Tokoh dari pihak pemerintah yang turut menyelesaikan pemberontakan DI/TII Aceh adalah

Jawaban:

Tokoh-tokoh pemberontakan DI TII:

1. Sekarmaji Marijan Karto Suwiryo di Jawa Barat

2. Amir Fatah di Jawa Tengah

3. Daud Beureueh di Aceh

4. Ibnu Hajar di Kalimantan Selatan

5. Kahaz Muzakar di Sulawesi

Pembahasan:

Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) adalah pemberontakan yang hendak mendirikan negara dengan dasar syariat Islam di Indonesia, yang disebut dengan Negara Islam Indonesia.  

Pemberontakan ini dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo pada tahun 1948 dan berusaha mendirikan negara berpaham Islam di Jawa Barat. Pemberontakan ini kemudian diikuti oleh pemberontakan serupa di Aceh, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Pemberontakan dikalahkan dengan kombinasi diplomasi di Aceh dan penumpasan oleh TNI.  

Persamaan dari setiap pemberontakan daerah DI/TII adalah sama-sama mendukung pemberontakan Kartosuwiryo dan memproklamirkan gerakannya sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia. Setiap pemberontakan daerah juga mendukung syariat Islam sebagai dasar negara.

Namun, perbedannya, setiap pemberontakan daerah memiliki pemimpin sendiri-sendiri dan alasan pemicu pemberontakan.

Pemberontakan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, di Jawa Barat,  

Pemberontakan ini dilancarkan mulai tahun 1948. Penyebab pemicu pemberontakan Kartosuwiryo adalah penolakan Perjanjian Renville, yang menempatkan daerah Jawa Barat di wilayah kekuasaan Belanda.  

Namun demikian, sekembalinya pemerintahan Indonesia ke Jawa Barat, terutama Divisi Siliwangi, Kartosuwiryo terus melakukan perlawanan dan serangan yang memakan banyak korban.  

Kartosuwiryo bahkan memerintahkan percobaan pembunuhan atas Presiden Soekarno pada 30 November 1957 di Peristiwa Cikini. Pemberontakan ini baru berakhir setelah Kartosuwiryo tertangkap pada Juni 1962

Pemberontakan Daud Beureueh, di Aceh

Pemicu pemberontakan ini adalah dihapusnya provinsi Aceh dan digabungkanya wilayah Aceh dengan Sumatera Utara. Pemberontakan ini berhasil diselesaikan dengan cara damai setelah dilakukannya “Musyawarah

Kerukunan Rakyat Aceh" pada bulan Desember 1962, dan dibentuknya kembali Aceh, sebagai provinsi berstatus daerah istrimewa.

Pemberontakan Amir Fatah, di Jawa Tengah          

Pemicu pemberontakan ini adalah kekecewaan Amir Fatah akan dominasi “kaum kiri” (sosialis dan komunis) di Tegal dan sekitarnya, wilayah basis kekuatan Amir Fatah. Akibatnya, Amir Fatah memberontak pada tahun 1950. Pemberontakan dipatahkan setelah operasi militer di wilayah Banyumas mengalahkan pasukan Amir Fatah

Pemberontakan Ibnu Hadjar, di Kalimantan Selatan  

Pemicu pemberontakan ini adalah kegagalan para mantan pejuang kemerdekaan asal Kalimantan Selatan untuk diterima di tentara Indonesia saat itu, APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Kebanyakan bekas pejuang ini tidak bisa masuk tentara karena tidak bisa baca tulis, termasuk Ibnu Hadjar sendiri. Mereka juga kecewa dengan adanya bekas tentara KNIL (Tentara Hindia Belanda) di APRIS.  

Ibnu Hadjar membentuk “Kesatuan Rakjat Jang Tertindas” (KRJT), dan menyerbu pos tentara di Kalimantan Selatan pada bulan Oktober 1950. Pemerintah Indonesia awalnya berupaya menyelesaikan dengan cara damai, namun Ibnu Hadjar yang sempat tertangkap dan dilepaskan untuk membujuk pemberontak lain menyerah malah kabur dan meneruskan pemberontakannya.  

Pemberontakan ini berhasil dikalahkan dan Ibnu Hadjar menyerah pada Maret 1965.

Pemberontakan Kahar Muzakar, di Sulawesi Selatan

Pemicu pemberontakan ini adalah tuntutan agar para milisi Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar bisa diterima sebagai tentara. Namun mereka tidak lolos syarat dinas militer, dan hanya ditempatkan sebagai Corps Tjadangan

Nasional (CTN). Akibatnya, Kahar Muzakkar memberontak dan menyatakan sebagai

bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953.

