Jelaskan kronologi penyempurnaan penulisan mushaf Al- qur an setelah masa Khulafaur Rasyidin

KULTUM RAMADHAN HARI KE-22
“NUZULUL QUR’AN DAN SEJARAH PEMBUKUAN AL-QUR’AN”

Jelaskan kronologi penyempurnaan penulisan mushaf Al- qur an setelah masa Khulafaur Rasyidin

Foto: Panmud Gugatan PA Kuala Pembuang saat menyampaikan Kultum Ramadhan
di musholla PA Kuala Pembuang (05/05/2021)

Kuala Pembuang│pa-kualapembuang.go.id

KUALA PEMBUANG - Selasa, 04 Mei 2021. Qamaruddin, S.H.I, M.H., Panitera Muda Gugatan PA Kuala Pembuang menyampaikan kultum di hari ke-22 Ramadhan tentang sejarah dan hikmah turunnya Al-Qur’an. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat  Al-Isra ayat 9, Allah SWT berfirman bahwa, “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mu’min yang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”.

Qamaruddin kemudian mengulas tentang sejarah diturunkannya Al-Qur’an yang terjadi dalam 2 (dua) cara. Pertama, Al-Qur’an diturunkan secara lengkap di malam Lailatul qadar dari Lauh Al-Mahfudz ke Baitul Izzah atau langit dunia pada bulan suci Ramadansebagaimana diinformasikan dalam surah Al-Qadar ayat pertama: "Sesungguhnya kami telah menurunkannya [Al-Qur’an] pada malam kemuliaan [Lailatul qadar]”. Kedua, setelah diturunkan di langit dunia, lalu wahyu Al-Qur’an tersebut diturunkan secara bertahap kepada Nabi Muhammad SAW sesuai dengan konteks dan kebutuhan, berlangsung selama 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari secara berangsur-angsur.

Sejarah periodisasi Al-quran sepanjang perjalanan turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW, para ulama membagi sejarah Al-quran dalam 2 (dua) periode, yaitu periode sebelum hijrah dan periode selepas hijrah. Ayat-ayat Al-quran yang turun sebelum hijrah dikenal dengan sebutan ayat-ayat Makiyah, sementara ayat-ayat Al-quran yang turun usai hijrah dikenal dengan ayat-ayat Madaniyah.  Pada periode sebelum hijrah terdapat 86 surah makiyah yang diturunkan selama 12 tahun lima bulan. Pada umumnya, isi ayat-ayat makiyah berkenaan dengan akidah dan penguatan tauhid. Wahyu Al-quran di periode sebelum hijrah merupakan pokok ajaran Islam untuk mengokohkan keimanan umat yang ditindas oleh orang-orang kafir Quraisy. Pada kedua, terdapat  28 surah yang turun selama 9 tahun 9 bulan, ayat-ayat madaniyah umumnya berkaitan dengan muamalat, syariat, dan hukum-hukum Islam.

Lebih lanjut, pria asal kota kretek Kudus tersebut menjelaskan tentang sejarah pembukuan Al-Quran yang pada masa Rasulullah SAW, belum terkumpul rapi seperti sekarang karena proses perjalanan wahyu yang masih berlangsung selama hidup. Pengumpulan Al-quran di masa kenabian ini dikenal dengan dua cara, yaitu melalui tulisan (jam'u fi as-suthur) dan melalui hafalan (jam'u fi ash-shudur). Sahabat-sahabat penulis wahyu diantaranya adalah Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan, Ubay bin Ka’ab. Adapun media tulis yang digunakan saat itu adalah pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit bintang, kayu, pelana, potongan tulang binatang, dan lain sebagainya. Selain langsung dituliskan, banyak sahabat yang langsung menghafalkannya ketika dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW.

Pasca Rasulullah SAW meninggal, terdapat kebutuhan untuk membukukan dan menstandardisasi Al-quran agar tetap utuh dan terjaga keotentikannya.
Para khalifah, dimulai dari Abu Bakar As-Shiddiq hingga Utsman bin Affan merasa perlu untuk mengumpulkan dan membukukan Al-quran menjadi kesatuan yang utuh. Setelah terjadinya perang Yamamah di masa khalifah Abu Bakar, banyak dari para hafiz atau penghafal Al-quran dari para sahabat mati syahid, sehingga dihhawatirkan Al-quran akan bernasib sama seperti kitab-kitab suci lain yang banyak terdistorsi karena telat dibukukan, maka Umar bin Khattab mengusulkankepada Abu Bakar agar Al-quran segera dikumpulkan. Kemudian khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq memerintahkan Zaid bin Tsabit agar memimpin proyek pengumpulan Al-quran tersebut.

