Quran surah al-hadid ayat 22 berikut menerangkan tentang

Quran surah al-hadid ayat 22 berikut menerangkan tentang
tujuan musibah tafsir surah al-hadid

BincangSyariah.Com – Beberapa hari ini bangsa kita diuji oleh Allah berupa musibah banjir dimana-mana sehingga banyak korban dan masyarakat mengungsi ke tempat yang aman Sebetulnya apa sih tujuan musibah ini diturunkan? (Doa Imam Ibrahim bin Adham Ketika Terdapat Tanda Musibah)

Allah menciptakan makhluknya tidaklah sia-sia, namun menyimpan hikmah dan tujuan yang harus digali, dicerna oleh manusia agar mampu memahami rahasia keagungan-Nya sehingga menambah kedekatan dengan-Nya. Salah satu hikmah musibah dijelaskan dalam Surat al-Hadid ayat 22-23 yang berbunyi:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ () لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ () الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

Artinya:

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Menurut ar-Razi dalam tafsirnya, hakikat musibah telah ditentukan oleh Allah baik yang ada dibumi, misalnya banjir, kemarau panjang, gagalnya hasil pertanian. Musibah yang dirasakan manusia ada dua kategori. Pertama, seperti sakit, fakir, kematian keluarga. Kedua, sebagai ujian kebaikan maupun keburukan.

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa ada dua hakikat musibah yang perlu diketahui, yaitu:

Pertama, supaya manusia tak putus asa atas apa yang telah dia dapatkan. Imam al-Baidhawi menjelaskan bahwa tujuan dari musibah bertujuan agar manusia tak sedih atas hilangnya kenikmatan dunia yang ia miliki dari genggamannya.

Kedua, agar manusia tak bangga atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah. Imam Baghawi dalam tafsirnya yang berjudul Ma’alim at-Tanzil mengutip pendapat Ikrimah yang menyatakan setiap orang pasti merasakan kesenangan juga merasakan kesusahan, kesedihan, maka dari itu jadikanlah kesenangan itu untuk bersyukur atas nikmat-Nya, dan jadikan kesedihan sebagai penguat dalam menghadapi kesabaran.

Dari penjelasan di atas, manusia harus positif thingking kepada Allah, terutama musibah yang diberikan-Nya tidak lain agar manusia menyadari ketidakmampuannya atas apa yang ia perbuat, ia miliki supaya disyukuri, serta tak bangga atas apa yang ia miliki, karena semuanya hanya titipan, tak lama lagi akan kembali ke sisi-Nya.

Selengkapnya di Islami.co

Setiap musibah yang datang kepada manusia adalah atas izin Allah SWT. Berangkat dari itu, maka musibah harus disikapi dengan bijaksana dan bersikap sesuai ketentuan Allah. Karena setiap musibah yang menimpa, pasti ada hikmah dari Allah SWT yang bermanfaat untuk semua manusia.

Syekh Imam al-Qurtubi menyatakan dalam Tafsir Al-Qurtubi, bahwa musibah adalah segala sesuatu yang diderita atau dirasakan oleh mukmin. Dan kata musiibah ini adalah bentuk tunggal, sedangkan jamaknya al-mashaaib. Musibah ini biasanya diucapkan ketika seseorang mengalami malapetaka, walaupun malapetaka yang dirasakan itu ringan atau berat baginya. Kata musibah juga sering dipakai untuk kejadian-kejadian yang buruk dan tidak dikehendaki.

Allah SWT dalam berkehendak juga tidaklah sia-sia, karena setiap kehendakNya mengandung hikmah yang perlu diteladani, dengan begitu akan menambah kedekatan denganNya. Berikut merupakan QS. al-Hadid [57]: 22-23 yang menjelaskan terkait hikmah dari musibah:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَل مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ23

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri malainkan telah tertulis dalam kitab (lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Kami jelaskan yang demikian itu supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu bergembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiaporang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al-Hadid ayat 22-23).

Menurut Quraish Shihab pada kitab Tafsir al-Misbah, QS. al-Hahid [57]: 22 menganjurkan untuk tidak terpengaruh dengan gemerlap duniawi, karena sesungguhnya ayat tersebut mengingatkan manusia jangan terlalu risau dengan apa yang mungkin dibisikan setan menyangkut dampak negatif berinfak dan berjuang. Sebab tiada suatu bencanapun yang menimpa kamu atau siapapun di bumi, seperti kekeringan, paceklik, longsor, gempa, banjir, dan tidak pula pada dirimu sendiri, seperti penyakit, kemiskinan, kematian, dan lain-lain, melainkan sudah tercatat dalam kitab yakni Lauh Mahfudh.

Maka Allah mengingatkan kepada makhluknya untuk tidak bersikap sombong hingga lupa daratan, begitu pula Allah juga tidak menyukai orang yang berputus asa akibat kegagalan. Karena sesungguhnya musibah itu bisa buruk dan bisa menyenangkan. Jadi QS. al-Hadid [57]: 22-23 ini, menjelaskan hakikat musibah yang bertujuan menempa manusia dan telah tertulis dalam kitab Lauh Mahfuzh.

Dituliskan juga oleh Ibnu Hatim pada karyanya Tafsir al-Quran al- adzim Ibnu Abi Hatim, bahwa seorang Nabi juga pernah mengalami putus asa ketika berdakwah yakni peristiwa nabi Yunus. Kemudian Allah memberiya musibah beliau dengan ditelannya Nabi Yunus oleh ikan Paus yang besar. Selanjutnya Nabi Yunus memohon kepada Allah SWT,berikut doa Nabi Yunus:

اللَّهُمَّ، لَا إِلَهَ إِلا أَنْتَ سُبْحَانَك إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

“Ya Allah, tidak ada Tuhan melainkan Engkau, maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang aniaya”

Pendapat lain dari Imam al-Baidhawi juga menjelaskan bahwa hikmah dari datangnya musibah tidak lain adalah agar manusia tidak sedih atas hilangnya kenikmatan dunia yang ia miliki dari genggamannya. Serta tetap bersyukur atas segala karunia yang Allah berikan padanya makluknya.

Hikmah dari musibah bisa dirasakan jika seorang hamba tetap berhusnudzan kepada Allah SWT, sabar serta tidak meninggalkan rasa syukur ketika memperoleh nikmat ataupun kesulitan hidup. Tetap optimis, yakin bahwa selalu ada hikmah disetiap musibah. Wallahu a’lam.