Apa yang dimaksud dengan ontologi epistemologi dan aksiologi dalam filsafat pendidikan islam?

Makalah Kelompok

Filsafat Pendidikan Islam

Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Filsafat Pendidikan Islam

Apa yang dimaksud dengan ontologi epistemologi dan aksiologi dalam filsafat pendidikan islam?


Di Susun Oleh Kelompok IV :

Anggun Violita                      ( 1532100085 )

Bagus Hidayattullah             ( 1532100091 )

Delva Amalia Putri               ( 1532100097 )

Desi Ambarwati                    ( 1532100098 )

Dosen Pembimbing :

Syarnubi, M.Pd.I

Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan

UIN Raden Fatah Palembang

Tahun 2016/2017


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Ontologi, Epistemologi & Aksiologi Filsafat Pendidikan Islam ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Syarnubi, M.Pd.I selaku dosen pembimbing mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam UIN Raden Fatah Palembang yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

 Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Ontologi, Epistemologi & Aksiologi Filsafat Pendidikan Islam. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

 Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Palembang, 4 April 2016

Penyusun


A.     Ontologi Filsafat Pendidikan Islam.. 2

1.      Pengertian Ontologi Filsafat Pendidikan Islam.. 2

2.      Implikasi Ontologi dalam Dunia Pendidikan. 3

3.      Hubungan Ontologi dengan Pendidikan. 4

B.     Epistemologi Filsafat Pendidikan Islam.. 5

1.      Pengertian Epistemologi Filsafat Pendidikan Islam.. 5

2.      Cara Memperoleh Pengetahuan Pendidikan Islam.. 6

3.      Sumber Pengetahuan dalam Pendidikan Islam.. 10

4.      Hubungan Epistemologi dengan Pendidikan. 11

C.     Aksiologi Filsafat Pendidikan Islam.. 11

1.      Pengertian Aksiologi Filsafat Pendidikan Islam.. 11

2.      Bentuk dan Tingkatan Nilai 13

3.      Sumber Nilai dalam Kehidupan Manusia. 14

4.      Hubungan Aksiologi dengan Pendidikan. 15


Secara umum filsafat pendidikan islam adalah usaha untuk membimbing manusia secara mendalam, baik itu jasmani maupun rohani berdasarkan agama Islam supaya terbentuk pribadi yang utama sesuai dengan ajaran Islam.

Filsafat merupakan sikap atau pandangan hidup dan sebuah bidang terapan untuk membantu individu untuk mengevaluasi keberadaannya dengan cara yang lebih memuaskan. Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang telah layak, filsafat perlu pemahaman bagi seseorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan karena ia menentukan pikiran dan pengarahan tindakan seseorang untuk mencapai tujuan.

Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan. Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahasannya.

Pendidikan Islam harus didekatkan pada epistemologi untuk mewujudkan, apa yang disebut epistemologi pendidikan Islam. Upaya penggalian, penemuan dan pengembangan pendidikan Islam bisa efektif dan efisien, bila didasarkan pada epistemologi pendidikan Islam. Epistemologi pendidikan Islam, menuntut segera dibangun oleh para pemikir Islam.  Karena sangat berfungsi untuk mengembangkan pendidikan secara konseptual dan aplikatif.

Kajian Filsafat pendidikan Islam dari segi epistemologi dan aksiologi memberikan manfaat besar. Ontologi membahas hakikat pendidikan Islam, Epistemologi membahas sumber-sumber pendidikan Islam serta aksiologi mengupas nilai-nilai pendidikan Islam. Selengkapnya akan dibahas dalam makalah ini.


A.    Ontologi Filsafat Pendidikan Islam

1.      Pengertian Ontologi Filsafat Pendidikan Islam

Secara etimologis ontologi berasal dari bahasa Yunani ”ethos” dan ”logos”, ethos adalah kata kerja dari einai artinya yang sedang berada, sedangkan logos berarti ilmu. Dengan demikian secara bahasa ontologi dapat diartikan ilmu yang membicarakan segala sesuatu yang ada.

Ontologi merupakan salah satu cabang filsafat yang ingin mencari dan menemukan hakikat dari sesuatu yang ada. Sesuatu yang ada itu dicari oleh manusia agar ia dapat mencari dan menemukan hakikat kenyataan yang bermacam-macam yang pada akhirnya nanti akan memberikan makna pada kehidupan manusia itu sendiri.

