Upacara pemakaman mayat di daerah toraja adalah dengan cara mayat diletakkan di

Upacara pemakaman mayat di daerah toraja adalah dengan cara mayat diletakkan di
Tradisi Pemakaman Trunyan. (Foto: Kemenparekraf)

Tika Vidya Utami, Tim Litbang MPI Senin, 10 Januari 2022 - 20:20:00 WIT

JAKARTA, iNews.id - Indonesia dikenal dengan keberagaman budaya dan tradisi. Salah satunya, tradisi pemakaman unik yang dilakukan dengan cara berbeda-beda oleh masyarakat adat di beberapa wilayah. 

Jika biasanya pemakaman dilakukan dengan cara mengubur jenazah di dalam tanah, namun nyatanya di Indonesia ada tradisi unik pemakaman dengan cara membakar mayat. Ada pula suku tertentu yang meletakkan jenazah di dalam lubang pohon bergetah yang dianggap sebagai air susu ibu atau ASI.

BACA JUGA:
Upacara Ngaben di Bali Tunjukkan Contoh Adaptasi Kebiasaan Baru

Berikut beberapa tradisi unik pemakaman di Indonesia:

1. Upacara Ngaben di Bali

Ngaben merupakan upacara pembakaran jenazah untuk umat Hindu di Bali. Upacara ini diartikan untuk melepas roh dari dunia, mengembalikan unsur Panca Maha Butha ke alam semesta, serta sebagai bentuk keikhlasan keluarga yang ditinggalkan. 

Upacara pemakaman mayat di daerah toraja adalah dengan cara mayat diletakkan di
Upacara Ngaben di Bali. (Foto: Instagram @ardibebangkan)

Proses upacara Ngaben biasanya dilakukan secara mewah dan megah. Ngaben juga dilengkapi dengan hiasan dan iring-iringan. Tak hanya jenazah yang dibakar, benda seperti patung hingga persembahan lainnya juga turut dibakar dalam upacara Ngaben. 

2. Tradisi Pemakaman Trunyan di Bali

Selain ngaben, di Bali tepatnya Desa Trunyan yang terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, memiliki tradisi pemakaman yang unik. Di desa ini, masyarakat yang meninggal dunia tidak dikubur di dalam tanah layaknya jenazah pada umumnya, melainkan akan diletakkan di atas tanah. 

Dalam tradisi pemakaman Trunyan, jenazah hanya ditutup menggunakan anyaman bambu agar tidak terlihat dari luar. Anehnya, di tempat permakaman ini tidak tercium aroma busuk atau bau tidak sedap. 

Upacara pemakaman mayat di daerah toraja adalah dengan cara mayat diletakkan di
Tradisi Pemakaman Trunyan, Bali (Foto: Kemenparekraf)

Menurut masyarakat sekitar, salah satu alasannya ada pohon taru menyan yang cukup besar. Pohon ini dipercaya dapat menghilangkan semua aroma tidak sedap dari jenazah yang telah membusuk. 

3. Makam Batu Lemo di Tana Toraja

Suku Toraja di Tana Toraja, Sulawesi Selatan memiliki tradisi unik dalam menguburkan mayat. Mereka menyimpan mayat di dinding tebing bukit yang tinggi. Tempat pemakaman batu ini dikenal dengan Batu Lemo. 

Penguburan dilakukan dengan cara melubangi batu, lalu dipahat secara manual. Biasanya satu lubang diisi dengan oleh jenazah yang berasal dari satu keluarga. Setelah lubang ditutup kayu, di depannya diletakkan sebuah patung. 

Upacara pemakaman mayat di daerah toraja adalah dengan cara mayat diletakkan di
Makam Batu Lemo di Tana Toraja. (Foto: ronaldexplorer93)

Suku Toraja mempercayai apabila letak makam lebih tinggi, maka akan semakin dekat dengan Tuhan. Meski terkesan seram, Batu Lemo menjadi tempat wisata yang dikunjungi wisatawan dalam maupun luar negeri karena keunikannya.

4. Passiliran di Toraja

Masyarakat Toraja juga memiliki tradisi pemakaman unik bagi bayi-bayi yang meninggal dunia. Passiliran merupakan tradisi pemakaman jenazah bayi dengan cara dimasukkan ke dalam pohon tarra yang berukuran besar. 

