Mengapa orang Kristen diajarkan berkorban kepada Tuhan dan sesama manusia

Mengapa orang Kristen diajarkan berkorban kepada Tuhan dan sesama manusia

Parenting / 20 August 2018

  • Share:
    Mengapa orang Kristen diajarkan berkorban kepada Tuhan dan sesama manusia
    Mengapa orang Kristen diajarkan berkorban kepada Tuhan dan sesama manusia
    Mengapa orang Kristen diajarkan berkorban kepada Tuhan dan sesama manusia

Mengapa orang Kristen diajarkan berkorban kepada Tuhan dan sesama manusia

Beberapa hari ini kita begitu terpesona oleh sebuah aksi heroisme dari seorang anak sekolah menengah pertama yang tinggal di Nusa Tenggara Timur, Yohanes Ande Kala. Joni – demikian ia biasa disapa – dengan begitu berani memanjat tiang bendera untuk membetulkan tali bendera yang putus pada saat peringatan 17 Agustus. Tanpa alas kaki, ia terus naik hingga mencapai ujung tiang bendera tanpa memikirkan keselamatan jiwanya.

Tindakan rela berkorban Joni sesungguhnya dapat kita temukan juga di dalam pribadi Yesus Kristus. Ia yang diutus Allah Bapa memberikan dirinya, mati untuk ganti dosa-dosa manusia sehingga manusia pada akhirnya bisa kembali dapat menikmati hubungan dengan Allah.

Pada hari ini kita akan sama-sama belajar dari Yesus tentang rela berkorban. Berharap hal ini kita akan ajarkan kepada anak kita sehingga dalam dirinya terbentuk sikap rela berkorban.

1. Yesus Tahu dan Mengerti Tujuannya Berkorban

Yesus tidak asal-asalan dalam mengorbankan dirinya. Dari sejumlah ayat kita mengetahui bahwa apa yang Ia lakukan ini adalah semata-mata untuk memastikan kehendak Tuhan jadi di muka bumi ini.

Yesus tidak sekedar tahu, tetapi ia mengerti. Jadi, walaupun ada pertentangan batin pada awalnya, tetapi akhirnya ia menaati kehendak Tuhan.

“Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” (Lukas 22:42)

Manusia mustahil mau mengorbankan dirinya jika ia tidak tahu dan mengerti maksud dari apa yang ia mau lakukan tersebut. Menanamkan dari sejak dini tentang tujuan Allah bagi dunia kepada anak kita akan membangkitan kecintaan kepada Allah dan sesama manusia.  

Mengapa orang Kristen diajarkan berkorban kepada Tuhan dan sesama manusia

2. Yesus, Pribadi yang rendah hati

Selain penuh kuasa dan pengurapan, Alkitab mencacat betapa Yesus juga adalah Pribadi yang rendah hati. Ia tidak melakukan sesuatu agar dipuji-puji orang lain. Ia tidak gila hormat atau sanjungan dari manusia.

Ketika banyak orang mengolok-olok tentang kuasa yang Ia miliki, Ia tidak tersinggung atau marah. Ia tetap mengikuti setiap proses kesengsaraan yang memang harus Ia lewati.

“Orang-orang yang lewat di sana menghujat Dia dan sambil menggelengkan kepala, mereka berkata: "Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!”” (Matius 27:39-40) 

3. Yesus membangun hubungan erat dengan Allah

Sebelum benar-benar mengorbankan diri untuk manusia, Yesus selalu membangun hubungan erat dengan Allah. Ini dapat terlihat dari kesediaan Yesus untuk lebih menaati kehendak Allah daripada kehendaknya.

Ketaatan terhadap kehendak Allah mustahil terjadi tanpa jalinan hubungan erat dengan-Nya sebelumnya.

Baca Juga: Mengapa Yesus Harus Naik ke Surga? Ini Jawaban Terbaik yang Bisa Kamu Bagikan Pada Anakmu!

Itulah tiga pelajaran yang bisa kita ambil dari sikap rela berkorban dari Yesus. Marilah kita mengajarkan keteladanan Yesus ini kepada anak-anak kita. Terpenting lagi adalah berilah keteladanan.

