Salah satu bangsa yang menggunakan magnet untuk Pengobatan adalah bangsa

tirto.id - Pernah mendengar tentang aksesori yang berfungsi sekaligus sebagai pencegah atau penyembuhan penyakit? Jamaknya, ia dikemas dalam bentuk gelang, cincin, kalung, atau sepatu. Bahannya secara umum terbuat dari bebatuan alami atau magnet.

Salah satu praktik medis alternatif besar-besaran yang diklaim dapat mencegah dan menyembuhkan penyakit adalah terapi magnetik. Terapi ini menggunakan magnet statis yang disisipkan ke berbagai bentuk, tak hanya aksesori seperti gelang, cincin, atau kalung kesehatan, tapi juga pakaian, sepatu, bahkan tempat tidur.

Laporan Langone Medical Center di New York University menyebutkan setidaknya terapi magnet sudah ada sejak 2.000 tahun lalu. Para tabib di Eropa dan Asia menyakini logam tersebut dapat menarik penyakit keluar dari dalam tubuh. Magnet statis sering diklaim punya kemampuan mengubah medan bioenergetik atau biofield, medan energi yang konon mengelilingi tubuh.

Klaim lain terhadap sisipan magnet dalam aksesoris kesehatan itu dipercaya meningkatkan aliran darah, sehingga lebih cepat menyembuhkan jaringan rusak. Klaim-klaim ini mungkin terdengar masuk akal, darah memang mengandung zat besi, sedangkan sifat magnet adalah menarik besi. Jadi, ide bahwa magnet kesehatan menarik besi yang ada di dalam aliran darah sehingga memperlancar aliran darah terdengar masuk akal.

Namun, faktanya, besi di dalam darah saling berikatan dengan hemoglobin dan tidak bersifat feromagnetik (menarik magnet). Jika darah bersifat feromagnetik, tubuh akan meledak ketika menjalani tes kesehatan magnetik seperti pemindaian MRI. Pada alat MRI, ada magnet dengan kekuatan magnetik ribuan kali lebih kuat ketimbang magnet dalam "aksesori kesehatan" tersebut.

Salah satu bangsa yang menggunakan magnet untuk Pengobatan adalah bangsa

Sementara itu, magnet pada aksesori kesehatan memiliki medan magnet yang sangat lemah, sehingga kekuatan magnetiknya akan sulit menembus kulit. Magnet terapi umumnya hanya berukuran 400 hingga 800 gauss (satuan unit kekuatan magnet). Coba saja buat percobaan sederhana dengan mengamati interaksi magnet dengan penjepit kertas contohnya, ketika dipisahkan kaus kaki.

Klip kertas jelas tak akan menempel kuat pada magnet, bahkan mungkin medan magnetik yang ada tak cukup kuat untuk dapat menarik klip tersebut. Bayangkan beberapa kaus kaki yang ditumpuk adalah kulit, karena kulit manusia punya ketebalan tiga milimeter lebih tebal dari kaus kaki.

Selain magnet, metode terapi alternatif lain yang digandrungi adalah aksesori yang terbuat dari kristal atau bebatuan alam. Para pendukung metode ini percaya bahwa bahan-bahan tersebut dapat bertindak sebagai medium penyembuhan, membuat energi positif masuk ke dalam tubuh dan mengeluarkan energi negatif (penyebab penyakit).

Meski digolongkan sebagai pseudosains oleh para peneliti dan ahli medis, terapi kristal atau batuan alami sangat populer digunakan di spa, klinik kesehatan, atau panti pijat karena dipercaya dapat membantu relaksasi di titik-titik tertentu pada tubuh. Batu amethyst atau kecubung, misalnya, diyakini bermanfaat bagi usus, lalu aventurine hijau menyehatkan jantung, atau topaz kuning untuk menjernihkan pikiran/mental.

