Kebutuhan manusia yang berasal dari ciptaan Allah

Terdapat empat aspek penciptaan manusia dalam penjelasan Alquran.

REPUBLIKA.CO.ID, Intelektual Muslim dari Universitas Zaytuna, Berkeley, California, Zaid Shakir, menulis artikel tentang cikal-bakal umat manusia dalam Alquran. Dia menyampaikan, saat ini setiap Muslim dapat menemukan jawaban untuk pertanyaan mendasar tentang apa artinya menjadi manusia.

Namun, Alquran menegaskan ihwal kemanusiaan dan menggambarkan empat aspek manusia. Empat itu ialah ciptaan fisik, roh, fitrah, dan cahaya. Semuanya memiliki asal mula. Pertama, adalah penciptaan fisik. Allah SWT berfirman dalam surat Shad ayat 75:

قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ۖ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ

"Hai iblis, apa yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?".

Ahli tafsir, berpendapat bahwa yang dimaksud pada ayat tersebut adalah Nabi Adam sebagai bapak umat manusia. Adapun arti dari "diciptakan dengan kedua Tanganku", berarti bahwa itu merupakan contoh perhatian besar yang diberikan Allah SWT kepada ciptaan-Nya, dalam hal ini Nabi Adam diciptakan dengan dua Tangan.

Karena itu, Shakir menyampaikan, implikasinya adalah penciptaan tersebut tanpa perantara ayah atau ibu. Ini menunjukkan bahwa manusia memulai perjalanannya sebagai makhluk fisik dengan tindakan kreatif Allah SWT yang langsung dan tak tanggung-tanggung. Setelah manusia digerakkan  roh, maka bisa menjalankan tujuan utamanya yaitu untuk menyembah dan mengenal Tuhannya.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS al-Mu’minun: 12-14).  

Karena itu, manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat menyadari memiliki Pencipta yang luar biasa, yang seharusnya berterima kasih atas proses luar biasa yang membuat manusia ada.

Aspek kedua adalah roh. Shakir menjelaskan, kejujuran manusia membuat manusia menjadi wadah yang tepat untuk roh, ciptaan Allah yang khusus dan unik. Roh tidak hanya menjiwai tubuh fisik manusia tetapi juga indera dan intelektualnya. Perawakan fisik dan roh adalah dua elemen penting yang menentukan kemanusiaannya.

Sementara kejujurannya dapat menuntun manusia untuk meninggikan apa yang dapat dilihat sebagai kebajikan yang unik, aspek ciptaan fisiknya juga harus menuntunnya untuk merendahkan dirinya sendiri.

Dalam Alquran surat Yasin ayat 77-78, Allah SWT mengingatkan bahwa permulaan manusia berasal dari saluran yang sama ketika air seni keluar dari tubuh. Bagaimana makhluk seperti itu bisa bersikap sombong?

Pemikir Muslim Fazlur Rahman menyatakan, bahwa hampir tidak ada bagian dalam Alquran yang mengatakan bahwa manusia terdiri dari dua substansi yang terpisah, dalam hal ini tubuh dan jiwa. Jika Imam Ghazali menerima ide bahwa manusia terdiri dari gabungan tubuh dan jiwa, maka itu berakar kuat di dalam Alquran.

Alquran mengingatkan Muslim bahwa roh adalah ciptaan nonfisik yang dihembuskan ke dalam tubuh fisik. Ini didasarkan pada surat As-Sajadah ayat 9, Al-Hijr Ayat 29, Shad ayat 72, dan Al-Anbiya ayat 91.

Roh dan tubuh fisik manusia, artinya, adalah dua entitas yang berbeda ketika mereka disatukan. Alquran tidak menunjukkan bahwa keduanya kehilangan sifat individualnya setelah bergabung.

Aspek ketiga adalah fiţrah. Aspek ketiga dari manusia dalam Alquran adalah watak alaminya, yang dijelaskan dengan istilah fiţrah dalam Alquran. Seperti ciptaan fisik dan roh, fiţrah berasal langsung dari Tuhan. Ini sebaaimana surat Ar-Rum ayat 30.

Aspek terakhir adalah cahaya. Alquran menyampaikan bahwa orang beriman memiliki "cahaya". Hal ini seperti di dalam Surah Al-Hadid ayat 12, At-Tahrim ayat 8, dan An-Nur ayat 40.

Shakir memaparkan, cahaya yang dirujuk dalam ayat-ayat tersebut digambarkan sebagai pengetahuan aktual tentang Tuhan, cahaya pencerahan, cahaya yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang-orang yang beriman pada hari kebangkitan, cahaya keesaan Ilahi , cahaya ketaatan, dan cahaya bimbingan.

Menurut Shakir, tradisi profetik, bagaimanapun, memperkenalkan narasi yang memungkinkan manusia melihat cahaya ini dari perspektif lain. 

Salah satu doa yang dibuat oleh Nabi Muhammad SAW adalah ketika Nabi SAW berdoa kepada Allah SWT agar dia dijadikan makhluk cahaya, dan dia mengajari kita untuk membuat doa itu. Ini bisa berarti bahwa Nabi SAW berdoa agar cahaya rohnya tercermin dalam sifat fisiknya.

"Sifat fisik kita memang dapat diresapi atas kehendak Tuhan, dengan cahaya. Ketika itu terjadi, seperti para malaikat, yang diciptakan dari cahaya, kita dengan mudah mengenali tujuan penciptaan kita dan menjadi hamba yang taat," kata Shakir.

Sumber: https://renovatio.zaytuna.edu/article/the-human-in-the-quran   

Kebutuhan manusia yang berasal dari ciptaan Allah

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Nama : HENNY FAUSTA

NIM : 2001750295

Kelas : LL21

Jurusan : ACCOUNTING

Manusia merupakan satu-satunya makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi. Alam merupakan lingkungan kehidupan atau segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang. Manusia dan alam mempunyai hubungan yang saling tergantung dan saling membutuhkan.

Pemazmur mengatakan bahwa Allahlah pemilik alam semesta ini. “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya” (Mazmur. 24:1). Tuhan telah menciptakan segala sesuatu dari ketiadaan, creatio ex nihilo. Jika manusia ingin mencipta sesuatu, harus menggunakan apa yang telah diciptakan oleh Allah. Manusia mencipta dan membangun senantiasa menggunakan yang tersedia di alam, yang merupakan ciptaan Allah.

Alkitab berbicara tentang ciptaan yang baru dan bumi yang baru (Wahyu. 21:1), di mana bumi yang baru tersebut adalah bebas dari polusi (pencemaran), destruksi (pengrusakan). Manusia ditugasi oleh Allah dalam rangka menggalang keharmonisan manusia dan alam. Menurut ( Kejadian 1:28 ), ciptaan terakhir yakni manusia, mendapatkan mandat untuk bertanggung jawab atas seluruh ciptaan. Tanggung jawab terhadap alam sebagai ciptaan Allah, juga telah dipertegar lewat kehadiran Kristus Yesus.

Tetapi seiring berjalannya waktu, alam berubah wujud dari tampilan sebelumnya. Pengembangan aspek kehidupan, tidak terlepas dari kemajuan pola pikir manusia yang dititikberatkan kepada keadaan sekarang, usaha mempermudah kehidupan manusia karena kebutuhan hidup. Penyebab dari lingkungan hidup yang kian menjadi rusak adalah mungkin dikarenakan cara pandang dan sikap manusia yang telah salah terhadap alam. Karena memang benar pemahaman dan cara pandang orang terkait lingkungan hidup akan mempengaruhi sikap mereka, dan bagaimana mereka akan memperlakukan alam.

Pemikiran bahwa manusia yang paling memiliki kepentingan yang dianggap akan paling menentukan tatanan ekosistem. Banyak yang berpandangan bahwa alam dapat dilihat sebagai objek, alat, dan sarana untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia. Adanya pemikiran seperti itu akan memicu munculnya sikap yang tidak bersahabat dengan alam, dan tidak menghargai adanya lingkungan hidup untuk kepentingan banyak orang.

Krisis lingkungan hidup yang dialami manusia pada masa sekarang merupakan akibat langsung dari kurang pedulinya manusia terhadap pengelolaan lingkungan hidup mereka sendiri. Artinya, manusia umumnya melakukan pengelolaan sumber-sumber alam tidak peduli pada peran etika. Dengan kata lain, krisis lingkungan hidup yang dialami manusia berakar pada krisis etika (moral). Manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau lebih peduli pada kepentingan diri sendiri. Kita melihat dan merasakan sendiri bagaimana perubahan lingkungan telah terjadi dan berdampak langsung pada kehidupan kita.

Secara teologis dapat dikatakan bahwa manusia dan alam adalah ciptaan, properti dan bait Allah, semuanya itu berada dalam suatu hubungan perjanjian dengan Allah. Barangsiapa yang merusak alam, maka ia merusak hubungan perjanjian itu. Di samping itu, segala kegiatan pengrusakan alam akan mendatangkan kerusakan pada hidup umat manusia. Alam merupakan pemberian Allah untuk manusia untuk memelihara dan dipergunakan (Kejadian 1). Oleh karena itu, etika lingkungan tidak berpusat pada manusia atau alam, melainkan berpusat kepada Allah.

Sebagai Pencipta, Allah sesuai rencana-Nya yang agung telah menciptakan segala sesuatu sesuai dengan maksud dan fungsinya masing-masing dalam hubungan harmonis yang terintegrasi dan saling memengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya. Sebab semua ciptaan berharga di mata Tuhan. Jadi, sikap eksploitatif terhadap alam merupakan bentuk penodaan dan perusakan terhadap karya Allah yang agung itu.

Berdasarkan pandangan umum maupun pandangan agama Kristen tentang alam semesta lingkungan hidup, maka setiap orang memiliki tanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan hidup berdasarkan pemahamannya. Setiap pandangan memiliki dasar tanggung jawab etis terhadap kerusakan lingkungan hidup.

Di akhir kata, menjadi Kristen, berarti menjadi bagian dari karya Allah untuk menata kehidupan yang harmonis. Keikutsertaan dalam melestarikan alam, bukan lagi harus dilakukan sebagai bentuk formalitas taat negara, atau ikut-ikutan masyarakat sekitar. Tetapi dilaksanakan sebagai bentuk kesadaran dan tanggung jawab umat Kristen sebagai umat ciptaan Allah. Yang bisa dimulai dari menyadarkan diri sendiri, berlanjut ke lingkungan sekitar dan lalu masyarakat luas. Semua itu tentu saja, diperbuat  untuk memuliakan Allah Sang Pencipta.