Pada masa khalifah Utsman bin Affan Usai kemudian dilakukan standardisasi terhadap perbedaan dialek (lahjah) kemudian disatukan agar tidak menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam, sehingga mushaf yang umum ditemui sekarang dikenal dengan cara penulisan Utsman atau Rasm Utsmani.

Perjalanan panjang sejarah penulisan Al-quran ini makin mengokohkan keotentikan Al-quran. Bukti bahwa Al-quran merupakan kitab suci ilahi dijelaskan dalam surah Hud ayat 13: "Bahkan mereka mengatakan, 'Dia [Muhammad] telah membuat-buat Al-quran itu.' Katakanlah, '[Kalau demikian], datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya [Alqur'an] yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar". Allah SWT menantang jika ada yang berani mengingkari kebenaran Al-quran, maka diminta untuk membuat surah seperti surah Al-quran. Tentunya tidak seorang pun yang bisa membuat semacam Al-quran. Hal tersebut menandakan bahwa Al-quran benar-benar otentik dan berasal dari Allah SWT.

Diakhir kultum, beliau mengajak jamaah kultum khusus di bulan Ramadhan untuk bersemangat didalam membaca Al-Qur’an, sehingga bisa menjadi golongan orang yang ahli membaca Al-Qur’an (Talil Qur’an) yang dirindukan surga dan tetap berupaya untuk tafakkur terhadap makna yang terkandung didalamnya. (Redaksi/QMR)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di balik lantunan indah ayat suci Alquran yang sampai saat ini dibaca oleh Muslim hampir di seluruh dunia ada ide brilian dari seorang khalifah bernama Utsman bin Affan di dalamnya.

Mushaf yang saat ini kita pegang dan gunakan untuk membaca Alquran adalah hasil dari Utsman bin Affan dalam upayanya menyatukan bacaan Alquran.

Dalam buku Kepemimpinan dan Keteladanan Utsman bin Affan yang ditulis oleh Fariq Gasim Anuz, diceritakan bagaimana awal mula upaya Utsman dan sahabatnya dalam mewujudkannya.

Sebelumnya Utsman menerima laporan dari Hudzaifah terkait terjadinya perselisihan antara umatnya tentang Alquran. Khalifah Utsman menanggapi laporan Hudzaifah denga baik dan segera bermusyawarah dengan beberapa orang sahabat di Madinah.

Lalu mereka sepakat untuk menyatukan bacaan Alquran dengan membuat Musaf agar bacaan Alquran sama di antara umatnya.  

Pertama kali yang dilakukan Khalifah Utman adalah membentuk satu tim ahli untuk melaksanakan tugas penulisan Alquran. mayoritas ulama  berpendapat ada empat orang, yaitu Zaid bin Tsabit dari Anshar. Kemudian dari Quraisy, yaitu Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits. Mereka semua adalah orang-orang yang berilmu dan teliti. Selain itu, ada pula yang berpendapat 5 orang dan 12 orang.

Setelah membentuk tim, Utsman mengutus seseorang kepada Ummul Mukminin Hafshah binti Umar bin Khathab radhiyallahu anhuma. Ia meminta sebuah mushaf Alquran yang dibukukan  di zaman Abu Bakar.

Tim penulis pun menjadikan mushaf tersebut sebagai acuan dalam menjalankan tugas mereka. Kemudia mereka menulis ulang berdasarkan perintah Utsman.

Khalifah Utsman sendirilah yang mengawasi proses kodifikasi Alquran ini. Utsman berkata pada tim panitia, “Jika kalian berbeda pendapat dengan Zaid bin Tsabit dalam hal apapun pada Alquran, maka tulislah dengan lisan Quraisy. Kerena Alquran diturunkan dengan lisan Quraisy.”

Lalu saat para sahabat di Madinah datang dan mengawasi proses kodifikasi, Zuhri mengatakan, “Mereka berbeda pendapat dalam At Taabuut atau At Taabuuh. Para penulis Quraisy berpendapat At Taabuut, sedangakan Zaid memilih At Taabuuh. Perbedaan ini sampai pada Utsman. Lalu Utsman memerintahkan, “Tulislah At Taabuut. Karena ia turun dengan lisan Quraisy.”

