Secara ringkas pendidikan kewarganegaraan, atau PKN, diarahkan untuk menanamkan rasa nasionalisme dan nilai-nilai moral bangsa bagi pelajar sejak dini. Pendidikan ini menjadi patokan dalam menjalankan kewajiban dan memperoleh hak sebagai warga negara, demi kejayaan dan kemuliaan bangsa. Tujuan pendidikan kewarganegaraan Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah menciptakan warga negara yang memiliki wawasan kenegaraan, menanamkan rasa cinta tanah air, dan kebanggaan sebagai warga negara Indonesia dalam diri para generasi muda penerus bangsa. Pendidikan ini tentunya harus dipadukan dengan penguasaan ilmu dan teknologi, sehingga terciptalah generasi masa depan yang kelak bisa memberikan sumbangsih dalam pembangunan bangsa. Pentingnya pendidikan kewarganegaraan Dengan pendidikan kewarganegaraan ini para generasi muda diharapkan memiliki kesadaran penuh akan demokrasi dan HAM. Dengan bekal keadaran ini, mereka akan memberikan kontribusi yang berarti dalam mengatasi berbagai masalah yang dihadapi bangsa, seperti konflik dan kekerasan yang terjadi dalam masyarakat Indonesia, dengan cara-cara yang damai dan cerdas. Mencetak generasi muda yang bertanggungjawab atas keselamatan dan kejayaan tanah air adalah tujan berikutnya. Rasa tanggung jawab ini akan tercermin dalam partisipasi aktif generasi muda dalam pembangunan. Generasi muda yang bertanggung jawab akan menyaring pengaruh-pengaruh dari luar, mengambil sisi positifnya dan menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai luhur dan moral bangsa.
Iswanda, M. L. ., & Dewi, D. A. . (2021). Peran Pendidikan Kewarganegaraan di Era Globalisasi . Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(1), 1494–1500. Retrieved from https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/1126
Banks, J. A. (2008). Diversity, Group Identity, and Citizenship Education in a Global Age. Educational Researcher, 37(3), 129–139. Fauzi, I., & Srikunto. (2013). Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education). In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53). Irhandayaningsih, A. (2012). Peranan Pancasila dalam Menumbuhkan Nasionalisme Generasi Muda di Era Global. Humanika, 16(9), 1–10. Juliati, J., Hermawan, W., & Firman, M. (2019). Pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana untuk meningkatkan kesadaran hidup yang lebih baik bagi sesama. Jurnal Civics: Media Kajian Kewarganegaraan, 16(1), 29–37. Morais, D. B., & Ogden, A. C. (2011). Initial development and validation of the global citizenship scale. Journal of Studies in International Education, 15(5), 445–466. Murdiono, M., Sapriya, S., Wahab, A., & Maftuh, B. (2014). Membangun Wawasan Global Warga Negara Muda Berkarakter Pancasila. Jurnal Pendidikan Karakter, (2), 120928. Murdiono, Mukhamad. (2014). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Wawasan Global Warga Negara Muda. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 3(3), 349–357. OXFAM. (2006). Education for Global Citizenship: A Guide for Schools. Oxfam, 12. Pendidikan, P., Untuk, K., Semangat, M., Dilakangan, N., Muda, G., Bangsa, H., & Era, D. (2019). Jurnal jips. 3(3), 25–30. SAKMAN, & BAKHTIAR. (2017). Pendidikan Kewarganegaraan Dan Degradasi Moral Di Era Globalisasi. IEEE International Conference on Acoustics,Speech,and Signal Processing(ICASSP)2017, 41(2), 84–93. Sutria, D. (2019). Implementasi Metode Batu Pijar Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Aktifitas Dan Hasil Belajar Siswa Sd Negeri 47 Kota Jambi. Jurnal Pesona Dasar, 7(2), 1–9. SUTRISNO. (2018). Pperan Pendidikan Kewaganegaraan dalam Membangun Warga Negara Global. Citizenship Jurnal Pancasila Dan Kewarganegaraan, 6, 41–51. Sutrisno, S. (2020). Pendidikan Kewarganegaraan Kemasyrakatan Dalam Membangun Wawasan Warga Negara Global. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 10(2), 53. Tuhuteru, L. (2017). Peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Peningkatan Pembentukan Karakter Bangsa di Tengah Arus Globalisasi. Prosiding Konferensi Nasional Kewarganegaraan III, (November), 302–305. Zamroni, . (2007). Pendidikan dan demokrasi dalam transisi menuju era globalisasi: Prakondisi menuju era globalisasi. Jakarta: PSAP.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 > >>
Pendidikan kewarganegaraan pada hakikatnya adalah salah satu bentuk pendidikan untuk generasi penerus yang bertujuan agar mereka menjadi warga negara yang baik dan sadar mengenai hak dan kewajibannya dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Hal ini sesuai dengan hakikat tujuan pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yaitu upaya sadar serta terencana yang bertujuan untuk mengembangkan siswa menjadi warga negara yang baik yang memiliki rasa kebanggaan terhadap Negara Indonesia, cinta tanah air, jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi di lingkungan rumah, sekolah, dan sekitarnya serta berbangsa dan bernegara (Supriyanto, 2018: 116). Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) membawa misi pendidikan moral bangsa, membentuk warga negara yang cerdas, demokratis, dan berakhlak mulia, yang secara konsisten melestarikan dan mengembangkan cita-cita demokrasi dan membangun karakter bangsa. Sedangkan visi pendidikan Kewarganegraan adalah mewujudkan proses pendidikan yang terarah pada pengembangan kemaampuan individu, sehingga menjadi warga Negara yang cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Sesuai visi dan misi tersebut diharapkan akan membentuk perilaku warga negara Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan karakter positif masyarakat Indonesia tentang bagaimana manusia sebagai makhluk individu, makhluk social, makhluk religi, dsb. Di masa sekarang ini Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kebutuhan yang mendasar bagi bangsa Indonesia untuk menghadapi arus globalisasi yang melanda dunia. Globalisasi adalah fenomena saling terhubungnya negara di dunia, salah satunya karena perkembangan teknologi yang sangat cepat. Dampak globalisasi membuat seluruh dunia dapat terhubung. Globalisasi adalah proses integrasi ke ruang lingkup dunia. Kemajuan teknologi dan transportasi, membuat hubungan yang bersifat global yang meliputi semua hubungan yang terjadi dengan melampaui batas-batas ketatanegaraan. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Secara umum, dampak positif dan negative globalisasi yaitu : Dampak positif :
Dari pemaparan diatas, dapat diketahui jika globalisai memberikan pengaruh pada perilaku masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan yang menyebabkan pergeseran nilai dan sikap. Perubahan perilaku karena globalisasi bisa berpengaruh kepada siapa saja, baik positif maupun negatif. Sehingga masyarakat diharapkan bisa memilih mana yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan. Pengaruh terbesar globalisasi biasanya berkiblat pada negara-negara maju, seperti pengaruh dari budaya barat. Mulai dari pakaian, rambut, gaya rumah, bahkan sampai perilaku yang seringkali menyimpang dan tidak sesuai dengan budaya asli Indonesia . Maka, perlu digaris bawahi, bahwa tidak semua pengaruh yang datang dari luar negeri bisa diterapkan secara langsung. Masyarakat tetap menyesuaikan perilaku yang disesuaikan dengan bangsa dan negara. Karena tidak semua negara memiliki pedoman perilaku yang sama. Menghadapi era globalisasi, diperlukan pemahaman dan sikap untuk menjadi acuan untuk kemudian bertindak di masa sekarang dan masa depan. Untuk itu peran pendidikan Kewargaanegraan dianggap penting sebagai perisai generasi muda untuk tetap melaksanakan kehidupannya sesuai dengan norma-norma yang telah disepakati bersama sebagai bangsa Indonesia, yaitu norma-norma yang sesuai dengan Pancasila dan budaya bangsa yang adhi luhur. Nilai atau norma menjadi sebuah aturan yang tidak tertulis namun dihormati masyarakat. Namun, dengan adanya globalisasi ada beberapa nilai yang bercampur dengan nilai yang baru dari luar, sehingga meinumbulkan nilai-nilai baru, yang terkadang sangat berbeda jauh dari nilai asli dan jati diri masyarakat Indonesia. Apabila kondisi ini diabaikan, maka bisa jadi masyarakat akan menjadi masyarakat yang rusak, masyarakat yang tidak memiliki nilai-nilai budaya yang harus dijunjung tinggi, masyarakat yang melupakan jati dirinya sendiri. Masyarakat yang cerdas dari sisi keilmuan, namun tidak memiliki kemampuan untuk mengerti dan memahami orang lain bahkan masyarakat yang tidak tahu dari mana dan kemana tujuan mereka. Di sini akan terlihat masyarakat pada kondisi yang sangat memperihatinkan, karena jauh dari nilai-nilai moral dan budaya yang ada |