Menghindari perpecahan yang disebabkan oleh isu sara merupakan contoh pengamalan nilai pancasila ke

Dilihat 93,057 pengunjung

Adakah Sobat SMP di sini yang punya teman berbeda suku ataupun agama? Jika ada, kalian sangat beruntung karena dapat mengenal budaya serta ajaran baru. Selain itu, lingkungan yang majemuk bisa memberikan kalian referensi pertemanan yang lebih luas.

Indonesia adalah negara dengan sejuta keberagaman. Keberagaman yang ada telah menjadi simbol persatuan dan dikemas dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. Oleh karena itu, kita harus menjaganya agar tetap utuh dan harmonis.

Namun, belakangan ini Indonesia kerap mengalami krisis toleransi. Perbedaan yang ada justru menimbulkan perpecahan. Padahal, perbedaan itu sendirilah yang seharusnya membuat Indonesia menjadi indah karena lebih “berwarna”.

Sebagai warga negara yang baik, kita harus tetap menjaga persatuan dan kesatuan dengan menganut paham toleransi. Jangan sampai Indonesia terpecah-belah akibat isu-isu negatif. Ingat kata pepatah, “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.”

Bentuk keberagaman di Indonesia

Indonesia adalah negara yang kaya, baik dari segi sumber daya alam maupun keberagamannya. Ada beberapa bentuk keberagaman di Indonesia, mulai dari keberagaman suku, keberagaman agama, keberagaman ras, dan juga keberagaman anggota golongan.

Keberagaman suku

Indonesia adalah negara kepulauan. Dari geografis yang berbeda-beda tersebut, Indonesia memiliki banyak sekali suku. Suku bangsa atau yang disebut juga etnik dapat diartikan sebagai pengelompokan atau penggolongan orang-orang yang memiliki satu keturunan. Selain itu, kelompok suku bangsa ditandai dengan adanya kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku atau ciri-ciri biologis yang dimiliki.

Setiap suku bangsa mempunyai ciri atau karakter tersendiri, baik dalam aspek sosial maupun budaya. Indonesia memiliki lebih dari 300 kelompok suku, lebih tepatnya 1.340 suku bangsa. 

Keberagaman agama

Indonesia adalah negara yang religius. Hal itu dibuktikan dalam sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Kebebasan dalam beragama dijamin dalam UUD 1945 pasal 29 yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Di Indonesia sendiri, ada enam agama yang diakui oleh negara. Agama-agama yang diakui oleh negara adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan juga Konghucu. Keenam agama harus hidup berdampingan di masyarakat dengan prinsip toleransi antarumat beragama.

Keberagaman ras

Baca Juga  Pedoman Pengelolaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Jenjang SMP

Ras merupakan klasifikasi yang digunakan untuk mengategorikan manusia melalui ciri fenotipe (ciri fisik) dan asal usul geografis. Asal mula keberagaman ras di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor seperti bangsa asing yang singgah di Tanah Air, sejarah penyebaran ras dunia, dan juga kondisi geografis. 

Ada beberapa ras yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Ras Malayan-Mongoloid yang berada di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, dan Sulawesi. Ras Melanesoid mendiami wilayah Papua, Maluku, dan juga Nusa Tenggara Timur. Selain itu, ada juga ras Asiatic Mongoloid yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, yaitu seperti orang Tionghoa, Jepang, dan Korea. Terakhir, ada ras Kaukasoid, yaitu orang-orang India, Timur-Tengah, Australia, Eropa, dan Amerika.

Keberagaman anggota golongan

Dalam masyarakat multikultural, keberagaman golongan bisa terjadi secara vertikal dan horizontal. Untuk vertikal, terdapat hierarki lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Contohnya seperti status sosial, pendidikan, jabatan, dan sebagainya. Secara horizontal, biasanya anggota golongan setara dan tidak ada hierarki. Namun, hal ini mengakibatkan banyak yang merasa anggota golongannya paling benar sehingga merendahkan anggota golongan lainnya. Contohnya adalah agama, idealisme, adat-istiadat, dan sebagainya.

Pentingnya menjaga toleransi di dalam keberagaman

Meskipun Indonesia adalah negara yang kaya akan perbedaan dan keberagaman, hal tersebut membuat Indonesia rentan terpecah-belah akibat perbedaan yang ada. Perpecahan di masyarakat bisa memicu konflik yang menimbulkan kerugian banyak pihak.

Oleh karenanya, diperlukan sifat toleran dan juga tenggang rasa terhadap perbedaan dan kemajemukan di masyarakat. Sifat toleransi haruslah ditanamkan sejak dini supaya bisa menerima perbedaan yang ada.

