Apa yang perlu dipahami tentang makna keuarga sakinah

PENELITIAN PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP KELUARGA SAKINAH Oleh: Tim Puslitbang Kehidupan Beragama Badan Litbang dan Diklat  Departemen Agama

2006


Penelitian ini bertujuan untuk: (1) memperoleh gambaran tentang konsep masyarakat terhadap keluarga sakinah; (2) mengetahui pelaksanaan program keluarga sakinah yang dilaksanakan Departemen Agama dan organisasi sosial keagamaan; (3) mengetahui efektivitas pelaksanaan Program Keluarga Sakinah.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini diantaranya adalah : 1.    Di Desa Plalangan Kecamatan  Jenangan Kabupaten Ponorogo paling tidak terdapat tiga konsep tentang keluarga sakinah. (1) Menurut ‘Aisyiyah, keluarga sakinah adalah keluarga yang mengamalkan ajaran agama, ekonomi memadai, kesehatannya terjamin dan menjalin hubungan harmonis baik dengan keluarga sendiri maupun dengan tetangga sekitarnya. (2) Menurut pemuka agama, keluarga sakinah adalah keluarga yang saling menghormati, kecukupan dalam masalah ekonomi, taat beribadah dan baik dengan tetangga dan sanak saudara. (3) Menurut masyarakat pada umumnya, keluarga sakinah adalah keluarga yang mampu dari segi ekonomi, mempunyai pengetahuan agama yang memadai, dipercaya oleh lingkungan, sopan santun, berwibawa, taat menjalankan perintah agama, serta aktif dalam kegiatan  kemasyarakatan. Program  pembinaan keluarga sakinah yang sedang berjalan antara lain pemberian dana bergulir, pelatihan dan orientasi tenaga motivator, pendataan keluarga pra sakinah dan pembentukan kelompok kerja (pokja) keluarga sakinah. 

2.    Hasil penelitian di Kecamatan Cicadas Kabupaten Bandung antara lain menyimpulkan bahwa konsep keluarga sakinah dalam masyarakat Sunda pada umumnya tidak berbeda dari konsep keluarga sakinah menurut ajaran Islam. Agama sebagai landasan kehidupan dalam berkeluarga tidak hanya diketahui dan dipahami tetapi harus dihayati dan diamalkan oleh setiap anggota keluarga. Dalam keluarga sakinah, suami dan istri mempunyai kedudukan yang seimbang. Pembagian tugas sehari-hari antara suami dan isteri, pada umumnya tidak terlalu ketat dan berjalan secara lentur karena dikalangan masyarakat Sunda ada norma yang cukup kuat bahwa  perempuan sebagai isteri dan ibu rumah tangga, dalam kondisi tertentu terlibat pula dalam pekerjaan mencari nafkah.

Berdasarkan temuan yang diperoleh dari berbagai wilayah maka disampaikan rekomendasi perlunya segera dibentuk satuan tugas fungsional Program Gerakan Keluarga Sakinah di tingkat Kecamatan dan Kelurahan/Desa secara formal, dengan struktur dan tugas yang jelas.

Mengingat program ini belum banyak dikenal oleh masyarakat luas, maka perlu dilakukan sosialisasi yang intensif dengan melibatkan pemerintah daerah, organisasi keagamaan, pemuka agama dan pemuka masyarakat setempat.***

Apa yang perlu dipahami tentang makna keuarga sakinah

Keluarga Sakinah

Oleh: Siti ‘Aisyah

وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذٰلِكَ َلآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Q.S. ar-Rûm [30]:  21).

”Tengadah jemari ke hadirat Allah SWT, kami ucapkan syukur atas perkenan-Nya untuk mengikuti sunnah Rasul-Nya dalam rangka membentuk keluarga yang sakinah”

Ayat al-Quran surat ar-Rum [30] : 21 dan untaian kalimat indah itu banyak menghiasi halaman undangan walimatul-’urs atau resepsi perkawinan. Dalam acara perkawinan pun, bertabur ucapan selamat ”semoga mendapatkan keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah”. Rasulullah saw. apabila menemui sahabat yang baru menikah, beliau mendoakannya:

باَرَكَ اللهُ لَكَ وَ بَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِى خَيْرٍ

Artinya, “semoga Allah member barakah untukmu dan memadukanmy berdua dalam kebaikan” (HR. Abu Dawud)

Keluarga Sakinah merupakan dambaan setiap insan dalam memasuki bahtera rumah tangga. Banyak orang yang mendambakan Keluarga Sakinah, tetapi belum memahami sepenuhnya apa dan bagaimana sebenarnya Keluarga Sakinah itu, sehingga terjadi kekeliruan dalam menerapkannya.

