Show
Jakarta: Tiga serangkai merupakan sebutan bagi tiga tokoh yang mendirikan Indische Partij. Mereka adalah Danudirja Setiabudi yang memiliki nama asli Douwes Dekker, Ki Hajar Dewantara, dan Cipto Mangunkusumo. Indische Partij merupakan partai ketiga yang lahir di Indonesia setelah Budi Utomo dan Sarikat Islam. Douwes Dekker menginspirasiDilansir dari buku berjudul Dr DD Setiabudhi karya Tashadi, kelahiran Indische Partij terinspirasi dari perjalanan propaganda Douwes Dekker bersama Brunsveld van Hulten dan Van der Poel ke kota-kota besar di Pulau Jawa. Douwes Dekker dengan kedua kawannya itu memulai perjalanannya dari Kota Bandung, Jawa Barat, dengan diantar oleh ratusan pengikutnya. Ketiganya berangkat menuju Yogyakarta. Kedatangannya di Yogyakarta ternyata mendapat sambutan yang hangat dan meriah. Douwes Dekker kemudian melanjutkan perjalanan ke Madiun, Surabaya, Semarang, Pekalongan, Tegal, dan Cirebon. Di setiap kota yang dikunjungi, Douwes Dekker selalu mengadakan rapat. Dan di setiap rapat yang dipimpinnya selalu membawa hasil yang gemilang. Tak heran, dukungan selalu datang dari berbagai daerah. Perjalanan propaganda Douwes Dekker menginspirasi Cipto Mangunkusumo. Dia sudah lama memendam rindu akan berpolitik. Adanya aksi revolusioner yang dilakukan Douwes Dekker ini membuat Cipto tergerak hatinya.Douwes Dekker juga menginspirasi RM Suwardi Suryaningrat atau dikenal dengan Ki Hajar Dewantara untuk terun ke dunia politik. Ki Hajar dikenal sebagai seorang yang berotak tajam, seorang nasionalis, serta teguh pada pendirian dan keyakinannya. Selain itu Ki Hajar juga merupakan seorang bangsawan dari keluarga Pakualaman yang halus budi pekertinya. Perkenalan Douwes Dekker dengan Ki Hajar terjadi di dunia jurnalistik. Saat itu, Douwes merupakan redaktur Harian De Expres dan Ki Hajar sebagai wartawan pada Surat Kabar Mataram. Douwes Dekker sangat tertarik dan terharu membaca tulisan Ki Hajar. Douwes kemudian berusaha menariknya untuk bergabung dengan De Expres yang berkantor di Bandung. Douwes merancang Ki Hajar memimpin De Expres edisi Melayu. Pertemanan yang lekat di antara ketiga orang ini membawa mereka untuk bersama-sama mendirikan Indische Partij. Sebelum dijuluki tiga serangkai, mereka kerap dianugerahi sebutan Trio Bannelingen atau 'trio buangan,Julukan itu disematkan karena ketiganya sangat ditakuti oleh Pemerintah Hindia Belanda. Ketiganya memiliki satu tekad, satu cita-cita, dan satu hati dalam perjuangan di jalur politik. Lantas, ketiga tokoh ini dikenal sebagai telu teluning atunggal atau 'tiga yang menyatu'. Berikut kiprah ketiga tokoh ini: Ki Hajar Dewantara atau yang bernama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat lahir pada 2 Mei 1889. Ia merupakan anak kedua dari Pangeran Soerjaningrat. Ki Hajar Dewantara terkenal sebagai Bapak Pendidikan. Ini karena kepeduliannya terhadap dunia pendidikan sangat besar. Ki Hajar Dewantara juga merupakan seorang wartawan yang andal. Dia selalu berdedikasi di surat kabar yang dia geluti, yakni De Expres, Utusan Hindia, dan Kaum Muda.Tulisan beliau juga mampu membangkitkan semangat antikolonialisme rakyat Indonesia. Dia pun aktif di bidang politik dengan bergabung ke dalam Budi Utomo. Danudirja Setiabudi memiliki nama asli Ernest Eugene Francois Douwes Dekker. Dia lahir di Pasuruan, Jawa Timur, pada 8 oktober 1879. Setiabudi adalah saudara dari Eduard Douwes Dekker, pengarang buku Max Havelaar yang dikenal sebagai Multatuli. Selepas sekolah di HBS pada 1897, Douwes Dekker bekerja sebagai pengawas di sebuah perusahaan perkebunan Belanda di kaki Gunung Semeru. Lalu pindah ke pabrik gula di Pasuruan. Douwes Dekker juga sempat bersekolah di Swiss dengan mendaftarkan dirinya sebagai orang Indonesia dan suku Jawa. Bekal pendidikannya ini membuatnya pernah menjalani profesi sebagai guru kimia. Ibunda Douwes Dekker meninggal pada 1899. Dia juga sempat dipenjarakan oleh Inggris di SriLanka. Pada 1903, ia kembali ke Jawa dan memilih bekerja sebagai wartawan. Douwes