Pemberontakan ini berakhir setelah pada 3 Februari 1965, Kahar Muzakkar tertembak mati oleh pasukan ABRI.

Kode: 12.3.2  

Kelas: XII

Mata pelajaran: IPS / Sejarah

Materi: Bab 2 - Perjuangan Melawan Ancaman Pemberontakan  

Kata kunci: Pemberontakan DI/TII


tirto.id - Selain di Jawa Barat dan Jawa Tengah, sejarah pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) juga pernah terjadi di Aceh pasca-kemerdekaan Republik Indonesia. Gerakan DI/TII di tanah rencong pada 1953-1962 dimotori oleh Teungku Daud Beureueh.

Daud Beureueh adalah sosok ulama yang pernah menjabat sebagai Gubernur Aceh. Dikutip dari Ulama Aceh dalam perspektif sejarah (1983:92) karya Ismuha, tanggal 1 Januari 1950, Daud Beureueh resmi menjabat Gubernur Aceh sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).

RIS merupakan konsep kenegaraan yang diputuskan melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag tanggal 23 Agustus-2 November 1949 yang berujung pada pengakuan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia pada akhir tahun 1949.

Beberapa bulan setelah itu, RIS diubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yakni pada Mei 1950. NKRI menaungi 10 provinsi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1950.

Tokoh dari pihak pemerintah yang turut menyelesaikan pemberontakan DI/TII Aceh adalah

Baca juga:

  • Sejarah Pemberontakan DI/TII Amir Fatah di Jawa Tengah
  • Sejarah Pemberontakan Andi Azis: Penyebab, Tujuan, Dampak
  • Sejarah Pemberontakan DI-TII Kartosoewirjo di Jawa Barat

Perubahan ini ternyata berimbas kepada Provinsi Aceh yang akan dileburkan menjadi Provinsi Sumatera Utara. Audrey Kahin dalam Dari Pemberontakan ke Integrasi (2008:260) mengungkapkan, atas dasar itulah sejumlah perwakilan dikirim ke Aceh.

Mereka adalah Mohammad Hatta (Wakil Presiden), Mohamad Natsir (Perdana Menteri), Sjafruddin Prawiranegara (Wakil Perdana Menteri), serta Mr. Asaat (Menteri Dalam Negeri).

Akan tetapi, Daud Beureueh dan beberapa ulama Aceh tidak sepakat dengan rencana peleburan itu. Djumala dalam Soft Power untuk Aceh (2013:29) menjelaskan, identitas Aceh sebagai negara Islam tidak bisa disatukan dengan bagian yang tidak sealiran.

Kementerian Penerangan melalui buku Republik Indonesia: Propinsi Sumatera Utara (1953:408) menambahkan, Daud Beureueh dan kawan-kawan menginginkan Aceh menjadi kepengurusan tunggal dalam bentuk provinsi.

Baca juga:

  • Kesultanan Aceh: Sejarah Masa Kejayaan dan Peninggalan
  • Sejarah Kerajaan Aceh: Sebab Runtuhnya Kesultanan & Silsilah Raja
  • Sejarah Perang Aceh: Kapan, Penyebab, Proses, Tokoh, & Akhir

Penyebab DI/TII di Aceh

Menanggapi kedatangan para petinggi negara di Aceh, Daud Beureueh meminta agar dilakukannya pertimbangan kembali terkait penyatuan Aceh menjadi bagian Sumatera Utara.

Yang terjadi justru sebaliknya. Dikutip dari buku karya Djumala, Mohamad Natsir selaku perdana menteri malah melakukan pembubaran terhadap Provinsi Aceh resmi pada 23 Januari 1951.

Reaksi keras dari pun datang dari sejumlah tokoh Aceh yang oleh pemerintah pusat kemudian dikategorikan sebagai gerakan pemberontakan. Daud Beureueh, baik sebagai ulama atau pemimpin Aceh, memotori aksi perlawanan.

Baca juga:

  • Sejarah Pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh Belanda
  • Sejarah Peristiwa PKI Madiun 1948: Latar Belakang & Tujuan Musso
  • Sejarah Konferensi Meja Bundar (KMB): Latar Belakang, Tokoh, Hasil

Daud Beureueh semakin kesal karena Presiden Sukarno, pada Juni 1948 pernah berjanji bahwa Aceh diperbolehkan menerapkan syariat Islam dan tetap menjadi salah satu provinsi di Indonesia.

Merasa dibohongi, Daud Beureueh amat kecewa. Terlebih peran masyarakat Aceh dalam perjuangan amat besa, dari masa perlawanan terhadap penjajah, mendukung kemerdekaan RI termasuk dengan menyumbang dana pembangunan hingga memberikan bantuan berupa pesawat terbang.

