Mengapa hayam wuruk tidak dapat mencari pengganti mahapatih yang secakap gajahmada?

(Sejarah Indonesia Lama-1500)

I.       Latar Belakang

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan terbesar pertama di Indonesia. Kerajaan ini berdiri pada tahun 1293 M dengan raja pertama bernama Raden Wijaya. Kerajaan Majapahit terletak di wilayah Jawa Timur, tepatnya di Mojokerto. Kerajaan ini dialiri sungai Brantas yang membawa kesuburan bagi kehidupan di kerajaan Majapahit. Pada saat kejayaannya, kerajaan Majapahit diperintah oleh raja Hayam Wuruk dengan Patih Gajah Mada. Patih Gajah Mada diibaratkan matahari karena sangat berjasa bagi kerajaan Majapahit.

Namun pada tahun 1478 M kerajaan Majapahit mengalami kemunduran setelah raja Hayam Wuruk dan patih Gajah Mada wafat. Banyak faktor yang mempengaruhi keruntuhan kerajaan Majapahit, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi runtuhnya kerajaan Majapahit antara lain: terjadi beberapa pemberontakan di majapahit, pengganti Hayam Wuruk dan Gajah Mada tidak ada yang cakap, kemunduran ekonomi dan perdagangan serta sistem pemerintahan yang mirip serikat dan memberikan otonomi kepada daerah menyebabkan banyak daerah taklukannya yang memisahkan diri. Faktor eksternalnya antara lain: masuknya VOC, masuknya agama Islam dan munculnya kerajaan Demak.

Pemberontakan di kerajaan Majapahit dilakukan oleh kerajaan – kerajaan  bawahannya. Kerajaan – kerajaan ini sudah tidak percaya dengan kerajaan Majapahit dan menjual hasil buminya langsung kepada pedagang Cina. Kerajaan – kerajaan ini juga tidak setuju dengan sistem pemerintahan. Selain itu, sepeninggal patih Gajah Mada tidak ada lagi patih yang secakap patih Gajah Mada, sehingga kerajaan Majapahit lambat laun mengalami keruntuhan. Serta juga disebabkan karena adanya perkawinan dengan orang Cina yang dilakukan oleh para pembesar Majapahit sepeninggalnya Gajah Mada dan Hayam Wuruk.

II.   Pembahasan

Perkembangan kerajaan Majapahit yang mencapai puncaknya pada abad ke-14, akhirnya mulai mengalami proses kemunduran setelah Gajah Mada meninggal pada tahun 1364. Sepeninggal patih amangku bumi Gajah Mada, kerajaan Majapahit mengalami kemunduran sedikti demi sedikt, kegemilangannya mulai pudar. Keagungan Gajah Mada dalam sejarah perkembangan majapahit memang diakui oleh segenap rakyat majapahit, terutama oleh prabu Hayam Wuruk selaku kepala negara, yang termuat dalam Negarakretagama pupuh 71. Sepeninggalnya Gajah Mada, prabu Hayam Wuruk berusaha mencari pengganti dari Gajah Mada melalui rapat dewan pertimbangan agung, yang terdiri dari keluarga raja, yakni ibu dan bapa baginda, Tribuanatunggadewi Jayawisnuwardhani dan Sri Kertawardhana; Bhre Daha beserta suaminya, Raja Wengker, Wijayarajasa; dua orang adik baginda beserta suaminya, yakni Bhre Lasem dan Rajaswardhana, raja Matahun, Bre pajang serta Singawardhana, raja Paguhan, dalam rapat tersebut tidak ada satu pun pengganti yang sepadan dengan Gajah Mada sebagai amangku bumi. Akhirnya diputuskan bahwa Gajah Mada tidak akan digantikan oleh siapa pun. Untuk mengisi lowongan dalam pemerintahan, diangkat pelbagai pembesar dengan mengadakan susunan kabinet baru yang secara langsung dipilih oleh Hayam Wuruk.

Tiga tahun lamanya lowongan patih amangku bumi tidak terisi. Tiga tahun lamanya, prabu Hayam Wuruk memimpin sendiri kabinet patih amangku bumi. Baru pada tahun saka 1289 atau tepatnya tahun masehi 1367, diangkatlah Gajah Enggon sebagai patih amangku bumi, yang berjalan selama 27 tahun.