Baca juga:

  • Jangan Sepelekan Varises yang Bisa Terkait Penyakit Jantung
  • Tak Perlu Jadi Superman untuk Menolong Korban Henti Jantung

src="//mmc.tirto.id/image/2018/06/12/terapi-tipu-tipu-kesembuhan-semu--mild--mojo.jpg" width="860" alt="Infografik Terapi tipu tipu kesehatan semu" /

Dibuai Efek Plasebo

Beberapa penelitian membuktikan terapi magnet maupun kristal dan bebatuan alami tak berpengaruh apa pun bagi tubuh. Pada 2006, Leonard Finegold, profesor fisika dari Drexel University, menulis di British Medical Journal soal kemanjuran terapi magnet dengan ragam literatur ilmiah. Menurut Finegold, tak ada bukti bahwa magnet berdampak positif bagi kesehatan. Kalaupun ada, manfaatnya kecil.

"Klaim-klaim yang luar biasa memerlukan bukti yang luar biasa pula," tandas Finegold.

Riset yang dilakukan oleh Christopher French dan kolega-koleganya di Goldsmiths College, University of London juga menunjukkan bahwa tak ada bukti manfaat dari bebatuan dan kristal, kecuali efek plasebo. Ketika "terapi-terapi" ini membikin Anda merasa baikan secara sementara, tak ada bukti bahwa ia bisa sungguh-sungguh mengobati penyakit atau menangani masalah-masalah kesehatan, kata French seperti ditulis Live Science.

French pada 2001 melakukan percobaan dengan 80 responden yang diminta bermeditasi selama lima menit sambil memegang kristal kuarsa asli atau tiruan. Mereka juga tak diberi informasi mengenai keaslian kristal. Namun, para peneliti tak menemukan perbedaan efek yang dilaporkan pemegang kristal palsu dan asli. Mereka sama-sama merasakan sensasi hangat di tangan saat memegang kristal dan mengalami peningkatan stamina.

Selain penelitian French, penelitian oleh Max H. Pittler, dkk setahun kemudian juga mengklaim hasil serupa. Kesimpulannya, tak ada bukti pendukung bahwa penggunaan magnet statis dapat menghilangkan rasa sakit, sehingga ia tak direkomendasikan sebagai pengobatan efektif. Begitu pun dengan terapi kristal dan bebatuan alam.

Baca juga:

  • Trastuzumab, Obat Kanker Payudara yang Tak Lagi Ditanggung BPJS
  • Tiga Cangkir Kopi Sehari Perkecil Risiko Penyakit Hati & Kanker

Meski telah banyak literatur yang membantah keampuhan magnet dan bebatuan tersebut, masih banyak yang mempercayai khasiat kesehatan bebatuan tersebut karena klaim penjualnya. Bahkan, ada penjual yang berani menjamin alat terapinya dapat menyembuhkan kanker. Akibatnya, masyarakat jadi lebih tertarik berobat alternatif ketimbang pergi ke dokter dan berolahraga untuk menjaga stamina.

“Penjualnya menawarkan harapan dan mereka berani klaim bisa menyembuhkan. Sementara kami para dokter telah disumpah tidak menjual harapan,” kata dr. Jiemi Ardian, seorang dokter ahli kejiwaan sekaligus hipnoterapis, saat berbincang bersama saya mengenai fenomena ini.

Bagi Anda yang telah mengetahui fakta ini, jangan sia-siakan uang dan waktu demi membeli manfaat kesehatan yang semu belaka.

Baca juga artikel terkait PENGOBATAN ALTERNATIF atau tulisan menarik lainnya Aditya Widya Putri
(tirto.id - adi/msh)


Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

KOMPAS.com - Manfaat magnet bagi kesehatan sudah sangat lama dikenal. Lebih dari 2.000 tahun lalu, orang Cina dan India kuno telah membuktikan bahwa penggunaan batu yang menghasilkan magnet dapat mengatasi berbagai gangguan seperti stres, ayan, susah tidur, serta masalah ginjal dan hati.

Tubuh manusia memerlukan magnet. Hal ini diperkuat oleh catatan mengenai kondisi para astronot yang pertama kali mendarat di bulan ketika mereka pulang ke bumi. Ketika itu ketiga astronot tersebut harus dikarantina karena sulit berjalan dan mengalami gangguan metabolisme tubuh. Padahal, mereka dilengkapi oksigen, air, dan nutrisi yang cukup ketika pergi ke luar angkasa.

Dari hasil riset, tubuh para astronot itu tidak terkena magnet bumi ketika di luar angkasa. Sejak itulah para ahli mulai mengamati pengaruh magnet terhadap tubuh manusia.