Bayi yang meninggal dunia haruslah berusia kurang dari enam bulan serta belum mempunyai gigi. Jenazah bayi diletakkan di lubang pohon tanpa menggunakan pembungkus satu pun. 

Upacara pemakaman mayat di daerah toraja adalah dengan cara mayat diletakkan di
Passiliran, tradisi pemakaman jenazah bayi dengan cara dimasukkan ke dalam pohon tarra yang berukuran besar di Toraja. (Foto: wanaswara.com)

Cara meletakkannya juga berdasarkan pada sistem kasta. Semakin tinggi kasta, maka jenazah bayi tersebut akan diletakkan di bagian atas pohon. Pohon tarra sengaja digunakan dalam upacara ini karena mengandung banyak getah yang diartikan sebagai air susu ibu (ASI). 

Sementara lubang pohon dianggap sebagai rahim ibu. Masyarakat percaya bahwa bayi yang sudah meninggal dunia dapat terlahir kembali di rahim ibu yang sama. 

5. Mumifikasi di Papua

Mumifikasi dilakukan juga oleh masyarakat adat di Papua, salah satunya suku Dani di Pegununungan Jayawijaya. Mumifikasi merupakan proses pengawetan jenazah dengan menghilangkan kelembapan dalam tubuh. Proses mumifikasi hanya dilakukan pada jenazah tertentu, seperti kepala suku atau panglima perang.

Salah satu mumi suku Dani paling terkenal mumi Wim Motok Mabel, yang artinya dalam bahasa daerah setempat hebat dalam berperang. Usianya diperkirakan sudah kurang lebih 350 tahun yang berada di Kampung Jiwika, Distrik Kurulu, sebelah utara Kota Wamena. 

Dilansir dari akun instagram @akupapuaasli pada Kamis (30/12/2021), mumi akan mengikuti sejumlah proses pengawaten dengan cara dikeringkan di bawah sinar matahari, ditempatkan di dalam gua, lalu diasapi beberapa minggu hingga sebulan. Cairan tubuh mumi pun dikuras habis dengan prosesi khusus. 

Upacara pemakaman mayat di daerah toraja adalah dengan cara mayat diletakkan di
Mumifikasi di Papua. Salah satu mumi terkenal dari suku Dani, Papua, Wim Motok Mabel. (Foto: Instagram@akupapuaasli)

Setiap lima tahun sekali, masyarakat Suku Dani rutin melaksanakan upacara pemasangan tali noken yang menandakan pembalseman telah dilakukan guna menjaga kondisi tubuh mumi agar lebih terawat lagi.

Tidak heran jika dilihat dari dekat, di leher Mumi akan terlihat ratusan lilitan tali noken. Bukan hanya menjadi pengingat masa lalu, mumi Wim Motok Mabel juga mampu menjadi penarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Papua.

Proses mumifikasi lainnya dilakukan dengan cara mayat diolesi dengan zat tertentu, kemudian diletakkan di atas perapian dengan tujuan agar terkena asap. Proses mumifikasi ini dilakukan dengan cara mendudukkan jenazah. 

Setelah beberapa tahun, jenazah yang terkena asap ini akan berubah warna menjadi hitam. Jenazah yang berhasil dimumifikasi kemudian disimpan di dalam rumah dan akan dikeluarkan pada acara-acara tertentu.


Editor : Maria Christina

Upacara pemakaman mayat di daerah toraja adalah dengan cara mayat diletakkan di

Upacara pemakaman mayat di daerah toraja adalah dengan cara mayat diletakkan di

Upacara pemakaman mayat di daerah toraja adalah dengan cara mayat diletakkan di
Lihat Foto

Shutterstock/Ade Lukmanul Hakimmm

Rambu Solok, upacara kematian di Suku Toraja

KOMPAS.com - Rambu Solo adalah upacara pemakaman adat Toraja, Sulawesi Selatan sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada orang yang telah meninggal.

Rambu Solo juga bertujuan untuk mengantarkan arwah seseorang yang telah meninggal ke alam roh.

Masyarakat Toraja menganggap orang yang sudah meninggal telah benar-benar meninggal jika seluruh kebutuhan prosesi upacara Rambu Solo terpenuhi.

Jika belum, maka orang meninggal tersebut akan diperlakukan layaknya orang sakit, sehingga harus disediakan makanan, minuman, dan dibaringkan di tempat tidur.

Secara harfiah, Rambu Solo diartikan sinar yang arahnya ke bawah. Dengan demikian, Rambu Solo diartikan sebagai upacara yang dilakukan saat matahari terbenam. Istilah lain Rambu Solo adalah Auk Rampe Matampu.

Baca juga: Rambu Solo, Upacara Pemakaman Adat Toraja

Upacara Rambu Solo memakan biaya yang tidak sedikit maka upacara dilakukan beberapa bulan atau beberapa tahun, bahkan bertahun setelah seseorang meninggal.

Besarnya biaya upacara Rambu Solo karena upacara ini membutuhkan penyembelihan kerbau atau babi yang jumlahnya tidak sedikit (Ma'tinggoro Tedang) dan lamanya prosesi upacara. Pemberian babi atau kerbau kepada keluarga yang ditinggalkan sebagai wujud ikatan kekeluargaan.

Pemberian babi atau kerbau kepada keluarga yang ditinggalkan memiliki dua wujud, yaitu pertama sebagai bentuk belasungkawa (Pa'uaimata) dan pengembalian atas pemberian yang dilakukan oleh keluarga pelaksana Rambu Solo di masa lalu (Tangkean Suru').

Prosesi upacara pemakaman Rambu Solo dibagi ke dalam dua garis besar, yaitu:

  • Prosesi pemakaman atau Rante
  • Pertunjukkan kesenian

Kedua prosesi tersebut tidak dilaksanakan terpisah melainkan berlangsung secara harmoni dalam satu kegiatan upacara pemakaman. Lama upacara Rambu Solo sekitar tiga sampai tujuh hari.

Baca juga: Tradisi Rambu Solo, Ajang Perekat Keluarga Bangsawan di Mamasa

Jakarta -

Suku Toraja dikenal memiliki kebudayaan yang sangat beragam dan unik. Salah satunya yaitu upacara adat Rambu Solo atau Aluk Rambu Solo, suatu ritual pemakaman.

Penduduk asli suku Toraja yang tersebar di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki populasi sekitar 1 juta jiwa. Tana Toraja yang eksotis, menjadikan tempat ini sebagai salah satu wisata populer.

Dari berbagai budaya Toraja, upacara adat menjadi suatu hal yang tidak bisa dilepaskan dari suku ini. Hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat Toraja masih menganut tradisi peninggalan leluhur.

Salah satu tradisi yang masih dipegang teguh adalah upacara adat Rambu Solo atau disebut Aluk Rambu Solo. Aluk adalah adat kepercayaan, nilai-nilai adat, aturan, atau ritual tradisional ketat yang sudah ditentukan nenek moyang.

Upacara adat Rambu Solo adalah upacara adat pemakaman sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada seseorang yang sudah meninggal.

Masyarakat Toraja memandang kematian sebagai perpindahan orang dari dunia ke tempat alam roh untuk peristirahatan (Puya).

Maka, untuk mencapai tujuan itu, mayat harus diperlakukan dengan baik oleh keluarga yang ditinggalkan.

Bagi suku Toraja, orang yang sudah meninggal dikatakan telah benar-benar meninggal ketika seluruh kebutuhan prosesi upacara Rambu Solo telah terpenuhi. Jika belum, orang meninggal akan diperlakukan layaknya orang sakit, sehingga masih harus disediakan minuman, makanan, dan dibaringkan di tempat tidur.

Upacara Adat Rambu Solo

Rangkaian upacara adat Rambu Solo merupakan ritual penting yang memakan waktu dan biaya besar. Maka, tak jarang upacara ini dilaksanakan beberapa bulan hingga bertahun-tahun sejak seseorang meninggal.

Biaya upacara adat Rambu Solo yang tinggi disebabkan oleh penyembelihan kerbau, babi, dan lamanya prosesi upacara. Upacara ini memang dibuat meriah, serta ada babi dan kerbau untuk dibagikan ke penduduk sekitar.

Melansir dari laman ITJEN Kemendikbud, Layuk Saroenggalo, salah seorang tokoh masyarakat menjelaskan makna dibaliknya.

