Allah Swt tempat bergantung semua makhluk karena Allah Swt bernama

Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu [QS. Al Ikhlas [112] : 2].  Salah satu nama Allah dalam Asma’ul Husna adalah Ash Shamad. Kata ini ada dalam Al Quran surah Al-Ikhlas, dan memang kata Ash Shamad hanya disebut satu kali dalam Alquran. Ash Shamad dapat diartikan sebagai Allah Yang Maha Dibutuhkan.

Allah adalah tempat bergantung segala sesuatu, maka kita harus bergantung sepenuhnya hanya pada Allah.  Dan apabila kita telah benar-benar hanya bergantung kepada Allah, maka berarti kita tidak akan pernah meminta sedikit pun kepada selain Allah. Karena hanya Allah yang Maha Mengetahui semua kebutuhan kita. Dan yang sesungguhnya adalah, tidak ada siapapun dan apapun yang bisa menolong kita, selain Allah dan atas ijin Allah.

Dalam kehidupan kita di dunia, khususnya dalam memenuhi apa yang menjadi hajat kebutuhan hidup kita, masih ada dari kita yang kadang bergantung dan berharap pada mahluk, karena itu sebagian dari kita sering berusaha sekuat tenaga untuk mendapat simpati dari mahluk. Ini adalah kekeliruan yang sangat besar, karena menggantungkan harapan pada makhluk hanya akan menimbulkan kekecewaan saja.

Karena pada dasarnya, mahluk yang kita jadikan tumpuan harapan, sebenarnya tidak punya kuasa apapun untuk dapat memenuhi harapan kita, tanpa ijin dari Allah. Karena hanya Allah lah yang bisa membuat segalanya terjadi. Allah jugalah yang mengatur skenario dibalik segala peristiwa. Tidak ada satupun yang terjadi di dunia ini, yang lepas dari pengawasan dan pemantauan-Nya. Jadi seharusnya kita hanya menggantungkan segala harapan hanya kepada Allah SWT, yang mana jiwa kita ini ada dalam genggamannya-Nya.

Jangan pernah berharap dan atau meminta pertolongan kepada mahluk, seberapa hebat pun ia dimata kita. Karena, sehebat apapun, yang namanya mahluk, tidak akan pernah dapat memberikan pertolongan apapun kepada kita tanpa ijin Allah. Dan pada dasarnya, semua mahluk sama dengan kita, yaitu selalu berhajat memohon bantuan pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, makhluk itu sangat lemah dan tidak memiliki daya serta kekuatan apapun selain dari yang diberikan oleh Allah.

Karena itu, jika kita hendak meminta pertolongan dan perlindungan, maka mintalah pertolongan dan perlindungan hanya kepada Allah, Yang Maha Kuat, Maha Perkasa, Maha Kokoh dan Maha Melindungi. Karena itu, kita harus melatih diri untuk tidak bergantung pada makhluk, termasuk pada jabatan, harta, pasangan hidup, dan pertolongan manusia atau mahluk.

Perhatikan doa Rasulullah SAW berikut ini :seperti yang disampaikan oleh Abdullah bin Umar ra. Ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkan untaian doa ini ketika pagi dan sore: “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah aku memohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku dan hartaku. Ya Allah, tutuplah auratku. Lindungilah ketakutanku. Ya Allah peliharalah aku dari hadapanku, dari belakangku, dari sisi kananku, dari sisi kiriku, dari atasku. Aku berlindung dengan keagunganMu diserang dari bawahku.” [HR. Abu Daud dan Ibnu Majah]

Seperti itulah permohonan yang dipanjatkan Rasulullah SAW. Mohon agar perlindungan dari Allah SAW selalu menyertainya dari semua sudut, dari semua sisi, tanpa celah dan lubang yang tersisa dan disetiap waktu. Meminta agar Allah SWT tak pernah membiarkannya menjadi incaran dan korban semua kejahatan dari makhluk-makhluk-Nya. Sungguh-sungguh memanjatkan harapan agar Allah SWT menyelamatkan agama, dunia dan akhiratnya, menutupi kekurangannya, membentengi ketakutannya.

Perhatikan juga doa yang diucapkan Amirul Mukminin, Umar bin Khattab ra. Yang meminta perlindungan kepada Allah SWT dari segala sisi. Memohon semua kebaikan dan menolak semua kejahatan.