Orang-orang yang memiliki catatan langsung dari Rasulullah sallallhu alaihi wasallam mendatangi tim tersebut dan mengujinya dengan pedoman mushaf dari zaman Abu Bakar.

Setelah selesai Mushaf Utsmani ditulis, Zaid bin Tsabit membacanya berkali-kali sebelum mushaf itu disalin. Khalifah Utsmani juga ikut mengoreksi dan membacanya untuk memperkuat validitas mushaf induk tersebut.

Setelah selesai Mushaf Utsmani dibuat, Utsman bin Affan mengirim beberapa salinan dari mushaf induk ke wilayah-wilayah dalam kekuasaannya. Para ulama berbeda pendapat berapa jumlah mushaf yang ditulis Utsman. Pendapat yang mahsyur menyebutkan bahwa mushaf Alquran diperbanyak menjadi lima. Di kirim ke Makkah, Madinah, Kufah, Syam, dan satu lagi dipegang oleh Utsman sendiri. itulah yang kemudian dikenal dengan mushaf Al Imam.

Selain itu, ada juga pendapat yang paling kuat menyatakan bahwa mushaf tersebut digandakan menjadi enam. Empat di antaraya dikirim ke Makkah, Syam, Kufah, dan Bashrah, satu di Madinah. Mushaf itu dinamakan Al Madani Al’Aam.  Dan satu lagi dipegang Utsman.

Setiap mushaf yang dikirim itu disertai dengan pengajar yang mengajarkan kaum muslimin cara membacanya berdasarkan hadits-hadits shahih dan mutawir. Abdullah bin Sa’ib mengajarkan mushaf yang dikirim ke Mekkah, Mughirah bin Syiab mengajar di Syam, Abu Abdurrahman Sulami di Kufah, Amir bi Qash di Bashrah, Zaid bin Tsabit di Madinah.

Kemudian Utsman memerintahkan agar mushaf yang berbeda dihilangkan denga cara dibakar atau dicuci dengan air sampai tinta-tintanya hilang. Hal ini bertujuan agar kaum muslimin bersatu dalam satu mushaf.

Sejarah penulisan Al-Qur'an ini terbagi menjadi tiga masa, antara lain masa Nabi Muhammad SAW, masa Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan masa Utsman bin Affan. Pada masa Utsman bin Affan yaitu di tahun 15 Hijriah sempat terjadi perbedaan bacaan dalam Al-Qur'an.

Hal tersebut terjadi karena banyaknya lembaran mushaf yang saat itu beredar. Sehingga kekhawatiran seperti perpecahan antara kaum muslimin pun terasa langsung oleh para khalifah. Lalu, bagaimana ya, sejarah penulisan Al-Qur'an dan pengumpulannya berlangsung? Simak rangkumannya berikut ini.

Jelaskan kronologi penyempurnaan penulisan mushaf Al- qur an setelah masa Khulafaur Rasyidin
Ilustrasi membaca Al-Qur'an (unsplash.com/RachidOucharia)

Tahap pertama ini dimulai pada saat zaman Nabi Muhammad SAW. Pada masa ini masih sedikit orang yang bisa baca tulis karena keterbatasan media tulis pula.

Sehingga saat itu, siapa pun umat Islam yang telah mendengarkan satu ayat, maka dia langsung menghafalkan atau menuliskan ayat tersebut dengan media yang seadanya. Baik di tulang belikat unta, pelepah kurma, potongan kulit, atau permukaan batu cadas. Tidak heran kalau jumlah penghafal Al-Qur'an pada saat itu sangat banyak.

Di kalangan para sahabat sendiri, masih banyak penghafal Al-Qur'an lainnya seperti Khulafaur Rasyidin, Salim bekas budak Abu Hudzaifah, Mu’adz Bin Jabal, Abu Darda Radhiyallahu ‘anhu, Abdullah Ibn Mas’ud, dan Zaid Bin Tsabit.

Pada kitab sahih Bukhari yang diriwayatkan dari Anas Ibn Malik Radhiyallahu'anhu bahwa Nabi Muhammad SAW telah memberi gelar Jama'ah Quraa' kepada 70 orang yang hafal Al-Qur'an. Namun, mereka dihadang lalu dibunuh oleh para pengkhianat yang berasal dari suku Ri’il, Dzakwah, Ushayyah, dan Lahyan. Mereka dijaminkan surga Allah SWT karena telah meninggal dalam jihad.

