Sebutkan 5 pemberontakan DI/TII di Berbagai wilayah Indonesia

Jakarta -

Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia atau yang dikenal sebagai pemberontakan DI/TII adalah sebuah gerakan yang bertujuan mendirikan Negara Islam Indonesia. Pemberontakan ini bermula di Jawa Barat dan menyebar ke berbagai daerah lain.

Para pemimpin DI/TII di berbagai daerah pun berbeda. Simak sejarah singkat beserta tokoh-tokohnya.

Pemberontakan DI/TII

1. Jawa Barat

Pemimpin pemberontakan DI/TII di Jawa Barat adalah Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo (S. M. Kartosuwirjo). Mengutip dari Ilmu Pengetahuan Sosial (Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi) untuk Kelas IX SMP karya Nana Supriatna, Mamat Ruhimat, dan Kosim, saat masa pergerakan nasional, Kartosuwirjo adalah tokoh pergerakan Islam Indonesia yang cukup disegani.

Latar belakang pemberontakan DI/TII di Jawa Barat adalah ketika pemerintah RI pada 1948 menandatangani Perjanjian Renville. Berdasarkan perjanjian ini, pengikut RI diharuskan mengosongkan Jawa Barat dan berpindah ke Jawa Tengah.

Kartosuwiryo menilai hal ini sebagai pengkhianatan pemerintah RI terhadap perjuangan rakyat Jawa Barat. Bersama-sama dengan kurang lebih 2.000 pengikutnya yang terdiri dari laskar Hizbullah dan Sabilillah, dia tidak bersedia untuk hijrah dan memulai usaha pendirian Negara Islam Indonesia (NII).

2. Jawa Tengah

Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dipimpin oleh Amir Fatah dan Mahfu'dz Abdurachman atau Kyai Somalangu). Amir Fatah adalah komandan laskar Hizbullah di Tulangan, Sidoarjo, dan Mojokerto.

Setelah memperoleh pengikut, Amir Fatah mendeklarasikan dirinya untuk bergabung dengan DI/TII pada 23 Agustus 1949 di Desa Pangarasan, Tegal. Dia pun diangkat sebagai Komandan Pertempuran Jawa Tengan berpangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia.

Di lokasi lain, Kebumen, pemberontakan DI/TII dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) di bawah pimpinan Kyai Somalangu. Kedua gerakan tersebut pun bergabung dengan DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin Kartosuwirjo.

Pemberontakan di Jawa Tengah menjadi semakin kuat pasca Batalion 624 membelot dan bergabung dengan DI/TII di Kudus dan Magelang pada Desember 1951.

3. Aceh

Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Daud Beureuh. Dia adalah seorang ulama yang berpengaruh di sana.

Peristiwa DI/TII di Aceh bermula dari rasa tidak puas rakyat Aceh atas kebijakan pemerintah karena wilayah mereka diubah menjadi satu karesidenan di bawah Sumatra Utara. Daud Beureuh memberontak karena tidak puas mengenai otonomi daerah, ketidaklancaran rehabilitasi dan modernisasi di Aceh, serta pertentangan antargolongan.

Pemberontakan DI/TII di daerah ini pun ditandai dengan diproklamasikannya Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia Kartosuwirjo pada 20 September 1953.

4. Sulawesi Selatan

Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Mudzakar. Setelah perang kemerdekaan, dia kembali ke kampung halamannya di Sulawesi Selatan dan memimpin berbagai laskar perjuangan di sana yang tergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS).

Alasan utama dirinya memberontak adalah rasa tidak puas atas rasionalisasi. Pemerintah menetapkan adanya seleksi atas anggota KGSS untuk menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).

Melalui suratnya pada 30 April 1950, Kahar meminta supaya semua anggota KGSS dimasukkan ke dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin. Namun, pemerintah tak dapat memenuhinya dan mengambil langkah menyalurkan anggota gerilyawan ke Korps Cadangan Nasional.

Kahar Mudzakar pun diberi pangkat Letnan Kolonel. Kendati begitu, pada saat pelantikannya 17 Agustus 1951 dia dan pengikutnya melarikan diri ke hutan-hutan dengan membawa senjata. Pada Januari 1952 dia menyatakan Sulawesi Selatan sebagai bagian dari NII di bawah Kartosuwirjo.

5. Kalimantan Selatan

Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar atau Haderi bin Umar alias Angli. Ibnu Hajar adalah mantan Letnan Dua TNI yang membelot dengan cara mendirikan gerakan Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRYT).

Ibnu Hajar juga menyatakan gerakannya itu merupakan bagian dari DI/TII Kartosuwirjo. Pada Oktober 1950, Ibnu Hajar menyerang pos-pos APRIS di Kalimantan Selatan.

Itulah daftar pemimpin pemberontakan DI/TII di Jawa Barat sampai Kalimantan Selatan. Selamat belajar, detikers!