Dari deskripsi di atas dapat dipahami bahwa ontologi merupakan cabang atau istilah filsafat dimana segala sesuatu itu mempunyai prinsip mendasar yang tidak menimbulkan pertentangan. Sesuatu yang nyata pasti dapat diterima oleh semua orang sehingga dapat menghasilkan kebenaran. Hakikat realitas menurut sudut pandang filsafat Islam pada hakikatnya ”spiritual”. Prinsip ini mengarah pada aspek fundamental dari spiritual Islam, yaitu bahwa segala sesuatu yang mengitari kita, semua realitas materi atau kejadian merupakan pelaksana. Selanjutnya hakikat esensi dalam kajian filsafat akan terhenti pada penetapan adanya unsur pokok dari segala sesuatu, yang sifatnya fundamental. Unsur pokok ini menunjuk pada suatu jawaban yang abstrak, tidak kelihatan, tidak terukur, dan tidak bisa ditimbang. Hakikat esensi terletak  pada eksistensinya, tidak pada kata bendanya, tetapi pada kata kerjanya yang aktualis.

Ontologi pendidikan Islam membahas dasar atau hakikat substansi dan pola organisasi pendidikan Islam. Secara ontologis, Pendidikan Islam adalah hakikat dari kehidupan manusia sebagai makhluk berakal dan berfikir. Jika manusia bukan makluk berfikir, tidak ada pendidikan. Selanjutnya pendidikan sebagai usaha pengembangan diri manusia, dijadikan alat untuk mendidik.[4]

            Kajian ontologi ini tidak dapat dipisahkan dengan Sang Pencipta. Allah telah membekalkan beberapa potensi kepada kita untuk berfikir.

            Tiga kata kunci tentang pendidikan Islam, yaitu:[5]

1.      Ta’lim,  kata ini telah digunakan sejak periode awal pelaksanaan pendidikan Islam. Mengacu pada pengetahuan, berupa pengenalan dan pemahaman terhadap segenap nama-nama atau benda ciptaan Allah. Rasyid Ridha, mengartikan ta’lim sebagai proses transmisi berbagai Ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.

2.      Tarbiyah, kata ini berasal dari kata Rabb, mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang kedalamannya sudah termasuk makna mengajar.

3.      Ta’dib, Syed Muhammad Naquib al-Attas mengungkapkan istilah  yang paling tepat untuk menunjukan pendidikan Islam adalah al-Ta’dib, kata ini berarti pengenalalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan.

            Dari ketiga kata kunci di atas, berbagai pakar telah merumuskan tentang pendidikan Islam, sebagai berikut:[6]

a.       Ahmad. D. Marimba mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.

b.      Saefuddin Anshari mengatakan pendidikan Islam adalah proses bimbingan (pimpinan, tuntutan, susulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan dan kemauan, intuisi, dsb).

c.       M. Yusuf al Qardawi mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.

d.      Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ontologi merupakan cabang filsafat yang membahas masalah tentang kenyataan, tentang realitas, tentang yang nyata dari sesuatu. Sedangkan pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.

Jadi, ontologi filsafat pendidikan Islam adalah suatu cabang filsafat yang berkaitan dengan hakekat upaya pelaksanaan pendidikan Islam untuk memahami seluruh realita yang ada.

2.      Implikasi Ontologi dalam Dunia Pendidikan

Ontologi bukanlah suatu hal yang sia-sia melainkan dapat dimanfaatkan dalam dunia pendidikan. Pendidikan terutama yang berkaitan dengan cita-cita dan tujuan pendidikan, muatan kurikulum, dan metode pengajaran sangat menekankan pentingnya pandangan filsafat pendidikan yang sangat menyeluruh. Hal ini menunjukkan bahwa filsafat pendidikan sangat bergantung pada kepercayaan, keyakinan atau pandangan hidup individu atau masyarakat yang terlibat di dalamnya. Hal ini juga didukung oleh fakta yang secara eksplisit maupun implisit mengatakan bahwa setiap ide, keputusan atau tindakan-tindakan yang berkaitan dengan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pandangan filsafat, agama ataupun sains mengenai hakikat manusia baik jasmaniah maupun ruhaniah.