Munculnya istilah Keluarga Sakinah merupakan penjabaran firman Allah dalam surat ar-Rum [30]: 21 yang tertulis di awal tulisan ini, yang menyatakan bahwa tujuan berumah tangga atau berkeluarga adalah untuk mewujudkan ketentraman atau ketenangan dengan dasar mawaddah wa rahmah  (saling mencintai dan penuh kasih sayang). Dari kata taskunu dalam ayat di atas itulah diturunkan kata sakinah dengan arti tenang atau tenteram. Terwujudnya kesakinahan merupakan hasil dari berkembangnya mawaddah wa rahmah dalam keluarga.

Bagi masyarakat muslim di Indonesia, istilah Keluarga Sakinah cukup populer. Keluarga Sakinah terdiri dari dua kata, keluarga dan sakinah.

Keluarga

Keluarga berasal dari bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keluarga memiliki beberapa arti, yaitu; (a) ibu dan bapak beserta anak-anaknya, seisi rumah; (b) orang seisi rumah yang menjadi tanggungan, batih; (c) sanak saudara, kaum kerabat; (d) satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat. Secara sosiologis, keluarga merupakan golongan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami-isteri, baik beserta maupun tanpa anak.

Secara yuridis, dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga disebutkan bahwa keluarga adalah ”unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami, isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya”. Dalam tulisan ini kata keluarga dimaknai ”orang seisi rumah, terdiri dari orangtua, -dapat kedua orangtua atau salah satu ayah atau ibu- beserta maupun tanpa anak-anak, dapat juga bersama anggota keluarga lain yang menjadi tanggungan dan orang yang membantu dalam keluarga tersebut”. Dari pengertian keluarga dimaksud, secara tegas tidak mengakomodasi adanya keluarga dari perkawinan sejenis, baik ayah-ayah maupun ibu-ibu dengan atau tanpa anak.

Bentuk keluarga pada asalnya terdiri dari keluarga kecil (nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Dalam perkembangan lebih lanjut, antara nuclear dan extended family terdapat bentuk keluarga semi extended family. Keluarga kecil atau nuclear family beranggotakan orangtua – bisa kedua orangtua atau salah satunya, ayah atau ibu, beserta atau tanpa anak. Dalam al-Quran keluarga kecil disebut dengan al-ahl, seperti yang tercantum dalam QS. at-Tahrim [66]: 6. Al-Maraghi menafsirkan  al-ahl sebagai keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan khadam (pembantu). Keluarga luas terdiri dari anggota keluarga kecil ditambah kerabat baik dekat maupun jauh.

Struktur Keluarga Sakinah menganut pola keluarga luas (extended family), yang disamping mempunyai tanggungjawab terhadap kesejahteraan anggota keluarga inti yaitu ayah-ibu-anak (bagi yang memiliki anak), juga mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anggota kerabat dekat dari kedua pihak pasangan suami-isteri. Dalam al-Quran, disebut dengan ’asyîrahi (QS. asy-Syu’ara’ [26]: 214). Isyarat al-Quran akan adanya keluarga luas, dapat dipahami pada adanya konsep mahram dan ahli waris dalam keluarga. Dengan demikian, anggota dari keluarga luas dapat terdiri dari ayah, ibu, anak, kakek, nenek, saudara laki-laki, saudara perempuan,  paman, dan bibi.

Implementasi rasa tanggung jawab terhadap anggota keluarga luas dapat bersifat ekonomis, pendidikan, atau psikologis (QS. al-Baqarah [2]: 215). Dalam keluarga semi extended family bentuk tanggung jawab keluarga, tidak harus diwujudkan dalam bentuk tinggal bersama dalam satu rumah. Sebagai bangunan yang berbentuk semi extended family, Keluarga Sakinah akan menjadi lembaga keluarga yang mampu memecahkan berbagai penyakit keluarga, baik yang bersifat materiil maupun immateriil, yaitu kemiskinan, kebodohan, keretakan keluarga, dekadensi moral, dan lain sebagainya.

