Nama tari kreasi yang berasal dari banyuwangi adalah

Nama tari kreasi yang berasal dari banyuwangi adalah


Gandrung adalah seni tari khas masyarakat Using yang sekarang menjadi maskot Kabupaten Banyuwangi. Seorang penari gandrung identik dengan perempuan yang bergulu menjangan berkaki kijang, yang berarti lincah bagai rusa dan memiliki suara yang merdu. Struktur pementasan gandrung meliputi jejer, paju, dan seblangseblang. Musik iringan gending jejer yang semula rancak berganti menjadi lembut dan penari melantunkan gending Padha Nonton sebagai lagu wajib pembuka. Gandrung merupakan salah satu jenis kesenian tradisional Using yang keberadaannya tetap diminati oleh masyarakat. Salah satu keunikan seni gandrung ialah terpadunya gerakan tari yang dinamis dengan suara instrumen yang beragam dan bersuara rancak bersahut-sahutan. Dalam pertunjukan gandrung seorang penari gandrung seringkali melantunkan pantun-pantun Using baik yang terdiri dari dua larik maupun empat larik. Pantun-pantun tersebut ada yang bernuansa agama dan ada pula yang bernuansa asmara.

Nama tari kreasi yang berasal dari banyuwangi adalah

Seni tari seblang merupakan tarian sakral yang berkaitan dengan upacara magis untuk mendatangkan roh halus, roh leluhur atau Hyang. Jenis seni tari yang hanya terdapat di Desa Olehsari dan Bakungan, Kecamatan Galagah, Kabupaten Banyuwangi ini diperkirakan sebagai peninggalan kebudayaan pra-Hindu yang sampai sekarang masih hidup dan tetap dilestarikan. Tari seblang adalah tarian yang diiringi gamelan dan dilakukan oleh seseorang dalam keadaan kejiman atau tidak sadarkan diri (intrance) karena kerasukan atau keserupan roh halus, roh leluhur, atau Hyang. Tarian ini merupakan sarana pemujaan terhadap roh halus, baik roh yang bersifat baik maupun yang tidak baik. Jadi, gerakan-gerakan yang ada pada tari seblang merupakan gerakan tarian roh yang merasuk ke wadah penari. Ciri-ciri gerakannya yiatu dilakukan dengan ritme yang monoton. Pementasan seni tari ini hanya dilaksanakan sekali dalam setahun, yaitu setiap tanggal 1 Suro bertepatan dengan dilaksanakannya upacara bersih desa atau selamatan desa. Bila pementasan tari seblang tidak diadakan diramalkan akan menimbulkan malapetaka bagi masyarakat desa Olehsari. Atas petunjuk roh halus, pada saat ini pementasan tari seblang dilaksanakan pada setiap Hari Raya Syawal, yaitu tiga atau empat hari sesudahnya. Pementasan tari Seblang dimulai pukul 13.00 sampai dengan pukul 16.00 selama satu minggu.

Nama tari kreasi yang berasal dari banyuwangi adalah


Kesenian barong merupakan teater rakyat yang memadukan unsur tari, musik, dan lagu serta cerita yang telah baku dan turun-temurun. Pada awalnya, seni ini merupakan seni pertunjukan yang bersifat sakral dan pementasannya dilaksanakan hanya pada saat-saat tertentu, misalnya pada saat upacara bersih desa yang diselenggarakan pada minggu pertama bulan Haji (Besar). Tetapi, dewasa ini seni barong sudah menjadi pertunjukan yang bersifat hiburan sehingga bisa dipentaskan pada saat pesta perkawinan, khitanan, atau pergelaran-pergelaran seni lainnya. Kesenian ini merupakan seni rakyat yang secara khusus mengandung ciri khas Using, baik yang menyangkut musik, tari, dialog, maupun ceritanya. Di Kabupaten Banyuwangi yang masih mempertahankan orisinilitas kesenian barong kurang lebih berjumlah empat kelompok, yaitu kelompok Seni Barong Kemiren, Mandalikan, Mangli, dan Jambersari. Akan tetapi, dari keempat kelompok itu hanya kelompok seni barong Kemiren saja yang masih utuh “keUsingannya” dan sering melakukan pementasan. Seni Barong di desa Kemiren diciptakan oleh Eyang Buyut Tompo pada sekitar 1830-an. Pada saat itu di desa Kemiren ada pertunjukan Seblang yang dimainkan Embah Sapua. Ketika penari seblang kesurupan, terjadilah dialog dengan Eyang Buyut Tompo agar pementasan seblang dipindah ke desa Ole-Olean (Olehsari), sedangkan di desa Kemiren dipentaskan seni barong. Sejak saat itu ada ketentuan yang harus dipegang teguh oleh masyarakat, yakni masyarakat desa Olehsari tidak boleh mementaskan barong. Seni Barong yang diciptakan Buyut Tompo ini didasari oleh leluhur masyarakat Kemiren, Eyang Buyut Cili, yakni tokoh yang dimitoskan dan dianggap sebagai danyang atau penjaga desa Kemiren. Oleh karenanya setiap pementasan, yakni tatkala barong mengalami kesurupan yang masuk adalah Buyut Cili.

