Ancaman terbesar yang dihadapi Indonesia saat ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Jelang Ramadan yang jatuh pada April-Mei 2022, perang Rusia dan Ukraina, serta kenaikan harga pangan dan energi di tingkat global, ditambah adanya kebijakan pemerintah membuat inflasi Indonesia pada Maret 2022 melonjak.

Inflasi Indonesia pada Maret 2022 merangkak naik ke level 0,66% pada Maret 2022 dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm). Level tersebut adalah yang tertinggi sejak Mei 2019 yang saat itu mencapai 0,68%.

Mantan Menteri Keuangan RI (periode 2014-2016) era pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla mengungkapkan, dalam kondisi dimana ekonomi mulai pulih, bukan hanya Indonesia, tapi juga berbagai belahan dunia, inflasi menjadi salah satu ancaman yang juga harus diwaspadai.

"Kita berhadapan dengan adanya perang Rusia dan Ukraina ini, ada satu ancaman yang harus kita waspadai, ancaman inflasi," jelas Bambang kepada CNBC Indonesia, Jumat (1/4/2022).

"Ada tendensi inflasi akan tinggi, baik karena harga komoditas meningkat karena perang, maupun gangguan pada supply chain produksi dari berbagai macam produk," kata Bambang melanjutkan.

Inflasi yang tinggi adalah sumber semua masalah. Tingkat inflasi yang tinggi bisa menggerus daya beli masyarakat. Lonjakan inflasi juga bisa mempercepat Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan dan diikuti oleh perbankan lewat bunga keditnya. Hal ini jelas akan memperlambat perekonomian Indonesia yang kini baru pulih.

Oleh karena itu, menurut Bambang solusinya adalah memberikan kepada ketersediaan dan keterjangkauan harga yang dijangkau untuk komoditas penyumbang inflasi terbesar di Indonesia.

Bambang menyebut, komoditas penyumbang inflasi terbesar di Indonesia adalah bersumber dari pangan, terutama beras. Oleh karena itu, harga kebutuhan pangan harus terjaga.

"Beras dan komoditas yang berpengaruh terhadap inflasi itu harus benar-benar dijaga supaya ketersediaan bisa dijangkau banyak orang dan tidak menimbulkan spekulasi, sehingga akhirnya harga naik dan menimbulkan inflasi," tuturnya.

"Fokus lah pada komoditas atau produk yang berkontribusi besar ke inflasi Indonesia saat ini. Karena kita harus waspada terhadap meningkatnya inflasi di berbagai belahan negara di dunia," kata Bambang melanjutkan.


(cap/mij)

TAG: inflasi bbm ppn bambang brodjonegoro

Kamis, 28 April 2022 - 13:37 WIB

Wakil Ketua BPET MUI Brigjen Pol Hamli mengatakan, Indonesia saat ini menghadapi empat ancaman besar seperti korupsi, narkotika, bencana alam, dan radikal-terorisme dalam Ngaji Kebangsaan MUI, Rabu (27/4/2022). FOTO/IST