Sejalan dengan dinamika keluarga di era demokrasi, perlu dikembangkan bentuk komunikasi keluarga ke arah yang bersifat demokratis. Dalam keluarga demokratis semua anggota keluarga memiliki hak dan kontribusi sama untuk mewujudkan Keluarga Sakinah. Dalam hal orang tua menyampaikan arahannya, juga perlu disampaikan secara dialogis dengan pendekatan kasih sayang. Dalam pernikahan, anak memiliki hak untuk memutuskan pilihannya, orangtua tidak dibenarkan memaksakan kehendak kepada anaknya.

Sakinah

Isyarat adanya kata sakinah dalam QS. ar-Rum [30]: 21, dipahami dari lafadz li taskunu yang artinya agar kamu sekalian senantiasa merasakan ketenangan (sakinah) yang mengisyaratkan adanya tujuan berkeluarga menuju terwujudnya sakinah. Penggunaan kata taskunu dalam bentuk fi’il mudhari’ mengisyaratkan adanya proses yang secara kontinu dilakukan untuk mewujudkan as-sakinah.

Sakînah dalam bahasa Arab, berasal dari sakana-yaskunu-sukûnan, artinya tenang, senang, diam, tidak bergerak, tenang setelah bergejolak, menempati rumah, memakai tanda sukun. As-sakînah, bermakna ath-thuma’ninah wal waqâr wal mahâbbah, artinya ketenangan, kemuliaan, dan kehormatan.

Penyebutan kata sakinah dalam al-Quran terdapat enam ayat,  yaitu menggunakan kata ”sakînah” (QS. al-Baqarah [2]: 248), ”as-sakînah” (QS. al-Fath [48]: 4, 18), dan ”sakînatahu” (QS. at-Taubah [9]: 26, 40), dan QS. al-Fath [48]: 26), yang diangkat dalam konteks berbeda.  Penggunaan kata sakînah dalam enam ayat tersebut pada dasarnya memiliki subatansi makna yang sama, yaitu  bahwa sakînah itu perasaan tenang yang datang dari Allah. Hanya saja konteksnya berbeda.

Surat al-Baqarah [2]: 248 menjelaskan tentang Tabut yang di dalamnya terdapat lembaran-lembaran Taurat yang merupakan sumber ketenangan bagi mereka yang mengimaninya. Dalam surat at-Taubah [9]: 26, penggunaan sakinah dalam konteks ”ketenangan” yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw. dan kaum mukmin ketika dalam keadaan sulit, menghadapi kaum kafir pada perang Hunain, kemudian Allah menolongnya, sehingga ketenangan dirasakan Nabi dan kaum mukmin. Surat at-Taubah ayat 40 menggambarkan ketenangan yang diturunkan kepada Nabi dan Abu Bakar di Gua Hira ketika Abu Bakar merasa khawatir, karena orang-orang Quraisy yang mengejar mereka sampai di Gua Hira. Surat al-Fath [48]: 4,18, dan 26 menegaskan bahwa Allah menurunkan sakinah kepada Nabi dan kaum mukmin dalam peristiwa Perjanjian Hudaibiyah, ketika mengalami permasalahan menghadapi kaum kafir Mekah yang menghalangi Nabi dan kaum mukmin memasuki Mekah untuk menunaikan ibadah haji.

Kata “sakinah” dalam hadis, misalnya terdapat dalam sabda Rasulullah saw, عَلَيْكُمْ بِالسَّكِيْنَةِ , kalian harus tenang [dalam melakukan sesuatu] [HR Bukhari].

As-sakînah lawan katanya al-‘ajalah  yang berarti tergesa-gesa.  Dengan demikian berbuat kebaikan tidak perlu tergesa-gesa, tetapi dilakukan dengan tenang dan penuh pertimbangan.

Dari makna sakinah dalam ayat-ayat al-Quran maupun hadis mengisyaratkan bahwa secara etimologis kata sakînah memuat pengertian meniadakan sikap ketergesa-gesaan. Kondisi sakinah tidak hadir begitu saja, tetapi harus diusahakan dan diperjuangkan dengan sabar dan tenang. Suami-isteri saling memberdayakan baik secara psikologis maupun spiritual, agar terwujud Keluarga Sakinah.

Dari pemaknaan Keluarga Sakinah dimaksud, ’Aisyiyah mendefinisikan istilah Keluarga Sakinah dalam Buku Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah sebagai “bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan tercatat di Kantor Urusan Agama yang dilandasi rasa saling menyayangi dan menghargai dengan penuh rasa tanggung jawab dalam menghadirkan suasana kedamaian, ketentraman, dan  kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diridlai Allah swt.“.