Musik memiliki unsur agar terwujud dalam nada nada atau bunyi lainnya yang dimainkan apa saja unsur unsur tersebut?

Unsur – unsur musik terdiri dari beberapa kelompok yang secara bersama merupakan satu kesatuan membentuk suatu lagu atau komposisi musik. Semua unsur musik tersebut berkaitan erat dan sama-sama mempunyai peranan penting dalam sebuah lagu.

Menurut Jamalus (1988 : 7), pada dasarnya unsur-unsur musik dapat dikelompokkan atas :

a. Unsur – unsur pokok yaitu harmoni, irama, melodi, atau struktur lagu.

b. Unsur-unsur ekspresi yaitu tempo, dinamik dan warna nada kedua unsur pokok musik tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Penjelasan unsur-unsur musik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Harmoni

Harmoni adalah keselarasan bunyi yang merupakan gabungan dua nada atau lebih yang berbeda tinggi rendahnya (Jamalus, 1988: 35). Rochaeni (1989: 34) mengartikan harmoni sebagai gabungan beberapa nada yang dibunyikan secara serempak atau arpegic (berurutan) walau tinggi rendah nada tersebut tidak sama tetapi selaras kedengarannya dan mempunyai kesatuan yang bulat.

Sebuah lagu dapat terdiri atas satu kalimat atau beberapa kalimat musik. Jumlah kalimat ini bermaca-macam, seperti juga kalimat puisi; dua, tiga, empat, dsb. Lagu yang sederhana terdiri atas satu kalimat musik atau disebut bentuk lagu, satu bagian yang di dalamnya berisikan kalimat tanya dan kalimat jawab. Biasanya lagu yang sederhana ini terdiri atas delapan birama.

2. Irama

Irama dapat diartikan sebagai bunyi atau sekelompok bunyi dengan bermacam-macam panjang pendeknya not dan

tekanan atau aksen pada not. Irama dapat pula diartikan sebagai ritme, yaitu susunan panjang pendeknya nada dan tergantung pada nilai titi nada. Jamalus (1988: 8) mengartikan irama sebagai rangkaian gerak yang menjadi unsur dasar dalam musik. Irama dalam musik terbentuk dari sekelompok bunyi dengan bermacam-macam lama waktu dan panjang. Irama tersusun atas dasar ketukan atau ritme yang berjalan secara teratur. Ketukan tersebut terdiri dari ketukan kuat dan ketukan lemah.

Menurut Sudarsono (1991: 14) dalam praktek sehari-hari irama mempunyai dua pengertian. Pengertian pertama irama diartikan sebagai pukulan atau ketukan yang selalu tetap dalam suatu lagu berdasarkan pengelompokan pukulan kuat dan pukulan lemah. Pengertian kedua irama diartikan sebagai pukulan-pukulan berdasarkan panjang pendek atau nilai nada-nada dalam suatu lagu.

Sebuah lagu baik vokal maupun instrumental merupakan alur bunyi yang teratur. Dalam lagu tersebut terdapat adanya suatu pertentangan bunyi antara bagian yang bertekanan ringan dan bagian yang bertekanan berat. Pertentangan bunyi yang teratur dan selalu berulang-ulang tersebut dinamakan irama atau ritme (Sukohardi, 1988: 16).

Irama dalam bentuk musik terbentuk dari kelompok bunyi dan diam dengan bermacam-macam panjang pendeknya nada pada tekanan atau aksen pada not. Untuk menulis bunyi dan diam dengan bermacam-macam panjang pendeknya, digunakan dengan notasi irama dengan bentuk dan nilai tertentu. Untuk tekanan atau aksen pada not diperlukan tanda birama.

3. Melodi

Melodi adalah susunan rangkaian nada (bunyi dengan getaran teratur) yang terdengar berurutan serta bersama dengan mengungkapkan suatu gagasan (Jamalus, 1988: 16). 4. Bentuk Lagu/Struktur Lagu

Bentuk lagu atau struktur lagu adalah susunan atau hubungan antara unsur-unsur musik dalam suatu lagu, sehingga menghasilkan komposisi lagu yang bermakna (Jamalus, 1988: 35).

Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa pada dasarnya unsur – unsur musik terdiri dari atas beberapa kelompok yang secara bersama – sama merupakan suatu kesatuan dalam membentuk sebuah lagu atau komposisi musik. Semua unsur musik itu berkaitan erat dan sama – sama mempunyai peranan penting dalam sebuah lagu.

