Orang yang berilmu jauh lebih titik-titik dari orang ahli ibadah tetapi tidak disertai ilmu

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah…”
(Q.S. Ali Imrân [3]: 110)

Menjadi umat pilihan yang mendapatkan keuntungan lebih banyak dari umat lain adalah suatu anugrah dari Allah. Umat Islam adalah umat yang paling istimewa, salah satunya adalah dengan disempurnakannya agama Islam sebagai agama samawi yang di-ridhai oleh Allah. Di sisi lain ada orang-orang Islam yang lebih baik dari orang-orang Islam itu sendiri yaitu orang-orang yang menyeru kepada kebaikan dan menjauhi kepada keburukan. Mereka adalah para alim ulama yang memiliki ilmu yang sangat mumpuni dan ke hujjah-annya tidak diragukan lagi. Kata-kata yang perlu digaris bawahi adalah ilmu, karena semua orang memiliki ilmu tapi tidak semua orang menjadikan ilmu tersebut bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

Ilmu ialah hal yang sangat berharga di dunia ini. Ilmu sebagai alat untuk menilai baik dan buruk, benar dan salah, halal dan haram. Allah zat yang ilmunya tidak ada sekutu dan ilmunya paling luas, Dia menunjukan tanda-tanda keluasan ilmunya dengan mengajarkan Nabi Adam berbagai macam nama-nama yang ada di jagad raya. Lalu disebutkannya nama-nama yang telah diajarkan oleh Allah kepada Malaikat. Yang mana kisahnya diceritakan dalam firman Allah,
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudia Dia perlihatkan kepada malaikuat seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku semua nama (benda) ini, jika kamu yang benar!”. Mereka menjawab “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain yang Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Maha Pengetahui, Maha Bijaksana”. Dia (Allah) berfitman, “Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!” Setalah dia (adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku katakan kepadamu bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan””. (Q.S. al-Baqarah [2]: 31-33)

Dari kisah tersebut dapat diambil pelajaran bahwa menuntut ilmu adalah sebagian kewajiban dari tiap-tiap manusia khususnya orang yang beriman. Dan menuntut ilmu wajib dengan guru-guru yang sanad ilmunya sampai kepada Rasulullah `.

Kriteria orang berlimu dibagi menjadi tiga yaitu muqallid, muttabi’, mujtahid. Orang-orang ini merupakan orang-orang yang berilmu tetapi berbeda tingkatannya. Muqallid adalah orang yang ilmunya sedikit, dia adalah yang mengikuti ulama tanpa tahu dalil atau dasar dari suatu hujjah-nya itu. Sebagai orang yang muqallid dia harus belajar dan bila ada kerancuan hukum dia belum boleh berfatwa. Muttabi’ adalah orang yang berlimu dan masih menuntut ilmu. Kelebihan muttabi’ dia mengikuti ulama tetapi dia tahu dalil-dalil yang membuat dia tertuju kepada satu ulama tertentu dengan yakin. Mujtahid adalah orang yang mendalam ilmunya dan jika ada hukum yang masih rancu maka diharuskan seorang mujtahid ini mengeluarkan fatwanya.

Tidak menutup kemungkinan seorang yang muqollid mengeluarkan fatwa-fatwa jika ada suatu hukum yang baru. Muqallid tersebut harus menuntut ilmu dengan giat melalui guru-guru yang berkompeten di tiap-tiap bidangnya.
Seorang yang berilmu harusnya memiliki adab-adab yang secara dzahir mencerminkan ilmunya. Adab-adab tersebut adalah sebuah pantangan bagi seorang yang berilmu untuk dilanggarnya demi kesempurnaan ilmunya dan demi ke-Ridhaan Allah l atas ilmu yang dia miliki. Lantas apa saja adab-adab yang harus dimiliki oleh oang yang berilmu?

1. Jangan menyombongkan diri.
Seseorang yang menyombongkan diri karena keluasan ilmunya adalah salah besar. Allah berfirman:

“Dan janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan bisa menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang seperti gunung”. (Q.S. al-Isra [17]: 37)

Allah l memberikan sindiran kepada orang-orang yang sombong. Sombong dalam harta, tahta, ataupun dalam hal memiliki ilmu. Terbesit jelas apa yang tersirat dalam ayat tersebut, bahwa bagi orang-orang yang sombong dengan hal yang dimilikinya pasti ada yang lebih dari apa yang mereka sombongkan. Maka dari itu mereka yang menyombongkan ilmu yang mereka miliki, mereka tidak akan mampu menjulang seperti gunung.

2. Menjaga Ilmunya.
“Bencana orang berilmu adalah lupa, dan membicarakan dengan yang bukan ahlinya”(Ibnu Abu Syaibah)

Sungguh benar-benar merugi orang-orang yang tidak menjaga ilmunya. Itu menjadi sebuah bencana bagi para penuntut ilmu, mereka mencari ilmu dengan susah payah namun mereka lupa akan ilmu-ilmunya. Ada beberapa kiat-kiat untuk menjaga ilmunya, yaitu:

Pertama, Menulis. Ilmu yang tidak ditulis bagaikan unta di padang pasir, unta tersebut jika sudah lepas sangat mudah untuk hilang. Itulah ilmu yang diibaratkan dengan unta lepas. Dia akan mudah lupa jika tidak diikat dengan tulisan, dan setelah lupa tidak ada lagi yang harus di ingat karena tidak ada lagi yang membekas baik di fikiran maupun di tulisan. Maka sangat penting ilmu itu ditulis, sebagai bahan muroja’ah ataupun sebagai bahan untuk mengajarkannya kepada orang lain.

Kedua, Muroja’ah. Muroja’ah menjadi sangat penting sebagai kiat untuk menjadikan terjaganya ilmu yang dihafal. Muroja’ah juga bisa sebagai metode untuk mengkoreksi jika ada hal yang kurang dalam ilmu-ilmu yang didapat. Sedikit kisah tentang Imam Bukhari, ia seorang imam besar perawi hadist-hadist yang sahih. Setiap setelah beliau belajar dengan seorang guru, beliau selalu mencatat dan me-muroja’ah ilmunya di rumah. Ini adalah tanda keteladanan seorang yang berilmu. Dia giat dan selalu bersemangat dalam menuntut ilmu.

3. Mengamalkan. Semaksimal tingkatan seorang yang berilmu adalah mengamalkannya. Sungguh orang yang menagamalkan ilmunya dia sungguh telah benar-benar menjaga ilmunya. Menjaga ilmunya dari kepunahan, karena akan dikaji oleh murid-muridnya. Sekaligus amal jariyah bagi yang mengamalkan ilmunya. Sebagaimana yang dikatakan dalam Hadist:

“Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara yaitu sodaqoh jariyah, ilmu yang diamalkan dan anak yang sholeh”. (H.R. Muslim no. 1631)

Jakarta -

Orang yang berilmu memiliki sejumlah keutamaan. Bahkan, Rasulullah SAW begitu mencintai umatnya yang suka mencari ilmu.

Keutamaan orang berilmu ini disebutkan dalam Al-Qur'an surah Fathir ayat 28. Allah SWT berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَاۤبِّ وَالْاَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ اَلْوَانُهٗ كَذٰلِكَۗ اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ - ٢٨

Artinya: "Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Maha Pengampun."

Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya, yang dimaksud ulama pada ayat tersebut adalah mereka yang mengetahui tentang Allah SWT. "Karena sesungguhnya semakin sempurna pengetahuan seseorang tentang Allah SWT, Yang Mahabesar, Mahakuasa, Maha Mengetahui lagi menyandang semua sifat sempurna dan memiliki nama-nama yang terbaik, maka makin bertambah sempurnalah ketakutannya kepada Allah SWT," terangnya.

Melansir situs Balai Diklat Keagamaan Semarang Kementerian Agama RI, Rasulullah SAW juga memuji orang yang berilmu. Hal ini disebutkan dalam sejumlah hadits sebagaimana terdapat dalam Kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din bab Adab al-'Ilm,

روي عن النبي صلّى الله عليه وسلّم أنّه قال: أوحى الله إلى إبراهيم عليه السّلام: إنّي عليم أحبّ كلّ عليم

Diriwayatkan dari Nabi SAW beliau bersabda: "Allah SWT memberi wahyu kepada Ibrahim AS: sesungguhnya Aku (Allah Maha) mengetahui, Aku (Allah) mencintai orang-orang yang berilmu."

روى أبو أمامة قال: سُئِل رسول الله صلّى الله عليه وسلّم عن رجلين: أحدهما عالم والاخر عابد, فقال صلّى الله عليه وسلّم: فضل العالم على العباد كفضلى على أدنا كم رجلا

Diriwayatkan dari Abu Umamah, berkata: "Rasulullah SAW ditanya tentang 2 orang, yang satu orang alim dan yang satunya ahli ibadah. Rasulullah SAW bersabda: keutamaan orang alim terhadap ahli ibadah seperti keutamaanku terhadap orang yang paling rendah di antara kalian (sahabat)."

Keutamaan yang digambarkan nabi bagi orang yang suka mencari ilmu dibandingkan dengan yang ahli beribadah adalah seperti keutamaan bulan di malam purnama atas semua bintang-bintang lainnya.

وقال صلى الله عليه وسلم فَضْلُ العَالِمِ عَلىَ العَابِدِ كَفَضْلِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ عَلىَ سَائِرِ الكَوَاكِبِ

Nabi saw. bersabda, "Keutamaan orang yang berilmu (yang mengamalkan ilmunya) atas orang yang ahli ibadah adalah seperti utamanya bulan di malam purnama atas semua bintang-bintang lainnya." (HR. At-Tirmidzi).

Imam Al-Ghazali dalam Kitab Minhajul 'Abidin memberikan gambaran mengenai pentingnya ilmu dan ibadah. Sesungguhnya, kata Imam Al-Ghazali, ilmu adalah permata yang lebih utama daripada ibadah.

Namun demikian, kita tidak boleh meninggalkan ibadah. Kita harus beribadah dengan disertai ilmu. Terkait ibadah tanpa dibekali ilmu ini, Imam Al-Ghazali mengibaratkan sebagai debu ditiup angin.

"Seumpamanya sebuah pohon, ilmu ibarat pohonnya, dan ibadah ibarat buahnya. Maka, jika kita beribadah tanpa dibekali ilmu, ilmu tersebut akan lenyap bagaikan debu ditiup angin," tulis Imam Al-Ghazali.

Simak Video "Perdana! BMKG Gelar Sekolah Lapang Hilal Bagi Santri-Santriwati Ponpes"



(kri/lus)

zonaberita.com

Susahnya menjadi sarjana bagi kalangan tak mampu di negeri ini (ilustrasi).

Red: Achmad Syalaby

REPUBLIKA.CO.ID, Diriwayatkan dari Abu Umamah, ia berkata: Disebutkan kepada Rasulullah SAW tentang dua orang, yaitu seorang ahli ibadah dan seorang ahli ilmu.

Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Keutamaan ahli ilmu atas ahli ibadah adalah seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian." Setelah itu beliau melanjutkan, "Sesungguhnya Allah, para malaikat, para penduduk langit dan bumi, bahkan semut di lubangnya, dan para ikan mendoakan pengajar kebaikan pada manusia." (HR At-Turmidzi).

Dalam redaksi lain Al Bazzar meriwayatkan hadis ini dari 'Aisyah ra bahwa: "Para pengajar kebaikan dimintakan ampunan oleh segala sesuatu, sampai oleh para ikan di lautan."

Tidak ada agama selain Islam, dan tidak ada kitab suci selain Alquran yang demikian tinggi menghargai ilmu pengetahuan, mendorong untuk mencarinya, dan memuji orang-orang yang menguasainya. Hadis ini adalah salah satu bagian kecil dari kaidah Islam, yang memperlihatkan penghargaan yang tinggi pada ilmu dan orang-orang yang memilikinya.

Ibadah adalah sebuah kemuliaan, tapi jauh lebih mulia ilmu dan orang-orang yang memilikinya. Demikian utama orang berilmu di atas ahli ibadah, hingga Rasul dalam hadis di atas mengumpamakan kemuliaan dirinya dengan orang yang paling rendah di antara para sahabatnya. Perumpamaan ini analog dengan perumpamaan "bagaikan langit dan bumi" karena sangat jauhnya.

  • ahli ilmu
  • ahli ibadah
  • hikmah
  • hikmah ahli ilmu

Orang yang berilmu jauh lebih titik-titik dari orang ahli ibadah tetapi tidak disertai ilmu

sumber : Pusat Data Republika