Jelaskan kronologi penyempurnaan penulisan mushaf Al- qur an setelah masa Khulafaur Rasyidin
ilustrasi Al-Qur'an (unsplash.com/Ayesha Firdaus)

Selanjutnya yaitu pada zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu. Ini terjadi pada tahun 12 Hijriyah. Adapun penyebabnya yaitu saat perang Yamamah, banyak sekali dari kalangan Al-Qurra’ yang terbunuh seperti Salem bekas budak Abu Hudzaifah.

Lalu Abu Bakar memberikan perintah agar mengumpulkan Al-Qur'an supaya tidak hilang. Dalam kitab sahih Bukhari juga disebutkan bahwa Umar bin Khattab mengemukakan pandangannya kepada Abu Bakar usai perang Yamamah terjadi.

Abu bakar tidak mau melakukan hal tersebut karena takut akan dosa. Namun, Umar bin Khattab terus menerus memberikan pandangannya tersebut. Sehingga Allah SWT bukakanlah pintu hati dari Abu Bakar akan hal tersebut.

Abu Bakar pun memanggil Zaid Bin Tsabit dan berkata kepada Zaid, “Sesungguhnya engkau merupakan seorang yang masih muda dan berakal cemerlang, kami tidak meragukanmu, engkau dulu pernah menulis wahyu untuk Rasulullah, maka sekarang carilah Al-Qur'an dan kumpulkanlah.”

Setelah itu Zaid berkata, “Maka aku pun mencari dan mengumpulkan Al-Qur'an dari pelepah kurma, permukaan batu cadas dan dari hafalan orang-orang.” Mushaf tersebut kini ada di tangan Abu Bakar sampai ia wafat. Lalu dipegang oleh Umar sampai ia juga wafat. Selanjutnya dipegang oleh Hafsah Binti Umar.

Kaum muslimin sudah sepakat seluruhnya akan apa yang dilakukan Abu Bakar. Mereka menganggap perbuatan ini sebagai hal yang positif. Sebagaimana Ali bin Abi Thalib pun berkata, “Orang yang paling besar pahalanya pada mushaf Al-Qur'an adalah Abu Bakar, semoga Allah SWT memberi rahmat kepada Abu Bakar karena dialah orang yang pertama kali mengumpulkan kitab Allah SWT.”

Baca Juga: Kisah Abu Bakar, Sahabat Nabi yang Dikenal Jujur dan Dermawan

Jelaskan kronologi penyempurnaan penulisan mushaf Al- qur an setelah masa Khulafaur Rasyidin
ilustrasi orang mengaji (pixabay.com/mucahitylidi2)

Tahap terakhir terjadi pada zaman Utsman Bin Affan di tahun 25 Hijriyah. Saat itu terjadi perbedaan kaum muslimin dialek bacaan Al-Qur'an yang sesuai akan perbedaan mushaf tersebut.

Karena khawatir terjadi fitnah, Utsman bin Affan segera memerintahkan pengumpulan mushaf tersebut menjadi satu mushaf. Sehingga kaum muslimin bacaannya tidak akan berbeda dan kemudian bertengkar.

Perbedaan pengumpulan yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Utsman adalah terletak pada tujuannya. Tujuan dari Abu Bakar untuk menuliskan serta mengumpulkan seluruh ayat-ayat Al-Qur'an dalam satu mushaf supaya tidak tercecer dan tidak hilang. Sedangkan tujuan Utsman yaitu untuk mengumpulkannya karena dikhawatirkan akan adanya perbedaan dialek pada bacaan Al-Qur'an tersebut. Sehingga dilakukannya pengumpulan menjadi satu mushaf al quran.

Sehingga diperolehlah hasil pengumpulan dari musahf ini yang berupa satu ke satu di tengah tengah umat muslim. Mudharat besar seperti perpecahan, perbedaan keyakinan, dan juga permusuhan dapat dihindari.

Itulah sejarah penulisan Al-Qur'an dan pengumpulannya. Para sahabat begitu berjuang untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu kesatuan agar umat muslim dapat memahami wahyu Allah SWT dengan damai.

Baca Juga: Kisah Utsman bin Affan, Sahabat Nabi Pemilik Dua Cahaya

Baca Artikel Selengkapnya