Ilustrasi Konflik Israel Palestina. ©2014 Merdeka.com
JATIM | 4 Oktober 2020 19:31 Reporter : Edelweis Lararenjana Merdeka.com - Konflik adalah sebuah gejala sosial yang akan selalu hadir dalam kehidupan bermasyarakat. Konflik bersifat inheren, yang artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, di mana saja dan kapan saja. Dalam pandangan ini, masyarakat merupakan arena konflik atau arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung. Oleh sebab itu, konflik dan integrasi sosial merupakan gejala yang selalu mengisi setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya konflik dan integrasi adalah adanya persamaan dan perbedaan kepentingan sosial. Istilah “konflik” secara etimologis berasal dari bahasa Latin “con” yang berarti bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan. Pada umumnya istilah konflik sosial mengandung suatu rangkaian fenomena pertentangan dan pertikaian antar pribadi melalui dari konflik kelas sampai pada pertentangan dan peperangan internasional, mengutip Elly M. Setiadi dan Usman Kolip dalam Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Sementara, Coser mendefinisikan konflik sosial sebagai suatu perjuangan terhadap nilai dan pengakuan terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan dan sumber-sumber pertentangan dinetralisir atau dilangsungkan atau dieliminir saingannya. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian serta penyebab konflik sosial: 2 dari 5 halaman
Konflik merupakan perbedaan atau pertentangan antar individu atau kelompok sosial yang terjadi karena perbedaan kepentingan, serta adanya usaha memenuhi tujuan dengan jalan menentang pihak lawan disertai dengan ancaman atau kekerasan. Menurut Soerjono Soekanto dalam Sosiologi; Suatu Pengantar (2006). Adapun definisi konflik menurut beberapa ahli yaitu:
Dari beberapa pengertian konflik di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan suatu keadaan dari akibat adanya pertentangan antara kehendak, nilai atau tujuan yang ingin dicapai yang menyebabkan suatu kondisi tidak nyaman baik didalam diri individu maupun antar kelompok. 3 dari 5 halaman
Faktor penyebab konflik atau akar-akar pertentangan suatu konflik (Soerjono Soekanto, 2006: 91-92), antara lain:
4 dari 5 halaman
Ada beberapa akibat yang dapat ditimbulkan oleh adanya pertentangan atau konflik (Soerjono Soekanto, 2006: 95-96), yakni:
5 dari 5 halaman
Terdapat beberapa cara untuk menyelesaikan konflik (Soerjono Soekanto, 1990: 77-78), yaitu: 1. Coercion (Paksaan) Penyelesaiannya dengan cara memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah. Coercion merupakan suatu cara dimana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak harus mengalah dan menyerah secara terpaksa. 2. Compromise (Kompromi) Suatu cara dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. 3. Arbitration (Arbitrasi) Merupakan suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan diantara kedua belah pihak. Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. 4. Mediation (Penengahan) Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa. Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta melapangkan jalan untuk pemecahan masalah secara terpadu. 5. Conciliation (Konsiliasi) Merupakan suatu usaha untuk mempertemukan keinginan- keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Konsep sentral dari teori konflik adalah wewenang dan posisi yang keduanya merupakan fakta sosial. Distribusi wewenang dan kekuasaan secara tidak merata menjadi faktor yang menentukan konflik sosial secara sistematik, karena dalam masyarakat selalu terdapat golongan yang saling bertentangan yaitu penguasa dan yang dikuasai (Soetomo, 1995: 33). Teori konflik melihat apapun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat merupakan pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas dan menekankan peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008 : 153). (mdk/edl)
Semua perkara perdata yang diselesaikan di pengadilan, terlebih dahulu,wajib diupayakan penyelesaian melalui mediasi.Dan, dalam pertimbangan putusan wajib menyebutkan adanya upaya mediasi, sehingga jika suatu perkara yang dalam persidangan dihadiri oleh kedua belah pihak tidak dilakukan upaya mediasi, maka putusan batal demi hukum. Mediasi adalah proses penyelesaian perkara melalui perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2008 tanggal 31 Juli 2008. Proses pemeriksaan oleh majelis hakim untuk mediasi : Catatan : Jika mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka pemeriksaan dipersidangan dilanjutkan sesuai dengan tahapannya. Jika mediasi mencapai kesepakatan, para pihak wajib menghadap hakim dengan membawa hasil kesepakatan yang telah ditandatangani para pihak. Terhadap hasil kesepakatan tersebut para pihak dapat : Untuk perkara Perceraian,maka jika tercapai kesepakatan Penggugat atau Pemohon wajib mencabut gugatannya atau permohonannya. Akan tetapi apabila kesepakatan damai hanya tercapai sebagian selain mengenai perceraian (kumulasi dengan perkara lain), maka hasil kesepakatan tersebut dapat dimintakan untuk dicantumkan dalam putusan atau dicabut (mis. baik dalam konvensi dan/atau dalam rekonvensi). Mengidentifikasi topik-topik umum permasalahan, menyepakati subtopik permasalahan yang akan dibahas dan menentukan urutan subtopik yang akan dibahas dalam proses perundingan menyusun agenda perundingan 3. |