Implikasi ontologi secara nyata dapat dibuktikan di dunia pendidikan. Pada sebagian SMA, mata pelajaran yang berpokok pangkal pada idea, seperti kesusastraan umpamanya, masih dianggap oleh sebagian masyarakat mempunyai derajat lebih tinggi. Seluruh kurikulum berisi macam-macam mata pelajaran yang telah diatur dan ditetapkan secara hierarki. Di SMA terdapat pula mata pelajaran yang isinya mengandung idea dan konsep-konsep.  Pada tingkatan universitas, pandangan kaum idealis ini lebih jelas lagi penerapannya. Pengetahuan seni budaya adalah bidang studi yang mempersiapkan bahan pemikiran dan kebebasan berpikir. Bidang studi yang dianggap penting adalah mata kuliah yang bersifat teoritis, abstrak dan simbolis.

Selain itu pandangan ontologi ini secara praktis akan menjadi masalah utama pendidikan. Sebab anak bergaul dengan lingkungannya dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengetahui sesuatu. Anak-anak di sekolah atau masyarakat akan menghadapi realita, obyek pengalaman, benda mati, sub human dan human.

Anak-anak harus dibimbing untuk memahami realitas dunia yang nyata ini dan untuk membimbing pengertian anak-anak dalam memahami suatu realita bukanlah semata-mata kewajiban sekolah atau pendidikan. Kewajiban sekolah juga untuk membina kesabaran tentang kebenaran yang berpangkal atas realita. Ini berarti realita itu sebagai tahap pertama, sebagai stimulus untuk menyelami kebenaran. Anak-anak secara sistematis wajib dibina potensi berpikir kritis untuk mengerti kebenaran.

Dengan pembinaan dan bimbingan tersebut, diharapkan anak-anak mampu mengerti perubahan-perubahan di dalam lingkungan hidupnya baik tentang adat istiadat, tata sosial dan pola-pola masyarakat, maupun tentang nilai-nilai moral dan hukum. Daya pikir yang kritis akan sangat membantu pengertian tersebut. Kewajiban pendidik kaitannya dengan ontologis ini ialah membina daya pikir yang tinggi dan kritis pada anak.

Implikasi pandangan ontologi terhadap pendidikan adalah bahwa dunia pengalaman manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isinya dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari. Melainkan sebagai sesuatu yang tak terbatas realitas fisis, spiritual, yang tetap dan berubah-ubah.

3.      Hubungan Ontologi dengan Pendidikan

Ontologi merupakan analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan.Berisi mengenai hal-hal yang bersifat empiris serta mempelajari mengenai apa yang ingin diketahui manusia dan objek apa yang diteliti ilmu. Dasar ontologi pendidikan adalah objek materi pendidikan ialah sisi yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan. Jadi hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.

B.     Epistemologi Filsafat Pendidikan Islam

1.      Pengertian Epistemologi Filsafat Pendidikan Islam

Dalam belajar filsafat, kita akan menemui banyak cabang kajian yang akan membawa kita pada fakta dan betapa kaya dan beragam kajian filsafat itu. Sebenarnya yang terpenting  adalah bagaimana kita semua memahami apa saja yang menjadi kajan filsafat, cabang-cabang filsafat.

Epistemologi mempunyai banyak sekali pemaknaan atau pengertian yang kadang sulit untuk dipahami. Dalam memberikan pemaknaan terhadap epistemologi, para ahli memiliki sudut pandang yang berbeda, sehingga memberikan pemaknaan yang berbeda ketika mengungkapkannya.

Akan tetapi, untuk lebih mudah dalam memahami pengertian epistemologi, maka perlu diketahui pengertian dasarnya terlebih dahulu. Epistemologi berdasarkan akar katanya episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu yang sistematis, teori). Secara bahasa (etiologi) epistemologi ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu “episteme” dan “logos. Episteme berarti pengetahuan sedangkan logos berarti teori, uraian atau alasan. Jadi epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan (teori of knowledge).

Secara terminologi, epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya pengetahuan itu.

Untuk memahami pengertian dari epistemologi, berikut adalah beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisinya, yaitu :

D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat  dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu dapat  diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.

Dagobert D. Runes. Seperti yang di tulis Mujamil Qomar, beliau memaparkan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas, sumber, struktur, metode-metode, dan validitas pengetahuan.

Am Syaifudin  menyebutkan bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan sampai manakah batassannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkas menjadi dua masalah pokok, masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.

Epistemologi berasal dari kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Jadi epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang pengetahuan dan cara memperolehnya. Epistemologi disebut juga teori pengetahuan, yakni suatu cabang filsafat yang menyoroti atau membahas tentang tata cara, teknik, atau prosedur mendapatkan ilmu dan keilmuan.