Belakangan ini penggunaan gelang dan kalung magnet sedang ngetren. Aksesori magnetik yang harganya ratusan ribu hingga jutaan rupiah ini laris manis karena diyakini bermanfaat bagi kesehatan.

Simak saja cerita Ido (25). Awalnya pria yang berprofesi sebagai penulis ini tak percaya pada cerita temannya yang mengatakan gelang ini bisa menambah stamina. Setelah mencoba, ia pun mulai percaya. Katanya, "Stamina jadi lebih kuat dan tubuh lebih seimbang." Apalagi setelah mendapat informasi di internet bahwa gelang ini banyak dipakai orang terkenal, salah satunya pebasket Shaquille O'Neal.

Aliran darah meningkat
Dijelaskan oleh Dr. Erwin Kusuma, Sp.KJ(K), seorang terapis cara holistik dari Klinik Pro-V, pengaruh magnet antara lain melancarkan peredaran darah. "Medan magnet dapat memengaruhi peredaran darah. Aliran darah dalam tubuh akan meningkat. Ketika aliran darah meningkat, otomatis oksigen dpn nutrisi lain akan disalurkan lebih cepat lagi ke seluruh tubuh," papar pria yang juga pemerhati penyembuhan dengan magnet dan energi ini.

Dengan demikian, tubuh akan memiliki persediaan oksigen dan nutrisi yang lebih besar untuk menjaga organ-organ dalam. Medan magnet akan lebih mudah menyerap ke tubuh jika ditempatkan langsung pada pembuluh arteri utama, seperti pembuluh arteri jantung yang terdapat pada pergelangan tangan atau pembuluh arteri karotid yang terdapat di leher.  Dengan demikian, banyak penyakit yang diakibatkan oleh kurang lancarnya aliran darah bisa diatasi.

Hal ini diamini Tom Suhalim, Dipl. Phyt, ND, ahli naturopati dari Klinik Pro-V. Tom mengatakan, berbagai keluhan yang berkaitan dengan peredaran darah bisa diatasi dengan gelang maupun kalung magnet ini.

Ketika diuji dengan foto aura, gelang dan kalung magnetik ini menunjukkan hasil positif. "Aura orang yang mengenakan benda tersebut jadi lebih besar. Aura yang membesar membuat seseorang lebih sehat dan lebih tahan terhadap serangan penyakit," sebut Tom.

Yang harus diingat, pengaruh medan magnet tidak sama pada tiap orang. "Semua tergantung kondisi pemakainya. Jadi, hasilnya jangan disamaratakan," tambahnya.

Meski begitu, Dr. Erwin dan Tom Suhalim mengingatkan masyarakat agar waspada. "Tidak semua orang cocok mengenakan gelang atau kalung magnetik ini. Seharusnya orang yang hendak menggunakannya diperiksa terlebih dahulu," kata Dr. Erwin.

Jangan dipakai terus
Selain itu, durasi mengenakan gelang dan kalung magnet juga harus diperhatikan. Banyak orang yang salah kaprah dengan mengenakan benda itu terus-menerus. "Medan magnet membuat metabolisme tubuh menjadi cepat. Padahal, tubuh juga butuh istirahat. Kalau digunakan tanpa istirahat, malah bisa merusak organ dalam tubuh," kata Tom.

Tidak hanya itu, keaslian gelang dan kalung tersebut juga harus terjamin. Karena seringkali ada gelang dan kalung yang diperjualbelikan namun tidak mengandung satuan magnet yang ideal untuk "membetulkan" kondisi tubuh.

Untuk mengatasi itu, ada cara mengukur satuan magnet dengan menggunakan Gaussmeter. Menurut Dr. Erwin, kandungan magnet pada gelang dan kalung yang bagus antara 1.000 hingga 3.000 Gauss. Karena tidak tiap orang memiliki Gaussmeter, cara mudah untuk mengujinya adalah dengan menempelkan sendok.

"Jika sendok itu tetap menempel lengket dan tidak jatuh, berarti medan magnet gelang atau kalung itu sesuai standar. Waspada juga, jangan sampai lebih dari 3.000 Gauss karena bisa merusak tubuh jika digunakan terus-menerus," ungkapnya. (GHS/Michael)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.