Munculnya gerakan DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh Maridjan Kartosoewirjo yang mendeklarasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada 7 Agustus 1949 semakin memantapkan Daud Beureueh untuk turut melawan.

Dari Aceh, Daud Beureueh menyatakan bergabung dengan gerakan DI/TII yang dipelopori oleh Kartosoewirjo.

Baca juga:

  • Sejarah Perundingan Roem-Royen: Latar Belakang, Isi, Tokoh
  • Sejarah Politik Etis: Tujuan, Tokoh, Isi, & Dampak Balas Budi
  • Sejarah Gerakan 3A: Propaganda Jepang Demi Simpati Rakyat Indonesia

Penyelesaian Masalah

Sejarah mencatat bahwa pemberontakan DI/TII di Aceh pimpinan Daud Beureueh terjadi mulai 20 September 1953.

Dalam riset Harry Adi Darmanto bertajuk "Pemberontakan Daud Beureueh (DI/TII Aceh) Tahun 1953-1962" (2007), ditambahkan, kebijakan penyatuan Aceh ke dalam Provinsi Sumatera Utara ditentang.

Daud Beureueh dan kelompoknya bahkan menuntut diberikannya hak otonom untuk Aceh. Pemerintah pusat tidak tinggal diam menyikapi ini dan memutuskan untuk melakukan tindakan kepada DI/TII Daud Beureueh di Aceh.

Ada dua jalur yang ditempuh pemerintah pusat, yakni upaya militer dan diplomasi. Operasi militer dilakukan dengan menggelar “Operasi 17 Agustus" dan “Operasi Merdeka".

Baca juga:

  • Sejarah Penyebab Keruntuhan Kerajaan Samudera Pasai
  • Sejarah Kerajaan Samudera Pasai: Pendiri, Masa Jaya, & Peninggalan
  • Sejarah Kejayaan Kesultanan Mataram Islam Masa Sultan Agung

Sedangkan cara diplomasi diterapkan dengan mengirim utusan ke Aceh untuk berdialog dengan Daud Beureueh dan kawan-kawan dalam upaya meredam perang saudara.

Persoalan ini akhirnya bisa diselesaikan dengan jalan damai kendati harus melalui proses negosiasi yang alot dan melelahkan.

Diputuskan bahwa diberikan hak otonomi sebagai provinsi yang disebut Daerah Istimewa Aceh dan boleh menerapkan syariat Islam sebagai aturan daerah yang berbeda dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia.

Tanggal 18-22 Desember 1962, sebuah upacara besar bertajuk “Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh (MKRA)" dihelat di Blangpadang, Aceh, sebagai simbol perdamaian.

Baca juga:

  • Sejarah Pemberontakan Nambi vs Majapahit: Mati karena Fitnah Keji
  • Pemberontakan Sadeng vs Majapahit: Dendam Kematian Nambi
  • Fitnah Pemberontakan Lembu Sora dalam Sejarah Majapahit

Munculnya Konflik Baru

Ternyata, masalah belum sepenuhnya dapat diatasi. Beberapa mantan pengikut Daud Beureueh yang tetap bergerak melawan pemerintah pusat, salah satunya adalah Hasan Tiro.

Menurut Neta S Pane dalam Sejarah dan Kekuatan Gerakan Aceh Merdeka (2001:10), Hasan Tiro melihat kenyataan pahit di mana rakyat Aceh lemah ekonomi dan pendidikannya kendati sudah menjadi bagian Indonesia.

Pada 30 Oktober 1976, Hasan Tiro mengadakan pertemuan di Pidie dengan beberapa mantan tokoh DI/TII dan para pemuda Aceh

Di kaki Gunung Halimun, bahasan utama adalah tentang sumber daya alam Aceh yang dikeruk oleh industri asing atas izin pemerintah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian dikenal sebagai Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

GAM berlangsung sangat lama dan telah terlibat konflik dengan angkatan militer pemerintah pusat yang memakan belasan ribu korban jiwa. Penyelesaian masalah ini baru dapat dituntaskan pada 2005.

Baca juga:

  • Sejarah Pemberontakan Ra Kuti yang Ditumpas Gajah Mada
  • Kontroversi Sejarah Pemberontakan Ra Semi di Kerajaan Majapahit
  • Sejarah Pemberontakan Ranggalawe di Kerajaan Majapahit

Baca juga artikel terkait PEMBERONTAKAN DI-TII atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yuda Prinada

Array

Subscribe for updates Unsubscribe from updates