Gajah Mada dikenal sebagai orang kuat di Majapahit, yang disegani oleh seluruh daerah jajahan di Nusantara. Dengan program pemerintahan yang berupa pelaksanaan Gagasan Nusantara yang di canang oleh Gajah Mada, Majapahit mampu mempersatukan pelbagai dearah di Nusantara, selain itu dalam pelaksanaan Gagasan Nusantara tersebut semangat nasional orang Majapahit masih tebal. Segala kekuatan dikerahkan untuk memperluas daerah jajahan yang memberikan keuntungan bagi materiil kepada orang Majapahit. Penguasa kota – kota pelabuhan di berbagai pulau di Nusantara mempermudah penguasaan perdagangan yang dilakukan oleh orang – orang Majapahit, dengan daerah – daerah jajahan yang kaya raya akan hasil bumi dan produksi lainnya. Penguasaan perdagangan dapat dukungan sepenuhnya dari kekuatan armada Majapahit dan kekuasaan yang telah ditanami oleh pemerintah pusat di pelbagai daerah. Dengan program Gagasan Nusantara tersebut, kerajaan Majapahit bertambah subur dan kesejahteraan rakyatnya meningkat, serta ikut meningkat pula kehidupan keagamaan.  

Sepeninggalnya Gajah Mada, berakibat pada kendornya hubungan antara pemerintahan pusat dengan daerah. Kerajaan – kerajaan yang sebelumnya tunduk dan patuh terhadap Majapahit, mulai melepaskan diri dari tangan kerajaan Majaphit. Negara – negara jajahan Majaphit yang jauh letaknya dari pusat pemerintahan tidak terurus lagi, karena telah terjadi perebutan kekuasaan antara para anggota keluarga raja di pusat pemerintahan. Wilayah – wilayah yang terbagi menjadi kadipaten – kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging. Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syech Siti Jenar. Sehingga dengan demikian keruntuhan Majapahit pada masa itu dapat dikatakan tinggal menunggu waktu sebab sistem dan pondasi kerajaan telah mengalami pengeroposan dari dalam. Situasi-situasi inilah yang melemahkan kerajaan Majapahit yang pada akhirnya membawa kepada keruntuhannya. Menurut N.J. Krom: “Bahwa keruntuhan didahului oleh melemahnya pusat pemerintahan dan pelemahan ini tidak disebabkan terutama sekali oleh pertentangan agama Hindu yang sedang turun dan agama Islam yang sedang naik, melainkan semata-mata oleh pertentangan dalam negeri yang berupa perang saudara dan perpecahan kekuasaan.” Tidak ada satu pun orang yang mampu mengendalikan nafsu para pembesar di pusat dan di daerah. Selain kendornya hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah sepeninggalnya Gajah Mada, semangat nasional orang Majapahit mulai merosot. Tidak ada lagi semangat untuk memperluas daerah jajahan, bahkan semangat untuk mempertahankan daerah jajahan yang telah dicapai oleh Gajah Mada mulai menipis. Karena pelbagai kota pelabuhan di pelbagai daerah jajahan telah membebaskan diri dari Majapahit dengan sendirinya, dan kelancaran perdagangan orang Majapahit di pelbagai daerah menjadi terhambat. Akibatnya penghasilan negara menjadi turun, dan kemakmuran rakyat merosot.

Prabu Hayam Wuruk mangkat pada tahun 1389, yang kemudian digantikan oleh Wikramawardhana, suami Kusumawardhani dan menantu sang prabu. Kusumawardhani adalah putri sang prabu, yang lahir dari sang permaisuri. Oleh karena itu Kusumawardhani mempunyai hak untuk mewarisi tahkta kerajaan. Sang prabu masih memiliki seorang putra yang lahir dari seorang selir, yakni Bhre Wirabhumi. Sebagai seorang putra sang prabu, sudah pasti Bhre Wirabhumi ingin menjadi raja Majapahit. Setelah itu kerajaan Majapahit di pulau Jawa dibagi menjadi dua, yang sebelah timur diperintah oleh Bhre Wirabhumi, sedangkan yang sebelah barat, sebagai ibu kotanya  diperintah oleh Wikramawardhana dan sang permaisuri Kusumawardhani. Pembagian kerajaan Majapahit menjadi dua, berarti juga memecah kekuasaan dan kekuatan kerajaan Majapahit, yang menyebabkan terjadinya pertengkaran atau yang biasa disebut dengan perang paregreg (perang saudara) pada tahun 1323 antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi. Inilah awal mula dari kehancuran kerajaan Majapahit. Perekonomian negara dan rakyat menjadi kocar – kacir akibat perang paregreg. Bahkan boleh dikatakan bahwa perang paregreg adalah permulaan rentetan perang saudara demi perebutan kekuasaan antara para keturunan raja Kertarajasa Jayawardhana.

