Hai, Sobat Zenius! Siapa di antara elo yang umurnya di tahun 2024 nanti udah 17 tahun? Wah, pasti elo udah nggak sabar ya buat ikut andil dalam pemilihan umum atau pemilu tahun 2024 nanti. Tapi, elo pengin tahu nggak sih pelaksanaan pemilu jaman dulu? Nah, gue mau ngajak elo buat cari tahu tentang pelaksanaan pemilu pada Masa Orde Baru. Elo pasti udah nggak asing kan dengan istilah Masa Orde Baru? Indonesia Era Orde Baru merupakan sebuah periode dalam sejarah peradaban Indonesia modern. Masa Orde Baru ini dimulai semenjak tanggal 11 Maret 1965 hingga 21 Mei 1998. Istilah Orde Baru ini diciptakan supaya kita bisa membedakan periode ini dengan periode Indonesia sebelumnya yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Nah, biar nggak kelamaan lagi, yuk ikut gue buat cari tahun tentang pemilu pada Masa Orde Baru! Pemilu pada Masa Orde Baru (Arsip Zenius)Baca Juga: Kebijakan Politik Luar Negeri Pada Masa Orde Baru – Materi Sejarah Kelas 12 Pemilu Orde BaruPemilu pada Masa Orde Baru diselenggarakan sebanyak enam kali, yaitu pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan yang terakhir 1997. Prinsip pemilu pada masa itu adalah LUBER, yaitu langsung, umum, bebas, dan rahasia. Pada masa itu hanya tiga partai politik yang mengikuti pemilu. Hal ini disebabkan adanya penyederhanaan partai politik dengan dasar hukum UU No. 3 tahun 1975. Penyederhanaan atau penggabungan (fusi) partai politik ini merupakan kebijakan Presiden Soeharto dengan tujuan demi kestabilan politik di Indonesia. Partai apa aja sih yang mengikuti pemilu? Partai tersebut antara lain adalah: Partai Demokrasi Indonesia atau PDI merupakan partai yang terdiri dari gabungan partai-partai nasionalis dan partai-partai non-islam. Partai Persatuan Pembangunan atau PPP merupakan partai yang terdiri dari gabungan partai-partai Islam di Indonesia. Golongan Karya atau Golkar, sebenarnya pada awalnya bukan merupakan partai, namun merupakan sebuah organisasi yang sudah berdiri sejak 1946. Golkar kemudian menjadi wadah orang-orang yang memiliki golongan dan mempunyai profesi di masyarakat, contohnya golongan militer, sastrawan, dan yang lainnya. Partai yang mengikuti pemilu pada Masa Orde Baru (Arsip Zenius)Elo tahu nggak sih kalau pada setiap pemilu yang diselenggarakan, Partai Golkar selalu keluar sebagai pemenang, lho. Hal ini karena Golkar selalu mendapatkan suara terbanyak pada setiap pemilihan umum. Kenapa Golkar Selalu Menang?Seperti yang kita semua ketahui, Presiden Soeharto merupakan presiden dengan masa jabatan terlama di Indonesia, yaitu dari 12 Maret 1967-21 Mei 1998. Masa pemerintahan Soeharto tersebut kita kenal sebagai Masa Orde Baru. Selama Masa Orde Baru tersebut terdapat 6 kali pemilu di Indonesia. Terus kok bisa ya, Soeharto memenangkan seluruh pemilu tersebut lewat Golkar? Pada Masa Orde Baru telah dilakukan pemilu secara teratur seperti yang udah gue bahas di atas. Meskipun pemilu berdasarkan asas LUBER, pada kenyataannya semua pemilu yang diselenggarakan selalu didominasi oleh Partai Golkar. Akibat hasil pemilu yang semuanya dimenangkan oleh Partai Golkar, berbagai kontroversi pun muncul di Masa Orde Baru. Di masa tersebut seperti yang udah gue bahas juga tadi hanya ada tiga pemilu yang mengikuti pemilu. Hal ini secara langsung merefleksikan represi politik pada masa itu. Selain adanya Dwifungsi ABRI yang memungkinkan anggotanya mendapatkan kursi dalam pemerintahan, aturan tiga partai ini mempersulit rakyat Indonesia lainnya yang merupakan rakyat sipil untuk ikut berpolitik. Selain itu pada masa orde baru tidak ada kebebasan berpendapat, terutama dalam bidang politik. Oleh karena itu tanpa kehadiran oposisi dari rakyat maupun pihak lain, Partai Golkar selalu mendominasi pemilu di Indonesia. Tanpa kehadiran oposisi, Partai Golkar selalu memenangkan pemilu pada Masa Orde Baru (Arsip Zenius)Jadi nih guys, walaupun telah diadakan pemilu sebanyak enam kali, Partai Golkar selalu mendominasi perpolitikan Indonesia pada masa Orde Baru. Hal ini membuat Soeharto terus menerus menjadi Presiden. Pada akhirnya, Soeharto mengakhiri jabatannya sebagai Presiden karena demonstrasi yang terjadi pada tahun 1998. Contoh Soal dan PembahasanOke guys, itu tadi materi tentang pemilu pada Masa Orde Baru. Gimana? Elo udah mulai tercerahkan dong? Nah, biar makin mantep nih pemahaman elo, gue kasih contoh soal yang harus elo simak berikut ini! Kebijakan Dwifungsi ABRI menunjukkan bahwa militer tidak hanya bertugas dalam bidang pertahanan, melainkan bertugas juga dalam bidang …. A. ekonomi B. sosial-politik C. kependudukan D. pendidikan E. kebudayaan Jawaban: B. sosial-politik Pembahasan: Melalui kebijakan Dwifungsi ABRI di era Orde Baru, pihak militer memiliki fungsi ganda. Tidak hanya sebagai penjaga keutuhan kedaulatan NKRI, tapi juga ikut mengurusi urusan sosial-politik, dengan andil dalam pemerintahan dan mengurusi kebijakan sosial masyarakat. Sip deh, selesai juga pembahasan materi kita kali ini. Tenang aja, elo bisa kepo lebih banyak lagi tentang materi ini dengan klik banner di bawah ini ya! See you! Baca Juga: Tujuan dan Isi Supersemar, Dimulainya Era Orde Baru – Materi Sejarah Kelas 12
Sejumlah simpatisan berparade dengan menggunakan atribut saat kampanye Partai Nasional Indonesia (PNI) di Kemayoran Gempol, Jakarta Pusat, 22 Mei 1971. ANTARA FOTO/IPPHOS/asf/1971.