Dekker menjadikan surat kabar gerakan antipenjajahan melalui tulisan-tulisan keras menentang Belanda. Namun, tidak lama bertahan. Ia pun bekerja di Bataviaasch Nieuwsblad. Di sana pun hanya sebentar, Douwes Dekker kembali keluar dan membuat surat kabar sendiri, yakni Expres yang radial.Orang-orang menyebutnya Neo-Multatulian. Langkah Ernest selanjutnya adalah mendirikan Indische Partij pada 25 Desember 1912 di Bandung bersama dua sahabatnya Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat. Selain itu, beliau juga menulis buku yang berjudul De Expres. Tulisannya ini membuat dia diberhentikan dari profesinya sebagai seorang dokter. Hal tersebut membuat dia lebih yakin dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui pendirian Indische Partij. Editor : Wandi Yusuf
TIGA Serangkai merupakan julukan perkumpulan atau kelompok yang beranggotakan tiga pendiri dan pemimpin organisasi Indische Partij. Hal ini dapat kalian pahami berdasarkan sejarahnya sebagai berikut. Sejarah Tiga SerangkaiBerdasarkan sejarah, Indische Partij (IP) merupakan salah satu organisasi yang berdiri pada era pergerakan nasional di Indonesia pada awal abad ke-20. Sejarah perjuangan perhimpunan berhaluan politik yang cukup keras ini digagas oleh Tiga Serangkai. Organisasi ini memiliki keunikan yang terletak pada namanya yang masih menggunakan bahasa Belanda. Hal ini tidak lain karena pada masa itu bahasa Belanda merupakan bahasa utama di kalangan kaum terpelajar. Selain itu, penggunaan sebutan Indonesia masih belum lazim disebutkan sehingga menggunakan kata "Indische". Organisasi ini menjadi wadah perjuangan dengan wujud partai politik yang terbuka bagi semua orang di Hindia Belanda dengan mengusung ideologi nasionalisme Hindia. Douwes Dekker sebagai salah seorang pendiri menyebutkan bahwa tujuan dari pembentukan Indische Partij ialah mempersiapkan negara mandiri yang bebas dari belunggu Belanda. Mengusung semangat patriotisme yang tinggi, organisasi ini berkembang pesat sampai pada daerah-daerah yang ada di Indonesia pada masa itu. Tokoh tiga serangkaiIndische Partij (IP) dibentuk oleh tiga serangkai yaitu Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Ki Hadjar Dewantara. Ini guna mengadakan kerja sama antara orang indo dan orang Indonesia asli atau bumiputera. a. Ki Hadjar Dewantara Ki Hadjar Dewantara terkenal sebagai bapak pendidikan karena kepeduliannya terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia. Selain itu, Ki Hadjar Dewantara alias Raden Mas Soewardi Soeryanigrat juga merupakan wartawan dan berpengalaman bekerja di beberapa surat kabar seperti De Express, Utusan Hindia, dan Kaum Muda. Di samping aktif dalam bidang jurnalis, Ki Hadjar Dewantara juga berkiprah dalam bidang politik. Ia bergabung dalam organisasi Budi Utomo yang berdiri pada 20 Mei 1908. Sejak itu, Ki Hadjar Dewantara ikut turun dalam memperjuangkan nasionalisme Indonesia dan pada 1912 turut terlibat dalam pendirian Indische Partij. Baginya, tujuan nasionalisme adalah menghapuskan dominasi kolonial dan menyadarkan kaum peranakan, Indo, dan bumiputera untuk bersatu-padu menghadapi musuh yang sama, yakni pemerintah kolonial. Selama memperjuangkan nasionalisme, Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai sosok yang berani dan keras dalam mengkritik kebijakan kolonial. Akibatnya, ia juga harus menjalani pengasingan berkali-kali serta masuk penjara sebelum memutuskan berjuang melalui kancah pendidikan dengan mendirikan Taman Siswa. Ki Hadjar Dewantara banyak menyumbangkan jasanya khususnya dalam bidang pendidikan. Ia juga mencetus semboyan pendidikan yang sampai saat ini masih terkenal. Semboyan itu ialah Ing Ngarsa Sung Tuladha (guru adalah pendidik yang harus memberi contoh atau menjadi panutan), Ing Madya Mangun Karsa (pendidik harus selalu berada di tengah muridnya dan terus membangun semangat mereka untuk berkarya), Tut Wuri Handayani (guru adalah pendidik yang terus menuntun, menopang, dan menunjuk arah yang benar bagi anak didiknya). b. Douwes Deker Douwes Dekker merupakan penggagas utama terbentuknya Indische Partij yang memiliki nama asli Danudirja Setiabudi. Meskipun Douwes Dekker merupakan keturunan Belanda, ia pelopor munculnya nasionalisme di Indonesia pada awal abad ke-20. Menjadi sosok yang bukan keturunan asli Indonesia, ia beberapa kali harus mengalami diskriminasi dari orang Belanda murni. Douwes Dekker juga merupakan salah satu orang Indo (Hindia Belanda) yang tidak dapat menduduki posisi kunci pemerintah karena tingkat pendidikannya. Dari perlakukan diskriminasi tersebut, Douwes Dekker pun memiliki ide untuk mencetus Indische Bond, organisasi yang dipimpin oleh orang-orang asli Hindia Belanda. Namun, Indische Bond tidak dapat berjalan dengan baik, karena tidak mendapat dukungan yang cukup dari masyarakat. c. Tjipto Mangunkusumo Tjipto Mangunkusumo lahir di Desa Pecagakan, Jepara, pada 4 Maret 1886. Baginya, Indische Partij merupakan upaya mulia mewakili kepentingan-kepentingan semua penduduk Hindia Belanda, tidak memandang suku, golongan, dan agama. Sewaktu masih di IP, Tjipto sempat diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya. Ia baru dikembalikan ke Tanah Air pada 1917. Secara umum, pandangannya mengenai persatuan Indonesia masih sama dengan pemikiran Douwes Dekker. Tjipto beranggapan bahwa penggabungan unsur-unsur Barat dan Timur berperan sebagai faktor penting dalam menjamin pertumbuhan subur bagi negara dan rakyat, termasuk kaum bumiputera. Di samping dikenal sebagai aktivis pergerakan nasional, ia juga berprofesi sebagai seorang dokter. Tjipto Mangunkusumo wafat pada 8 Maret 1943 dan dimakamkan di TMP Ambarawa. Berkat jasa-jasanya, pemerintah Indonesia mengabadikannya di pecahan uang logam rupiah baru Rp200. Namanya juga diabadikan menjadi rumah sakit besar di Jakarta. Peran tiga serangkai dalam Indische PartijTujuan Indische Partij sebagai salah satu pergerakan nasional di Indonesia cukup penting dalam membangun semangat patriotisme terhadap Tanah Air. Indische Partij yang biasa disingkat IP merupakan organisasi politik pertama yang memiliki tujuan untuk kemerdekaan Indoesia. Indische Partij memiliki pengaruh yang cukup besar untuk pergerakan nasional Indonesia. Walaupun tidak bertahan lama, Indische Partij memberikan dampak yang cukup signifikan bagi pergerakan di Indonesia. Partai ini dibentuk oleh tiga cendekiawan Hindia Belanda yang dikenal sebagai tiga serangkai. Program organisasi yang didirikan oleh tiga serangkaiUntuk menimbulkan kerja sama antara orang Indo dengan bumiputera, Indische Partij memiliki beberapa program kerja, yaitu: a. Menyerap cita-cita nasional Hindia (Indonesia). b. Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik dalam bidang pemerintahan maupun kemasyarakatan. c. Memberantas berbagai usaha yang mengakibatkan kebencian antaragama. d. Memperbesar pengaruh pro Hindia di pemerintahan. e. Berusaha mendapatkan hak bagi semua orang Hindia. f. Dalam pengajaran, harus bertujuan bagi kepentingan ekonomi Hindia dan memperkuat ekonomi mereka yang lemah. Penyebab tiga serangkai ditangkap pemerintah Hindia BelandaPartij RM Suwardi Suryaningrat menulis artikel bernada sarkastis yang berjudul Als ik een Nederlander was (Andaikan aku seorang Belanda). Akibat dari tulisan itu RM Suwardi Suryaningrat ditangkap. Menyusul sarkasme dari Dr. Cipto Mangunkusumo yang dimuat dalam De Expres pada 26 Juli 1913 yang diberi judul Kracht of Vrees? berisi tentang kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap. Itu membuat rekan dalam Tiga Serangkai, Douwes Dekker, mengkritik dalam tulisan di De Express pada 5 Agustus 1913 yang berjudul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat (Pahlawan kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat). Kecaman-kecaman yang menentang pemerintah Belanda menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij ditangkap. Pada 1913 mereka diasingkan ke Belanda. Douwes Dekker dibuang ke Kupang, NTT, sedangkan Dr. Cipto Mangunkusumo dibuang ke Pulau Banda. (OL-14) |