“Ya Allah, peliharalah aku dengan Islam ketika aku berdiri. Peliharalah aku dengan Islam ketika aku duduk. Peliharalah aku dengan Islam ketika aku terbaring. Jangan gembirakan orang yang memusuhiku dan yang menyimpan dengki kepadaku. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu semua simpanan kebaikan yang ada di Tangan-Mu. Dan aku berlindung kepada-Mu dari seluruh simpanan kejahatan yang ada di Tangan-Mu.” [HR. Al Hakim dalam Al   Mustadrak, I/525]

Hasbunallahu wa ni’mal wakiil, ni’mal maulaa wa ni’man nashiir. Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong

Pengharapan total pada Allah adalah amalan batin. Kita harus proporsional dalam bertindak, jangan sampai kita salah mengartikan “bergantung sepenuhnya kepada Allah” menyebabkan kewajiban kita sebagai manusia, yaitu beikhtiar dan berusaha tidak kita jalankan. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” [QS ar-Ra’du [13] : 11]

Jadi jangan salah persepsi, karena bergantung pada Allah, bukan berarti meniadakan usaha dan ikhtiar untuk mencari penghidupan. Kita harus tetap berusaha dan beikhtiar mencari penghidupan. Namun dalam mencarinya kita tidak boleh bergantung dan bersandar pada mahluk dan atau pada usaha yang kita lakukan. Kita harus tetap sepenuh hati menggantungkan segala hasil usaha atau ikhtiar yang kita lakukan pada Allah Yang Maha Menentukan.

Bila bila kita telah benar-benar hanya bergantung kepada Allah. Kita akan menyadari, bahwa Allah SWT lah Yang Lebih Berkuasa dari segala mahluk yang berkuasa. Kekuasaan Allah meliputi kekuasaan orang-orang yang berkuasa. Allah lah yang menggenggam jiwa orang-orang yang berkuasa. Allah Lah yang menggenggam dunia dan akhirat. Jadi bila kita telah menyadari dan menerapkan keyakinan itu dalam hidup kita, percayalah, Allah SWT akan memberikan pertolongan dan perlindungan pada kita.  Kekuatan Allah lah yang akan menolong kita, karena Allah Maha Mengetahui, Maha Kuasa atas segala sesuatu. Hidup kita, pekerjaan kita, lingkungan di sekitar kita, semua berada dalam pantauan Allah, dan Allah tidak akan pernah mensia-siakan keyakinan hamba-Nya  yang besandar pada-Nya.

Dewi Yana

//jalandakwahbersama.wordpress.com //dewiyana.cybermq.com

AS-SHAMAD, PENGUASA YANG MAHA SEMPURNA DAN TEMPAT BERGANTUNG SEGALA SESUATU

Oleh
Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A

DASAR PENETAPAN
Nama Allâh Azza wa Jalla yang agung ini disebutkan dalam ayat berikut ini :

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ

Katakanlah: Dialah Allâh Yang Maha Esa, Allâh adalah ash-Shamad [Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu] [al-Ikhlâsh/112:1-2]

Dan dalam sebuah hadits yang shahîh, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para Sahabat Radhiyallahu anhum: “Apakah kalian tidak mampu membaca sepertiga [dari] al-Qur`ân dalam satu malam?” Maka para Sahabat Radhiyallahu anhum merasakan hal itu sangat berat sehingga berkata: “Siapa di antara kami yang mampu [melakukan] hal itu, wahai Rasûlullâh?”. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “[Surat] Allâh al-Wâhid [Yang Maha Esa] ash-Shamad [Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu] adalah [sebanding dengan] sepertiga al-Qur`ân”[1].

MAKNA ASH-SHAMAD SECARA BAHASA
Ibnu Fâris rahimahullah menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan dua makna, salah satunya adalah al-qashdu [tujuan]. Maksudnya, orang yang dinamakan dengan ini adalah pemimpin yang dituju [dijadikan rujukan] dalam semua urusan. Kemudian Ibnu Fâris rahimahullah menyatakan, “Allâh yang maha agung kemuliaan-Nya adalah ash-Shamad karena semua doa dan permohonan hamba-Nya ditujukan kepada-Nya”[2].

Al-Fairûz Abâdi rahimahullah menjelaskan bahwa termasuk makna ash-Shamad secara bahasa adalah as-sayyid [pemimpin] karena selalu dituju [dijadikan rujukan], juga berarti yang kekal dan mulia [3].