Contoh perilaku toleransi seperti memberikan kesempatan kepada tetangga melakukan ibadahnya, tolong-menolong antarwarga ketika melaksanakan hari raya, dan tidak membeda-bedakan tetangga, dan menghargai perbedaan budaya yang ada.

Sikap dan perilaku toleransi terhadap keberagaman masyarakat merupakan kunci untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan, serta mencegah proses perpecahan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Setiap individu hendaknya mengaplikasikan perilaku toleran terhadap keberagaman suku, agama, ras, budaya, dan antargolongan.

Referensi: Modul PPKN SMP Terbuka Keberagaman Suku, Ras, Agama, dan Antargolongan dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika untuk kelas VII terbitan Direktorat SMP tahun 2020

Penulis: Pengelola Web Direktorat SMP

Kristan, S.E., M.Ag (D6325)

Pancasila merupakan pilar ideologis Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu sila dalam Pancasila adalah Persatuan Indonesia. Dengan salah satu butirnya yaitu mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa setiap warga negara Indonesia harus dapat menjaga persatuan di Indonesia. Hal yang dapat merusak persatuan di Indonesia diantaranya adalah hoax dan hate speech. Hoax dapat didefinisikan sebagai kabar, informasi, berita palsu atau bohong, sedangkan Hate speech (ujaran kebencian) dapat didefinisikan sebagai ujaran, tulisan, tindakan, atau pertunjukan yang ditujukan untuk menghasut kekerasan atau prasangka terhadap seseorang atau kelompok. Kedua hal tersebut merupakan informasi atau perbuatan yang tercela dan informasi atau perbuatan tidak benar yang dapat merusak tatanan kehidupan di Indonesia. Suatu hoax dan hate speech yang menyebar secara terus menerus dan masif lama-kelamaan dapat dianggap sebagai suatu “kebenaran”, padahal jelas hal tersebut adalah palsu dan penuh kebencian.

Kebebasan menyatakan pendapat dan penghormatan Hak Asasi Manusia adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem demokrasi. Angin reformasi yang sempat melanda Indonesia. Membawa semangat perubahan dan melepaskan warga Negara dari belenggu ketakutan menyatakan pendapat di hadapan negara. Namun, hari ini bisa dilihat ‘wajah lain’ kebebasan berekpresi dan menyatakan pendapat di hadapan umum.

Pada kondisi saat ini cukup banyak orang yang mengatasnamakan kebebasan berekspresi untuk menyebarkan kebencian dan provokasi melalui media sosial. Bahkan bukan hanya melalui media sosial, namun sudah merambah hingga ke kanal-kanal platform online, bahkan aplikasi layanan pesan. Padahal jika kita mengingat kembali sila ke-2 dalam Pancasila dapat dimaknai bahwa kita harus beradab dan bermoral, tidak terkecuali ketika berekspresi di media sosial.

Kondisi tersebut bisa menjadi sebuah ancaman atau justru memberikan dampak negatif yang mengarah pada perpecahan. Sebagaimana kita ketahui bahwa akhir-akhir ini penyebaran berita ujaran kebencian, bentuk-bentuk intoleransi dan informasi palsu (hoax) sedang marak menghiasi media sosial di Indonesia.

Hal ini berlangsung khususnya pada situasi tertentu. Salah satunya adalah ketika memasuki masa-masa Pesta Demokrasi. Praktik hate speech dan hoax sering dilakukan oleh pihak pendukung calon tertentu untuk menjatuhkan calon pasangan lawan mereka dan mengurangi rasa kepercayaan pendukung terhadap calon pasangan lawannya tersebut. Seperti dalam kasus pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2017. Dimana, kelompok pendukung salah satu pasangan calon memberikan ujaran kebencian kepada pasangan calon yang lainnya. Ujaran kebencian yang paling dominan saat itu adalah mengenai ras dan agama dari salah satu pasangan calon. Hal ini tentunya bertentangan dengan makna sila ke-1 dalam Pancasila. Karena semua agama niscayanya bertujuan sama yaitu untuk menciptakan kehidupan yang damai dan tentram. Bukan hanya bertentangan dengan sila ke-1, kasus ini juga sangat bertentangan dengan sila ke-4, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan. Dalam sila tersebut, bahwa dalam pemilihan umum harus dilaksanakan dengan hikmat. Yang dimana, kasus seperti itu tidak ada. Untuk mewujudkan sila ke-4 salah satu cara ialah tidak melakukan paksaan pada orang lain agar menyetujui apa yang kita katakana atau lakukan. Dengan melakukan ujaran kebencian, sudah termasuk melakukan paksaan terhadap orang lain untuk memilih pasangan yang kita pilih.