Sedangkan, Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan atas dasar-dasar ajaran Islam, yakni Al Qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat Islam. Melalui pendidikan inilah, kita dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-sunnah. Sehubungan dengan hal tersebut, tingkat pemahaman, penghayatan, dan pengamalan kita terhadap ajaran Islam sangat tergantung pada tingkat kualitas pendidikan Islam yang kita terima.

Dengan kata lain, epistemologi filsafat pendidikan Islam adalah suatu cabang filsafat yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan, hakikat pengetahuan dan sumber pengetahuan dalam lingkup pendidikan Islam. Proses syarat batas validitas dan hakekat dari pendidikan islam

2.      Cara Memperoleh Pengetahuan Pendidikan Islam

Cara memperoleh pengetahuan pendidikan Islam adalah dengan menggunakan metode-metode. Metode epistemologi pendidikan Islam adalah metode-metode dalam epistemologi pendidikan Islam atau metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan tentang pendidikan Islam. Metode epistemologi pendidikan Islam merupakan alat filsafat yang membahas pengetahuan pendidikan Islam. Metode epistemologi pendidikan Islam berusaha membangun, merumuskan dan memproses pengetahuan tentang pendidikan Islam.

Menurut Mujamil Qomar dari perenungan-perenungan terhadap ayat-ayat Al-Quran, Hadits Nabi dan penalaran sendiri, untuk sementara didapatkan lima macam metode yang secara efektif untuk membangun pengetahuan tentang pendidikan Islam, yaitu:

a.       Metode Rasional (Manhaj ‘Aqli)

Metode Rasional adalah metode yang dipakai untuk memperoleh pengetahuan dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria kebenaran yang bisa diterima rasio. Menurut metode ini sesuatu dianggap benar apabila bisa diterima oleh akal, seperti sepuluh lebih banyak dari lima. Tidak ada orang yang mampu menolak kebenaran ini berdasarkan penggunaan akal sehatnya, karena secara rasional sepuluh lebih banyak dari lima.

Metode ini dipakai dalam mencapai pengetahuan pendidikan Islam, terutama yang bersifat apriori. Akal memberi penjelasan-penjelasan yang logis terhadap suatu masalah,sedangkan indera membuktikan penjelasan-penjelasan itu. Penggunaan akal untuk mencapai pengetahuan termasuk pengetahuan pendidikan Islam mendapat pembenaran agama Islam. Filosof muslim berpandangan, bahwa sebagian naṣ syariat mengandung makna ẓahir untuk kalangan umum dan makna batin –filosofis bagi kalangan khusus. Makna yang kedua ini diwujudkan melalui ta’wil bagi ahlinya. Ini berarti Al-Quran dan Hadits benar-benar mengandung segi-segi pemikiran-pemikiran filosofis dan mewajibkan untuk mengeluarkan pemikiran-pemikiran ini bagi orang yang mampu dan ahlinya.

b.      Metode Intuitif (Manhaj Zawqi)

Metode intuitif merupakan metode yang khas bagi ilmuan yang menjadikan tradisi ilmiah Barat sebagai landasan berfikir mengingat metode tersebut tidak pernah diperlukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Sebaliknya dikalangan Muslim seakan-akan ada kesepakatan untuk menyetujui intuisi sebagai satu metode yang sah dalam mengembangkan pengetahuan, sehingga mereka telah terbiasa menggunakan metode ini dalam menangkap pengembangan pengetahuan.

Dalam pendidikan Islam, pengetahuan intuitif ditempatkan pada posisi yang layak. Pendidikan Islam sekarang menjadikan manusia sebagai objek material, sedang objek formalnya adalah kemampuan manusia. Pendidikan Islam sebenarnya secara spesifik terfokus untuk mempelajari kemampuan manusia itu, baik berdasarkan wahyu, pemberdayaan akal maupun pengamatan langsung. Di kalangan pemikir Islam, intuisi tidak hanya disederajatkan dengan akal maupun indera, tetapi bahkan lebih diistimewakan daripada keduanya.  Bagi Al-Gazhali, bahwa al-zawaq (intuisi) lebih tinggi dan lebih dipercaya, daripada akal untuk menangkap pengetahuan yang betul-betul diyakini kebenarannya. Sumber pengetahuan tersebut dinamakan al-nubuwwat, yang pada nabi-nabi berbentuk wahyu dan pada manusia biasa berbentuk Ilham