C. Media

Telah disebutkan di atas bahwa musik merupakan bagian penting dalam pendidikan anak di Taman Kanak – Kanak. Oleh karena itu kegiatan belajar mengajar musik tidak mungkin terlaksana tanpa penggunaan berbagai perantara atau pengantar sebagai media dalam proses pembelajaran. Adapun media pendidikan yang dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar di Taman Kanak – Kanak pada intinya berbentuk kegiatan bermain.

Menurut Hamalik (1989 : 11) media adalah segala alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan anak dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Termasuk kategori media ini dalam pengajaran musik di Taman Kanak – Kanak diwujudkan dengan suara atau nyanyian guru yang menyampaikan pesan tersebut dan penggunaan alat musik.

Alat musik diperlukan sebagai media bermain musik bagi anak Taman Kanak – Kanak, yang pada dasarnya alat musik harus sesuai dengan perkembangan jiwa dan fisik anak. Jika dilihat fungsinya, menurut Sudharsono (1991 : 31) alat musik dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :

a. Alat – alat musik ritmis, yang berfungsi sebagai penuntun irama, misalnya : tongkat (stick) yang terbuat dari bambu, kayu, atau besi, bermacam – macam gendang, cymbal dan triangel.

b. Alat – alat musik musik melodis, yang berfungsi sebagai pembawa melodi dan dapat pula berfungsi sebagai alat ritmis, misalnya : seruling, angklung, harmonika, pianika, dan calung.

c. Alat – alat musik akordis/harmonis yang berfungsi sebagai pengiring sesuai dengan akor – akor lagu dan yang dapat berfungsi pula sebagai alat ritmis dan alat melodis, misalnya : organ, kulintang, gitar, dan xilophone.

Langkah awal untuk bermain alat musik, sebaiknya dimulai dari permainan ritmis, misalnya dengan bertepuk tangan, melangkahkan kaki kiri dan kanan, mengetuk bangku, berbaris, menari sesuai dengan pola ritme lagu atau nyanyian yang diajarkan. Setelah semua siswa dapat melakukannya dengan benar, baru melangkah ke bermain alat musik ritmis.

Apabila guru mempergunakan alat – alat musik ritmis, alat – alat tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) mempunyai warna suara yang indah, 2) dapat dimainkan dengan mudah, 3) tahan lama atau tidak mudah

rusak, 4) ringkas (tidak memakan tempat), dan 5) murah harganya (Sudharsono, 1991 : 32).

Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa sebagai media, alat – alat musik sangat berperan dalam memberikan pengalaman musik bagi anak Taman Kanak – Kanak. Kegembiraan anak dalam bermain musik akan mengesankan dan memotivasi anak untuk lebih giat belajar. Oleh karena itu jelaslah bahwa peranan guru dalam memberikan pengalaman musik bagi anak usia Taman Kanak – Kanak sangat besar, disamping memupuk rasa seni dan berolah seni juga mengembangkan kepekaan artistik.

D. Pembelajaran

Pembelajaran tidak akan terlepas dari pokok bahasan mengenai hakekat belajar mengajar. Karena dalam setiap proses pembelajaran terjadi peristiwa belajar mengajar. Kegiatan pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar mengajar karena pembelajaran pada hakekatnya adalah aktivitas belajar antara guru dan siswa (Utuh, 1987 : 9) 1. Pengertian belajar

Pada hakekatnya belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil belajar dapat terwujud dalam berbagai bentuk antara lain : perubahan pengetahuan,

pemahaman, persepsi, keterampilan, kecakapan, kebiasaan dan perubahaan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu. Perubahan tersebut bersifat konstan dan berbekas (Winkel, 1989 : 36). Belajar terbagi dalam dua (2) pandangan, yaitu pandangan tradisional dan modern (dalam Hamalik 1985 : 27).