JAKARTA - Wakil Ketua Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) Brigjen Pol Hamli mengatakan, Indonesia saat ini menghadapi empat ancaman besar seperti korupsi, narkotika, bencana alam, dan radikal - terorisme . Setiap orang berpotensi terpapar paham radikal-terorisme yang bisa pada akhirnya menjadi pelaku terorisme."Indonesia saat ini menghadapi empat ancaman besar, di antaranya korupsi, narkotika, terorisme, bencana alam. Korupsi penting untuk diberantas, selain karena merugikan masyarakat, korupsi juga menjadi dalih bagi para teroris untuk menggiatkan pembentukan Negara Islam Indonesia," kata Hamli saat berbicara dalam 'Ngaji Kebangsaan MUI', Rabu (27/4/2022).Hamli menambahkan, di sisi lain ancaman yang juga nyata adalah gangguan kamtibmas seperti masuknya paham yang tidak sesuai dengan konstitusi negara dan moderasi beragama. Ini perlu dicegah bersama dan perlu menjadi perhatian semua."Hakikat gangguan kamtibmas seperti potensi gangguan (misalnya masuknya paham radikal-terorisme ke Indonesia), ambang gangguan (medsos yang menyebarkan ajaran provokatif), gangguan nyata (jika postingan medsos provokatif ini dibiarkan sampai menimbulkan pelanggaran hukum). Dan penyebarannya pun sudah masuk ke tempat pendidikan, tempat kerja, perkantoran, perumahan dan lainnya," katanya.Ketua Perempuan, Remaja dan Keluarga (PRK) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Siti Ma'rifah mengakui sulit mengenali para pelaku teror dari sisi fisik. Karena itu perlu kerja sama dengan pihak keamanan dalam menyosialisasikan pencegahan dan penanggulangan gerakan radikal-terorisme tersebut."Sulit mengenali pelaku teror dari penampilan luar, apalagi saat ini seorang perempuan pun berani melakukan aksi teror," ujarnya.Menurutnya, adanya BPET ini menjadi peluang untuk kita mencegah atau pun menanggulangi tindak terorisme di Indonesia. Kehadiran BPET akan melengkapi MUI, BNPT, dan Polri. "Mudah-mudahan kita bisa bersama-sama membuat peta dakwah ke depannya, karena ini sangat penting untuk upaya pencegahan penyebaran paham radikalisme," katanya.

Baca juga: Masalah Terorisme dan Radikalisme, Pemerintah Terus Lakukan Pendekatan

Siti Ma'rifah mengungkapkan warga negara harus memiliki prinsip moderat, toleran, berkeseimbangan, musyawarah dan lain-lain. Prinsip ini sebagai bekal utama untuk menjadi warga negara yang baik dan bijaksana.

"Prinsip-prinsip wasathiyah seperti jalan tengah, toleran, berkeseimbangan, musyarawarah, dan lain-lain harus kita pegang erat-erat. Bekal ini untuk menghindari kita dari terlibat ke kelompok radikal-terorisme. Untuk mencegah maraknya penyebaran radikalisme ini, peran kel huarga sangatlah penting, terutama peran seorang ibu yang merupakan pendidikan pertama bagi anak," katanya.

PEMERINTAH telah mengencangkan sabuk ekonomi yang dipacu dengan semangat optimisme pergerakan ekonomi dari fase recovery menuju ekspansi. Hal yang menantang adalah munculnya ancaman inflasi di berbagai negara di dunia. Berawal dari taper tantrum hingga kini turbulensi inflasi global telah menjadi ancaman baru bagi ekonomi dunia yang patut diwaspadai oleh Indonesia.

Bloomberg mencatat bahwa Amerika Serikat dan Inggris saat ini telah masuk dalam gelombang inflasi tertinggi sejak 1980-an. Sementara itu, Sri Lanka dan Pakistan jatuh ke dalam krisis setelah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memperingatkan badai besar pada negara berkembang karena kenaikan harga komoditas. Selain itu, analis Bloomberg juga menyebutkan bahwa kombinasi dampak perang dan Covid-19 dapat berujung pada pertumbuhan ekonomi yang melandai.

JAKARTA – Ancaman terbesar bangsa Indonesia bukanlah berasal dari luar tetapi dari dalam negeri sendiri.

Demikian pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto saat memberikan sambutan dalam Perayaan Cap Go Meh bersama 2017 yang diadakan oleh Forum Bersama Indonesia Tionghoa (FBIT), dengan tema Bekerja Keras Mengatasi Kesenjangan Untuk Menciptakan Kesejahteraan yang Lebih Baik dan Berkeadilan di Jakarta, Minggu (19/3) malam.

“Kejahatan narkoba, terorisme, radikalisme, korupsi, ilegal logging, ilegal fishing dan sebagainya, itu ada dan kelihatan. Tapi yang bahaya adalah perpecahan dari bangsa itu sendiri,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Untuk itu, lanjutnya, masyarakat bisa menetralisir ancaman tersebut dengan merajut kebersamaan sebagai bangsa, caranya yaitu kembali membangun toleransi. Menurutnya, membangun dengan toleran artinya masyarakat bisa merasakan penderitaan orang lain, bisa merasakan suka cita orang lain.

“Bangsa Indonesia adalah bangsa yang penduduknya paling besar beragama islam, tapi ketika bangsa ini didirikan kita tidak memaksakan sebagai negara islam karena ada toleransi, dimana ada berbagai suku, agama, dan ras. Karena itu, mari kita menjaga kebersamaan dan membangun toleransi dan kebersamaan,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Baca juga:  Wiranto Berbagi Pengalaman Kontra Terorisme Di India

Menko Polhukam mengatakan, tema Cap Go Meh yang diangkat saat ini sangat tepat untuk mengatasi kesenjangan dan menciptakan kesejahteraan. Dia pun mengajak masyarakat Tionghoa untuk tetap memikirkan jangan sampai ada kesenjangan yang terlalu lebar, menciptakan keadilan, dan mengambil andil dalam membangun kesejahteraan.

“Yang terpenting bagaimana menciptakan kesejahteraan yang berkeadilan,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Dikatakan, Presiden Joko Widodo selalu mengingatkan agar kesenjangan tidak terlalu lebar. Saat ini, melalui rasio angkanya sudah cukup baik dari angka awal 0, 40 menjadi 0,39. Menurutnya, pemerintah sudah mengeluarkan kartu pintar, kartu sehat, membangun dari pinggiran sebagai upaya untuk membangun kesejahteraan.

“Tapi jangan biarkan pemerintah kerja sendiri, masyarakat harus membantu. Saya ajak masyarakat Tionghoa berperan serta membantu pemerintah untuk mengatasi kesenjangan, menciptakan keadilan dan kesejahteraan,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Dalam kesempatan itu, Menko Polhukam menegaskan mengenai pentingnya toleransi dalam kehidupan. Dikatakan, membangun toleransi di antara masyarakat ada dua arah. Pertama yaitu dari dalam dengan cara harus menahan diri, jangan suka pamer, memperlihatkan kekayaan dan kekuatan pada masyarakat yang rata-rata kekurangan. Kedua, dari luar dengan cara membangun kesejahteraan, membangun cinta kasih, niscaya akan mendapat kepercayaan dan kecintaan.

Wiranto pun memberikan tiga pesan yaitu masyarakat harus merasa memiliki negeri ini. Setelah merasa memiliki, mari masyarakat harus membela negeri ini, bukan hanya membela negara tapi membela masyarakat, teman-teman, kaum fakir miskin dan dhuafa. Kemudian, masyarakat harus mampu selalu mengintrospeksi diri.

“Kalau 3 hal ini dapat dilaksanakan, maka Cap Go Meh ini merupakan kebangkitan kita sebagai bangsa, dan masyarakat Tionghoa untuk membangun kebersamaan, membangun toleransi, dan memberikan sumbangsih untuk mengatasi kesenjangan,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Sementara itu, Ketua Pembina Forum Bersama Indonesia Tionghoa, Murdayapoo mengapresiasi kehadiran Menko Polhukam yang telah menambah keyakinan bahwa etnis Tionghoa saat ini sudah disadari sejak nenek moyang adalah satu suku. Apalagi, dengan adanya UU 12/2006 tentang WNI, sehingga etnis Tionghoa memiliki status dan hak yang sama, sehingga tidak ada lagi istilah pribumi dan non pribumi, asli dan tidak asli. Kemudian, Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnik membuat engkap.

“Suku Tionghoa tidak pernah absen dalam menyeimbangkan bangsa khususnya di sektor ekonomi dan olahraga,” kata Murdayapoo.

Acara ini turut dihadiri Plt. Gubernur DKI Jakarta Sumarsono, Hartati Murdaya, perwakilan seluruh menteri kabinet kerja, para pemuka agama, para pengusaha yg tergabung dalam FBIT, dan masyarakat Tionghoa.

Terkait