Simak Video "Heboh! Pria Ngaku Panglima Jenderal Kibarkan Bendera NII & Ajak Warga Masuk"


[Gambas:Video 20detik]
(nah/lus)

5 Pemberontakan DI/TII di Berbagai Daerah di Indonesia (Lengkap) - Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) resmi berdiri tanggal 7 Agustus 1949. Akan tetapi, akar sejarahnya telah ada sejak zaman Jepang, pada saat datang keinginan untuk menciptakan negara berdasarkan Islam. Dewan Imamah (Penasihat) DI/TII adalah Soekarmadji Maridjan Kartosuwirjo.

Rongrongan atas keamanan dalam negeri juga dilakukan DI/TII. Pemberontakan DI/TII merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Pemberontakan DI/TII timbul di beberapa daerah di Indonesia, antara lain adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Aceh.

Sebutkan 5 pemberontakan DI/TII di Berbagai wilayah Indonesia



1. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat


Gerakan DI/TII  di Jawa Barat tampak pada waktu terjadi penarikan pasukan TNI dari wilayah yang diduduki Belanda ke wilayah RI sebagai akibat perundingan Renville. Akan tetapi, anggota Hizbullah dan Sabilillah tidak mengikuti ketentuan perundingan Renville. kedua laskar itu berada di bawah pengaruh Seoekarmadji Maridjan Kartosuwirjo. Semula Kartosuwirjo ikut bergerilya di daerah Jawa Barat. Ia ingin membentuk negara Islam lepas dari Republik Indonesia. Untuk itu ia menghimpun orang-orang yang setia kepadanya untuk masuk tentara Darul Islam. Pada tanggal 4 Agustus 1949 Kartosuwirjo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Tindakan Kartosuwirjo itu membahayakan persatuan dan kesatuan nasional. Rakyat pun sangat dirugikan karena Kartosuwirjo dan anggotanya melakukan teror, pembunuhan, pengrusakan, dan pengambilan harta kekayaan masyarakat secara paksa. Penumpasan Gerakan DI/TII di Jawa Barat memakan waktu yang lama. Baru pada tahun 1960-an, Divisi Siliwangi mulai melancarkan operasi secara terstruktur dan besar-besaran. Dengan dibantu rakyat dalam operasi "Pagar Betis", pada saat tahun 1962 gerombolan DI/TII akhirnya bisa dihancurkan. Kartosuwirjo dapat ditangkap di Gunung Geber, ia kemudian di hukum mati.

2. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah


Perjuangan DI/TII memperoleh dukungan dari Jawa Tengah. Tokoh utamanya adalah Amir Fatah. Ia sebelumnya adalah pejuang dan komandan laskar Hizbullah. Selanjutnya ia berhasil mempengaruhi laskar Hizbullah yang ingin bergabung dengan TNI di Tegal. Amir Fatah kemudian memproklamasikan diri dan bergabung dengan DI/TII Kartosuwirjo tanggal 23 Agustus 1949. Mereka membentuk pemerintah tandingan di daerahnya. Gerakan yang sama juga ada di Kebumen. Pemimpinnya adalah Mohammad Mahfu'dh Abdulrachman atau yang lebih dikenal dengan nama Kiai Sumolangu. Gerakannya juga merupakan penerus DI/TII Kartosuwirjo dengan markas di Brebes dan Tegal. Pembelotan ini merupakan pukulan bagi TNI saat itu. Pemerintah lalu membentuk pasukan Benteng Raiders untuk menghadapi gerakan tersebut. Denan pasukan ini, pemerintah menggelar operasi Gerakan Banteng Negara. Sisa-sisa gerakan DI/TII di Jawa Tengah kemudian berhasil dikalahkan oleh pemerintah melalui Operasi Guntur. Pada mulanya gerakan DI/TII di Jawa Tengah sudah mulai terdesak oleh TNI. Namun, pada bulan Desember 1951 mereka menjadi kuat kembali karena mendapat pertolongan dari Batalyon 426. Batalyon 426 di daerah Kudus dan Magelang memberontak dan menggabungkan diri menjadi DI/TII. Kekuatan Batalyon pemberontak ini dapat dihancurkan. Sisa-sisanya lari ke Jawa Barat berbagabung dengan DI/TII Kartosuwirjo. Sementara itu, di daerah Merapi dan Merbabu terjadi kerusuhan oleh gerakan Merapi Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini dapat dihancurkan TNI pada bulan April 1952. Sisa-sisanya bergabung dengan DI/TII. Kekuatan DI/TII di daerah Jawa Tengah yang semula dapat dipatahkan justru menjadi kuat lagi karena bergabungnya sisa-sia Batalyon 426. Untuk mengatasi pemberontakan itu, segera dibentuk pasukan Banteng Raiders. Pasukan itu selanjutnya mengadakan operasi kilat yang dinamakan Gerakan Banteng Negara (GBN). Pada tahun 1954, gerakan DI/TII di Jawa Tengah dapat dikalahkan setelah pusat kekuatan gerakan DI/TII di perbatasan Pekalongan-Banyumas dihancurkan.

3. Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan


Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dikobarkan oleh Ibnu Hadjar, seorang mantan Letnan Dua TNI. Ia memberontak dan menyatakan gerakannnya sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwirjo. Dengan pasukan yang bernama Kesatuan Rakyat yang Tertindas, Ibnu Hadjar menyerang berbagai pos kesatuan tentara di Kalimantan Selatan dan melakukan aksi pengacauan pada bulan Oktober 1950. Pemerintah memberi kesempatan pada Ibnu Hadjar untuk menghentikan pemberontakannya secara damai. Ia pernah menyerahkan diri dengan pasukannya. Ia diterima kembali ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia. Tetapi, ia melarikan diri dan melanjutkan pemberontakan. Pemerintah RI akhirnya mengambil tindakan tegas dan berani. Pada akhir tahun 1959, pasukan Ibnu Hadjar dapat dihancurkan. Ibnu Hadjar sendiri dapat ditangkap.

4. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan


Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar. Kahar Muzakar adalah seorang pejuang kemerdekaan yang selama Perang Kemerdekaan ikut berjuang di Pulau Jawa. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Kahar Muzaka berpulang ke Sulawesi Selatan. Ia berhasil menghimpun dan memimpin laskar-laskar gerilya di Sulawesi Selatan. Laskar-laskar itu tergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Pada tanggal 30 April 1950, Kahar Muzakar mengirim surat untuk pemerintah dan pimpinan APRIS. Ia meminta agar semua anggota KGGS dimasukkan dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin. Permohonan itu ditolak karena hanya mereka yang lulus dalam penyaringan saja yang boleh diterima dalam APRIS. Pemerintah mengambil kebikjasanaan untuk menyalurkan bekas gerilyawan ke dalam Korps Cadangan Nasional. Kahar Muzakar sendiri diberi pangkat Letnan Kolonel. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan pemerintah tampaknya membawa hasil. Akan tetapi, pada saat akan dilantik, Kahar Muzakar bersama anak buahna melarikan diri ke hutan dengan membawa berbagai peralatan yang diberikan. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 17 Agustus 1951. Pada bulan Januari 1952, Kahar Muzakar menyatakan daerah Sulawesi Selatan sebagai bagian dari Negara Islam Inedonesia di bawah pimpinan Kartosuwirjo. Pemerintah memutuskan untuk mengambil tindakan tegas dan mulai melancarkan operasi militer. Operasi penumpasan pemberontakan Kahar Muzakar memakan waktu yang lama. Pada bulan Februari 1965, Kahar Muzakar tewas dalam suatu penyerbuan. Bulan Juli 1965, Gerungan (orang kedua setelah Kahar Muzakar) dapat ditangkap. Dengan demikian berakhirlah pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan.

5. Pemberontakan DI/TII di Aceh


Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh. Pemberontakan pecah karena kekhawatiran akan kehilangan kedudukan dan perasaan kecewa diturunkannya kedudukan Aceh dari daerah istimewa menjadi karesidenan di bawah provinsi Sumatera Utara. Semula Tengku Daud Beureueh adalah GUbernur Militer daerah Istimewa Aceh. Pada tahun 1950 kedudukan Aceh diturunkan dari provinsi menjadi karesidenan, Daud Beureueh tidak senang karena jabatannya diturunkan. Pada tanggal 20 September 1953, Daud Beureueh mengeluarkan maklumat yang mengatakan bahwa Aceh merupakan bagian dari NII di bawah Kartosuwirjo. Setelah itu, Tengku Daud Beureueh mengadakan gerakan dan mempengaruhi masyarkat melalui propaganda bernada negatif terhadap pemerintah RI. Untuk menghadapi gerakan itu, pemerintah mengirim pasukan yang memiliki persenjataan lengkap. Setelah beberapa tahun dikepung, baru pada tanggal 21 Desember 1962 tercapailah Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh. Banyak dari gerombolan itu yang kembal ke panguan RI. Dengan demikian, pemberontakan DI/TII di Aceh dapat diselesaikan dengan cara damai. Pemimpin dari gerakan ini pun setuju untuk kembali ke pangkuan RI. Parkarsa penyelesaian di Aceh tersebut dipimpin oleh Kolonel M. Jasin, Panglima Kodam I Iskandar Muda.

Baca juga: PKI Madiun 1948 (Sejarah, Tujuan, Latar Belakang, Penumpasan)

Demikianlah artikel kali ini tentang 5 Pemberontakan DI/TII di Berbagai Daerah Indonesia (Lengkap). Semoga bermanfaat bagi Anda. Sekian dan terimakasih.