Menurut pandangan tradisional, belajar adalah usaha untuk memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan, maka ia akan mendapat kekuasaan. Sebaliknya siapa yang tidak mempunyai pengetahuan atau bodoh, ia akan dikuasai orang lain. Pandangan ini juga disebut pandangan intelektualitas, terlalu menekankan pada perkembangan otak. Untuk memperoleh pengetahuan siswa harus mempelajari berbagai pengetahuan. Dalam hal ini buku pelajaran atau buku bacaan, menjadi sumber pengetahuan yang utama, sehingga sering ditafsirkan bahwa belajar berarti mempelajari buku bacaan, sedangkan pada pandangan modern, proses perubahaan tingkah laku karena adanya interaksi dengan lingkungannya. Maksudnya adalah bahwa seseorang dinyatakan dalam kegiatan belajar setelah ia memperoleh hasil, yaitu perubahan tingkah laku contohnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti. Pada prinsipnya perubahan

tingkah laku tersebut adalah perubahan kepribadian pada diri seseorang.

Menurut Syah (1995 : 93) belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Teori belajar menurut Syah berarti perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari atau dengan kata lain bukan secara kebetulan Syah (1996 : 115).

Pengertian teori belajar secara khusus menurut Darsono, dkk (2000 : 15-18) dibagi menjadi empat aliran psikologis yaitu :

a) Belajar menurut aliran Behavioristik

Kaum Behavioris berasumsi bahwa manusia adalah mahluk pasif, tidak mempunyai potensi psikologis yang berhubungan dengan kegiatan belajar, antara lain pikiran, persepsi, motivasi dan emosi dengan asumsi seperti manusia dapat direkayasa sesuai tujuan yang hendak dicapai, yang terpenting dalam belajar, adalah pemberian stimulus yang berakiba terjadinya tingkah laku yang dapat diobservasi dan diukur. Oleh karena iu simulus harus dipilih sesuai dengan tujuan, kemudian diberikan secara berulang-ulang (latihan), sehingga terjadi respon yang mekanistik. Supaya tingkah

(respon) yang diinginkan terjadi, diperlukan latihan dan hadiah atau penguatan, maka peristiwa belajar sudah terjadi. Artinya sudah terjadi perubahaan dari “belum terlihat respon” menjadi “sudah terlihat respon”. Kaum behavioris tidak meyakini adanya perubahan tingkah laku abstrak, misalnya perubahaan dalam pemahaman (mengerti) perubahan dalam persepsi (pandangan satu obyek), karena perubahan semacam itu terkadang dapat disaksikan dan diukur.

b) Belajar menurut aliran Humanistik

Sumanto (dalam Darsono 2000 : 18) berpendapat penganut aliran Humanistik beranggapan bahwa tiap orang dapat menentukan sendiri tingkah lakunya. Orang bebas memilih sesuai kebutuhannya, tidak terkait pada lingkungannya. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah membantu masing-masing individu untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri masing-masing.

c) Belajar menurut aliran Gestalt

Belajar menurut aliran Gestalt adalah bagaimana seseorang memandang suatu obyek (persepsi) dan kemampuan mengatur atau mengorganisir obyek yang dipersepsi (khususnya yang kompleks), sehingga menjadi suatu bentuk

(struktur) yang bermakna atau mudah dipahami. Kalau orang sudah mampu mempersepsi suatu obyek (stimulus) menjadi suatu Gestalt, orang itu akan memperoleh “insight” (pemahaman). Kalau insight sudah terjadi, berarti proses belajar sudah terjadi.

d) Belajar menurut aliran Kognitif

Ahli-ahli yang menganut aliran kognitif berpendapat bahwa belajar adalah peristiwa internal, artinya belajar baru dapat terjadibila ada kemampuan dalam diri orang yang belajar. Kemampuan tersebut adalah kemampuan mengenal yang disebut dengan istilah kognitif. Berbeda dengan konsep belajar Behaviorisik, yang sangat mengandalkan pada lingkungan (stimulus), penganut aliran kognitif memandang orang yang belajar sebagai mahluk yang memiliki untuk memahami obyek-obyek yang berbeda diluar dirinya (stimulus), dan mempunyai kemampuan untuk melakukan suatu tindakan (respon) sebagai akibat pemahamannya itu. Agar terjadi perubahan harus terjadi proses berfikir terlebih dahulu dalam diri seseorang, yang kemudian menimbulkan respon berupa tindakan.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas , ada beberapa orang yang dituntut mampu mengkoordinasi proses belajar, salah satunya ialah guru. Kegiatan atau usaha yang dilakukan

oleh guru dalam mengkoordinasi proses belajar disebut pembelajaran. Pembelajaran lebih dari sekedar pengajaran, yaitu guru dan murid sama-sama belajar. Sebelum sampai pada pengertian pembelajaran, perlu diketahui dulu tentang mengajar.

2. Pengertian mengajar

Setiap siswa pasti selalu membutuhkan bantuan. Artinya siswa tidak boleh dibiarkan begitu saja, sehingga akan berkembang dan tumbuh seorang diri. Mereka perlu dibimbing ke arah kedewasaan.

Mengajar adalah suatu usaha guru untuk memimpin siswa ke arah perubahan, dalam arti kemajuan proses perkembangan jiwa dan sikap pribadi pada umumnya dan proses perkembangan intelektual pada khususnya (Ahmadi , 1985 : 32-33). Menurut Alvin (dalam Roestijah, 1982 : 13), mengajar merupakan aktivitas guru yang membimbing siswa untuk dapat mengubah dan mengembangkan skiil and attitude (bakat dan kemampuan), idea (cita-cita), appreciation (penghargaan), dan knowledge (pengetahuan).

Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar (Sadirman , 1989 : 46)

Mengajar dapat juga diartikan sebagai aktivitas untuk menolong atau membimbing seseorang demi mendapatkan, mengubah, atau mengembangkan skill attitude (bakat dan kemampuan), appreciation (penghargaan), idea (cita-cita), knowledge (pengetahuan) oleh Alvin W dalam (Roestijah, 1982 :131)

Secara lebih terperinci menurut Tarigan dalam (Iswaji dan Purwanto, 1989 : 148) mengemukakan unsur yang berperan dalam belajar mengajar yaitu unsur siswa, guru, tujuan, materi, metode, media dan evaluasi.

Mengajar bukan lagi suatu penyampaian pengetahuan belaka, namun lebih luas lagi, bahwa mengajar merupakan suatu aktivitas memadukan secara integrative dari sejumlah komponen yang terkandung dalam perbuatan. Mengajar dalam rangka membimbing anak didik ke arah perubahan tingkah laku sesuai kebutuhan individu atau kebutuhannya sebagai anggota masyarakat.

3. Pengertian pembelajaran

Pada dasarnya, pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar, bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap (Dimjati dan Mudjiono, 1994 : 2). Pembahasan mengenai hakikat pembelajaran tidak

akan terlepas dari pembahasaan mengenai belajar dan mengajar, karena dalam setiap proses pembelajaran terjadi peristiwa belajar mengajar. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Utuh (1987 : 9) yang menyatakan bahwa pembelajaran pada hakekatnya adalah aktivitas belajar dan mengajar antara guru dan siswa dibawah interaksi edukatif. E. Komponen – komponen pembelajaran

Dalam pembelajaran ada beberapa komponen yang sangat mempengaruhi sekali dalam pencapaian hasil pembelajaran. Komponen pembelajaran tersebut adalah: a) Kurikulum. Kurikulum adalah sejumlah pengalaman belajar yang diberikan dalam usaha mencapai suatu tujuan tertentu. Menurut William B. Ragan dalam Soetopo (1988 : 56-57) kurikulum tidak hanya berupa hal-hal yang ada dalam buku teks, dalam mata pelajaran atau dalam rencana guru, kurikulum meliputi lebih dari pada isi bahan pelajaran,hubungan kemanusiaandengan kelas, metode mengajar, prosedur penilaian, yang kesemuanya itu tercantum dalam kurikulum. Kurikulum diartikan pula sebagai pengalaman belajar, misalnya menyatakan bahwa kurikulum merupakan semua cara yang ditempuh sekolah agar peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang diinginkan (Krugi dalam Sugandi 2004 : 52). b) Tujuan. Pembelajaran adalah

suatu kegiatan yang bertujuan. Tujuan ini harus searah dengan tujuan belajar siswa. Tujuan belajar siswa adalah mencapai perkembangan optimal, yang meliputi aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan demikian tujuan pembelajaran adalah agar siswa mencapai perkembangan optimal dalam ketiga aspek tersebut. (Tim MKDK IKIP Semarang, 1996 : 12). c) Metode. Metode mengajar adalah cara atau pendekatan yang digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang akan direncanakan, baik dengan menggunakan sarana media, dengan melibatkan siswa sepenuhnya tanpa sarana media maupun keterlibatan secara pasif (Harto Martono, 1995 : 4). Dalam kegiatan belajar mengajar metode akan mempengaruhi proses pencapaian tujuan.

Seperti yang dikemukakan oleh Jamalus (1988 : 30) yang dimaksud metode dalam kegiatan belajar mengajar adalah seperangkat upaya yang dilaksanakan dan disusun dengan tujuan menciptakan suasana belajar mengajar yang menguntungkan. Hal ini mengandung arti dalam suatu kegiatan belajar mengajar guru/dosen hendaknya mempersiapkan segala sesuatunya dengan sedemikian rupa sehingga nantinya dapat tercipta situasi belajar mengajar yang menguntungkan. d) Materi. Dalam penyampaian materi

pembelajaran guru hendaknya perlu memperhatikan secara sistematis dengan mempertimbangkan urutan keluasan meteri dan kedalaman materi (Ekosiswoyo, 1996 : 49). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi guru/dosen pada waktu menyajikan materi pembelajaran.

Menurut JL Marsell (dalam sugandi 2004 : 14-15) hal yang perlu diperhatikan oleh guru pada penyampaian pembelajaran yaitu guru menciptakan bernacam-macam hubungan dengan bahan pelajaran, dalam menjelaskan materi pokok bahasan tertentu perlu ada materi pokok bahasan sebagai pusat pembahasan, materi pengajaran hendaknya disusun secara urut sehingga mudah dipelajari, guru harus mengadakan kegiatan evaluasi, guru harus dapat membedakan individu para siswa, guru harus dapat bersosialisasi dengan siswa. Menurut Caroll dalam Ekosiswoyo (1996 : 10), “kemampuan siswa menguasai materi tertentu berhubungan dengan jumlah waktu yang dipersyaratkan”. Dalam arti, jika siswa diberi waktu dengan tingkat kesulitan materi pembelajaran yang dipelajari, dan berpertisipasi di dalam kegiatan yang direncanakan untuk mempelajari materi pembelajaran tersebut sesuai dengan tingkat yang diinginkan. e) Evaluasi. Evaluasi merupakan bagian integral dari proses pendidikan, karena dalam proses pendidikan guru perlu

mengetahui seberapa jauh proses belajar dan mengajar telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Tim MKDK IKIP Semarang, 1996 : 63). Dalam kontek belajar istilah evaluasi menunjukkan suatu kegiatan untuk menentukan nilai pencapaian hasil belajar dengan mengetahui hasil pencapaian hasil belajar siswa. Evaluasi pada pembelajaran gitar elektrik biasanya dilakukan oleh instruktur gitar elektrik di sekolah musik itu sendiri dengan materi yang sudah dipelajari sebelumnya. Evaluasi tersebut merupakan ujian akhir untuk kenaikan tingkat (grade). f) Siswa. Siswa adalah salah satu komponen dalam pengajaran, di samping faktor guru, tujuan, dan metode pengajaran. Sebagai salah satu komponen maka dapat dikatakan bahwa murid adalah komponen yang terpenting diantara komponen lainnya. Pada dasarnya murid adalah unsur penentu dalam proses belajar mengajar, sebab muridlah yang membutuhkan pengajaran guru hanya berusaha memenuhi kebutuhan yang ada pada murid (Oemar Hamalik, 99-100 : 2001).

Menurut Sugandi (2004: 28-31) komponen-komponen pembelajaran adalah: 1) Tujuan. Tujuan belajar menurut Moedjiono (1991: 2) adalah pernyataan tentang perubahan perilaku yang diinginkan terjadi pada siswa. Tujuan yang secara eksplisit diupayakan pencapaiannya melalui kegiatan

pembelajaran adalah ” instructional effect ” biasanya itu berupa pengetahuan dan keterampilan atau sikap yang secara eksplisit dalam TPK (Tujuan Pembelajaran Khusus). 2) Subyek Belajar. Subyek belajar menurut Moedjiono (1991: 2) adalah seseorang yang bertindak sebagai pencari dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Subyek belajar dalam sistem pembelajaran merupakan komponen utama karena berperan sebagai subyek atau obyek. Sebagai subyek karena siswa adalah individu yang melakukan proses belajar mengajar. Sebagai obyek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai perubahan perilaku pada diri subyek belajar. 3) Materi Pelajaran. Materi pelajaran menurut Moedjiono (1991 :2) adalah segala informasi berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Materi pelajaran juga merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran.