Apa yang menjadi tantangan dan kekuatan dari keragaman!

Apa yang menjadi tantangan dan kekuatan dari keragaman!
Tantangan Bangsa Indonesia Menjaga Kemajemukan dan Persatuan

INFO MPR - Tantangan utama bangsa Indonesia saat ini bukanlah melawan penjajah atau pemberontak. Bukan pula melawan gejala kuat untuk mengubah dasar negara atau bentuk negara seperti yang pernah terjadi dalam sejarah kehidupan berbangsa di Indonesia. Tantangan bangsa saat ini adalah menjaga kemajemukan dan rasa persatuan yang merupakan kekayaan dan kekuatan bangsa Indonesia.

Demikian dikatakan Wakil Ketua MPR RI E.E. Mangindaan ketika membuka seminar nasional bertema "Merawat Kebhinnekaan dalam Meneguhkan Ke-Indonesiaan" di Balairung Kirana, Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Sabtu, 7 Oktober 2017. Seminar ini diselenggarakan Fraksi Partai Demokrat MPR RI.

Menurut Mangindaan, bangsa Indonesia membutuhkan kebersamaan dan persatuan dalam menghadapi dinamika masyarakat. "Untuk itu perlu kesadaran dan komitmen seluruh bangsa untuk menghormati kemajemukan bangsa Indonesia dalam upaya mempersatukan bangsa demi tegaknya NKRI," katanya.

Mangindaan menjelaskan konstruksi Keindonesiaan pada dasarnya terbangun dari ruh dan elemen-elemen masyarakat yang heterogen baik secara suku, budaya, agama, bahasa, maupun alamnya. Para pendiri bangsa Indonesia sangat menyadari bahwa kebijakan harus selalu didasarkan pada prinsip demokrasi yang berbasis kebhinekaan. "Keberagaman karakteristik suku, bahasa, daerah, dan budaya, tidak menjadi penghalang bagi pendiri bangsa untuk menjatuhkan pilihannya pada bentuk negara kesatuan," ucapnya.

Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, lanjut Mangindaan, melalui perjuangan dengan berbagai peristiwa dan catatan sejarah. "Jas merah, jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Pesan itulah yang harus kita pahami dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Sejarah bangsa jangan sampai dilupakan," ujarnya.

Mangindaan menambahkan pengalaman masa lalu mengajarkan perlunya menjadikan keragaman dan segala perbedaan untuk mempererat serat-serat kebangsaan yang kerap rapuh terputus. "Perlu peran perawat kebhinekaan untuk membangun kebersamaan dan menjadikan keberagaman sebagai mutiara kebangsaan. Kita harus menghayati bahwa perjalanan NKRI mempunyai ciri khas yaitu kebhinekaan suku, budaya, dan agama," katanya.

Seminar dihadiri anggota MPR Hj Melani Leimena Suharli dan Fandi Utomo. Narasumber seminar antara lain Muslim (anggota Badan Pengkajian MPR), Nuning Rodiyah (KPI), Masyhuril Khamis (tokoh agama), Andy Ventriyani (Komisioner Komnas Perempuan 2010 -2014). (*)

tirto.id - Indonesia adalah negara yang memiliki masyarakat majemuk dengan keberagaman budaya. Keragaman budaya tersebut dapat terlihat dari adanya perbedaan suku, ras, agama, budaya lokal, serta adat istiadat.

Keberagaman ini tercipta karena Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang di setiap daerah memiliki ciri khas dan budayanya masing-masing. Budaya yang dimaksud meliputi bahasa, cara pandang, sistem kepercayaan, hingga tradisi yang dipegang erat oleh masyarakat setempat.

Keberagaman budaya ini tentunya akan menimbulkan dampak tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Ada dampak positif yang menguntungkan, tapi ada pula dampak negatif yang harus diwaspadai.

Dampak Positif Keberagaman Budaya di Indonesia

Dikutip dari buku Khazanah Antropologi 1 yang disusun oleh Siany L., Atiek Catur B, keberagaman budaya di Indonesia memiliki dampak positif sebagai berikut:

1. Kekayaan budaya

Masyarakat majemuk dengan segala perbedaannya membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang kaya akan budaya. Kekayaan budaya ini akan menimbulkan hal-hal positif lainnya, yaitu:

  • Punya rasa bangga sekaligus rasa ikut saling memiliki. Hal ini akan menciptakan rasa kebersamaan, persaudaraan, sekaligus persatuan yang lebih kuat.
  • Munculnya rasa toleransi. Berada dalam satu atap NKRI akan menimbulkan rasa persaudaraan yang erat. Hal ini akhirnya menciptakan rasa toleransi dan saling menghargai perbedaan yang ada.

2. Identitas bangsa

Keberagaman budaya juga bisa menjadi identitas atau ciri khas bangsa Indonesia di mata dunia. Dengan demikian, Indonesia akan dikenal sebagai negara yang unik dengan kekayaan budaya yang tak dimiliki oleh negara lain.

Keberagaman budaya ini juga akan menjadi daya tarik wisata bagi warga asing sehingga mereka tertarik mengunjungi dan mempelajari Indonesia. Secara tidak langsung, hal ini akan menambah devisa negara sekaligus meningkatkan pendapatan daerah/penduduk lokal.

Dampak Negatif Keberagaman Budaya di Indonesia

Keberagaman budaya di Indonesia dapat menimbulkan dampak negatif sebagai berikut:

1. Konflik sosial

Konflik sosial umumnya terjadi antar etnis dan dipicu oleh sikap etnosentrisme, primordialisme, maupun kesenjangan sosial. Konflik seperti ini biasanya ditandai dengan adanya gerakan separatisme oleh kelompok etnik tertentu.