Sebagai suatu metode epistemologi, intuisi itu bersifat netral.  Artinya ia bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan berbagai macam pengetahuan. Intuisi dalam pengertian kemampuan mencapai kesimpulan secara tepat tanpa melalui langkah-langkah logika satu demi satu (al-hads), maupun dalam pengertian pengalaman mencerahkan (al-wjdan), adalah sampainya daripada makna, atau sampainya makna pada diri, baik itu diperoleh melalui pembuktian, seperti dalam hal pertama al-hads, atau datang dengan sendirinya dalam hal yang kedua al-wijdan.

c.       Metode Dialogis (Manhaj Jadali)

Metode dialogis yang dimaksudkan di sini adalah upaya menggali pengetahaun pendidikan Islam yang dilakukan melalui karya tulis yang disajikan dalam bentuk percakapan antara dua orang ahli atau lebih berdasarkan argumentasi-argumentasi yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode ini memiliki sandaran teologis yang jelas. Upaya untuk mecari jawaban-jawaban adalah aktivitas yang sah menurut Islam maupun ilmu pengetahuan. Peristiwa sebagai wujud dialog telah dikemukakkan dalam Al-Quran.

Pendidikan Islam perlu didialogkan dengan nalar kita untuk memperolah jawaban-jawaban yang signifikan dalam mengembangkan pendidikan Islam tersebut. Nalar itu akan memiliki daya analisis yang tajam manakala menghadapi tantangan-tantangan. Ilmu pendidikan Islam harus bertumpu pada gagasan-gagasan yang dialogis dengan pengalaan empiris yang terdiri atas fakta atau informasi  untuk diolah menjadi teori yang valid yang menjadi tempat berpijaknya suatu pengetahuan  ilmiah. Untuk menerapkan metode ini, dapat disiapkan wadahnya dengan beberapa cara, misalnya dengan menetapkan pasangan dialog, membentuk forum dialog, mempertemukan dua forum dialog, maupun dengan mengundang pakar-pakar pendidikan Islam, apabila difungsikan secara maksimal. wadah-wadah dialog itu hanya berbeda skalanya saja, sedang misi dan fungsinya relatif sama. Semuanya sebagai wadah untuk menggali pengetahuan pendidikan Islam dari Al-Quran, hadits dan praktek-praktek pendidikan Islam, kemudian dirumuskan dalam teori-teori ilmiah tentang pendidikan Islam.

d.      Metode Komparatif (Manhaj Maqaran)

Metode komparatif adalah metode memperoleh pengetahuan (dalam hal ini pengetahuan pendidikan Islam), baik sesama pendidikan Islam maupun pendidikan Islam dengan pendidikan lainnya. Metode ini ditempuh untuk mencari keunggulan-keunggulan maupun memadukan pengertian atau pemahaman, supaya didapatkan ketegasan maksud dari permasalahan pendidikan. Maka metode komparatif ini masih bisa dibedakan dengan pendidikan perbandingan.

Metode komparatif sebagai salah satu metode epistemologi pendidikan Islam objek yang beragam untuk diperbandingkan, yaitu meliputi: perbandingan sesama Ayat Al-Quran tentang pendidikan, antara ayat-ayat pendidikan dengan hadits-hadits pendidikan, antara sesama hadits pendidikan, antara sesama teori dari pemikir pendidikan, antara sesama teori dari pakar pendidikan Islam dan non Islam, antara sesama lembaga pendidikan Islam, antara sesama lembaga pendidikan Islam dengan lembaga pendidikan non Islam, antara sesama sejarah umat Islam dahulu dan sekarang.

e.       Metode Kritik (Manhaj Naqdi)

Metode kritik yaitu sebagai usaha untuk menggali pengetahuan tentang pendidikan Islam dengan cara mengoreksi kelemahan-kelemahan suatu konsep atau aplikasi pendidikan, kemudian menawarkan solusi sebagai alternatif pemecahannya. Jadi maksudnya kritik bukan karena adanya kebencian, melainkan karena adanya kejanggalan-kejanggalan atau kelemahan-kelemahan yang harus diluruskan.

Sebenarnya kritik adalah metode kita yang sudah ada sejak dulu dari ilmu kalam, fiqh, sejarah Islam maupun hadits. Namun sayangnya sekarang jarang sekali kalangan Muslim yang berpijak pada metode kritik ketika mengungkapkan gagasan-gagasannya. Salah satau pemikir muslim yang karya-karyanya bernuansa kritik adalah Muhammad Arkoun. Beliau mengkritik bangunan epistemologi keilmuan agam Islam. Sebenarnya kritik itu berkonotasi dalam makna upaya membangun, tidak seperti yang kita pahami selama ini bahwa kritik adalah penghinaan. Dan itu berakibat umat muslim merasa tidak suka terhadap kritik. Dengan menggunakan metode kritik dapat mengkritik teori barat yang tidak sepaham dengan nas-nas wahyu yang berkaitan dengan pendidikan Islam.