Demikian juga Ibnu Manzhûr rahimahullah menyebutkan bahwa makna ash-Shamad adalah yang dituju dan dijadikan sandaran [4].

Sementara itu, Ibnul Atsîr rahimahullah berkata, “Nama Allâh ash-Shamad artinya as-sayyid [penguasa] yang mencapai puncak kemahakuasaan. Ada yang berpendapat: artinya adalah yang maha kekal abadi…Dan ada yang mengatakan: artinya adalah yang dituju [oleh semua makhluk] dalam segala kebutuhan mereka.”[5]

Oleh karena itu, [dahulu] bangsa Arab menamakan para pemimpin mereka dengan ‘ash-shamad’ karena menjadi tempat tujuan orang-orang yang mempunyai keperluan dan [sifat] kepemimpinan terhimpun pada [diri] mereka”[6] .

PENJABARAN MAKNA NAMA ASH-SHAMAD
Imam Ibnu Jarîr ath-Thabari rahimahullah dalam tafsir beliau [7] meriwayatkan keterangan seorang Sahabat yang mulia, ‘Abdullâh bin ‘Abbâs Radhiyallahu anhu yang berkata, “Ash-Shamad adalah penguasa yang maha sempurna kekuasaan-Nya, maha mulia yang sempurna kemuliaan-Nya, maha agung yang sempurna keagungan-Nya, maha penyantun yang sempurna sifat kesantunan-Nya, maha kaya yang sempurna kekayaan-Nya, maha perkasa yang sempurna keperkasaan-Nya, maha mengetahui yang sempurna pengetahuan-Nya, dan maha bijaksana yang sempurna hikmah/kebijaksanaan-Nya. Dialah yang maha sempurna dalam semua bentuk kemuliaan dan kekuasaan. Dialah Allâh yang maha suci dan sifat-sifat ini hanyalah pantas [diperuntukkan] bagi-Nya.”[8]

Baca Juga  Syarah Nama Allah, Asy-Syakûr

Lebih lanjut, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah memaparkan, “ash-Shamad adalah penguasa yang sempurna kekuasaannya. Oleh karena itu, dulu orang Arab menamakan pemimpin mereka dengan nama ini, karena banyaknya sifat terpuji [yang terkumpul] pada diri orang [tokoh] tersebut…Jadi, ash-Shamad adalah dzat yang dituju [dijadikan sandaran] oleh hati manusia dalam ketakutan dan pengharapan [mereka], karena banyaknya sifat baik dan terpuji [yang terhimpun] padanya. Karenanya, mayoritas Ulama Salaf, di antaranya ‘Abdullâh bin ‘Abbâs Radhiyallahu anhu berkata: “ash-Shamad adalah penguasa yang maha sempurna kekuasaan-Nya…”[9]

Senada dengan itu, Syaikh Muhammad al-Amîn asy-Syinqîthi rahimahullah berkata, “Allâh Subhanahu wa Ta’ala Dialah penguasa tunggal, tempat menyandarkan segala kesulitan dan kebutuhan, Dialah Yang Maha Suci dan Tinggi dari [menyerupai] sifat-sifat makhluk, seperti makan, minum dan sebagainya…”[10]

Keterangan di atas menunjukkan bahwa ash-Shamad adalah termasuk nama Allâh yang menunjukkan makna beberapa sifat [kemuliaan], dan bukan hanya satu sifat. Ini sekaligus menggambarkan betapa banyak sifat keagungan dan kesempurnaan milik Allâh Azza wa Jalla. [11]

Atas dasar itu, keterangan para Ulama Salaf dalam mengartikan nama Allâh yang agung ini [ash-Shamad] berbeda-beda, sebagaimana yang disampaikan oleh imam Ibnu Jarîr ath-Thabari dan Imam Ibnu Katsîr [12]. Dan semua makna yang dipaparkan adalah benar dan hanya pantas diperuntukkan bagi Allâh Azza wa Jalla.

Hal ini ditegaskan oleh Imam Abul Qâsim ath-Thabrâni rahimahullah dalam pernyataannya: “Semua makna tersebut adalah benar dan merupakan sifat-sifat Allâh Azza wa Jalla.”[13]

Imam al-Bagawi rahimahullah berkata, “Yang lebih tepat adalah mengartikan kata ash-Shamad dengan semua makna yang diterangkan [oleh para Ulama], karena kata ini mencakup [semua] makna tersebut. Maka, ini mengandung kensekuensi tidak ada [yang berhak disebut] ash-Shamad kecuali Allâh Subhanahu wa Ta’ala , Yang Maha Agung dan Kuasa atas segala sesuatu. Nama ini khusus [diperuntukkan] bagi-Nya semata. Dialah yang memiliki nama-nama yang maha indah dan sifat-sifat yang maha tinggi.”[14]

PENGARUH POSITIF DAN MANFAAT MENGIMANI NAMA ASH-SHAMAD
Jika seorang hamba mengetahui bahwa Rabbnya Allah Subhanahu wa Ta’ala , memiliki semua sifat mulia dan sempurna, Dia Maha Perkasa dan tidak ada sesuatu pun yang bisa mengalahkan-Nya, Dialah tempat bersandar dan bergantung semua makhluk-Nya, sehingga tidak ada cara untuk menyelamatkan diri dari kemurkaan-Nya kecuali dengan kembali kepada-Nya, dan Dialah satu-satunya yang dituju oleh semua makhluk untuk memenuhi segala kebutuhan, permintaan dan pengharapan mereka, maka ini akan menjadikan hamba tersebut selalu bersandar kepada-Nya semata, tidak meminta pemenuhan hajatnya kecuali kepada-Nya, tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya, serta tidak meminta pertolongan dan berserah diri dalam segala urusannya kecuali hanya kepada-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

Baca Juga  Penyimpangan Dalam Nama-Nama Dan Sifat-Sifat Allâh Azza Wa Jalla

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ ۗ أَإِلَٰهٌ مَعَ اللَّهِ ۚ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

Atau siapakah yang memperkenankan [doa] orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu [manusia] sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada sembahan [yang lain]? Amat sedikitlah kamu mengingati[Nya] [an-Naml/27:62][15].

Inilah makna sabda Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya, “Jika kamu meminta maka mintalah kepada Allâh, dan jika kamu memohon pertolongan, mohonlah pertolongan kepada-Nya”[16].

Bahkan ini merupakan inti kandungan dari al-Qur’ân yang suci, yang tertuang pada firman Allâh Azza wa Jalla :

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan [al-Fâtihah/1:5]

Salah seorang Ulama Salaf berkata, “Surat al-Fâtihah adalah rahasia [inti kandungan] al-Qur’ân dan rahasia [inti kandungan] al-Fâtihah adalah kalimat [ayat] ini”[17] .

PENUTUP
Kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allâh Azza wa Jalla dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar senantiasa menganugerahkan kepada kita petunjuk dan taufik-Nya dan memudahkan kita untuk memahami dan mengamalkan kandungan dari sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Wallâhu a’lam

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XIV/1431/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196] _______ Footnote [1]. HR. al-Bukhâri [no. 4727] dari Abu Sa’îd al-Khudri Radhiyallahu anhu [2]. Mu’jamu Maqâyîsil Lughah [3/241] [3]. al-Qâmûs al-Muhîth hlm. 375 [4]. Lisânul ‘Arab [3/258]. [5]. an-Nihâyah fi Gharîbil Hadîts wal Atsar [3/99] [6]. Lihat kitab Fâidatun Jalîlah fîi Qawâ‘idil Asmâil Husnâ hlm. 21-22 [7]. [12/741], juga dinukil oleh imam Ibnu Katsir dalam tafsir beliau [4/740] dan as-Suyuuthi [8/682]. [8]. Tafsir Ibnu Jarir ath-Thabari” [12/741]. [9]. Ash-Shawâ‘iqul Mursalah [3/1024-1025] [10]. Adhwâ-ul Bayân [2/187] [11]. Fiqhul Asmâil Husnâ hlm. 112 [12]. Tafsir Ibnu Jarîr ath-Thabari [12/736-742] dan Tafsir Ibnu Katsîr [4/740] [13]. Dinukil Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya [4/740] [14]. Ma’âlimut Tanzîl [7/321] [15]. Lihat Fiqhul Asmâil Husna hlm. 113-114 [16]. HR at-Tirmidzi [no. 2516], Ahmad [1/293] dan lain-lain. Dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan al-Albâni

[17]. Dinukil Imam Ibnu Katsîr dalam tafsirnya [1/48]

Video yang berhubungan