"Kenapa semua sisa hasil usaha orang Toraja dilakukan untuk penguburan? Harta harus dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk sosial, supaya membiasakan anak-anaknya (mendiang) tidak tergantung pada warisan."

Tingkatan Upacara Adat Rambu Solo

Bentuk upacara adat Rambu Solo dilakukan sesuai kedudukan atau strata sosial masyarakatnya. Upacara ini dibagi ke dalam beberapa tingkatan, yang setiap tingkatannya memiliki beberapa bentuk.

Pertama, Upacara Dissili' adalah ritual pemakaman untuk strata paling rendah, atau anak-anak yang belum mempunyai gigi. Upacara tingkat ini dibagi lagi menjadi 4 bentuk.

Kedua, Upacara Dipasangbongi untuk rakyat biasa yang hanya dilakukan dalam satu malam saja. Upacara tingkat ini juga memiliki 4 bentuk, yang masing-masingnya berbeda mulai dari mengorbankan babi 4 ekor, sampai kerbau 2 ekor.

Ketiga, Upacara Dibatang atau Digoya Tedong sebagai upacara untuk kalangan bangsawan menengah. Upacara ini dibagi menjadi 3 jenis, yang masing-masing dilakukan selama 3, 5, dan 7 hari. Jumlah kerbau dan babi yang dikorbankan juga bervariasi mulai dari 3-7 ekor.

Terakhir, Upacara Rapasan yang dikhususkan bagi bangsawan tinggi. Jenis upacara ini dilakukan dua kali dalam rentang waktu setahun. Upacara pertama disebut Aluk Pia, sedangkan upacara kedua disebut Aluk rante. Dibagi menjadi 3 jenis, jumlah babi dan kerbau yang disembelih dalam upacara ini bervariasi mulai dari 9 ekor hingga di atas 100 ekor.

Prosesi Upacara Adat Rambu Solo

Prosesi upacara adar Rambu Solo dibagi menjadi dua garis besar, yaitu prosesi pemakaman atau Rante, yang kedua adalah pertunjukan kesenian.

Kedua prosesi ini tidak dilaksanakan terpisah. Biasanya, kedua kegiatan akan terjadi dalam satu kegiatan upacara pemakaman yang berlangsung sekitar tiga sampai tujuh hari.

Prosesi pemakaman atau Rante terjadi di lapangan di tengah kompleks rumah adat Tongkonan.

Prosesi Rante terdiri dari beberapa bagian. Pertama, Ma'Tudan Mebalun yaitu proses saat jenazah dibungkus menggunakan kain kafan, oleh petugas khusus yang disebut To Mebalun atau To Ma'kayo.

Kedua, Ma'Roto yaitu proses pembubuhan atau menghias peti jenazah dengan menggunakan benang emas dan benang perak.

Ketiga, Ma'Popengkalo Alang atau proses penurunan jenazah ke dalam lumbung untuk disemayamkan.

Terakhir, Ma'Palao atau Ma'Pasonglo yaitu proses pengantaran jenazah dari area rumah Tongkonan ke kompleks pemakaman yang disebut Lakkian.

Nilai Sosial dan Budaya dalam Upacara Adat Rambu Solo

Prosesi pertunjukan kesenian tidak hanya untuk memeriahkan upacara, melainkan wujud penghormatan dan doa bagi orang yang meninggal.

Ada beberapa budaya yang dipertontonkan, seperti Ma'pasilaga Tedong yaitu kegiatan adu kerbau, lalu Ma'tinggoro Tedong yaitu penyembelihan kerbau. Jadi, kerbau-kerbau diarak, lalu ditebas dengan sekali ayunan menggunakan parang.

Ada juga berbagai musik daerah dan tarian adat yang ditampilkan dalam upacara Rambu Solo.

Beberapa nilai yang mencerminkan masyarakat Toraja dari upacara ini adalah sikap tolong-menolong, gotong royong, dan kekeluargaan.

Masyarakat Toraja juga meyakini bahwa jika upacara adat Rambu Solo tidak diadakan, akan berdampak pada orang yang ditinggalkan berupa kemalangan.

Oleh sebab itu, upacara ini masih terus dilakukan oleh masyarakat Toraja hingga sekarang.

Simak Video "Londa Toraja, Melihat Isi Goa Tempat Jenazah di Semayamkan, Tana Toraja"


[Gambas:Video 20detik]
(lus/lus)