Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lain : Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation) Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera ? Jawa – Nusa Tenggara ? Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986). Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu 1600-2000 terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah longsor (Latief dkk, 2000). Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi. Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun 1600-2000, di daerah ini telah terjadi 32 tsunami yang 28 di antaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di bawah laut. Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi bencana tanah longsor dan banjir bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa daerah lainnya. Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan didesain sedemikian rupa dengan dampak lingkungan yang minimal, proses pembangunan tetap menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pembangunan yang selama ini bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam (terutama dalam skala besar) menyebabkan hilangnya daya dukung sumber daya ini terhadap kehidupan mayarakat. Dari tahun ke tahun sumber daya hutan di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan sumber daya mineral juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik sering menyebabkan peningkatan risiko bencana. Pada sisi lain laju pembangunan mengakibatkan peningkatan akses masyarakat terhadap ilmu dan teknologi. Namun, karena kurang tepatnya kebijakan penerapan teknologi, sering terjadi kegagalan teknologi yang berakibat fatal seperti kecelakaan transportasi, industri dan terjadinya wabah penyakit akibat mobilisasi manusia yang semakin tinggi. Potensi bencana lain yang tidak kalah seriusnya adalah faktor keragaman demografi di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2004 mencapai 220 juta jiwa yang terdiri dari beragam etnis, kelompok, agama dan adat-istiadat. Keragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak diimbangi dengan kebijakan dan pembangunan ekonomi, sosial dan infrastruktur yang merata dan memadai, terjadi kesenjangan pada beberapa aspek dan terkadang muncul kecemburuan sosial. Kondisi ini potensial menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat yang dapat berkembang menjadi bencana nasional.
BUMI kita memiliki 2 baris pegunungan utama yang membentuk barisan pegunungan-pegunungan besar. Kedua barisan pegunungan tersebut adalah Sirkum Pasifik yang mencakup wilayah Asia-Pasifik, lalu Sirkum Mediterania yang mencakup wilayah Asia-Eropa. Kawasan Asia Tenggara menjadi tempat bertemunya jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Akibatnya banyak gunung api yang tersebar dan bisa ditemukan di sejumlah negara di Asia Tenggara. Pada artikel kali ini kita akan mempelajari mengenai Sirkum Pasifik. -Sirkum Pasifik- Sirkum Pasifik adalah jalur pegunungan yang membentang dari Pegunungan Andes di Amerika Selatan, menuju Pegunungan Rocky di Amerika Utara, lalu menuju ke Jepang. Kemudian negara-negara di Asia Tenggara yang dilalui sirkum Pasifik seperti Filipina, dan Indonesia yang melewati Sulawesi. Di Indonesia, Sirkum Pasifik bercabang menuju ke Pulau Halmahera hingga Papua. Berbeda dengan Sirkum Mediterania, busur dalam Sirkum Pasifik justru bersifat non vulkanik, sedangkan busur luar Sirkum Pasifik bersifat vulkanik. Sepanjang dua jalur pegunungan ini ada banyak gunung api yang siap meletus dengan intensitas gejala vulkanik. Baca juga: Ilmuwan Temukan Petunjuk Baru Terkait Migrasi besar Penduduk di Pasifik -Jalur Pegunungan dan Negara yang Dilalui Sirkum Pasifik- Berikut jalur pegunungan yang dilalui sirkum Pasifik. Ada Gunung Andes, Gunung Ojos del Salado, Gunung St. Helens, Gunung Fuji, Gunung Lokon, Gunung Pinatubo, Gunung Aconcagua, Gunung Denali, dan Gunung Ruapehu. Ada beberapa negara yang dilewati sirkum Pasifik, yaitu Selandia Baru, Indonesia, Filipina, Jepang, Taiwan, Amerika Serikat, Canada, Mexico, Chile, Peru, Ecuador, Costa Rico, Guatemala, dan Nicaragua. Jika diperhatikan, ada dua negara di Asia Tenggara yang dilalui sirkum Pasifik , yaitu Indonesia dan Filipina. -Dampak Jalur Sirkum Pasifik- Akibat dari banyak negara-negara ASEAN yang dilewati jalur lipatan Sirkum Pasifik yaitu gunung meletus dan gempa bumi sering terjadi di negara-negara tersebut. Sedangkan dampak jalur Sirkum Pasifik bagi negara-negara tersebut, yakni: Dampak positif Jalur Sirkum Pasifik bagi negara-negara ASEAN adalah: 1. Tanah relatif subur Baca juga: Wah, Gerhana Matahari Pertama Tahun 2022 akan Terjadi Jelang Idul Fitri 2. Abu vulkanik bisa menyuburkan tanaman Dampak negatif Jalur Sirkum Pasifik, sebagai berikut: 1. Banyak terjadi bencana alam 2. Ancaman gas berbahaya ketika gunung Meletus (OL-11)
KOMPAS.com - Kawasan Asia Tenggara menjadi tempat bertemunya jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Akibatnya banyak gunung api yang tersebar dan bisa ditemukan di sejumlah negara di Asia Tenggara. Secara garis besar, sirkum dibagi menjadi dua, yakni Sirkum Mediterania dan Sirkum Pasifik. Mengutip dari buku Kamus Geografi: Edisi Tematik dan Visual (2020) karya Gatot Harmanto dan Rudi Hartono, Sirkum Mediterania merupakan rangkaian pegunungan yang membentang dari kawasan sekitar Laut Tengah hingga masuk ke Indonesia. Lebih spesifiknya, jalur pegunungan Sirkum Mediterania berawal dari Afrika Utara, Spanyol, Alpen, Alpenina, Semenanjung Balkan, kemudian membujur ke Pegunungan Himalaya, Myanmar, Malaysia, dan akhirnya Indonesia. Lalu, bagaimana dengan jalur Sirkum Pasifik? Rute jalur Sirkum PasifikJalur Sirkum Pasifik bermula dari kawasan Pegunungan Los Andes di Amerika Selatan, pegunungan di Amerika Tengah, Rocky Mountain di Amerika Utara, Kepulauan Aleuten, Jepang, Filipina, dan akhirnya masuk ke Indonesia. Baca juga: Kabupaten Natuna, Jalur Pelayaran Internasional Rute jalur pegunungan Sirkum Pasifik di Indonesia, masuk melalui tiga jalur, yakni Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, serta Halmahera. Kemudian rute ini berlanjut dan membentuk tulang punggung pegunungan di kawasan Papua, Australia, serta berakhir di Selandia Baru. Dilansir dari situs National Geographic, setidaknya ada dua negara di Asia Tenggara yang dilewati jalur pegunungan Sirkum Pasifik, yakni Filipina dan Indonesia. Sehingga kedua negara tersebut mempunyai banyak gunung api yang masih aktif hingga saat ini. Contohnya Gunung Taal di Filipina dan Gunung Gamalama di Maluku Utara. Dampak jalur Sirkum PasifikAkibat dari banyak negara-negara ASEAN yang dilewati jalur lipatan Sirkum Pasifik yaitu gunung meletus dan gempa bumi sering terjadi di negara-negara tersebut. Sedangkan dampak jalur Sirkum Pasifik bagi negara-negara tersebut, yakni: Dampak positif Jalur Sirkum Pasifik bagi negara-negara ASEAN adalah:
Baca juga: Jalur Penangkapan Ikan Wilayah Indonesia dan Alat yang Digunakan Dampak negatif Jalur Sirkum Pasifik, sebagai berikut:
|