3.      Sumber Pengetahuan dalam Pendidikan Islam

Sumber dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagaia asal. Sebagai contoh sumber mata air, berarti asal dari air yang berada di mata air itu. Dengan demikian sumber ilmu pengetahuan adalah asal dari ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia. Jika membicarakan masalah asal, maka pengetahuan dan ilmu pengetahuan tidak dibedakan, karena dalam sumber pengetahuan juga terdapat sumber ilmu pengetahuan.

Sumber pendidikan islam merupakan hal yang sangat di perhatikan dalam penataan individual dan sosial sehingga dapat mengaplikasikan islam secara sempurna. Didalam pendidikan islam terdapat beberapa sumber pendidikan, para ahli sependapat bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sumber pendidikan Islam sebagaimana mereka juga sependapat bahwa Al-Qur’an adalah sumber utama yang pertama dan As-Sunnah sumber utama kedua.

a.       Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan yang paling utama pendidikan islam. Al-Qur’an memiliki konsep pendidikan yang utuh, hanya saja  tidak mudah untuk diungkap secara keseluruhannya karena luas dan mendalamnya pembahasan itu di dalam al-Qur’an disamping juga keterbatasan kemampuan manusia untuk memahami keseluruhannya dengan sempurna. Dan pendidikan al-qur’an juga memiliki pengaruh yang dahsyat apabila dipahami dengan tepat dan diikuti dan diterapkan secara utuh dan benar. Karenanya menjadikan al-Qur’an sebagi sumber bagi pendidikan Islam adalah keharusan bagi umat islam.

b.      As-Sunnah

As-sunnah didefenisikan sebagai sesuatu yang didapatkan dari Nabi Muhammad SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan,persetujuan, sifat fisik atau budi, atau biografi, baik pada masa sebelum kenabian ataupun sesudahnya. Didalam dunia pendidikan, As-Sunnah memiliki dua manfaat pokok. Manfaat pertama, As-sunnah mampu menjelaskan konsep dan kesempurnaan pendidikan islam sesuai dengan konsep Al-Qur’an, serta lebih merinci penjelasan Al-Qur’an. Kedua, As-Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat dalam penentuan metode pendidikan.

c.       Ijtihad

Ijtihad merupakan istilah para fuqaha, yakni berfikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at islam untuk menetapkan atau menentukan sesuatu hukum  syariat islam. Ijtihad dalam hal ini meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah.

Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah yang di olah oleh akal yang sehat oleh para ahli pendidikan islam.

4.      Hubungan Epistemologi dengan Pendidikan

Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan,sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,metode atau caraa memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan. Aspek epistemologi adalah kebenaran fakta atau kenyataan dari sudut pandang mengapa dan bagai mana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau dibuktikan kebenarannya.

Jadi hubungan epistemologi dengan pendidikan adalah untuk mengembangkan ilmu secara produktif dan bertanggung jawab serta memberikan suatu gambaran-gambaran umum mengenai kebenaran yang diajarkan dalam proses pendidikan.

C.    Aksiologi Filsafat Pendidikan Islam

1.      Pengertian Aksiologi Filsafat Pendidikan Islam

Aksiologi secara etimologis berasal dari kata axios (Yunani) yang berarti "nilai" dan logos yang berarti "teori". Secara historis, istilah yang lebih umum dipakai adalah etika (ethics) atau moral (morals). Tetapi dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam dialog filosofis. Dengan mengambil arti dari kedua kata ini maka aksiologi berarti "teori tentang nilai".[28] Jadi, aksiologi biasa disebut sebagai teori nilai. Untuk memahami pengertian dari aksiologi, berikut adalah beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisinya, yaitu :

Menurut Suriasumantri, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.

Menurut Wibisono dalam Surajiyo, aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.

