Mengapa indikasi geografis disebut kekayaan intelektual komunal

Fakta Saat ini, Negara-negara yang memiliki sumber daya manusia berbasis kekayaan intelektual jauh lebih makmur/kaya memiliki sumber daya alam melimpah tetapi sedikit sekali memiliki sumber daya manusia berbasis kekayaan intelektual.

Apa sih Kekayaan Intelektual (KI)?

  • Hak yang timbul hasil oleh pikir, karsa, rasa manusia yang menghasilkan suatu proses atau produk barang dan/atau jasa berguna bagi manusia itu sendiri.
  • Hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada kreator, inventor, desainer, dan pencipta berkaitan dengan kreasi atau karya intelektual mereka.
  • Hal ekslusif bagi pemegang hak untuk mengizinkan atau melarang pihak lain menggunakan hak mereka untuk tujuan komersial yang di atur bersadarkan undang-undang.

Mengapa perlunya Melindungi Kekayaan Intelektual.

  • Untuk mencegah dipalsukan
  • Kebijakan perusahaan/kerajinan
  • Mendahului kompetitornya
  • Prestige (harkat) perusahaan
  • Untuk mencegah dikatakan barang palsu

Kekayaan intelektual (KI) dibagi menjadi dua yaitu KI Personal dan KI Komunal

Mengapa indikasi geografis disebut kekayaan intelektual komunal

Kekayaan Intelektual Personal

Hak Kekayaan Intelektual yang bersifat personal adalah HKI yang dimiliki sepenuhnya oleh individu atau kelompok individu dengan atau tanpa mengajukan permohonan kepada Negara untuk mendapatkan hak monopoli atas eksploitasi secara ekonomi.

  • Hak individu atau Badan Hukum
  • Keuntungan Ekonomis bagi Individu/Badan Hukum
  • Berupa Produk/Proses
  • Karya disusun secara tertulis dan sistematis

Kekayaan Intelektual Komunal

Hak Kekayaan Intelektual yang bersifat komunal merupakan HKI yang dimiliki sepenuhnya oleh suatu kelompok masyarakat yang hidup di suatu tempat secara tetap.

  • Hak masyarakat Lokal atau Masyarakat Adat
  • Milik bersama (Komunal) sehingga dapat dibagi
  • Disusun, dijaga, dan dipelihara oleh tradisi

Hak kekayaan Intelektual diatur dalam perundang-undangan sebagai berikut:

  • UU No. 29/2000 Tentang Varietas Tanaman
  • UU No. 30/2000 Tentang Rahasia Dagang
  • UU No. 31/2000 Tentang Desain Industri
  • UU No. 32/2000 Tentang Desai Tata Letak Sirkuit Terpadu
  • UU No. 28/2014 Tentang Hak Cipta
  • UU Bo. 13/2016 Tentang Paten
  • UU No. 20/2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

Mengapa indikasi geografis disebut kekayaan intelektual komunal

Penulis : Reny Rianti, S.Si (Peneliti pada Balitbang Provinsi Kalbar)

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam hayati dan non hayati yang berlimpah. Bahkan tidak jarang diantaranya memiliki keunikan atau kekhasan yang tidak ditemui di tempat lainnya (endemik). Namun, tidak sebatas itu saja, Indonesia juga memiliki keragaman budaya yang terus dipertahankan secara turun temurun dan menjadi identitas kelompoknya. 

Keragaman budaya merupakan buah dari ekspresi atas adat istiadat, nilai-nilai dari kepercayaan, moral, dan kebiasaan, serta pengetahuan dan keterampilan masyarakatnya dalam beradaptasi dengan lingkungan alamnya maupun dalam berinteraksi di kehidupan sosialnya. Keragaman budaya ini selanjutnya tetap dipertahankan dan diwariskan kepada generasi selanjutnya dan menjadi identitas komunal.

Beberapa wujud dari ekspresi budaya yang dapat kita saksikan antara lain adanya bahasa dan tari-tarian daerah, serta pakaian dan upacara-upacara adat. Kearifan local (local wisdom) berupa pengetahuan dan keterampilan diantaranya kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan dan meramu bahan alam menjadi obat-obatan, pengolahan produk pangan, maupun produk kerajinan. Kearifan local masyarakat dalam beradaptasi dengan lingkungannya juga dapat terlihat pada ciri khas bangunan rumah maupun pada tradisi masyarakat mengelola alam lingkungannya.

Namun, kekayaan komunal yang menjadi identitas masyarakat local Indonesia sempat dklaim menjadi budaya dari negara lain. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2009, Malaysia pernah mengklaim dan mematenkan Tari Pendet yang berasal dari Pulau Bali sebagai kebudayaan asli negerinya (Rubiyantoro, 2009). Sebelum itu, Lagu Rasasayange juga diakui Malaysia sebagai buah budaya rumpun Melayu dari Kepulauan Nusantara (Malay Archipelago). Lagu ini dipergunakan mereka untuk mempromosikan kepariwisataan Malaysia bertajuk Truly Asia (Suhardo, 2007). Negeri Jiran ini juga telah melakukan hal yang sama atas batik, Tari Reog Ponorogo, dan music angklung. 

