Jelaskan konflik peran menurut Ralf Dahrendorf

Hai hai sobat sebby ! apa yang ada dibenak kalian saat mendengar kata konflik? Apakah konflik akan selalu menjadi dampak yang negatif? Nah daripada penasaran, kita simak baik-baik yuk artikel tentang konflik sosial ini sekalian kita cari tahu apakah konflik memiliki dampak positif?

Konflik sosial merupakan benturan beberapa kepentingan antara dua orang atau lebih yang saling mempengaruhi dalam proses interaksi sebagai akibat dari adanya perbedaan paham atau perbedaan kepentingan yang bersifat mendasar. Munculnya konflik diawali dengan adanya jurang pemisah (gap) yang meretakkan proses interaksi sosial. Ibarat sekeping mata uang, kerja sama dan konflik akan selalu ada dalam interaksi sosial. Jika kerja sama merupakan hubungan antara dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang sama, konflik merupakan hubungan antara dua orang atau lebih yang berbeda kepentingan sehingga masing-masing ingin keluar sebagai pihak yang menang.

Adapun manfaat konflik bagi manusia, meningkatkan solidaritas sesama kelompok. Pada saat kalian mengikuti kompetisi yang melibatkan beberapa kelompok, kamu akan terdorong untuk memenangkan perlombaan bersama teman sekelompokmu dengan berbagai macam cara. Dari sanalah tercipta solidaritas didalam kelompok. Selain itu manfaat konflik juga bisa kita temui dari kehidupan sehari hari contohnya yaitu dapat mendewasakan diri atau mengubah kepribadian manusia. Setelah terjadi konflik, biasanya kalian akan melakukan intropeksi diri bukan? intropeksi diri yang terjadi setelah terjadinya konflik biasanya akan lebih berpengaruh terhadap kepribadianmu. Konflik ternyata dapat juga mendewasakan kita lho sebisen !

LEWIS A COSER

Teori konflik berikutnya yang juga mempengaruhi teori konflik dalam sosiologi adalah teori yang dikemukakan oleh Lewis A. Coser. Menurut definisi kerja Coser konflik adalah perjuangan mengenai nilai terta tuntutan atas status, kekuasaan, sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan, mencederai, atau melenyapkan lawan.

KARL MAX

Teori konflik yang terkenal adalah teori konflik yang dikemukakan oleh Karl Marx mengenai teori kelas. Dengan munculnya kapitalisme terjadi pemisahan yang tajam antara mereka yang menguasai alat produksi dan mereka yang hanya mempunyai tenaga. Pengembangan kapitalisme memperuncing kontradiksi antara kedua kategori social sehingga akhirnya terjadi konflik diantara kedua kelas. Eksploitasi yang dilakukan oleh kaum borjuis terhadap kaum proletar secara terus menerus akhirnya akan membangkitkan kesadaran kaum proletar untuk bangkit dan melawan sehingga terjadilah perubahan social besar, yaitu revolusi sosial. Menurut ramalan Marx kaum proletar akan memenangkan perjuangan kelas ini dan akan menciptakan masyarakat tanpa kelas dan tanpa Negara

Ralf Dahrendorf

Teori konflik lainnya adalah teori yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf yang mengemukakan bahwa masyarakat terdiri atas organisasi-organisasi yang didasarkan pada kekuasaan (dominasi satu pihak atas pihak lainatas dasar paksaan) atau wewenang (dominasi yang diterima dan diakui oleh pihak yang didominasi) yang dinamakan “Imperatively coordinated associations” ( asosiasi yang dikoordinasi secara paksa) karena kepentingan kedua pihak dalam asosiasi-asosiasi tersebut berbeda.

FAKTOR KONFLIK

Adapun beberapa hal yang sering menjadi penyebab terjadinya konflik adalah sebagai berikut:

1. Adanya perbedaan pandangan yang berkenaan dengan persoalan prinsip.

2. Adanya perselisihan paham yang membangkitkan emosi kedua belah pihak.

3. Adanya benturan kepentingan terhadap suatu objek yang sama.

4. Adanya perbedaan sistem nilai dan sistem norma yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

5. Adanya perbedaan kepentingan politik baik yang bersifat lokal, nasional, maupun internasional.

Dahrendorf mengklasifikasikan konflik sosial ke dalam lima bentuk, yaitu sebagai berikut.

1. Konflik peran. Dalam konflik ini seseorang mendapati kondisi realitas yang berlawanan dengan perannya dalam kehidupan nyata. Contohnya, pekerja yang ditekan untuk mengerjakan pekerjaan yang bukan tanggung jawabnya.

2. Konflik kelompok sosial. Konflik yang terjadi antara kelompok sosial ini terjadi karena perbedaan kepentingan dalam upaya mencukupi kebutuhan kelompok tersebut. Misalnya, konflik antarkeluarga yang disebabkan karena perbedaan kepentingan di dalam keluarga.

3. Konflik antarkelompok yang terorganisir dan kelompok yang tidak terorganisir. Pihak terorganisir memiliki kekuasaan yang lebih dalam menentukan kebijakan. Sedangkan pihak tidak terorganisir tidak memiliki kekuasaan. Konflik ini biasanya terjadi saat melakukan aksi unjuk rasa, yakni polisi dengan massa demonstrasi.

4. Konflik antarsatuan nasional. Konflik ini disebut sebagai konflik antarkepentingan organisasi. Konflik ini umumnya terjadi di dalam badan politik baik di tingkat RT, RW, desa, hingga tingkat nasional sekali pun.

5. Konflik antaragama. Konflik ini terjadi karena adanya benturan intoleransi antaragama.

Menurut Ranjabar. Menurut Ranjabar (2013), konflik sosial yang ada di masyarakat terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Konflik Individual. Konflik dalam individu ini bisa diartikan sebagai konflik yang terjadi dalam mental atau diri seseorang karena suatu hal. Hal ini bisa berupa pilihan yang berbeda dengan kata hati. Pada umumnya konflik individu lebih bersifat informal, tersembunyi, melakukan tindakan negatif, melakukan sabotase, dan lain sebagainya. Contohnya seseorang yang menyesal bekerja sebagai kriminal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Dalam diri orang tersebut, ia mengalami konflik antara nilai moral diri dengan tekanan ekonomi yang harus dipenuhi.

2. Konflik Kolektif. Konflik kolektif merupakan suatu konflik yang melibatkan banyak orang, serta memiliki tujuan dan kepentingan yang sama. Pada umumnya, konflik ini memiliki dorongan yang lebih kuat bila dibandingkan dengan konflik individu. Individu yang berada dalam suatu konflik biasanya memiliki solidaritas dan kebersamaan yang kuat. Konflik ini memiliki jumlah anggota banyak dan memiliki tingkat emosi yang sangat tinggi dan sifatnya sangat rumit bila dibandingkan dengan konflik individu.

Menurut H. Kusnadi dan Bambang Wahyudi yang dikutip dari Ranjabar (2013), macam-macam konflik dapat diklasifikasikan dalam beberapa aspek, yaitu:

1. Konflik sosial berdasarkan posisi pelaku Berdasarkan posisi pelaku, konflik sosial bisa dibedakan jadi 2 macam. Yaitu konflik vertikal dan konflik horizontal. Konflik horizontal adalah konflik antarpihak yang derajat atau kedudukannya sama. Contoh konflik sosial ini adalah pertikaian antar sekolah, pertikaian antar pendukung klub bola. Sementara konflik vertikal adalah konflik yang melibatkan pihak yang kedudukannya tidak sejajar. Contoh konflik vertikal adalah konflik antar ibu dan anak.

2. Konflik sosial berdasarkan sifat pelaku Berdasarkan sifat pelaku, konflik sosial bisa dibedakan menjadi konflik terbuka dan tertutup. Kedua jenis ini berbeda dari segi penampakan konfliknya. Untuk yang pertama, yakni konflik terbuka, adalah konflik sosial yang diketahui oleh semua orang. Jadi, konflik itu tidak hanya diketahui oleh pihak yang terlibat, tapi juga khalayak umum yang tak terkait dengannya. Contoh konflik sosial terbuka ialah demonstrasi buruh, pemberontakan PKI di madiun. Sedangkan konflik tertutup contohnya adalah konflik antar karyawan, konflik antar orang tua.

3. Konflik sosial berdasarkan waktu dapat dibedakan menjadi konflik sesaat (spontan) dan konflik berkelanjutan. Konflik sesaat dapat terjadi dalam waktu singkat atau sesaat saja karena adanya kesalahpahaman antara pihak yang berkonflik. Contohnya: konflik antara adik dan kakak karena kesalahpahaman. Sedangkan konflik berkelanjutan terjadi dalam waktu yang lama dan sulit untuk diselesaikan. Hal ini bisa dilihat contohnya pada konflik antar ras yang sudah bertahun tahun tidak kunjung berakhir, konflik perang pemasaran merk yang berlanjut karena merasa bersaing untuk bisa lebih unggul

4. Konflik sosial berdasarkan tujuan organisasi Jika dilihat berdarkan tujuan organisasi, macam-macam konflik sosial bisa dipilah menjadi konflik fungsional dan disfungsional. Konflik fungsional merupakan konflik yang mendukung tercapainya tujuan organisasi dan bersifat konstruktif. Contohnya, persaingan antara organisasi pramuka dan OSIS di sebuah sekolah yang lantas mendorong masing-masing kelompok berlomba dalam meraih prestasi. Adapun konflik disfungsional adalah konflik yang menghambat tercapainya tujuan suatu organisasi dan bersifat destruktif (merusak). Contohnya adalah konflik perebutan posisi ketua satu organisasi yang berujung pada perpecahan pengurus, bahkan mungkin sampai memicu bentrok kekerasan.

5. Konflik sosial berdasarkan pengendaliannya Apabila ditelisik berdasarkan pengendaliannya, konflik sosial dapat dikategorikan jenisnya menjadi 4, yakni konflik terkendali, konflik tidak terkendali, konflik sistematis, dan konflik nonsistematis. Pertama, konflik terkendali terjadi saat pihak-pihak yang terlibat dapat mengendalikannya dengan baik, sehingga perselisihan tidak menyebar dan membesar dengan cepat. Contohnya, konflik antara karyawan dengan perusahaan mengenai nilai gaji. Kemudian konflik itu ditengahi oleh Dinas Tenaga Kerja melalui proses mediasi, dan akhirnya terjadi kesepakatan.

Referensi

Rosana, Ellya “KONFLIK PADA KEHIDUPAN MASYARAKAT (Telaah Mengenai Teori dan Penyelesaian Konflik Pada Masyarakat Modern)”

https://www.fahdisjro.com/2021/01/klasifikasi-konflik-sosial.html

https://tirto.id/macam-macam-konflik-sosial-dan-contohnya-di-masyarakat-gafW

baca artikelsosiologi kelas 11 lainnya  !