Dalam waktu tiga puluh tahun yang terakhir, Majapahit diperintah oleh enam raja dari pelbagai keluarga. Akibat perebutan kekuasaan antara keluarga yang saling merebohkan, masa pemerintahan raja – raja itu sangat singkat, bahkan antara tahun saka 1375 sampai 1378, atau tahun Masehi 1453 sampai 1456, tahkta kerajaan kosong. Sri Kertawijaya hanya memerintah selama 4 tahun (dari tahun 1447 sampai 1451); Bhre Pamotan Sang Sinagara memerintah selama 2 tahun (1451 sampai 1453); Hyang Purwawisesa memrintah selama 10 tahun (1456 sampai 1466); Bhre Pandan Salas selama 2 tahun (1466 sampai 1468, lalu lolos dari istana); Singawardhana memerintah selama 6 tahun (1468 sampai 1474); Kertabhumi sebagai raj terakhir memrintah selama 4 tahun (1474 sampai 1478).

Akibat perang saudara tersebut, semangat Majapahit lapuk dari dalam. Meskipun kelihatannya masih tegak berdiri, tetapi kerajaan Majapahit sebenarnya telah keropos dari dalam. Tidak ada lagi orang yang dapat dan membina kesejahteraan yang telah dicapai oleh Gajah Mada. Disiplin kerja rakyat dan pengaturan masyarakat di bawah pengawasan patih Gajah Mada sebagai tokoh yang sangat disegani, tercantum dalam kitab perundang – undangan Majapahit, yang disebut Agama.

Dalam kehidupan yang serba mewah dan kesejahteraan rakyat sangat tinggi tingkatannya itu, para pembesar Majapahit sepeninggalan Gajah Mada agak lengah. Raja Wikramawardhana alias Hyang Wisesa kawin dengan putri Cina. Dari perkawinan itu, lahir Swan Liong alias Arya Damar. Perakwinan dengan putri Cina itu tidak hanya dilakukan oleh Raja Wikramawardhana alias Hyang Wisesa saja, melainkan dilakukan juga oleh raja – raja Majapahit lainnya. Raja Kertabhumi juga kawin dengan putri Cina, dari perkawinan itu lahir Jin Bun alias Raden Patah. Raden patah merupakan anak muda yang berhasil merobohkan pemerintahan Majapahit pada tahun 1478. Putri – putri Cina tersebut, dijadikan umpan untuk memancing para pembesar Majapahit. Pada hakikatnya, perkawinan yang dilakukan oleh para pembesar Majapahit akan menghasilkan kuman yang akan merongrong kerajaan Majapahit. Dalam perkawinan tersebut menghasilkan perebutan kekuasaan perdagangan di laut antara orang Majapahit dengan orang Tiongkok.

Palembang yang pada tahun 1397 jatuh di bawah kekuasaan Majapahit, direbut oleh armada Tiongkok dari rajakula Ming pada tahun 1407, yang kemudian dengan segera membentuk masyarakat Tionghoa Islam di Palembang. Selain di Palembang, membentuk masyarakat Tionghoa Islam juga dilakukan di Jawa, di kota – kota pelabuhan penting Majapahit. Hampir segala kota pelabuhan telah didirikan oleh masayarakat Tionghoa Islam. Semua kota pelabuhan di pantai utara, yang merupakan tempat berdagang dan urat nadi perekonomian kerajaan Majapahit, menjadi tersumbat setelah dikuasai oleh masyarakat Tionghoa Islam dari Yunan. Majapahit telah dikepung oleh orang – orang Tionghoa Islam dari laut. Demikianlah memang ada maksud dari pihak masyarakat Tionghoa Islam untuk merobohkan kekuasaan Majapahit, baik dari dalam maupun dari luar. Kerajaan Majapahit diremuk dari dalam, dan jika telah tiba saatnya akan ditekan dari luar. Majapahit telah kemasukan mata – mata Tionghoa, tetapi tidak disadari. Mereka dianggap sebagai sahabat baik.

Izin pembentukan masyarakat Islam Tionghoa, terutama di kota – kota pelabuhan, pada hakikatnya melegalisasi dualisme dalam kehidupan keagamaan. Masuknya Islam dalam masyarakat Hindhu – Jawa akan menimbulkan ketegangan dalam kehidupan kemasyarakatan, melemahkan kekuasaan yang ada pada raja, terjadi pertentangan agama di antara orang Majapahit, serta juga terjadi pertentangan bangsa dan pertentangan kepentingan. Mereka bermaksud merobohkan negara nasional Hindhu – Jawa, dan kemudian mendirikan negara Islam di bawah kekuasaan orang Tionghoa Asing / Peranakan. Itulah maksud sebenarnya dari pembangunan masyarakat Tionghoa Islam, yang kemudian diputar ke arah pembentukan masyarakat Islam Jawa di kota – kota pelabuhan. Penyebaran agama Islam di antara orang – orang Jawa di wilayah Majapahit mengandung maksud untuk mencari tambahan pengikut dan memperkuat barisan demi pembentukan negara Islam di masa depan, karena Bong Swi Hoo alias Sunan Ngampel tidak yakin berhasilnya pembetukan masyarakat Tionghoa.

Agama Islam dijadikan senjata ampuh untuk melemahkan kekuasaan Majapahit, agama Islam dihadapkan dengan agama Hindhu. Akan tetapi banyak di antara orang Tionghoa Islam yang murtad, tidak setia dengan agama Islam. Dengan tegas Raden Patah menolak ajakan Raden Kusen untuk meneruskan perjalanannya ke Majapahit dengan ucapan; “ Saya sudah terlanjur memluk agama Islam. Menurut keyakinan saya, itulah keyakinan yang baik. Saying keislaman saya, jika saya mengabdi kepada raja Majapahit yang kafir.” Fanatisme agama dijadikan senjata ampuh bagi para pengikut Bong Swi Hoo untuk memusnakan agama Hindhu yang disponsori oleh raja Majapahit.

Untuk memperoleh derajat yang tinggi dalam masyarakat feodal Hindhu – Jawa Majapahit, para pemuka islam Tionghoa harus pandai melayani para pembesar, terutama raja Majapahit. Seperti yang dilakukan kapten Cina Gan Eng Cu, karena kepandaiannya melayani raja Majapahit, ia diaungerahi gelar arya oleh rani Suhita, sekaligus Gan Eng Cu mengambil nama Jawa. Karena gelar itu, ia memperoleh kehormatan di kalangan masyarakat Hindhu – Jawa yang masih bersifat feodal. Dengan gelar itu, ia lebih mudah memperoleh pengikut di antara para pegawai kerajaan dan rakyat Majapahit. Hadiah gelar – gelar itu dieksploitasi demi kepentingan masyarakat Islam di Tionghoa.

Saat itu, tiba pada tahun 1478 ketika Bong Swi Hoo alias Sunan Ngampel wafat. Sunan Ngampel yang selalu menasehati agar jangan sekali – kali Jin Bun alias Raden Patah menggunakan kekerasan terhadap raja Majapahit, karena raja Majapahit tidak pernah mengganggu persebaran agama Islam. Alih – alih melawat ke Ngampel, Jin Bun memimpin tentara demak untuk menyerbu keraton Majapahit secara mendadak. Tidak ada persiapan apa pun di pusat kerajaan Majapahit dengan datangnya serangan dari Demak. Dengan mudah Jin Bun berhasil menawan raja Kertabhumi ayah dari pangeran Jin Bun, dan mengangkutnya ke Demak. Majapahit menyerah tanpa perlawanan, tanpa pertumpahan darah. Segala harta pusaka dan ube rampe kebesaran Majapahit diangkut ke Demak sebanyak tujuh muatan kuda.

Kesultanan Demak adalah kesultanan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Demak pada masa sebelumnya merupakan suatu daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagah Wangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit. Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra). Raja pertama Kesultanan Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) yaitu raja Majapahit.

Majapahit yang berdiri selama 184 tahun, dan pernah mengalami masa kegemilangan serta pernah ditakuti dan disegani di segenap Nusantara, berhasil ditundukkan oleh seorang pemuda yang berusia 23 tahun tanpa perlawanan dan tanpa pertumpahan darah. Kini Majapahit menjadi negara bawahan Demak, sebagai negara bawahan, Majapahit harus tunduk kepada perintah dan kemauan sultan Demak serta harus pula memberikan upeti setiap tahunnya. Sebagai negara bawahan Demak, Majapahit masih bertahan sampai 49 tahun di bawah pimpinan Dyah Ranawijaya Girindrawardhana alias Pa Bu Ta La. Baru pada tahun 1527, kerajaan Majapahit benar – benar hancur karena di bumi hanguskan oleh tentara Demak di bawah pimpinan Toh A Bo alias Sunan Gunung Jati, karena Dyah Ranawijaya Girindrawardhana alias Pa Bu Ta La mengadakan hubungan dagang dengan orang – orang Portugis, yang merupakan musuh utama negara Islam Demak. Kerajaan Majapahit terpendam dalam abu sejarah.

Pasca runtuhnya kerajaan Majapahit maka Raden Patah menggantikan kekuasaan ayahnya di Majapahit dan sekaligus mertuaya di Demak. Dengan demikian kekuasaan Raden Patah bukan hanya didasarkan sebagai strategi penyebaran Islam semata atau pun perebutan kekuasaan politik namun berdasarkan garis keturunan dia memiliki hak atas tahta Majapahit.    

Dalam berbagai catatan mengenai keruntuhan Majapahit secara tertulis tidak ada sumber tertulis yang dapat memberikan jawaban yang tepat tentang waktunya. Babad Tanah Jawi menyebutkan Kerajaan Majapahit runtuh karena serangan Kerajaan Islam Demak pada 1478 Masehi atau 1400 saka. Dalam bahasa Jawa Kuno tahun 1400 tersebut biasa diperlambangkan dengan candra sengkala, berbunyi “sirna ilang kertaning bumi” yang dapat diterjemahkan sebagai musnahnya kemakmuran dan keberadaan sebuah negeri.

III.   Kesimpulan

Kerajaan Majapahit runtuh pada tahun Saka 1400 (1478 M), keruntuhannya tersebut dilambangkan dengan candrasengkala “sirna-ilang-kertining-bumi” (serat Kanda). Majapahit berhasil ditundukkan oleh seorang pemuda yang berusia 23 tahun tanpa perlawanan dan tanpa pertumpahan darah, yang bernama Jin Bun alias Raden patah. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan Majapahit runtuh, diantaranya Demak telah mengadakan penyerangan untuk menaklukan kerajaan Majapahit, maka hal itu tidak dapat dilepaskan dari rangkaian perang saudara (balas dendam) antara Bhre Kertabhumi dengan Bhre Pandan Salas dalam rangka memperebutkan kekuasaan atas tahta kerajaan Majapahit. Kemudian faktor lain yaitu meninggalnya Raja Hayam Wuruk dan Gajah Mada sehingga tidak ada pengganti yang sepadan, dan juga masuknya Islam ke Majapahit yang menyebabkan Majapahit runtuh.  

IV.    Daftar Pustaka

Djafar, Hasan, Girīndrawarddhana: Beberapa Masalah Majapahit Akhir. Jakarta: Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda, 1978.

Muljana, Slamet, Runtuhnya Kerajaan Hindhu – Jawa dan Timbulnya Negara – Negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKis, 2005.

Poesponegoro, M. D. dan Notosusanto, N, Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka, 1993.

Saksono,Widji, Mengislamkan Tanah Jawa: Telaah atas Metode Dakwah Wali Songo. Bandung: Mizan, 1995.

http://majapahit1478.blogspot.com/2011/04/runtuhnya-kerajaan-majapahit.html.

http://ervanhardoko.multiply.com/journal/item/18/Sirna_Ilang_Kertaning_Bumi.html.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Demak.html.


Syekh Siti Jenar merupakan tokoh kontrovesial yang eksistensinya sebagai sosok historis masih

   dipertanyakan. Nmaun demikian sejumlah pendapat menyatakan bahwa dia bertanggung jawab atas

   penyebaran ajaran syi’ah dan sekaligus paham wihdatul wujud di Pulau Jawa. Menurut salah satu sumber

   dia memiliki nama asli Syeh Jabaranta dan pernah tinggal lama di Persia. (Lihat MB. Rahimsyah.

   Legenda dan Sejarah Lengkap Wali Songo. (Amanah, Surabaya), hlm. 139).

Lihat Http://64.203.71.11/kompas-cetak/0305/23/teropong/326029.htm diakses pada tanggal 10 Januari  

    2013.


Page 2