Menurut Bramel dalam Amsal, aksiologi terbagi tiga bagian:

a.       Moral Conduck, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika. Filsafat pendidikan islam dan etika pendidikan, antara ilmu (pendidikan) dan etika memiliki hubungan erat. Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekat manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Sangat sulit membayangkan perkembangan IPTEK tanpa adanya kendali dari nilai-nilai etika agama. Oleh sebab itu berdasarkan pada pendekatan etik moral, pendidikan islam harus berbentuk proses pengarahan perkembangan kehidupan dan keberagamaann pada peserta didik kearah idealitas kehidupan islami.

b.      Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan. Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Filsafat pendidikan islam dan estetika pendidikan. Adapun yang mendasari hubungan antara filsafat pendidikan islam dan estetika pendidikan adalah lebih menitik beratkan kepada “predikat” keindahan yang diberikan pada hasil seni (sesuai dengan islam) dan kreatif.

c.       Socio-political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan filsafat social politik. Etika sosial misalnya harus berprinsip persamaan dan kebersamaan; keadilan sosial ; keterbukaan dan musyawarah.

Dengan kata lain, aksiologi Filsafat pendidikan Islam adalah cabang filsafat yang membahas tentang teori nilai dalam pendidikan Islam.

Aksiologi adalah studi tentang nilai. Nilai adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh setiap insan. Nilai yang dimaksud adalah:

a.       Nilai jasmani : nilai yang terdiri atas nilai hidup, nilai nikmat, dan nilai guna.

b.      Nilai Rohani : nilai yang terdiri atas nilai intelek, nilai estetika, nilai etika, dan nilai religi

Nilai – nilai di atas tersusun dalam suatu sistem yang berurutan, yaitu dari nilai hidup –> nilai nikmat –> nilai guna –>  nilai intelek –> nilai estetika –> nilai etika –> nilai religi. Berikut ini akan dikemukakan contoh dari hal – hal yang mengandung nilai – nilai tersebut:

a.       Nilai hidup            : sehat-sakit, menelan-memuntahkan.

b.      Nilai nikmat          : suka-duka, harum-busuk, manis-pahit.

c.       Nilai guna              : Manfaat-mudarat, mengenakan-menanggalkan.

d.      Nilai intelek           : cermat-ceroboh, cerdas-bebal.

e.       Nilai estetika         : mulus-cacat, mekar-kuncup.

f.       Nilai etika              : bakti-durhaka, jujur-curang.

g.      Nilai religi              : mustahil-mungkin, meyakini-mencurigai.

2.      Bentuk dan Tingkatan Nilai

Nilai merupakan segala sesuatu yang ada hubungannya dengan subyek manusia. Nilai – nilai yang ada itu bersifat obyektif dan instrisik yang telah diciptakan oleh Maha Pencipta, bukan oleh manusia. Menurut Yinger, nilai bisa dilihat dengan tiga penampilan, antara lain:

a.       Nilai sebagai fakta watak

Nilai sebagai fakta watak menunjukkan bahwa sejauhmana seseorang bersedia menjadikan nilai sebagai pegangan dalam pembimbingan dan pengambilan keputusan.

b.      Nilai sebagai fakta kultural

Nilai sebagai fakta kultural menunjukkan bahwa nilai tersebut diterima dan dijadikan sebagai kriteria normatif dalam pengambilan keputusan oleh anggota masyarakat.

c.       Nilai sebagai konteks struktural

Nilai yang ada baik dari segi fakta, watak, maupun sebagai fakta kultural mampu memberikan dampaknya pada struktural sosial yang bersangkutan.

Namun pada dasarnya nilai – nilai tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

a.       Nilai formal, yaitu nilai yang tidak ada wujudnya, tetapi memiliki bentuk, lambang serta simbol – simbol. Nilai ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1)      Nilai sendiri, seperti sebutan bapak lurah bagi seorang yang memangku jabatan sebagai bapak lurah.

2)      Nilai turunan, seperti sebutan “Ibu lurah” bagi seorang yang menjadi istri pemangku jabatan lurah.

b.      Nilai material, yakni nilai yang terwujud dalam kenyataan pengalaman, rohani dan jasmani. Nilai ini terbagi atas dua macam, yaitu:

1)      Nilai rohani, terdiri dari nilai logika, misalkan cerita, nilai estetika; misalkan musik, berpakaian anggun, nilai etika; misalkan ramah, serakah, dan nilai religi; misalkan sangsi, syirik.

2)      Nilai jasmani atau nilai pancaindra, terdiri atas, nilai hidup misalkan bebas, berjuang, menindas, nilai nikmat; misalkan puas, nyaman, aman, dan nilai guna; misalkan nilai butuh, menunjang, peranan.

3.      Sumber Nilai dalam Kehidupan Manusia

Sumber nilai yang berlaku dalam pranat kehidupan manusia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

a.       Nilai Ilahi

Nilai ilahi adalah yang dititahkan oleh Tuhan melalui para Rasul-Nya yang berbentuk takwa, iman, adil yang diabdikan dalam wahyu ilahi.