Mengapa indikasi geografis disebut kekayaan intelektual komunal

Kasus pematenan pengetahuan tradisional Indonesia juga pernah dilakukan salah satu perusahaan Jepang. 11 jenis ramuan obat tradisional Indonesia juga dipatenkan perusahaan Shisheido milik Jepang, namun kemudian pada 2002 dicabut pihak Shiseido. Tidak hanya itu, hasil alam Indonesia juga sempat diakui sebagai produk dari negara asing. Kopi Arabika Toraja yang ditanam di Toraja, Sulawasi Selatan ini dikelola dan didaftarkan sebagai merk dagang dari perusahaan Jepang Key Coffe co.

Akibatnya, Kopi Arabica Toraja tidak bisa dijual secara internasional kecuali oleh perusahaan Jepang Key Coffe Co. selain itu, Kopi Gayo yang dibuat dari salah satu varietas biji kopi Arabika terbaik hanya tumbuh di dataran tinggi Aceh sebagai merk dagang dari perusahaan Holland Coffe B.V. dari Belanda yaitu secara resmi mendaftarkan dan mengklaim kopi Gayo pada tanggal 28 April 2010.

Mencermati kasus-kasus di atas, maka pengetahuan traditional, ekspresi budaya tradisional, sumber daya genik, dan potensi indikasi geografis (PTEBTSDG) yang selanjutnya disebut kekayaan Intelektual Komunal (KIK) sangat perlu untuk diakui dan dicatat secara legal oleh negara. Hal ini tentunya untuk kepentingan pelindungan, pelestarian, pengembangan, dan/atau pemanfaatan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat sekaligus perwujudan ketahanan nasional. 

Kekayaan Intelektual Komunal (KIK)

Mengapa indikasi geografis disebut kekayaan intelektual komunal

Kekayaan intelektual komunal (KIK) adalah adalah kekayaan intelektual yang dimiliki oleh masyarakat umum bersifat komunal. KIK merupakan sebuah aset berharga yang dapat memajukan perekonomian suatu bangsa, yang meliputi (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemeterian Hukum dan HAM, n.d.; Adawiyah & Rumawi, 2021):

  1. Ekspresi budaya tradisional/EBT (tradisional culture expressions/TCEs), adalah segala bentuk ekspresi karya cipta, baik berupa benda maupun tak benda, atau kombinasi keduanya yang menunjukan keberadaan suatu budaya tradisional yang dipegang secara komunal dan lintas generasi. UU No. 28 Tahun 2014 pada pasal 38 ayat 1 menyebutkan ekspresi budaya tradisional ini mencakup salah satu atau kombinasi dari segala jenis kesenian dan karya sastra seperti musik, gerak dan tari, prosa, drama, teater, segala jenis seni rupa dan yang terakhir adalah upacara adat. Cara melindungi ekspresi budaya tradisional adalah dengan adanya pemusatan dan dokumentasi nasional melalui Seksi Ekspresi Budaya Tradisional dalam Subdit Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional.
  2. Pengetahuan tradisional (tradisional knowledge), adalah karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu. Pengetahuan tradisional ini dihasilkan dari interaksinya terhadap alam dan atau interpretasi dari interaksi dengan lingkungan sosial dan budaya serta pengalaman spiritualnya. Pengetahuan tradisional ini sesungguhnya sangat berperan dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan merupakan identitas dan jati diri bangsa Indonesia
  3. Indikasi asal dan indikasi geografis (indication of origin and geographical indication), adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan reputasi, kualitas dan karakteristik tertentu pada barang dan / atau produk yang dihasilkan yang memiliki potensi untuk dapat dilindungi dengan Indikasi Geografis.
  4. Sumber daya genetik (), adalah tanaman atau tumbuhan, hewan atau binatang, jasad renik atau bagian-bagiannya yang mempunyai nilai nyata atau potensial.

Dasar Hukum KIK meliputi :  

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2013 tentang Pengesahan Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and the Fair and Equitable haring of Benefits Arising from Their Utilization to the Convention on Biological Diversity
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
  3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis 
  4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
  5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
  6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2011 tentang Sumber Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak
  7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 67/Permentan/OT.140/12/2006 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Tanaman
  8. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 13 tahun 2017 tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal
  9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.2/Menlhk/Setjen/Kum.1/1/2018 Tentang Akses Pada Sumber Daya Genetik spesies Liar Dan Pembagian Keuntungan Atas Pemanfaatannya

Kegiatan inventarisasi KIK merupakan usaha Pemerintah untuk menerapkan sistem pelindungan defensif atas KIK. Hal ini didasari sekalipun KIK tidak memenuhi unsur kebaruan, namun keberadaannya merupakan hasil daya pikir masyarakat adat dan mampu bertahan dalam waktu yang sangat lama. Selain itu, telah terbukti bahwa KIK juga bermanfaat bagi kehidupan manusia, sehingga kita perlu memberi apresiasi terhadap hasil karya cipta masyarakat adat. 

Beberapa hal yang sangat penting untuk dipahami berkaitan dengan aktivitas inventarisasi suatu KIK adalah (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, 2019) :

  1. tujuan utama inventarisasi KIK adalah untuk melindungi hak-hak masyarakat adat agar tidak terjadi pemanfaatan KIK tanpa izin dan/atau pembagian keuntungan yang tidak adil bagi mereka,
  2. jika dimungkinkan, diperlukan informasi mengenai kebutuhan pihak-pihak yang berminat untuk memanfaatkan suatu KIK, baik secara komersial maupun non komersial,
  3. perlu dipastikan bahwa data mengenai KIK yang telah diinventarisasi tidak dapat diakses secara sembarangan, terlebih lagi yang telah berbentuk digital. Hal ini merupakan upaya mencegah pemanfaatan oleh pihak ketiga tanpa pembagian keuntungan yang adil sekaligus untuk menjaga kepercayaan masyarakat adat bahwa KIK yang bersifat sakral dan rahasia,
  4. perlu dikomunikasikan secara jelas kepada masyarakat adat bahwa jika suatu KIK didokumentasikan untuk kebutuhan inventarisasi, akan muncul Kekayaan Intelektual Konvensional/Modern.
  5. Penentuan masyarakat adat pemilik atau yang memiliki hak ekonomi dan moral atas sebuah KIK tidak dapat dilepaskan dari ruang lingkup wilayah geografis penyebaran KIK itu sendiri.
  6. Pada penetapan pemilik atau pihak yang berhak mendapatkan hak ekonomi dan moral atas pelindungan sebuah KIK, perlu dipahami bahwa hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan, terlebih lagi dalam konteks komunal di Indonesia. Oleh karenanya, sangat dimungkinkan negara atau Pemerintah Daerah dapat berperan sebagai “wali” atau perwakilan yang bertindak untuk dan atas nama pemilik atau pihak yang memiliki hak ekonomi dan moral atas pelindungan sebuah KIK.

Mengapa indikasi geografis disebut kekayaan intelektual komunal

Untuk memfasilitasi pengusulan potensi kekayaan intelektual di Provinsi Kalimantan Barat, Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kalimantan Barat telah membentuk Sentra HKI “Litbangjirap Enggang Gading” pada 8 Juni 2021 melalui SK. Kepala Balitbang Kalbar No. 41 Tahun 2021.  Sentra HKI ini bertujuan untuk :

  1. Memfasilitasi pelayanan pengelolaan kekayaan intelektual bagi masyarakat baik perorangan maupun kelompok serta Lembaga atau instansi;
  2. Melaksanakan penguatan Lembaga penelitian dan pengembangan di bidang hak kekayaan intelektual; dan
  3. Melakukan komersialisasi Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki.

Melalui Sentra HKI ini, hendaknya dapat dimanfaatkan seluruh masyarakat Kalbar untuk dapat mengusulkan pengakuan secara legal terhadap Hak Kekayaan Intelektual baik yang bersifat kepemilikan personal maupun kepemilikan komunal.

Referensi

Adawiyah, R., & Rumawi. (2021). Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual Dalam Masyarakat Komunal Di Indonesia. Repertorium, 10(1), 1–16. https://doi.org/10.28946/rpt.v10i1.672

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. (2019). Modul Kekayaan Intelektual Bidang Kekayaan Intelektual Komunal (p. 22). https://www.dgip.go.id/unduhan/modul-ki?kategori=kekayaan-intelektual-komunal

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemeterian Hukum dan HAM. (n.d.). K.I. Komunal. Www.Dgip.Go.Id. https://www.dgip.go.id/menu-utama/ki-komunal/pengenalan

Rubiyantoro, Y. (2009). Malaysia Klaim Tari Pendet, Indonesia Kirim Nota Protes. Https://Nasional.Kontan.Co.Id/. https://nasional.kontan.co.id/news/malaysia-klaim-tari-pendet-indonesia-kirim-nota-protes--2/

Suhardo, E. S. (2007). Heboh Ciptaan Lagu Rasa Sayang. Universitas Diponegoro, 1–4. http://eprints.undip.ac.id/1371/1/HEBOH%2C_CIPTAAN_LAGU_RASA_SAYANG.pdf

Referensi Gambar :

bobo.grid.id

www.ruparupa.com

https://www.liputan6.com

manfaat.co.id

www.gramedia.com

travel.okezone.com

haki.ilearning.me