Rela berkorban tidak dapat terlihat dari perkataan. Ini hanya bisa diketahui lewat tindakan. 

Sumber : Jawaban.Com 1

Jawaban

Yesus tahu bahwa hubungan yang mengasihi merupakan aset kita yang paling berharga, dan kadang menjadi hal yang paling sulit dipertahankan. Oleh karena itu di dalam Yohanes 13:34 Yesus mengajar, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." Kemudian Ia menambahkan, "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi" (ayat 35). "Saling mengasihi" dalam ayat tersebut merujuk kepada sesama orang percaya. Salah satu ciri khas mengikuti Kristus ialah kasih yang dalam dan tulus bagi sesama saudara di dalam Kristus. Rasul Yohanes mengingatkan kita akan hal ini dengan berkata, "Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya" (1 Yohanes 4:21).

Dengan memberi perintah ini, Yesus melakukan suatu hal yang tidak pernah dijumpai di dunia ini sebelumnya — Ia menciptakan suatu kelompok yang dikenali oleh satu hal: kasih. Ada berbagai kelompok di dunia ini, dan mereka menarik kesamaan melalui: warna kulit, seragam, ketertarikan pada suatu topik, sebagai alumnus sekolah, dsb. Adapun kelompok yang mempunyai tato dan tindik; ada yang pantang mengkonsumsi daging; ada yang mengenakan kopiah — cara manusia mengelompokkan diri sangat kreatif. Namun, gereja adalah unik. Untuk pertama kali dalam sejarah, Yesus menciptakan kelompok yang dikenali oleh faktor kasih. Warna kulit tidak penting. Bahasa tidak penting. Tidak ada aturan mengenai diet atau seragam atau atribut pakaian agamawi. Pengikut Kristus dikenali oleh kasih mereka bagi sesama.

Gereja mula-mula meneladani jenis kasih yang diajarkan Yesus. Adapun pengunjung dan pemeluk agama Yahudi di Yerusalem dari seluruh penjuru dunia (Kisah 2:9-11). Mereka yang selamat berkumpul bersama dan saling memenuhi kebutuhan sesamanya: "Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing" (Kisah 2:44-45). Inilah kasih dalam prakteknya, dan tentunya hal ini meninggalkan kesan bagi penduduk kota itu. Pernyataan Yesus dalam Yohanes 13:34-35 juga patut menimbulkan beberapa pertanyaan yang perlu dibahas. Pertama, bagaimana cara Yesus mengasihi? Kasih-Nya tak berkondisi (Roma 5:8), rela berkorban (2 Korintus 5:21), dengan penuh pengampunan (Efesus 4:32), dan secara abadi (Roma 8:38-39). Secara bersamaan, kasih Yesus bersifat kudus — yang dicerminkan adalah kesucian moralitas — karena Ia kudus (Ibrani 7:26). Puncak dari kasih Kristus bagi kita adalah kematian-Nya di atas kayu salib, penguburan-Nya, dan kebangkitan tubuh-Nya (1 Yohanes 4:9-10). Orang percaya harus saling mengasihi seperti itu. Kedua, "Bagaimana hendaknya orang percaya meneladani cara Kristus mengasihi?" Orang yang percaya pada Kristus mempunyai Roh Kudus yang hidup di dalamnya (1 Korintus 6:19-20). Dengan menaati Roh Kudus, melalui Firman Allah, orang percaya dapat mengasihi seperti Kristus. Orang itu dapat menunjukkan kasih yang tak berkondisi, yang rela berkorban, dan penuh pengampunan kepada sesama orang percaya. Orang itu juga dapat mencerminkan kasih Kristus kepada teman, anggota keluarga, rekan kerja, dsb (Efesus 5:18-6:4; Galatia 5:16,22-23). Musuh pun dapat menerima kasih Kristus (baca Matius 5:43-48). Kasih Kristus yang diteladani orang percaya lain daripada "kasih" duniawi, yang bersifat egois, tanpa pengampunan, dan hanya basa-basi. Satu Korintus 13:4-8 menggambarkan kasih Kristus yang dinyatakan di dalam kehidupan orang percaya yang berjalan sesuai arahan Roh. Secara alami, manusia tidak mengasihi dengan kasih yang digambarkan dalam 1 Korintus 13. Untuk mengasihi seperti itu, harus ada perubahan di dalam hati. Seseorang harus menyadari bahwa dirinya adalah pendosa di hadapan Allah dan memahami bahwa Kristus telah mati di atas salib dan bangkit demi menyediakan pengampunan baginya; kemudian ia perlu menerima Kristus sebagai Juruselamatnya. Pada waktu itu ia telah diampuni oleh Kristus dan telah menerima anugerah kehidupan kekal dari Allah — selebihnya, ia mengambil bagian dalam khodrat ilahi (2 Petrus 1:4). Di dalam Kristus ia menyadari bahwa dirinya benar-benar dikasihi oleh Allah. Kehidupan baru yang diperoleh orang percaya juga melibatkan kemampuan baru untuk mengasihi seperti Kristus, karena kasih Allah yang kudus, kekal, mengampuni, berkorban, dan tanpa berkondisi sedang hidup di dalamnya (Roma 5:5). Saling mengasihi pada hakekatnya adalah mengasihi sesama orang percaya seperti kasih Kristus pada kita. Mereka yang mengasihi seperti Kristus melalui kuasa Roh Kudus akan membuktikan bahwa mereka adalah para murid Yesus Kristus.

English

Jumat, 14 Oktober 2016

Mengapa orang Kristen diajarkan berkorban kepada Tuhan dan sesama manusia

3:16 Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.

3:17 Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?

Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya. —Yohanes 10:11

Mengapa orang Kristen diajarkan berkorban kepada Tuhan dan sesama manusia

Saya penyuka burung, dan itulah alasan saya membeli enam burung peliharaan di dalam sangkar dan membawanya pulang untuk dirawat setiap hari oleh putri kami, Alice. Suatu hari, salah seekor burung itu sakit dan mati. Kami berpikir barangkali burung-burung tersebut lebih senang jika tidak di dalam sangkar. Maka kami pun melepaskan lima burung yang masih hidup dan mengamati burung-burung itu terbang menjauh dengan gembira.

Alice kemudian berujar, “Tahukah Ayah, karena kematian seekor burung, kita membebaskan lima burung lainnya?”

Bukankah itu seperti yang dilakukan Tuhan Yesus bagi kita? Sama seperti dosa satu orang (Adam) membawa penghukuman bagi dunia, demikianlah kebenaran satu Manusia (Yesus) membawa keselamatan bagi mereka yang percaya (Rm. 5:12-19). Yesus berkata, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yoh. 10:11).

Yohanes menerapkan pernyataan Yesus itu dengan mengatakan, “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita” (1Yoh. 3:16). Itu tidak selalu berarti kematian harfiah, tetapi ketika kita menyelaraskan kehidupan kita dengan teladan kasih Yesus yang rela berkorban, itu berarti kita sedang “menyerahkan nyawa kita.” Sebagai contoh, kita bisa memilih untuk melepaskan harta benda yang kita miliki dan membagi-bagikannya kepada orang lain yang berkekurangan (1Yoh. 3:17) atau meluangkan waktu mendampingi seseorang yang sedang membutuhkan penghiburan kita.

Untuk siapakah kamu perlu berkorban hari ini? —Lawrence Darmani

Dalam hal apakah orang lain telah berkorban demi kebaikanmu?

Pengorbanan Kristus yang terbesar bagi kita memotivasi kita untuk mengorbankan diri kita demi orang lain.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 43-44; 1 Tesalonika 2

Artikel Terkait:

Lagi-Lagi Tentang Kasih …

Hari itu Sari Marlia diingatkan bahwa mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama manusia adalah satu paket komplit. Kita tidak dapat berkata, ‘Tuhan aku mengasihi-Mu’ ketika pada saat yang sama kita sedang membenci orang lain. Baca kisah selengkapnya di dalam artikel ini.