Situasi lain yang marak terjadinya penyebaran hate speech dan hoax adalah pada saat sekarang ini ketika bangsa Indonesia sedang dilanda wabah pandemic covid-19. Banyak beredar berita hoax yang membuat masyarakat tidak menghiraukan anjuran dari pemerintah dan menganggap remeh pandemic covid-19.

Dalam situasi-situasi tersebut berita hoax atau hate speech mengancam sila ke-3 yaitu Persatuan Indonesia dan menjadi isu yang berbahaya dalam hidup berbangsa dan bermasyarakat. Terlebih lagi data yang disampaikan oleh kementerian komunikasi dan informatika menurut CNN ada sejumlah 800.000 situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebaran berita palsu (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech). Melihat masyarakat yang mudah terpengaruh dengan berbagai informasi yang beredar tanpa mencari tahu kebenarannya, pemerintah serta masyarakat memiliki peran penting untuk mengatasi dan mengantisipasi bahaya hoax, dengan melakukan klarifikasi berita yang benar kepada masyarakat.

Yoshihiro Francis Fukuyama, seorang ilmuan politik dan penulis Amerika Serikat dalam bukunya The End of History and the Last Man mengatakan, transisi era masyarakat industri menuju era informasi akan melahirkan great disruptions yang akan merusak tatanan sosial. Barangkali, era informasi yang dimaksud Fukuyama adalah yang tengah melanda dunia saat ini. Kemajuan teknologi dan perkembangan yang mengiringinya, perlahan tapi pasti menunjukkan tanda-tanda disrupsi.

Tidak bisa dipungkiri bahwa kemajuan teknologi memberi kemudahan bagi penyebaran hoax dan hate speech di masyarakat Indonesia. Hal ini jika terus dibiarkan bergulir tanpa adanya regulasi yang memagarinya akan mengancam keharmonisan kehidupan bermasyarakat yang telah dipupuk lama dalam semangat Bhineka Tunggal Ika dan tertuang didalam Pancasila pada sila ketiga. Alih-alih kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat di era keterbukaan seperti saat ini tetapi jika perbuatan hate speech dan hoax ini terus kita biarkan atau malah kita sendiri sebagai salah satu pelakunya, maka ini akan menjadi kebebasan yang kebablasan dan akan mengancam Persatuan Indonesia.

Agar tidak menjadi api dalam sekam dalam kehidupan berbangsa di Indonesia, perlu penegakan hukum secara tegas tanpa pandang bulu seperti bagaimana dimaksud sila ke-5 Pancasila. Pelaku yang menyebarkan hoax harus dapat dituntut secara hukum positif seperti tercantum pada Pasal 154, 155, 156, 156 a dan 157 KUHP serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 28 ayat 2 dan pasal 45 ayat 2 selain itu diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis pasal 16.

Selain pemberian sanksi kepada pelaku, maka masyarakat di Indonesia dituntut untuk melakukan cek dan ricek, memfilter semua informasi yang ada, dan tidak menyebarkan atau meneruskan informasi yang masih diragukan kebenarannya. Bahkan ketika informasi tersebut diyakini kebenarannya, namun jika berdampak pada renggangnya hubungan dan persatuan di Indonesia, sebaiknya tidak disebarluaskan. Dengan cara seperti itu, diharapkan nilai-nilai Persatuan di Indonesa dapat dipertahankan sepanjang masa.

Di samping itu kita harus kembali kepada pijakan awal berdirinya bangsa dan negara kita ini yaitu Pancasila. Pancasila merupakan dasar yang dapat menyaring kemajuan global demi kemajuan dan kemakmuran bangsa kita ini. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kesimpulannya adalah kasus Hoax atau Hate Speech bukan suatu kejadian yang jarang terjadi melainkan sudah menjadi hal yang biasa di masyarakat kita. Penyebaran hoax atau hate speech di era yang sekarang ini sangatlah mudah dikarenakan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Banyak sekali orang yang salah dalam mengartikan “Kebebasan Berpendapat” dengan melakukan hoax ataupun hate speech. Hoax atau Hate Speech sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dimiliki Pancasila. Pancasila berperan penting dalam pemberantasan atau memberhentikan penyebaran berita hoax maupun hate speech ini dengan memperhatikan nilai Pancasila dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila sebagai dasar falsafah dan ideologi negara kita diharapkan dapat menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara kita Indonesia.

Sumber: