Luqathah adalah barang yang tidak diketahui pemiliknya dan telah ditemukan oleh seseorang.Masalah Luqathah, merupakan salah satu persoalan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, ini disebabkan adanya kelalaian dari pihak yang mempunyai barang. Bagi yang kehilangan barang maupun yang penemu, keduanya mempunyai kewajiban yang sama untuk mengetahui bagaimana seharusnya islam menangani masalah ini manusia beranggapan bahwa barang yang sudah jatuh itu milik mereka.mereka menganggap bahwa barang tersebut adalah rezeki mereka. Mereka cenderung tidak peduli dengan hal semacam ini bahkan hampir melupakan bagaimana dan seperti apa cara untuk menangani barang temuan. Show Hukum pengambilan barang temuan, oleh ulama dibagi ke dalam beberapa tingkatan dan di antaranya sebagai berikut :
Dalam pandangan imam Malik, bahwa barang temuan itu tetap menjadi tanggungan (ganti rugi; biaya) bagi si penemu sekiranya ia telah melakukan tindakan, baik dengan cara menyedekahkan dan atau memanfaatkan. Alasan imam Malik lantaran barang temuan itu adalah serupa dengan wadi’ah (barang titipan), sehingga bagaimana pun keadaan barang tersebut tentu tidak berpindah status kepemilikan kepada orang lain (si penemu); karenanya jika rusak perlu mengganti atau membayarkannya Di kisahkan bahwa ada seorang laki-laki pernah datang dan bertanya kepada Rasulullah SAW., mengenai Luqhatah . Beliau menjawab : “ perhatikanlah bejana tempatnya dan tali pengikatnya, lalu umumkanlah (barang Itu) selama setahun. Jika pemiliknya datang maka serahkanlah kepada mereka dan jika tidak maka manfaatkanlah . Lelaki itu bertanya lagi, “ bagaimana barang temuan tersebut berupa kambing yang tersesat? Beliau menjawab: “Ambillah, itu milikmu, atau milik saudaramu, atau akan di makan serigala . Lelaki itu masih bertanya “bagaimana bila itu berupa unta yang tersesat?” Beliau menjawab “ Apa urusannya denganmu?! Ia masih memakai terompah dan memiliki cadangan airnya sendiri sampai nanti pemiliknya datang menemukannya .”(H.R Al-Bukhari) Pada tingkat yang pertama, ulama mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) sepakat mengenai barang temuan untuk mengumumkan setidaknya satu tahun dari batas waktu barang itu ditemukan. Namun demikian, yang perlu diperhatikan bahwa barang tersebut harus tahan lama (seperti emas, perak dan barang yang sejenis dengannya). Meskipun begitu, di kalangan ulama masih tampak berbeda pendapat sehubungan dengan barang temuan itu perlu diambil atau dibiarkan saja. Para ulama fikih berbeda pendapat terkait dengan barang temuan di tanah haram. Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah dalam salah satu riwayatnya dan haram. Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah dalam salah satu riwayatnya dan dari Syafi’i mengatakan,”Bahwa ia seperti barang temuan di tanah halal. dari Syafi’I mengatakan,”Bahwa ia seperti barang temuan di tanah halal. Sementara perkataan Ahmad dan ini termasuk salah satu riwayat dari Syafi’i Sementara perkataan Ahmad dan ini termasuk salah satu riwayat dari Syafi’I mengatakan, “Bahwa barang temuan di haram hendaknya diumumkan untuk mengatakan, “Bahwa barang temuan di haram hendaknya diumumkan untuk selamanya sampai datang pemiliknya. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi selamanya sampai datang pemiliknya. Dengan demikian, sejumlah uraian di atas dapat dikatakan bahwa hukum pengambilan barang temuan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi tempat dan kemampuan penemunya Dikarenakan status hukum barang temuan itu dibolehkan untuk diambil, maka anjuran atasnya juga dituntut untuk memeliharanya dengan baik. Dengan demikian, identitas kepercayaan seseorang untuk menerima tanggungan dalam rangka memelihara barang temuan menjadi tindakan yang tidak boleh disia-siakan.
Luqathah secara bahasa bermakna asy-syai’ al-malquth (sesuatu yang dipungut). Adapun secara istilah, luqathah adalah setiap harta yang tercecer dari pemiliknya kemudian diambil oleh orang lain. Misalnya seseorang menemukan uang atau pakaian di jalan yang dikhawatirkan rusak, kemudian ia mengambilnya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Kata luqathah mengikuti wazan fu’alah yang bermakna sesuatu yang dipungut, yaitu ungkapan yang mencakup setiap mal (harta) atau mukhtash yang tercecer dari pemiliknya. Adapun yang dimaksud dengan mal adalah sesuatu yang bisa dikenakan akad padanya, sedangkan mukhtash adalah sesuatu yang tidak bisa dikenakan akad padanya. Yang pertama, misalnya uang, perkakas dan semisalnya, dinamakan dengan mal. Adapun mukhtash adalah sesuatu yang tidak bisa dikenakan akad padanya, misalnya anjing, tidak disebut mal dan tidak sah untuk diperjualbelikan, akan tetapi di kalangan ahli ilmu dinamakan dengan mukhtash. Apabila seseorang menemukan anjing pemburu, maka itu termasuk luqathah dan jika seseorang menemukan jam tangan, pena dan semisalnya maka itu juga luqathah, akan tetapi yang ini dinamakan mal dan yang tadi dinamakan mukhtash. Rukun LuqathahLuqathah memilki tiga rukun, yaitu :
Hukum Mengambil LuqathahHukum asalnya, diperbolehkan mengambil barang temuan, berdasarkan hadits dari Zaid bin Khalid Al Juhani radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang barang temuan berupa emas dan perak, maka beliau bersabda : اِعْرِفْ وِكَاءَهَا وَعِفَاصَهَا، ثُمَّ عَرِّفْهَا سَنَةً، فَإِنْ لَمْ تَعْرِفْ فَاسْتَنْفِقْهَا، وَلْتَكُنْ وَدِيعَةً عِنْدَكَ، فَإِنْ جَاءَ طَالِبُهَا يَوْمًا مِنَ الدَّهْرِ فَأَدِّهَا إِلَيْهِ “Kenalilah pengikat dan wadahnya, kemudian umumkanlah selama setahun, jika pemiliknya tidak diketahui maka manfaatkanlah, dan barang itu dianggap sebagai titipan di sisimu, jika suatu hari pemiliknya datang maka serahkanlah kepadanya.” Para ulama juga telah bersepakat atas diperbolehkannya mengambil barang temuan, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hubairah rahimahullah, “Para ulama telah bersepakat atas diperbolehkannya mengambil barang temuan secara umum.” Macam-macam LuqathahLuqathah terbagi menjadi beberapa macam, yaitu :
Beberapa Ketentuan Seputar LuqathahAda beberapa ketentuan terkait mengambil barang temuan sebagaimana uraian berikut ini :
Disusun oleh: Artikel Alukhuwah.Com |