Matius 28:19-20Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.isi : orang kristen/gereja diperintahkan untuk menyebarkan injil, membuat orang bertobat dan menjadi murid Yesus. maaf jika ada yg kurang.
Apa yang ada dipikiran Anda jika membahas tentang Amanat Agung? Atau apakah pengertian dari Amanat Agung itu sendiri? Sebagian besar dari kita akan mengaitkan Amanat Agung dengan pengabaran Injil untuk membawa jiwa-jiwa baru menjadi orang-orang yang percaya kepada Allah. Hanya dengan membawa jiwa baru sajakah? Setidaknya ada 4 hal yang harus kita pahami sebelum mengetahui apakah makna dari Amanat Agung:
Bersediakah setiap kita diubahkan untuk menjadi murid Kristus yang sejati dan membawa serta membimbing jiwa baru untuk juga menjadi muridNya? (YCG) Sewaktu diskusi Penelaan Alkitab "NHKBP" (kumpulan pemuda gereja) Taman Mini, Seksi Diakoni Sosial mengusulkan mengadakan bakti sosial di sekitar daerah Ceger di sekitar gereja. Kita mengeruk lumpur dan sampah dari parik supaya jangan banjir. Langsung timbul perbedaan pendapat. Sebagian pemuda menegaskan, "Nanti pada bakti sosial itu kita semua pakai kaus oblong bertuliskan NHKBP berdiakoni, karena aksi kita ini sekaligus Penginjilan sesuai dengan isi amanat agung Matius 28”. Pendapat itu langsung ditolak pemuda lain. Katanya,"Jangan pakai nama NHKBP. Kita pakai nama kemanusiaan . Orang tidak usah tahu bahwa kita Kristen.". Kedua kelompok yang berbeda pendapat itu sama-sama beritikad baik. Akan tetapi, kedua kelompok itu sama-sama telah jatuh dalam polarisasi. Kelompok pertama ingin gembar-gembor dan pamer panji, ingin menonjolkan identitas agama. Sebaliknya, kelompok kedua ingin diam-diam dan sembunyi-sembunyi, ingin anonim. Mereka ingin menutupi identitas agama, yang penting kita melakukan diakoni sosial melalui pengembangan masyarakat sesuai dengan pesan Matius 22. Jelas, kedua-duanya keliru. Identitas bukan untuk ditonjol-tonjolkan, namun bukan pula untuk disembunyikan. Injil bukan untuk dibangga-banggakan, namun bukan pula untuk dirahasiakan. Baik pola ekhibisionitas maupun pola anonimitas tidak sesuai dengan pengertian bersaksi tentang diri Kristus. Ada orang mengira bahwa Matius 28 bertolak belakang dengan Matius 22. Katanya, Matius 28 menyuruh kita mengabarkan Injil sedangkan Matius 22 menyuruh kita memperjuangkan keadilan sosial. Ada yang bilang, gereja A adalah gereja Matius 28 sedangkan gereja B adalah gereja Matius 22. Apa duduk perkara sebenarnya? Mari kita bandingkan kedua bab itu. MATIUS 28 Matius 28 berisi perintah yang terutama yang sering disebut "Amanat Agung" (The Great Commission). Bunyinya,"…Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan babtislah mereka…dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu…"(Mat 28:19-20). Apa inti perintah ini? Simak verba (kata kerja) dalam kalimat itu. Dalam teks bahasa Indonesia tampak seolah-olah perintah itu terdiri dari beberapa verba. Padahal dalam teks aslinya ada satu perintah dalam bentuk satu verba murni, yaitu matheteusate. Secara harfiah artinya adalah: muridkan atau jadikan murid. Secara luas artinya adalah menolong seseorang untuk belajar, untuk mempraktikkan sebuah ajaran, atau untuk meneladani perbuatan seorang pengajar. Yang tampak seperti verba, yaitu"babtislah" dan "ajarlah". Dalam teks aslinya bebentuk partisip itu berfungsi menjelaskan bagaimana atau dengan cara apa terlaksananya verba murni. Jadi, jika diringkaskan perintah itu berbunyi: jadikanlah mereka murid Kristus, pembabtisan adalah tandanya dan pelaksanaan segala teladan Kristus adalah bentuknya. MATIUS 22 Sekarang kita lihat Matius 22 yang berisi Hukum yang Terutama. Bunyinya,"Kasihilah Tuhan Allahmu…kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri"(Mat.22:37-39). Ini sering disebut"Perintah Agung". Verba dalam kedua kalimat itu adalah agapeseis yang berarti mengasihi dengan perbuatan nyata. Maksudnya, mengasihi bukan semata-mata dalam arti perasaan, melainkan dalam arti perbuatan. Mengasihi berarti menghargai, memerdulikan, atau mengindahkan . Jika kita mengindahkan sebuah nasihat, kita akan melaksanakan nasihat itu. Mengasihi adalah perkara pelaksanaan atau perkara konkret. Jika kita mengasihi, kita akan melaksanakan apa yang terbaik bagi orang yang kita kasihi itu.Perkara konkret itu lebih tampak dalam teks aslinya. Di situ bukan tertulis"sesamamu manusia"' melainkan plesion sou. Arti harafiah:tetanggamu. Tetangga adalah orang yang paling dekat secara fisik dan kelihatan dengan mata kepada kita sendiri setiap hari. Tetangga adalah riil dan konkret. Sekarang mari kita bandingkan Matius 28 dan 22 itu. Adakah perbedaan? Tentu saja berbeda karena isinya memang berbeda. Adakah pertentangan? Adakah yang bertolak belakang? Sama sekali tidak! Perintah untuk mengabarkan Injil sama sekali tidak bertolak belakang dengan perintah untuk mengasihi. Demikian juga sebaliknya. Sebab dalam mengabarkan Injil kita pun mengasihi, dan ketika mengasihi secara tidak langsung kita pun mengabarkan Injil. Keliru kalau pekabaran Injil dipahami sebagai pengkristenan, sebab pekabaran Injil adalah bersaksi tentang kasih Kristus melalui perbuatan kasih yang konkret, entah dengan atau tanpa perkataan. Pekabaran Injil dilakukan dengan menghargai, memerlukan, dan mengindahkan, bukan dengan membujuk, memaksa, atau menakut-nakuti dengan cerita neraka. Lebih keliru lagi jika pekabaran Injil dipahami sebagai penambahan gereja atau penambahan jiwa. Pekabaran Injil bukan urusan kuantitas yang hasilnya diukur secara numerik, melainkan urusan kualitas perbuatan sebagai murid. Pekabaran Injil adalah memuridkan atau menjadikan orang hidup sebagai murid Kristus. Siapa yang pertama-tama perlu hidup sebagai murid Kristus? Tentu diri sendiri jauh dari kuantitas sebagai murid Kristus? Bagaimana orang lain bisa meneladani perbuatan Kristus kalau kita sendiri memberi teladan buruk, yaitu jauh dari peduli, adil, dan jujur? Yesus tidak rasialis, tidak diskrimitif dan tidak apriori. Dia ingin semua bangsa menjadi murid-Nya. Tidak Cuma menjadi Kristen. Tidak cuma bertukar agama, tetapi menjadi murid Kristus. Istilah "murid" di sini, berbeda dengan istilah"murid" zaman sekarang yang datang ke sekolah sekian jam sehari, bertemu dan diajar oleh guru. Murid pada zamannya Yesus, ke mana pun dan di mana pun harus menyandang ciri khas dan menjaga kehormatan perguruannya. Setelah orang bersedia menjadi murid Kristus (sekali lagi, ini tidak selalu sama dengan masuk Kristen) dia mau bersama Yesus dalam kemualiaan-Nya, harus mau bersama Dia dalam kehinaan-Nya, penderitaan-Nya. Itu artinya setiap saat bersama Yesus; bukan beberapa saat bersama Yesus. Oleh karena itu, pekabaran Injil tidak patut terpisah dengan perbuatan nyata berupa kepedulian, keadilan sosial, dan perlindungan hak asasi manusia. Langkah pertama dalam pekabaran Injil adalah merasa peka terhadap penderitaan, penindasan, pemerasan, diskriminasi, eksplotasi, dan korupsi. Jelaslah, tidak ada pertentangan antara perintah untuk mengabarkan Injil di Matius 28 dan perintah untuk mengasihi di Matius 22. Kita mengabarkan Injil dengan melaksanakan kasih yang konkret dan kita mengasihi dengan melaksanakan Injil yang konkret. Jadi memang berat melaksanakan Pekabaran Injil, karena tidak selamanya kita boleh ber-PI dengan bebas. Sekarang kita memasuki globalisasi. Secara langsung dampaknya terhadap kehidupan gereja dan umat kristiani dewasa ini ialah bahwa di mana-mana masyarakat berbeda agama hidup bertetangga. Sehubungan dengan itu, masalah penting adalah bagaimana kita bersikap terbuka dan toleran terhadap agama lain tanpa menghianati kebenaran Injil, dasar ajaran Kristen dan urgensi Amanat Agung Yesus Kristus(Pekabaran Injil) untuk menjadikan semua bangsa murid-Nya. Pertanyaannya adalah: Adakah jalan untuk menyatukan iman yang kuat(strong conviction) dengan toleransi dan keterbukaan yang sungguh (genuine tolerance and openess)?. Kita yakin bahwa Roh Allah bekerja di segala tempat di dunia ini untuk memberikan"anugerah pendahuluan"(prevenient grace:lih. Rm.5:8) kepada semua orang. Pekabaran Injil kepada umat non-Kristen, harus dilakukan tanpa sikap negatif terhadap agama mereka, tetapi sebuah janji positif."God has more in store for you. You shall see greater things than these, grater things than in your sincerity you have seen thus far"(Tuhan masih memiliki cadangan untuk saudara. Saudara akan melihat perkara lebih besar dari semua itu, perkara yang lebih besar dari yang saudara miliki sekarang: Runyon,New Creation,1998, hal.220). Pekabaran Injil berdasarkan anugerah pendahuluan ini berdasarkan keyakinan bahwa Allah mengasihi semua orang dan menghendaki keselamatan dialami oleh mereka semua (lih Yoh.3:16).Amanat Agung dengan Perintah Agung bisa berjalan bersama sekali pun mengalami banyak hambatan. Kisah Rasul 1:8,"Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan seluruh dunia dan Samaria dan sampai ke uyjung bumi." Kuasa Roh Kudus menolong kita kita untuk memberitakan injil dengan ketaatan, berani, benar dan arif. (c) |