Nama tari kreasi yang berasal dari banyuwangi adalah

Tari Hadrah Kuntulan Kesenian hadrah kuntulan lahir tidak terlepas dari sejarah perkembangan Islam di Banyuwangi. Sebelumnya, hadrah kuntulan ini bernama seni hadrah barjanji. Menurut beberapa seniman kuntulan berasal dari kuntul, nama sejenis unggas berbulu putih, yang selanjutnya warna putih ini dijadikan sebagai warna busana yang dipakai para pemainnya. Sementara itu, beberapa seniman yang lainnya seperti Hasan Singodimayan, Andang CJ, dan Sudibjo Aries berpendapat bahwa nama kuntulan secara etimologis berasal dari kata arab kuntubil yang artinya terselenggara pada malam hari. Kata tersebut berkaitan dengan aktifitas santri setelah belajar mengaji, yaitu untuk melepaskan rasa jenuh pada malam hari mereka mengadakan kegiatan dengan melontarkan pujian-pujian yang berbentuk syair barjanji dengan diiringi rebana disertai gerakan-gerakan yang monoton. Pementasan seni hadrah kuntulan berupa tarian rodat (penari laki-laki) yang diiringi dengan rebana ditingkahi vokal barjanjen atau asrokal. Pada awal kelahirannya, di saat pementasan semua penarinya adalah laki-laki karena masyarakat menganggap tabu dan melanggar ajaran agama Islam jika tarian tersebut diperagakan oleh perempuan. Gerakan yang digunakan juga sangat sederhana, yaitu gerakan yang menggambarkan orang shalat, wudu’ dan adzan. Dalam perkembangan selanjutnya, seni hadrah kuntulan mengalami berbagai pernyempurnaan, baik dalam instrumen musik, tarian, busana, maupun penampilan wanita dalam pementasan.

Nama tari kreasi yang berasal dari banyuwangi adalah

Tari Padhang Ulan Masyarakat Banyuwangi mempunyai sifat ceria, baik dalam permainan maupun dalam kesenian. Ketika bulan purnama (padhang ulan) antara tanggal 13–17 bulan Jawa, kaum muda mengadakan permainan di perkampungan-perkampungan maupun di pantai, baik secara berkelompok maupun berpasangan. Pada saat seperti 5 ini dimanfaatkan untuk bersenang-senang saja atau untuk mencari jodoh. Situasi seperti inilah yang akhirnya memberikan inspirasi kepada para seniman Banyuwangi untuk menciptakan lagu-lagu, gending, dan tari padhang ulan (terang bulan). Sesuai dengan situasi yang melatarbelakanginya, maka tari padhang ulang mempunyai ciri khas lincah, gembira, dan agak erotis.

Nama tari kreasi yang berasal dari banyuwangi adalah

Tari Sabuk Mangir Tari sabuk mangir memiliki latar belakang yang bersifat magis. Istilah sabuk mangir merupakan perpaduan dari dua kata, yaitu sabuk berarti ikat pinggang dan mangir nama sebuah desa di Rogojampi. Sabuk mangir terkenal sebagai sabuk sakti orang Mangir. Berdasarkan kepercayaan bahwa ada kekuatan gaib yang berada dalam sabuk tersebut, orang Mangir berusaha melawan musuh-musuhnya, baik yang musuh yang fisik maupun non-fisik.

Nama tari kreasi yang berasal dari banyuwangi adalah


Tari Puputan Bayu Latar belakang tarian ini adalah sebuah ceritera perjuangan seorang wanita bernama Sayuwiwit yang berperang melawan Belanda (VOC). Sayuwiwit mengorganisir para pemudi di zamannya dalam sebuah pasukan wanita yang disegani kawan maupun lawan. Pasukan wanita yang dipimpin oleh srikandi Sayuwiwit ini yang melakukan perlawanan terhadap VOC dengan perang puputan. Perang puputan adalah perang habis-habisan yang menimbulkan banyak korban, baik di pihak lawan maupun di pihak Sayuwiwit. Perang puputan di desa Bayu inilah yang menjadi inspirasi terciptanya tari puputan bayu.