Jakarata (ANTARA News) - Pemilu 1955 adalah perhelatan pesta demokrasi pertama yang diselenggarakan bangsa ini, dan juga merupakan satu-satunya pemilu yang terjadi pada era orde lama. Kala itu Republik Indonesia baru saja menginjak usia 10 tahun pascamerdeka 1945. Jika dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi, apakah berarti selama 10 tahun itu Indonesia benar-benar tidak demokratis? Tidak mudah juga menjawab pertanyaan tersebut. Yang jelas, sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan diproklamasikan Soekarno dan Hatta 17 Agustus 1945, pemerintah saat itu sebenarnya sudah menyatakan keinginannya menyelenggarakan pemilu awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 November 1945 yang berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai politik. Maklumat menyebutkan, pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Namun faktanya pemilu baru berlangsung 1955, dan penyelenggaraannya tidak sesuai pula dengan tujuan maklumat Hatta. Pemilu 1955 justru dilakukan dua kali yakni 29 September 1955 untuk memilih anggota-anggota DPR dan 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Keterlambatan dan penyimpangan tersebut bukan tanpa sebab. Kendalanya bersumber dari dalam dan luar negeri. Kendala internal yakni pemerintah tidak siap menyelenggarakan pemilu tiga bulan pascakemerdekaan. Butuh waktu bagi bangsa ini mempersiapkan perangkat-perangkat penyelenggaraan pemilu kala itu. Sedangkan tekanan eksternal berupa serbuan kekuatan asing mengharuskan segenap rakyat Indonesia membagi waktu dan tenaganya untuk juga terlibat peperangan. Meskipun dua kendala itu menghambat proses pemilu di Indonesia, tetap ada indikasi kuat pemerintah berkeinginan menyelenggarakan pemilu. Misalnya adalah dibentuknya UU No. UU No 27 tahun 1948 tentang Pemilu, yang kemudian diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 tentang Pemilu. Dalam UU No 12/1949 diamanatkan bahwa pemilihan umum yang akan dilakukan adalah bertingkat (tidak langsung), untuk menghindari distorsi akibat banyaknya warga negara yang buta huruf kala itu. Kemudian pada paruh kedua tahun 1950, ketika Mohammad Natsir dari Masyumi menjadi Perdana Menteri, pemerintah memutuskan untuk menjadikan pemilu sebagai program kabinetnya. Sejak itu pembahasan UU Pemilu mulai dilakukan lagi, yang dilakukan oleh Panitia Sahardjo dari Kantor Panitia Pemilihan Pusat sebelum kemudian dilanjutkan ke parlemen. Pada waktu itu Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, setelah sejak 1949 menjadi negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Setelah Kabinet Natsir jatuh enam bulan kemudian, pembahasan RUU Pemilu dilanjutkan pemerintahan Sukiman Wirjosandjojo, juga dari Masyumi. Pemerintah ketika itu berupaya menyelenggarakan pemilu karena pasal 57 UUDS 1950 menyatakan bahwa anggota DPR dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Tetapi pemerintah Sukiman juga tidak berhasil menuntaskan pembahasan undang-undang pemilu tersebut. Selanjutnya UU ini baru selesai dibahas oleh parlemen pada masa pemerintahan Wilopo dari PNI pada tahun 1953, yang melahirkan UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu. UU inilah yang kemudian menjadi payung hukum Pemilu 1955 yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Dengan demikian UU No. 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 yang mengadopsi pemilihan bertingkat (tidak langsung) bagi anggota DPR praktis tidak berlaku lagi. Patut dicatat dan dibanggakan bahwa Pemilu 1955 yang diikuti oleh lebih dari 30 partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan, berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Indonesia pun menuai pujian dari berbagai pihak termasuk negara-negara asing. Data yang dihimpun KPU mencatat kesadaran berkompetisi secara sehat pada Pemilu 1955 sangat tinggi. Meskipun calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. (*) COPYRIGHT © ANTARA 2014 |