Religi merupakan sumber yang pertama dan utama bagi para penganutnya. Dari segi religi, mereka menyebarkan nilai – nilai agar diaktualisasikan dalam kehidupan sehari – hari.

Nilai ilahi tidak mengalami perubahan, nilai ilahi yang fundamental mengandung kemutlakan bagi kehidupan manusia selaku pribadi dan selaku anggota masyarakat serta tidak cenderung untuk berubah mengikuti selera hawa nafsu manusia yang berubah – ubah sesuai dengan tuntunan perubahan sosial dan tuntunan individual.

b.      Nilai Insani

Nilai insani yang tumbuh atas kesepakatan manusia hidup dan berkembang dari peradaban manusia. Nilai ini bersifat dinamis, sedangkan keberlakuannya dan kebenarannya relatif nisbi yang dibatasi oleh masyarakat dan waktu. Nilai-nilai insani kemudian melembaga menjadi tradisi-tradisi yang diwariskan turun-temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya.

4.      Hubungan Aksiologi dengan Pendidikan

Aksiologi mempelajari mengenai manfaat apa yang diperoleh dari ilmu pengetahuan,menyelidiki hakikat nilai,serta berisi mengenai etika dan estetika.Penerapan aksiologi dalam pendidikan misalnya saja adalah dengan adanya mata pelajaran ilmu sosial dan kewarganegaraan yang mengajarkan bagaimanakah etika atau sikap yang baik itu,selain itu adalah mata pelajaran kesenian yang mengajarkan mengenai estetika atau keindahan dari sebuah karya manusia.  Dasar Aksiologis Pendidikan adalah Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab.


D.    Tabel Hubungan Epistemologi, Aksiologi, dan Ontologi Pendidikan

Pendidik

Ontologi

Epistemologi

Aksiologi

Bagaimana cara seorang pendidik memahamkan peserta didik tentang hakekat pendidikan Islam

Bagaimana cara seorang pendidik memberikan ilmu kepada peserta didik tentang pendidikan Islam

Bagaimana cara pendidik memahamkan nilai-nilai yang terkandung pendidikan Islam kepada peserta didik

Peserta Didik

Bagaimana cara peserta didik memahami hakekat pendidikan Islam

Bagaimana cara seorang peserta didik memperoleh ilmu dalam pendidikan Islam

Bagaimana peserta didik mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung pendidikan Islam


Ontologi filsafat pendidikan Islam adalah suatu cabang filsafat yang berkaitan dengan hakekat upaya pelaksanaan pendidikan Islam untuk memahami seluruh realita yang ada. hubungan ontologi dengan pendidikan menempati posisi landasan yang terdasar dari fondasi ilmu dimana disitulah teletak undang-undang dasarnya dunia ilmu.

Epistemologi filsafat pendidikan Islam adalah suatu cabang filsafat yang membicarakan tentang cara memperoleh pengetahuan, hakikat pengetahuan dan sumber pengetahuan dalam lingkup pendidikan Islam, dan cara memperoleh pengetahuan adalah dengan menggunakan metode-metode, antara lain : Metode Rasional (Manhaj ‘Aqli), Metode Intuitif (Manhaj Zawqi), Metode Dialogis (Manhaj Jadali), Metode Komparatif (Manhaj Maqaran), Metode Kritik (Manhaj Naqdi), kemudian sumber-sumber pengetahuan dalam pendidikan Islam adalah al-Qur’an, Hadist, dan Ijtihad.

Aksiologi filsafat pendidikan Islam adalah suatu cabang filsafat yang membicarakan tentang teori nilai dalam pendidikan Islam. Nilai-nilai seperti : Nilai jasmani, nilai yang terdiri atas nilai hidup, nilai nikmat, dan nilai guna dan Nilai Rohani, nilai yang terdiri atas nilai intelek, nilai estetika, nilai etika, dan nilai religi.


Jalaluddin. 2012. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta. Kalam Mulia

Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung. Refika Aditama.

Nata, Abuddin. 2008. Manajemen Pendidikan. Jakata. Kencana

Prasetya. 2000. Filsafat Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia

Salam, Burhanuddin.1997. Logika materil; Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta. Reineka cipta.

Uhbiyati, Nur. 1997. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung. Pustaka Setia


Burhanuddin Salam, Logika materi: Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Reineka cipta, 1997), Hal.168.