Tari Pupus Widuri

Pupus widuri terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Using, yaitu pupus yang berarti daun muda dan widuri adalah nama sejenis makhluk cantik atau bidadari. Jadi, makna kata pupus widuri adalah gadis muda yang sangat cantik seperti bidadari. Oleh karena itu, tarian ini dilakukan oleh seorang gadis yang baru menanjak remaja. Tari pupus widuri merupakan gabungan dari beberapa gerak tari tradisional Banyuwangi, seperti tari seblang, tari gandrung, tari gridhoan, dan tari sedemikian rupa sehingga menjadi suatu gerak yang harmonis dan bisa membuat penonton terpesona, baik oleh gerakan maupun kecantikan penarinya.

Tari Keter Wadon

Keter wadon adalah sebuah tari yang diilhami oleh kegiatan burung-burung pipit yang lincah, bebas berkeliaran di udara, mencari makan di mana-mana tanpa ada yang menghalangi, kecuali si anak nakal. Mereka beterbangan di udara, hinggap di atas pohon, bermain di telaga bening, berjemur di panas matahari sambil bercengkerama. Namun, malang karena seekor dari mereka jatuh dipanah, disumpit atau ditembak oleh seseorang yang jahil sehingga ia ditinggal pergi oleh temantemannya yang lari ketakutan dan mencari dunia yang lebih bebas dan aman.

Walang Kadung

Tari walang kadung adalah salah satu seni tradisional daerah Banyuwangi yang penciptaannya berdasarkan pengalaman atau pengamatan terhadap kehidupan walang kadung di pohon-pohon atau dedaunan. Walang kadung merupakan jenis serangga yang biasa hidup di daun-daun muda pohon jambu kluthuk (jambu batu). Jika diperhatikan, gerakan binatang ini sangat menarik, terutama pada kaki depannya, kaki belakang yang panjang tidak pernah diam, kepalanya yang tidak pernah tunduk, serta matanya yang selalu terbelalak.

Tari Jaranan Buto

Kesenian jaranan buto berasal dari desa Cemetuk Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi. Istilah jaranan buto mengadopsi nama tokoh legendaris Minakjinggo (terdapat anggapan bahwa Minakjinggo itu bukan berkepala manusia, melainkan berkepala raksasa). Instrumen musik jaranan buta terdiri atas seperangkat gamelan yang terdiri dari 2 bongan (musik perkusi), 2 gong (besar dan kecil) atau kencur, sompret (seruling), kecer (instrumen musik berbentuk seperti penutup gelas yang terbuat dari lempengan tembaga), dan 2 kendang. Sebagai isntrumen peraganya/utamanya adalah replika (penampang samping) kuda raksasa yang terbuat dari anyaman bambu. Wajah raksasa didominasi warna merah menyala, dengan kedua matanya yang besar sedang melotot. Dalam pementasannya masih dilengkapi dengan tiga jenis topeng buto (raksasa), celengan (#### hutan) dan kucingan (kucing) yang kesemuanya terbuat dari kulit. Topeng-topeng ini ini harus digunakan secara bergantian oleh para pemainnya, baik pemain laki-laki maupun pemain perempuan.

Tari Campursari

Kesenian campursari disebut juga mocoan pacul gowang (seni baca naskah), yang merupakan lahirnya seni pertunjukan yang kemudian dinamai seni campurcari. Pementasan diawali dengan mocoan pacul gowang berupa pembacaan naskah lontar berbahasa Jawa Kuna dan Jawa Pertengahan yang berisi riwayat Nabi Yusuf. Pembacaan naksah lontar ini dilakukan secara ritmis, dan tunduk terhadap aturan panjang pendek vokal (guru lagu), pupuh atau bait nama tembang (syair) yang dilagukan. Pada umumnya pupuh yang digunakan adalah pupuh macapat yang berasal dari tradisi Jawa, seperti Dandanggula, Kinanti, Pucung, Sinom, dan Asmaradana. Seusai pembacaan naskah lontar, acara dilanjutkan dengan atraksi penampilan jenis kesenian lain seperti, kuntulan, janger, gandrung, rengganis, jinggoan, tarian daerah, kendang kempul, lawak, dan dangdutan. Satu genre kesenian yang tidak masuk dalam paket campur sari adalah barongan.

Source : GOOGLE.COM