dikenal sebagai kerajaan maritim terbesar dan terkuat di Indonesia.

4. Masa Keruntuhan

Masa keruntuhan kerajaan Kutai terjadi di bawah kepemimpinan raja Maharaja Dharma Setia. Raja tersebut tewas setelah mengikuti peperangan.

5. Peninggalan

Kerajaan Kutai memiliki peninggalan berupa 7 buah prasasti Yupa berbahasa huruf Pallawa dan Sanskerta. Selain itu, ada pula mahkota emas seberat 1,8 kg bernama Ketopong Sultan.

Baca juga: Di Sinikah Titik Persis Ibu Kota Baru?




Simak juga video Ramalan Ibu Kota dan Kebangkitan Kesultanan Paser:

[Gambas:Video 20detik]

(lus/lus)

Jakarta -

Kerajaan maritim di nusantara dikenal hingga mancanegara lewat aktivitas perdagangan dan perannya dalam penyebaran agama. Apa saja ciri kerajaan maritim?

Kerajaan maritim yang terkenal di nusantara di antaranya yaitu Kerajaan Sriwijaya, Demak, Kutai. Sementara itu, kerajaan yang lebih terletak lebih jauh dari pesisir seperti Minangkabau, Pajang, Kertasura, dan Surakarta merupakan pusat kerajaan bercorak agraris.

Sejumlah kerajaan merupakan gabungan corak maritim dan agraris karena kekuatan di bidang pertanian dan perdagangan laut, seperti Majapahit dan Mataram. Dikutip dari Sejarah Nasional Indonesia Jilid 3 oleh Marwati Djoened dkk, ada sejumlah ciri kerajaan maritim yang membedakannya dengan kerajaan bercorak agraris.

Kehidupan kerajaan agraris memiliki penghasilan utama dari hasil pertanian dan hasil hutan, kendati juga mengembangkan perdagangan ekspor-impor komoditas lewat pelabuhan di pesisir pulau. Masyarakatnya hidup dari aktivitas pertanian.

Kekuatan militer kerajaan bercorak agraris juga lebih dititikberatkan pada angkatan darat. Sementara itu, seperti apa kehidupan di kerajaan maritim? Berikut ciri-cirinya.

Ciri Kerajaan Maritim

  • 1. Masyarakat kota pusat kerajaan maritim lebih menitikberatkan kehidupannya pada perdagangan dan pelayaran.
  • 2. Perdagangan di kota-kota maritim merupakan monopoli kerajaan.
  • 3. Kota atau pemukimannya mengambil lokasi strategis, yaitu di pesisir, muara, area pertemuan sungai atau di dekat laut.
  • 4. Aktivitas masyarakat dan kerajaan sehari-hari juga berpusat di dekat laut.
  • 5. Kekuatan militer juga lebih dititikberatkan pada tentara laut untuk mendukung urusan politik dan perluasannya.
  • 6. Kerajaan maritim memiliki armada yang menjamin keamanan awak dan pelayaran
  • 7. Dikenal memiliki keterampilan navigasi dan pengatahuan geografi untuk mengunjungi daerah lain, baik dengan astronomi sebagai pegangan menentukan arah maupun ilmu lain untuk perjalanan lintas laut yang tepat.
  • 8. Mengetahui ilmu tradisional hidrografi untuk mengetahui arus laut di waktu tertentu dan alur pelayaran yang aman.
  • 9. Mengetahui ilmu tradisional meteorologi untuk mempelajari gerak angin yang dapat dimanfaatkan dalam pelayaran.
  • 10. Kerajaan maritim dikenal memiliki kemajuan ilmu dan teknologi pembuatan perahu dan perkapalan.

Penguasaan kerajaan maritim seperti Sriwijaya atas Selat Malaka dan Laut Jawa selama berabad-abad ditopang oleh armada yang kuat. Ahli arkeologi Pierre-Yves Manguin menjelaskan, Sriwijaya menggunakan kapal-kapal besar Melayu (kun lun po) dalam jalur perdagangan di Samudra Hindia dan Laut China Selatan.

Bobot kapal Sriwijaya saat itu mencapai 250-1.000 ton dengan panjang 60 meter. Kapal tersebut mampu memuat hingga 1000 orang, belum termasuk muatan barang, seperti dikutip dari Kerajaan Sriwijaya: Pusat Pemerintahan dan Perkembangannya oleh Nia Kurnia Sholihat Irfan.

Pamor kekuatan armada kerajaan maritim seperti Sriwijaya kelak mulai pudar saat armada laut China pada zaman Dinasti Yuan menggantikan dominasi di Laut China Selatan.

Simak Video "Momen Silaturahmi Empat Trah Kerajaan Mataram Islam"


[Gambas:Video 20detik]
(twu/lus)