Contoh kasus yang pernah terjadi di Indonesia adalah munculnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah pusat. Gerakan ini muncul akibat ketidakpuasan masyarakat Aceh terhadap pemerintah.

2. Dominasi kelompok dominan

Dalam masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, pasti akan ada kelompok yang dominan. Dominasi ini terjadi karena beberapa faktor, mulai dari perbedaan geografis, pengetahuan, politik, pembangunan yang tidak merata, hingga tingkat ekonomi dan kesenjangan sosial.

Dominasi suatu etnis tertentu akan melahirkan kebudayaan dominan dan kebudayaan tidak dominan. Hal ini berpotensi memicu konflik antar etnis yang berkepanjangan, bahkan bisa mengarah ke perpecahan dan mengancam keutuhan NKRI.

Secara garis besar, dampak negatif keberagaman budaya di Indonesia adalah timbulnya suatu konflik yang bisa memicu disintegrasi bangsa. Dikutip dari buku Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya karangan Tedi Sutardi, konflik seperti ini disebabkan oleh rendahnya pertukaran sosial (social exchange).

Pertukaran sosial memiliki prinsip hubungan timbal balik yang seimbang sehingga bisa menjadi media untuk mewujudkan masyarakat yang harmonis. Tidak adanya proses pertukaran sosial ini ditandai dengan menurunnya rasa saling percaya.

Tidak adanya rasa saling percaya berakibat menurunnya sikap toleransi. Hal inilah yang akhirnya melahirkan konflik sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Baca juga:

  • Konflik Sosial dalam Kehidupan Masyarakat: Pengertian-Sebab, Dampak
  • Apa Saja Dampak Positif-Negatif Globalisasi di Bidang Sosial Budaya
  • Contoh Perubahan Sosial di Kehidupan Sehari-hari & Masyarakat Desa

Baca juga artikel terkait KEBERAGAMAN atau tulisan menarik lainnya Erika Erilia
(tirto.id - erk/ale)


Penulis: Erika Erilia
Editor: Alexander Haryanto
Kontributor: Erika Erilia

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

KERAGAMAN suku, bahasa, adat istiadat, dan kebudayaan menjadi kekuatan bagi Indonesia. Oleh sebab itu, menjaga eksistensi adat istiadat dan budaya secara tidak langsung juga ikut menjaga persatuan dan kesatuan nasional.

"Bangsa ini kuat justru karena perbedaan yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Kita mempunyai begitu banyak suku bangsa, bahasa, kebiasaan adat yang berbeda-beda, tapi itulah kekuatan kita," ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, kemarin.

Dalam acara yang dihelat keluarga besar Simbolon, Wapres mencontohkan suku Batak yang dinamis, terus terang dalam berbicara, tetapi kadang pembawaannya menjadi meledak-ledak. Sementara itu, suku Padang terkenal indah dalam berbahasa dan santun dengan segala kearifan. Kalla juga menyebut masyarakat di NTT yang terkenal dengan kerja keras di perantauan.

Perbedaan karakteristik suku-suku di Tanah Air itulah yang juga menjadi kekuatan bangsa dan mereka bersama-sama berjuang membangun negara yang maju dan adil. Kalla berpesan perbedaan jangan justru membawa perpecahan. Persatuan dan kesatuan merupakan harga mati bagi NKRI yang harus dijaga bersama. "Coba bayangkan kalau negeri ini pecah. Ini membuktikan ragam dan indahnya suku dan adat-istiadat yang ada di Indonesia. Ini yang menjadikan kita kuat," tandasnya.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan menegaskan persatuan umat menjadi salah satu modal utama untuk mengatasi berbagai permasalahan dan mendorong kemajuan bangsa.

Zulkifli mengatakan, bila masyarakat bersatu, banyak potensi yang bisa dikembangkan. Ia juga menegaskan agar masyarakat tidak mengedepankan perbedaan, tetapi berusaha menemukan persamaan.
"Almarhum KH Hasyim Muzadi pernah menyampaikan kalau beda, ya, jangan disamakan, tapi kalau sama, ya, jangan dibeda-bedakan," katanya.

Radikalisme

Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Hamli mengatakan upaya pihak-pihak untuk menyebarkan paham radikal di Tanah Air sudah merambah seluruh aspek dan dimensi kehidupan tanpa memandang status sosial, agama, ras, suku, dan jenjang lembaga pendidikan.

"Jangankan lembaga pendidikan tinggi, SMU, SMP, lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) sudah disasar ajaran kebencian sebagai cikal bakal pelaku teror," katanya di Kendari, Sulawesi Tenggara, kemarin. Karena itu, kata dia, BNPT senantiasa mengimbau institusi Kementerian Pendidikan dan Dinas Pendidikan di daerah-daerah untuk memastikan lembaga penyelenggara pendidikan tidak disusupi radikalisme.

Dalam kesempatan itu, ia juga memaparkan ada sekelompok masyarakat yang setuju dengan radikalisme. Hasil penelitian yang merupakan kerja sama BNPT dengan Wahid Institute serta sejumlah lembaga lain menyebutkan 72% rakyat Indonesia anti terhadap radikalisme yang meresahkan masyarakat. Sementara itu, 7,7% setuju dengan radikalisme dan 0,4% sudah melakukan radikalisme.

Dalam survei itu, Wahid Institute menyebut persentase itu menjadi proyeksi dari 150 juta umat Islam Indonesia. Artinya, jika diproyeksikan, terdapat sekitar 11 juta umat Islam Indonesia yang bersedia bertindak radikal. (DW/Ant/P-4)